TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN MOJOLABAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN
TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN MOJOLABAN
KABUPATEN SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (S.Sy) Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.Sy)

Oleh:
Febrianzah Zahiruddin
NIM: I000113019
NIRM: 11/X/02.1.2/0673

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN
TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN MOJOLABAN

KABUPATEN SUKOHARJO

Oleh :
Febrianzah Zahiruddin
(NIM : I000113019)
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Masyarakat di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo
merupakan mayoritas petani khususnya di sektor pertanian (muzāra’ah), di samping
mengelola sawah sendiri, juga mempekerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya
tersebut dengan sistem bagi hasil yang sesuai dengan kesepakatan atau adat istiadat
setempat. Pada umumnya kerjasama ini berdasarkan pada kata sepakat atau
kepercayaan antara kedua pihak dan dengan akad secara lisan, sehingga memberi
peluang antara kedua pihak melakukan hal-hal yang dapat merugikan, seperti dalam
isi perjanjian, hak dan kewajiban kedua pihak, pembagian bagi hasil yang belum
tentu sama dan sesuai dengan prinsip hukum Islam.
Dari sinilah penyusun mencoba menelusuri dan meneliti apakah pelaksanaan
bagi hasil di Desa Palur tersebut terdapat penipuan dan eksploitasi salah satu pihak
terhadap pihak lain. Adapun hal-hal yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah

tentang prosedur dan pelaksanaan akad muzāra’ah dilihat dari tinjauan hukum Islam.
Dalam penulisan skirpsi ini, jenis penelitian yang digunakan penyusun adalah
field research, untuk memecahkan masalah yang dihadapi digunakan pendekatan
normatif melalui urf, sehingga dengan pendekatan tersebut diharapkan penyusun
dapat menilai apakah pelaksanaan bagi hasil di Desa Palur sesuai atau tidak menurut
hukum Islam. Sedangkan data yang diperoleh bersumber dari para pelaku bagi hasil
dan masyarakat Desa Palur yang dianggap paham dan mengetahui mengenai masalah
tersebut, selain itu juga dari data yang berupa literatur-literatur yang relevan.
Berdasarkan penelitian, penyusun menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
bagi hasil yang dilakukan di Desa Palur sudah sah menurut hukum Islam. Kerjasama
tersebut termasuk dalam bidang muzāra’ ah, karena syarat dan rukunnya sudah
terpenuhi, begitu juga dengan bagi hasilnya sudah memenuhi hukum Islam.
Kata Kunci: Hukum Islam, Penggarapan Tanah Sawah (Muzāra’ah), Bagi Hasil.

ISLAMIC LAW REVIEW OF RESULTS FOR TILLAGE OF THE SOIL RICE
FIELD IN THE VILLAGE PALUR
MOJOLABAN SUB DISTRICT SUKOHARJO
By :
Febrianzah Zahiruddin
(NIM: I000113019)

Faculty of Islamic Studies
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT
Communities in the District Mojolaban Palur village of Sukoharjo are the
majority of farmers, especially in the agricultural sector (muzara'ah), in addition to
managing their own fields, also employ others to work on the fields with a profitsharing system in accordance with the agreements or local customs. In general, this
cooperation is based on an agreement or a trust between the two sides and with a
contract verbally, thus giving opportunities between the two sides do things that can
be detrimental, as the contents of the agreement, the rights and obligations of both
parties, the distribution of the results is not necessarily equally and in accordance
with the principles of Islamic law.
From where authors try to trace and examine whether the implementation of the
results in the Palur village there is fraud and the exploitation of one party against
another party. The matters discussed in this thesis is about the procedure and the
execution of the contract muzara'ah seen from a review of Islamic law.
In writing this skirpsi, the type of research that is used compiler is field
research, to solve the problems faced by urf normative approach was used, so that
with such an approach is expected compilers can assess whether the implementation
of the results in the Village Palur appropriate or not according to Islamic law. While
the data obtained comes from the actors for results and Palur village communities that

are considered to understand and know about the issue, but it is also of the data in the
form of relevant literature.
Based on the study, authors concluded that the implementation of the results
conducted in the village of Palur already legal under Islamic law. Such cooperation
including in the field of muzāra 'ah, because the terms and rukunnya have been met,
as well as the results are already fulfill the law of Islam.
Keywords: Islamic Law, Land Cultivation of Rice (muzara'ah), Profit Sharing.

perkara duniawi, seperti jual beli,

PENDAHULUAN

perburuhan, pegadaian, dan lain-lain.1

Latar Belakang Masalah

Islam

Manusia adalah makhluk sosial,


SWT

bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, di

lain

menjadi

Indonesia

yang harus ditaati dan dilaksanakan.

Sedangkan

menurut

Mu‟amalah

berarti


Negara

bermata pencaharian sebagai petani.
Seperti

mukallaf.

istilah,

merupakan

faktor luas wilayah dan mayoritas

yang

mencangkup seluruh perbuatan yang
seorang

berguna,


dikatakan sebagai Negara agraris karena

diambil dari kata al‟ amal, kata ini

oleh

yang

kepulauan, tetapi Indonesia juga bisa

Secara bahasa, kata Al-Mu‟amalah

dikerjakan

mahkluk

bermanfaat di dunia maupun di akherat.

Islam telah memberikan hukum-hukum


umum

agar

muamalah agar senantiasa manusia

Salah satunya dalam bidang muamalah

lafal

untuk hamba-hambanya

baik akidah, ibadah, aklak maupun

untuk

bersama-sama hidup dalam bermasyarakat.

merupakan


yang

mengatur aspek kehidupan manusia,

dalam hidupnya manusia memerlukan
manusia-manusia

agama

sempurna yang di anugrahkan Allah

yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam

adanya

merupakan

bentuk kegiatan sehari-hari

masyarakat


Al-

Indonesia

bermuamalah

hukum-hukum

salah

di

satunya

dalam
adalah

penggarapan lahan dengan sistem ijarah


syariat yang berkaitan dengan perkara-

1

DR. Khalid bin Ali AlMusyaiqih, Buku Pintar Muamalah ,
(Klaten: Wafa Press, 2012), hlm. 11.

1

(sewa) dan pembagian bagi hasil lahan

Sukoharjo

persawah dengan sistem paro loro ( ½ )

tentang

Sangat menarik apabila kegiatan

timbul

masalah-masalah

kerja sama yang merugikan

salah satu pihak. Salah satunya adalah
perjanjian bagi hasil

petani mengenai mekanisme kerja sama

pengingkaran

bagi hasil penggarapan sawah dan Ijarah

yang merugikan salah satu pihak. Untuk

dijadikan sebagai obyek penelitian praktik

lebih jelasnya, Tuan Sholeh mempunyai

kerja sama yang dilakukan oleh para petani

sebidang tanah yang akan digarap

dan

kepada

pemilik

Kecamatan

lahan

di

Mojolaban

Desa

Palur

Kabupaten

Bapak

Kamto

dengan

kesepakatan sebagai berikut:

Sukoharjo.

1. Menggunakan perjanjian kerja sama

Kegiatan muamalah kususnya bagi

penggarapan

hasil dan ijarah yang dilakukan petani dan

lahan

persawahan

dengan bagi hasil maro ( ½ ).

pemilik lahan di Desa Palur sangat

2. Segala

perlengkapan

yang

bervariasi. Khususnya pembahasan ini

dibutuhkan dalam proses penggarapan

adalah akad bagi hasil dan ijarah itu

awal seperti benih padi, pupuk, obat

sendiri dalam penggarapan tanah sawah

peptisida dan perawatan yang lain

yang menggunakan hukum adat setempat,

sampai panen tiba ditanggung oleh

seperti kata maro, mertelu atau nyewo

Bapak

oyotan.

tanah.

Sejalan

dengan

Sholeh

sebagai

penggarap

kegiatan

Disinilah letak manipulasi pembagian

penggarapan sawah di Desa Palur

hasilnya yang dilakukan oleh Bapak

Kecamatan

Kamto

Mojolaban

Kabupaten
2

setelah

panen tiba. Pokok

permasalahannya

adalah

lakunya

oleh

gabah

Rp.20.000.000,00

setelah

Rumusan Masalah

pengepul

Bapak

Berdasarkan latar belakang diatas maka

Kamto

rumusan masalahnya adalah;

mengatakan kepada pemilik tanah Tuan

1. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam

Sholeh laku penjualannya gabah adalah

Terhadap

Rp.15.000.000,00

seharusnya

Pengolahan Tanah Persawahan di

Rp.20.000.000,00 dibagi seperdua ( ½ )

Desa Palur Kecamatan Mojolaban

Rp.10.000.000,00

Kabupaten Sukoharjo?

yang

menjadi

Rp.7.500.000,00.

dalam

praktik

Sama

Dalam

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berawal dari ketidaktransparan yang
terjadi

Kerja

kerja

1. Tujuan dan penelitian ini adalah :

sama

a. Untuk

mengetahui

dan

penggarapan sawah tersebut, penulis ingin

menganalisis

meneliti lebih jauh tentang fenomena

Islam terhadap praktek kerja sama

semacam ini dilihat dari hukum Islam.

dengan pembagian hasilnya studi

Maka peneliti tergugah untuk mengadakan

kasus di Desa Palur Kecamatan

penelitian yang

Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

akan penulis tuangkan

dalam bentuk skripsi yang berjudul :

tinjauan

hukum

2. Manfaat penelitian ini adalah ;

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi

Penelitian yang penulis lakukan

Hasil Penggarapan Tanah Sawah di Desa

ini

Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten

bermanfaat

Sukoharjo.

maupun bagi pembaca atau pihak-

mudah-mudahan
bagi

penulis

dapat
sendiri

pihak lain yang berkepentingan :
3

a.

Secara

teoritis,

ini

erat

berkaitan

dengan

permasalahan

hubungannya dengan mata kuliah fiqh

Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil

muamalat, etika bisnis Islam sehingga

Penggarapan Tanah Sawah di Desa

dengan

Palur

melakukan

penelitian

ini

Kecamatan

Mojolaban

diharapkan penulis, semua pihak yang

Kabupaten

Sukoharjo

berkepentingan dapat memahaminya dan

ditemukan,

adapun

semoga penelitian ini dapat memperluas

penelitian yang hampir sama dengan

khazanah keilmuan keislaman terutama

permasalahan yang akan diteliti oleh

bidang

peneliti antara lain:

hukum

khususnya,

b.

Penelitian

Islam,

bagi

bagi

pembaca

dan

peneliti
pada

belum
beberapa

a. Skripsi Slamet Widodo, yang

umumnya serta menjadi rujukan penelitian

membahas

berikutnya tentang bagi hasil penggarapan

Hukum Islam Terhadap Bagi

sawah.

Hasil Perkebunan Salak di Desa

Secara praktis, memberikan sumbangan

Sewukan

dan

Kabupaten

memberikan

informasi

kepada

tentang

Kecamatan

“Tinjauan

Dukun

Magelang”(2004).

masyarakat kususnya petani dan pemilik

Dalam

lahan itu sendiri.

menyimpulkan bahwa perjanjian

Skripsi

ini

Slamet

bagi hasil tersebut mengalami

LANDASAN TEORI

cacat hukum karena mengalami
Tinjauan Pustaka
Sejalan

dengan

ketidakjelasan waktu berakirnya
penulis

dalam

perjanjian sewa sebagai syarat

mencari hasil-hasil penelitian yang

sahnya suatu perjanjian sewa,
4

sedangkan pembagian hasilnya

1.

a. Pengertian Ijarah

telah memenuhi rasa keadilan
sehingga

tidak

Ijarah

Ijarah berasal dari kata al

bertentangan

dengan hukum Islam.2

ajru yang secara bahasa berarti

b. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi

imbalan (al-„iwadh). Dengan

Hasil Penggarapan Kebun Karet di Desa

kata lain, ijarah merupakan

Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyuasin

jual

Sumatra

mendapatkan imbalan.4

Selatan”

oleh

saudari

Epi

Yuliana. Dalam skripsi ini disimpulkan

beli

Dari

manfaat

pengertian

untuk

di

atas

bahwa pelaksanaan transaksi bagi hasil

terlihat bahwa yang di maksut

yang dilakukan masyarakat Bukit Selabu

ijarah

telah sah menurut hukum

Islam yang

manfaat sesuatu benda, jadi

termasuk kedalam akad musaqah karena

dalam hal ini bendanya tidak

syarat dan rukun ijarahnya sudah terpenuhi

berkurang sama sekali dan

demikian juga dengan bagi hasilnya. 3

yang

Tinjauan Teoritik

manfaat

Slamet widodo, “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil
Perkebunan Salak di Desa Sewukan
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang”,
Skripsi Mahasiswa Fakultas Syari‟ah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
3
Epi Yuliana, “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Bagi Hasil
Penggarapan Kebun Karet di Desa
Bukit Selabu Kabupaten Musi
Banyuasin Sumatra Selatan”, Skripsi
Mahasiswa Fakultas Syariah UIN
Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2009.
2

adalah

pengambilan

berpindah
dari

hanyalah

benda

yang

disewakan tersebut.
b. Macam-macam Ijarah
1) Ijarah A‟ yan adalah sewa
menyewa barang.
4

Burhanuddin, Hukum Kontrak
Syariah (Yogyakarta: BPFEYOGYAKARTA, 2009), hlm. 94.

5

2) Ijarah Amal adalah sewa menyewa yang

maka berikanlah kepada mereka

berkaitan dengan pekerjaan / jasa.5

upah,” Ath-Thalaq [65]: 6

3) Ijarah Ain adalah sewa atas manfaat dari

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari
Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:

sesuatu yang sudah tentu (secara langsung
manfaat didapat dari barang yang disewa).
4) Ijarah Dzimmah adalah sewa atas manfaat

Artinya: “Berikanlah upah pekerja

dari sesuatu yang dikuasai (dioperasikan

c.

atau diatur) seorang (bukan dari barangnya

sebelum keringatnya kering”.

secara langsung).6

d. Rukun dan syarat Ijarah

Hukum Ijarah

1) Aqidain, yaitu kedua pihak yang
berakat yang terdiri dari mu‟jir

Kaum muslim sepakat bahwa ijarah
diperbolehkan

dan

(orang yang menyewakan lahan)

disyariatkan

berdasarkan dalil Al-Qur‟an dan sunah.

dan

musta

‟jir

(orang

yang

mendapat dari manfaat dari sewa

Allah berfirman:

tersebut). Untuk dapat menjalankan
ijarah, baik mu „jir maupun musta
Artinya: “Kemudian jika mereka

„jir harus memenuhi syarat sebagai

menyusukan anak-anakmu untukmu

subyek hukum, baik ditinjau dari
segi

5

DR. Khalid bin Ali AlMusyaiqih, Buku Pintar Muamalah ,
(Klaten: Wafa Press, 2012), hlm. 142.

kecakapan

maupun

kewenangannya.

6

Obyek ijarah (ma „qud „alaih)

DR. Musthafa Dib Al-Bugha,
Buku Pintar Transaksi Syariah,
(Jakarta: PT Mizan Publika, 2010),
hlm. 163.

ialah suatu manfaat benda atau
6

perbuatan yang dijadikan sebagai

secara jelas. Karena itu dalam

obyek ijarah. Jika obyek ijarah

setiap

berupa manfaat harta benda (al

disyaratkan

untuk

memberikan

„ain) maka disebut sewa menyewa,

informasi

secara

transparan

sedangkan apabila obyek ijarah

mengenai

berupa manfaat suatu perbuatan (al-

disewakan.

akad

ijarah,

objek

pemiliknya

yang

akan

fi „il) disebut upah mengupah.

Manfaat objek ijarah haruslah

Tidak semua harta benda boleh

tidak bertentangan dengan prinsip-

dijadikan obyek ijarah. Karena itu

prinsip syara. Hal ini dimaksutkan

apabila seseorang mu‟ jir akan

agar

menyewakan

tersebut

hartanya

sebagai

dari

pemanfaatan
dapat

objek ijarah, maka harus memenuhi

kemaslahatan.

syarat sebagai berikut:

bertentangan

a) Bentuk akad ijarah harus diketahui

hukumnya

mendatangkan

Karena

haram,

haram

maupun

haram

karena

terimakan

karena penggunaanya.

langsung.

syara‟

baik

secara jelas sehingga dapat diserah
secara

itu, jika

dengan

zatnya

objek

Misalnya rumah untuk ditempati,

Harta

benda

yang

mobil untuk dikendarai, buku untuk

sebagai

objek

ijarah

dibaca

bersifat mal al-isti‟mail, yaitu harta

dan

demikian

lain-lain.
dilarang

menyewakan
keberadaannya

suatu
tidak

Dengan
hukumnya

benda

yang

yang

manfaatnya

diketahui

digunakan

dapat
meskipun

haruslah

diambil
tanpa

merusak zatnya. Maka dari itu,
7

harta benda yang dapat diambil

3) Sighat al-„ aqad dalam ijarah ialah

manfaatnya dengan merusak zatnya

pernyataan ijab dan qabul dari mu‟

haram hukumnya untuk dijadikan

jir dan musta‟ jir sebagai bentuk

sebagai objek ijarah.

kesepakatan.7

d) Ijarah dilakukan dalam jangka waktu

2.

Muzara’ ah

tertentu sesuai kesepakatan. Dalam akad

a.

Pengertian Muzara‟ah
Muzara‟ah adalah kerja sama

ijarah, penetapan jangka waktu sewa harus
dinyatakan

secara

tegas,

karena

pengolahan pertanian antara pemilik

keberadaanya berkaitan dengan hak dan

lahan

kewajiban.

pemilik lahan memberikan lahan

e) Menjelaskan jenis pekerjaan yang akan

dan

penggarap,

di

mana

pertanian kepada si penggarap untuk

diijarahkan. Tanpa adanya pekerjaan yang

ditanami

jelas, kecenderungan akan memberatkan

imbalan bagian tertentu dari hasil

pihak

panen.8

pekerja

kontrak,

sebab

terkait

dengan kepastian mendapatkan upah.

dan

dipelihara

dengan

Menurut refrensi klasik para

f) Adanya kejelasan tentang jumlah upah ijarah

ulama

terdahulu

menyimpulkan

yang akan diberikan. Ketika menyewa

belbagai

seseorang untuk mengerjakan suatu, maka

muzara‟ ah. Menurut Hanafiyah,

menjelaskan tentang jumlah upah yang

muzara‟ ah ialah pemilik tanah yang

akan

diberikan

merupakan

hal

pendapatnya

yang
7

penting,

terutama

dimaksutkan

mengenai

Ibid, hlm. 95.
DR. Mardani , Fiqh Ekonomi
Syariah, (Jakarta: Kencana Media
Group, 2012), hlm. 240.

untuk

8

menghindari kesalah pahaman.
8

sebenarnya menyerahkan tanahnya

penggarap.Adapun Muzaraah adalah

untuk ditanami dan yang bekerja

mukhabarah itu sendiri akan tetapi

diberi bibit.9Atas dasar diberikan

benihnya

kepadanya sebagian dari hasil bumi

tanah.11Dalam Kitab Al Umm Imam

itu,

Syafii menjelaskan bahwa sunah

1/3

dan

½

dengan

tidak

berasal

dari

pemilik

ditentukan banyaknya sukatan. Jadi,

Rasul

boleh Muzaraah dan hendaknya bibit

hasilnya

itu diberikan oleh pemilik tanah.10

Muzara‟ah dengan pembagian hasil

Adapun pendapat Malikiyyah
mendefinisikannya

menunjukan
tentang

pembagian

ketidakbolehan

¼ dan 1/3 atau sebagian dengan

dengan

sebagian.Maksutnya

adalah

kerjasama dalam bercocok tanam.

menyerahkan tanah kosong dan tidak

Ulama

Syafiiyyah

ada

makna

istilah

membedakan

didalam

kemudian

dan

tanah itu ditanami tanaman oleh

Mukhabarah

(penggarap) dengan tanaman lain.12

didenifisikan pengerjaan lahan dari

Pendapat Jumhur ulama diantaranya

pemilik lahan kepada si penggarap

Imam Malik, para ulama Syafiiyah,

dengan pembagian hasil panennya,

Abu Yusuf dan Muhammad bin

sedangkan benih berasal dari si

Hasan

mukhabarah.

muzaraah

tanaman

(dua

murid

Imam

Abu

9

Prof. Dr. H. Ismail Nawawi,
MPA, M.Si, Fiqh Muamalah Klasik
dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), hlm. 161.
10
Teungku Muhammad Hasbi
As-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh
Islam, Semarang; Pustaka Rizki Putra,
1997, Cet. Ke-I, hlm. 426

11

Prof. Dr. Wahbah Zuhaily,
al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Vol.
V, Daralal-Fikr, Damaskus, 2008, hlm.
482.
12
Imam Abi Abdillah Muhammad
bin Idris Asy-Syafi‟I, al-Umm, Juz III,
Mesir: Dar al-Fikr, t.th, hlm.12.

9

Hanafiah),
Dawud

Imam

Hambali

Ad-Dzahiry.

yang

dan

Mereka

keluar

Menyimpulkan

dari

padanya”.

bahwa

yang

menyatakan bahwa akad Muzara‟ah

dimaksut

diperbolehkan dalam Islam.13 Para

pemberian hasil untuk orang yang

ulama

yang

mengolah atau menanami tanah dari

dengan

yang dihasilkan seperti setengah atau

Ijarah pada awalnya dan syirkah

sepertiga atau lebih sesuai dengan

pada akhirnya berpendapat apabila

kesepakatan

benih berasal dari penggaraap maka

(penggarap dan pemilik tanah).15

Hanafiyyah

mengkiaskan

Muzara‟ah

objeknya adalah manfaat tanah yang

Muzara‟ah

kedua

belah

adalah

pihak

Hukum Muzara‟ ah

b.

digarap, akan tetapi jika benih
berasal dari pemilik tanah maka
objeknya

adalah

pekerjaan

sipenggarap tanah.14 Lebih lanjut
menurut

Sayyid

kitabnya

Sabiq

“Fiqh

menyebutkan

bahwa

Artinya: Salah seorang di antara kamu
adalah lebih baik untuk memberikan
garapan
(muzara‟ah)
kepada
saudaranya dari pada ia mengambil
pajak tertentu atasnya. (HR. Bukhari
No. 2162).

dalam
Sunnah”

Muzara‟ah
c.

adalah “Transaksi pengolahan bumi

Rukun Muzara‟ah

1.

Pemilik lahan

2.

Penggarap

3.

Lahan yang digarap

dengan (upah) sebagian dari hasil
13

Prof. Dr. Wahbah Zuhaily, alFiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Vol. V,
Daralal-Fikr, Damaskus, 2008, hlm. 483.

15
14

Sayyid Sabiq, Fiqh SUnnah, jilid III,
Bairut Libanon: Dar al-Fikr, t.th,hlm. 162.

Ibid, hlm. 484.

10

4.

Akad16

c.

Syarat Muzara‟ah

dan mempertimbangkan kondisi

1.

Pemilik lahan harus menyerahkan lahan

lahan, keadaan cuaca, serta cara

yang akan digarap kepada pihak yang akan

yang

menggarap

mengatasinya menjelang musim

Penggarap wajib memiliki keterampilan

tanam.

2.

7.

bertani dan bersedia menggarap lahan yang

3.

8.

5.

untuk

Penggarap wajib menjelaskan
perkiraan hasil panen kepada

Penggarap wajib memberikan keuntungan

pemilik lahan dalam keadaan

kepada pemilik lahan bila pengelolaan

muzara‟ah mutlak.
9.

Penggarap dan pemilik lahan

Akad muzara‟ah dapat dilakukan secara

dapat melakukan kesepakatan

mutlak dan terbatas

mengenai

Jenis benih yang akan ditanam dalam

pertanian yang akan diterima

muzaraah terbatas harus dinyatakan secara

oleh masing-masing pihak

pasti dalam akad, dan diketahui oleh

6.

memungkinkan

diterimanya

yang dilakukan menghasilkan keuntungan
4.

Penggarap wajib memperhatikan

10.

pembagian

hasil

Penyimpangan yang dilakukan

penggarap

penggarap dalam akad muzaraah

Penggarap bebas memilih jenis benih

dapat mengakibatkan batalnya

tanaman

akad

untuk

ditanam

dalam

akad

muzara‟ah mutlak

11.

Seluruh

hasil

panen

yang

dilakukan oleh penggarap yang
16

Ibid, hlm. 240

11

12.

melakukan pelanggaran menjadi

yang dilakukan oleh pihak yang

milik pemilik lahan

meninggal.17

Dalam

hal

penggarap

melakukan

Definisi ‘Urf

pelanggaran, pemilik lahan dianjurkan
Secara

untuk memberikan imbalan atas kerja

Penggarap

berhak

melanjutkan

akad

muzara‟ah jika tanamannya belum layak
dipanen, meskipun pimilik lahan telah

yang sama, yaitu segala sesuatu yang
biasa dijalankan orang pada umumnya,
baik perbuatan atau perkataan.18
Dalam

meninggal dunia
14.

Ahli

waris

pemilik

lahan

wajib

melanjutkan kerja sama muzara‟ah yang
dilakukan pihak yang meninggal, sebelum
tanaman pihak penggarap bias dipanen.
15.

Hak penggarap lahandapat dipindahkan
dengan cara diwariskan bila penggarap
meninggal dunia, sampai taamannya bias

hukum

Perjanjian

Adat

dikenal adanya tanda jadi atau tepatnya
“tanda akan jadi” yaitu tanda pengikat
dari

suatu

perjanjian

yang

telah

disepakati oleh kedua pihak, dimana
kedua pihak berkewajiban memenuhi
perjanjian yang telah disepakati itu.
Tanda jadi ini dikenal dengan istilah
panjer (jawa), yang banyak dipakai

dipanen
16.

„urf?‟adat/ta‟

ammul mengacu kepada pengertian

yang telah dilakukan penggarap
13.

termologis,

Ahli
untuk

waris

penggarap

meneruskan

membatalkan

akad

berhak
atau

17

Ibid, hlm. 241
Djazuli dan Nurol Aen,
Ushul Fiqh Metodelogi Hukum Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2000), hlm 185.
18

muzara‟ah

12

3.

dalam perjanjian kebendaan berupa

(penerimaan) diungkapkan kemudian.

perjanjian jual beli.19

Ini adalah madzab Hanafiah yang
benar menurut mereka, ijab adalah

Pembentukan Akad
Dalam menjalankan bisnis, satu hal

yang diucapkan sebelum qabul, baik

yang sangat penting adalah masalah akad

itu dari pihak pemilik barang atau

(perjanjian). Akad sebagai salah satu cara

pihak pemilik barang atau pihak yang

untuk memperoleh harta dalam syariat

akan menjadi pemilik berikutnya. 21

Islam yang banyak digunakan dalam

Rukun akad adalah ijab dan kabul

kehidupan sehari-hari. Akad merupakan

sebab akad adalah suatu perikatan

cara yang diridhai Allah dan harus

antara ijab dan kabul. Agar Ijab dan

ditegakan isinya. Kata akad berasal dari

kabul benar-benar mempunyai akibat

bahasa Arab al-aqdu dalam bentuk jamak

hukum, diperlukan adanya tiga syarat

disebut al-uquud yang berarti ikatan atau

sebagai berikut:

simpul tali.20

a. Ijab dan kabul harus dinyatakan oleh

Rukun akad adalah ijab dan kabul

orang

sebab akad adalah suatu perikatan

barang)

adalah

sekurang-kurangnya

telah mencapai umur tamyiz yang

antara ijab dan kabul. Ijab (ungkapan
penyerahan

yang

menyadari

yang

dan

mengetahui

isi

perkataan yang diucapkan hingga

diungkapkan lebih dahulu, dan qabul

ucapan-ucapannya itu benar-benar

19

Hilman Hadikusuma, Hukum
Perjanjian Adat (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1994), hlm. 4.
20
T.M Hasbi Ash-Shidiqy,
Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), hlm. 8.

21

Prof. Dr. Abdullah alMushlih, Fikih Ekonomi Islam, ( Jakarta:
Darul haq, 2001), hlm. 29.

13

menyatakan keinginan hati. Dengan 2) Ahliyah al-ada (objek akad)
kata lain, ijab dan kabul harus

3) Sighat Al-Aqd (ijab dan qobul)23

dinyatakan dari orang yang cakap
melakukan

tindakan-tindakan

d. Sigat Akad

hukum.

Yang dimaksud dengan sighat akad
dalam ijarah ialah pernyataan ijab dan

b. Ijab dan kabul harus tertuju pada suatu

kabul dari mu‟jir dan mustajir sebagai

objek yang merupakan objek akad.

bentuk kesepakatan.24 Sighat akad
c. Ijab dan kabul harus berhubungan langsung

dapat

dalam suatu majelis apabila dua belah

pengertian

kurangnya dalam majelis diketahui ada
hadir.

yang

menentukan

secara

dengan

jelas

tentang

adanya ijab dan kabul dan dapat juga

22

berupa perbuatan yang telah menjadi

Keberadaan rukun akad merupakan hal
prinsip

dengan

lisan,tulisan, atau isyarat yang member

pihak sama-sama hadir, atau sekurang-

ijab oleh pihak yang tidak

dilakukan

kebiasaan dalam ijab dan kabul.

keabsahan
1) Sighat Akad secara Lisan

penyusunan kontrak syariah. Menurut
jumhur fuqaha, rukun-rukun akad terbagi

Cara alami untuk menyatakan

menjadi tiga;

keinginan
dengan

1) Aqidain (para pihak yang berakat)

bagi

seseorang

kata-kata.

Maka,

23

adalah
akad

Burhanuddin, Hukum
Kontrak Syariah,(Yogyakarta : BPFEYOGYAKARTA, 2009), hlm.23.

22

KH. Ahmad Azhar Basyir,
Asas-Asas Hukum Muamalat,
(Yogyakarta: Try Sihono/UII Press,
2000), hlm. 66.

24

14

Ibid, hlm.98.

dipandang telah terjadi apabila ijab

pemberian tenggang waktu, kabul harus

dam kabul dinyatakan secara lisan

segera dilakukan dalam bentuk tulisan

oleh

atau

pihak-pihak

bersangkutan.

Bahasa apa pun, asal dapat dipahami

surat

yang

dikirim

dengan

perantara utusan lewat pos.

pihak-pihak yang bersangkutan, dapat 3) Sighat Akad dengan Isyarat
digunakan. Yang terpenting, jangan

Apabila seseorang tidak mungkin

sampai mengaburkan yang menjadi

menyatakan ijab dan kabul dengan

keinginan

pihak-pihak

yang

perkataan karena bisu, akad dapat

bersangkutan

agar

mudah

terjadi dengan isyarat. Namun, dengan

persengketaan

syarat ia pun tidak dapat menulis

menimbulkan

tidak

dikemudian hari.

sebab

keinginan

meyakinkan
Tulisan adalah cara alami kedua

dilakukan

isyarat, akadnya dipandang tidak sah.
4) Sighat Akad dengan Perbuatan

melalui surat yang dibawa seseorang
utusan atau melalui pos. Ijab dipandang
terjadi setelah pihak kedua menerima
dan membaca surat yang dimaksud. Jika

yang

menulis mengadakan akad dengan

melakukan akad tidak ada di satu
dapat

pada

apabila seseorang bisu yang dapat

keinginan. Maka, jika dua pihak yang

itu

dari

dinyatakan dengan isyarat. Maka,

setelah lisan untuk menyatakan sesuatu

akad

yang

dinyatakan dengan tulisan lebih dapat

2) Sighat Akad dengan Tulisan

tempat,

seseorang

Cara lain dengan membentuk akad,
selain secara lisan, tulisan atau isyarat,
ialah dengan cara perbuatan. Misalnya,
seseorang
15

pembeli

menyerahkan

sejumlah
penjual

uang

tertentu,

menyerahkan

kemudian

barang

Adapun

jumhur

ulama

seperti

yang

Imam Maliki, tetap tidak membedakan

dibelinya. Cara ini disebut jual beli

antara akad-akad komersial dan akad-

dengan saling menyerahkan harga dan

akad non komersial. Mereka tetap

barang (jual beli dengan mu‟ athah). 25

menyatakan keharusan terpenuhinya
unsur selamat dari gharar baik dalam

5. Gharar

akad yang bersifat komersial, seperti
Secara

bahasa,

al-gharar

kata

jual

mengandung dua makna, yaitu tindakan

dan

menjerumuskan

pemberian

upah

dan

sejenisnya. Demikian ini diisyaratkan

yang mengandung unsur pengurangan hak,
bahaya,

beli,

barang itu harus diketahui, terbebas

kepada

dari kesamaran dan selamat dari

kebinasaan dan ketidakjelasan. Sedangkan

gharar.27

menurut pengertian istilah, jual beli gharar
artinya
diketahui

menjual

barang

rupa, sifat

dan

yang

tidak

6.

Penipuan

ukurannya.

Yang disebut dengan penipuan

Demikian yang disebut oleh Syaikhul

adalah menyembunyikan cacat pada

Islam Ibnu Taimiyah.26

obyek akad agar tanpak tidak seperti
yang sebenarnya, atau perbuatan pihak
penjual terhadap barang yang dijual

25

Ahmad Azhar Basyir, Asasasas Hukum Muamalat (Yogyakarta:
UII Pres, 2000), hlm.68-70.
26
Khalid bin Ali Al-Mu‟ashirah,
Buku Pintar Muamalah Aktual dan
Mudah (Klaten: Wafa Pres, 2012), hlm.
29.

dengan maksut untuk memperoleh
harga yang lebih besar.
27

16

Ibid, hlm.33

Penipuan

betapapun

bentuknya,

PERSAWAHAN DI DESA PALUR

merupakan tindakan yang diharamkan.

KECAMATAN

Maka, para fukaha mazhab Maliki, Syafi‟i

KABUPATEN SUKOHARJO

dan Hambalin berpendapat bahwa pihak

Dari

yang merasa tertipu berhak merusak

beberapa poin besar

hadis Nabi riwayat Bukhari Muslim yang

bahan

mengajarkan agar orang jangan menahan

dianalisis

dengan

praktek

bagi

hasil

terjadi di Desa Palur Kecamatan

salah satu dari dua pilihan yang dipandang

Mojolaban

baik berhak menentukan salah satu dari

Kabupaten

Sukoharjo.

Agar memudahkan analisis peneliti

dua pilihan yang dipandang baik baginya

membagi bagian-bagian sesuai dengan

setelah memerah binatang yang dibelinya;

apa

ia tahan melangsungkan berlakunya akad

tujuan

peneliti

melakukan

penelitian tersebut. Dari data yang

jual beli, atau mengembalikan kepada

dikumpulkan

penjualnya disertai 1 sha‟tamar sebagai

telah

dideskripsikan

didalam BAB II dan BAB 1V untuk

pengganti air susu yang diperahnya.

PENGGARAPAN

yang menjadi

penggarapan lahan persawahan yang

itu terjadi, pembelinya berhak menentukan

BAGI

untuk

terhadap

atau kambing yang akan dijualnya; jika hal

TERHADAP

yang

menggunakan tinjauan hukum Islam

perahan selama dua tiga hari terhadap unta

HUKUM

penelitian

dilakukan oleh peneliti mendapatkan

(fasakh) akad.Pendapat ini beralasan pada

TINJAUAN

hasil

MOJOLABAN

menganalisis praktik akad bagi hasil

ISLAM

kerja

HASIL
TANAH
17

sama

penggarapan

lahan

persawah di Desa Palur Kecamatan

Tinjauan

Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

bertentangan dengan Hukum

Hukum

Islam

tidak
Islam

karena telah memenuhi syarat dalam

Dari Segi Akad Dan Akibat Hukum

melakukan akad perjanjian. Didalam
Dari segi akad praktek kerja sama
penggarapan lahan sawah antara petani dan
pemilik lahan menggunakan cara lisan,
dikarenakan kedua belah pihak sudah
saling percaya.

Akad

dalam

praktek

penggarapan lahan persawahan di Desa
Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten
Sukoharjo terdapat hak dan kewajiban
antara pemilik lahan persawahan dan
penggarap.

penggarapan sawah dengan menggunakan
Hak-hak dan kewajiban kerjasama

lisan mempunyai dua versi, yaitu yang

diantara kedua belah pihak antara

pertama petani atau penggarap mendatangi

pemilik lahan dan penggarap yang

pemilik lahan untuk menawarkan dirinya

melakukan

mengerjakan lahannya. Kemudian yang

diantaranya

kedua pemilik lahan mencari petani atau

akad
adalah

Muzara‟ah
pemilik

lahan

melimpahkan tanggung jawabnya ke

penggarap untuk dikelola tanahnya.

penggarap untuk ditanami padi. Dan si
Berdasarkan

penjelasan

diatas

penggarap

maka akad yang dilakukan dalam akad

menyanggupi

menggarap lahan persawahannya.

praktik penggarapan lahan persawahan
di Desa Palur Kecamatan Mojolaban
Kabupaten

Sukoharjo

dilihat

untuk

1. Kewajiban pemilik lahan

dari

18

a. Memberikan tanah yang subur untuk
c. Menuntut apa bila si penggarap berlaku
persawahan tidak tanah kapur atau padas.
b. Tempat

lahan

strategi,

yaitu

curang terhadap apa yang sudah disepakati

adanya bersama.

sumber mata air untuk dibuat sumur, dekat

3. Kewajiban penggarap lahan sawah.

dengan sungai atau dilalui pengairan
sawah.
c. Membayar pajak tanah

a.

d. Memberikan lahan yang telah di sediakan
dengan

perjanjian

disepakati.

Seperti

awal
halnya

yang

Menlaktor lahan untuk digarap.

b. Membayar

sudah

buruh

pacul

(penampingan), penanam padi dan

penjelasan

ngelandak padi.

mengenai tempat posisi tanah yang akan

c. Membeli

digarap dan luas tanah yang akan dijadikan

untuk

penanaman padi. Semua sudah diberikan

tahunan hama datangnya secara tiba-

infonya kepada si penggarap.

tiba.

2. Hak pemilik lahan;

d.

sendiri

perawatan,

Membayar

pajak

obat

peptisida

karena

tidak

darmo

tirto

(pengairan sawah) perpanennya.
a. Saat panen tiba menerima hasil maronya.

e.

b. Pemilik lahan tidak mempunyai hak untuk
ikut campur membantu petani dalam

Menjelaskan kepada pemilik lahan
mau ditanami apa tanahnya.

f. Apabila

memodali atau merawat padinya.

gagal

panen

semua

ditangung oleh petani, resiko petani
cukup besar, mau tidak mau semua

19

ditanggung petani dan itu sudah

pemilik lahan hanya menyediakan

kewajiban.

lahan,

sedangkan

bibit

dari

penggarap. Berbeda dengan pendapat

4. Hak penggarap lahan sawah;

Imam Madhzab bahwa pelaksanaan
a. Mendapat hasil panen maro (merdua)

akad Muzara‟ah dapat disimpulkan

dengan pemilik lahan

bahwa Imam Syafi‟i, Hambali dan

b. Tidak punya hak untuk membayar pajak

Maliki dan Hanafi berpendapat kalau

tanah

Muzara‟ah itu bibit dari pemilik

c. Apabila ada kejadian tanah diminta

lahan bukan dari penggarap. 28

pemilik lahan dan pada saat itu posisi padi
belum panen, penggarap berhak menuntut
ganti rugi selama perawatan padi

Dari hasil pemaparan diatas dapat
dianalisis

bahwa

pelaksanaan

akad

Muzara‟ah yang ada di Mojolaban

menghabiskan biasaa berapa.

dengan bibit dari penggarap tidak sesuai
dengan para Imam Madzab. Akan tetapi

Dari Segi Pelaksanaan Kerja Sama
Pelaksanaan praktek penggarapan

untuk kerjasama penggarapan lahan

lahan persawahan di Desa Palur

pertanian antara penggarap dan pemilik

Kecamatan Mojolaban Kabupaten

lahan sudah sesuai dengan Tinjauan

Sukoharjo

Hukum Islam dimana kerjasama itu

adalah

setelah

pihak

penggarap dan pemilik lahan samasama sepakat untuk berkerja sama
28

Prof. Dr. Wahbah Zuhaily, alFiqh al-Islâmy wa Adillatuhu, Vol. V,
(Damaskus; Dar al-Fikr, 2008), hlm. 482

yaitu dengan kesepakatan bahwa

20

dizaman

Nabi

disebut

sebagai

Merujuk pada hadis Nabi diatas

Muzara‟ah.

menunjukan bahwa memakai akad

‫ ي ْ ح أحدكمْ أخا خيْر ل م ْ أ ْ يأْخذ‬Muzara‟ah
ْ‫أ‬
‫عل ْي خراجا معْلوما‬

dengan sistem bagi hasil

seperempat, sepertiga dan seperdua
tidak melanggar hukum Islam. Namun

Salah seorang di antara
kamu adalah lebih baik untuk memberikan
garapan (muzara‟ah) kepada saudaranya
dari pada ia mengambil pajak tertentu
atasnya. (HR. Bukhari No. 2162). 29

ada beberapa pendapat dari para Imam
Madhzab tentang pembagian hasil
Muzara‟ah

Dari Segi Metode Pembagian Hasil

persawahan

Kecamatan

di

Mojolaban

Desa

seperti

menurut Imam Syafi‟i dan Imam

Dari segi bagi hasil penggarapan
lahan

diantaranya

Hanafi menjelaskan bahwa bagi hasil

Palur

Muzara‟ah yang diperbolehkan yaitu

Kabupaten

setengah atau seperdua, dan selain dari

Sukoharjo menggunakan akad Muzara‟ah

½

yaitu bekerja sama di pertanian dengan

(seperdua)

diperbolehkan/Fasidah.

sistem maro (½) atau pembagian hasilnya

itu

tidak
Berbeda

dengan madhab Hambali menjelaskan

dibagi menjadi dua rata antara penggarap

bahwa bagi hasil Muzara‟ah yang

dan pemilik lahan. Karena memakai sistem

diperbolehkan 1/3 (sepertiga) dan ½

bagi hasil ( ½ )

(seperdua).30 Jadi dari pembahasan
30

Teungku Muhammad Hasbi As-

Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam,
29

Abu Bakar Jabir, POLA HIDUP
MUSLIM. (Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 1991), hlm. 81

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997),
hlm.425.

21

mengenai

telah

Dari segi perselisihan dan cara

bahwa

melakukan penyelesaian permasalahan

pembagian hasil kerjasama pertanian

di dalam praktek penggarapan lahan

atau Muzara‟ah yang ada di daerah

persawahan di Desa Palur Kecamatan

Palur

dipaparkan

bagi

hasil

penulis

yang

diatas

Kecamatan

Mojolaban

Mojolaban Kabupaten Sukoharjo dari

Kabupaten Sukoharjo

telah sesuai

hasil peneliti lakukan hanya terdapat

dengan hukum Islam dan para Imam

satu masalahan sangat rawan sekali,

Madhzab.

yaitu mengenai metode pembagian
bagi

Dari Segi Permasalahan
Dari segi permasalahan didalam

hasilnya.

Faktor-faktor

yang

mengakibatkan kerancuan pembagian

praktik kerja sama tidak jauh dari yang

bagi

namanya

wawancara dengan penggarap dan

dengan

permasalahan

atau

hasilnya

kerancuan diantara kedua belah pihak yang

pemilik lahan:

melakukan kerja sama. Didalam pertanian

a.

menurut

hasil

Saat panen tiba, padi ditebas

contoh permasalahannya adalah hama,

kemudian penebas tidak memberi

pembagian hasilnya yang tidak transparan

kwitansi nilai laku gabah.

bahkan gagal panen.

b. Tempat tinggal pemilik lahan yang

Mengenai permasalahan hama, dapat

jauh dari lahan persawahannya

diantisipasi dengan obat pestisida dengan

sehingga saat panen tiba pemilik

menyemprotkan obat ke tanamannya agar

lahan tidak ikut dalam penjualan

padi menjadi pulih atau sehat kembali

padi.

sampai dengan musim panen tiba.
22

c. Hasil penggarap atau petani yang bersaudara

sebagaimana

dijelaskan di

tidak pasti dan hasil yang sedikit dalam Al-Quran Surat Al- Hujurat ayat 10
tidak mencukupi kebutuhan tiga adalah

ْ‫خْوةٌ فأصْلحوا بي‬

bulan mendatang.
Pemecahan masalah yang terjadi di
Desa

Palur

Kecamatan

‫أخويْك ْۚواَّقوا اللَه لعلَكمْ ّرْح و‬

Mojolaban
Orang-orang
beriman
itu
sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.

Kabupaten Sukoharjo menggunakan sistem
kekeluargaan, tidak sampai ke kepolisian
karena sudah menjadi adat atau tradisi di
Desa

Palur

Kecamatan

‫َ ا الْ ْم و‬

Mojolaban
Dari analisis peneliti berpendapat

Kabupaten

Sukoharjo.

Sehingga
untuk

permasalahan

memecahkan

penyelesaian masalah seperti ini akan
masalah dengan sistem kekeluargaan
menimbulkan

keharmonisan

dan

masyarakat,

tidak

tidak bertentangan dengan hukum
kerukunan

bagi

Islam karena menurut Surat Hujurat
menimbulkan dendam dan kebencian.
ayat 10 di atas, sesama hamba Allah
Sangat banyak permasalahan semacam ini
itu

bersaudara,

apa

bila

ada

yang terjadi di Desa Palur, namun dari
perselisihan

perbaikilah

hubungan

rentetan masalah itu semua, kejadian ini
dengan
membuat

masyarakat

atau

baik-baik

agar

kususnya
rahmat dariNya.

penggarap dan pemilik lahan menjadi lebih
berhati-hati,

pembelajaran

dan

PENETUP

rukun
Kesimpulan

karena sesama muslim kususnya adalah
23

mendapat

Dari beberapa uraian yang telah

pemilik lahan dan penggarap di Desa

dibahas di bab I sampai V, maka dapat

Palur

disimpulkan bahwa praktek kerja sama

Kabupaten Sukoharjo adalah

penggarapan

persawahan

Muzara‟ah, menggunakan perjanjian

dengan sistem bagi hasil seperdua

secara lisan tidak tertulis. Karena

antara pemilik lahan dan penggarap di

kedua

Desa Palur Kecamatan Mojolaban

perjanjian sudah saling percaya.

Kabupaten Sukoharjo adalah :

Akad tersebut dilakukan dengan dua

1.

cara,

lahan

Pelaksanaan praktek penggarapan

Kecamatan

pihak

yaitu

yang

Mojolaban
akad

melakukan

penggarap

datang

lahan persawahan dengan sistem

menawarkan diri untuk menggarap

bagi hasil seperdua antara pemilik

lahan

lahan dan penggarap di Desa Palur

lahan. Kedua pemilik lahan datang

Kecamatan Mojolaban Kabupaten

ketempat

Sukoharjo

lahannya untuk digarap.

adalah

didalam

pelaksaannya apabila pemilik lahan
tidak

bisa

menggarap

persawah

dengan

penggarap

pemilik

meminta

2. Praktek kerja sama penggarapan

lahan

lahan persawahan dengan sistem

persawahannya maka bekerja sama

bagi hasil seperdua antara pemilik

dengan

petani

lahan dan penggarap di Desa Palur

dengan sistem bagi hasil seperdua

Kecamatan Mojolaban Kabupaten

sesuai dengan hukum adat setempat.

Sukoharjo dapat di katakan sah

Bentuk akad perjanjian penggarapan

sesuai dengan hukum Islam, karena

lahan persawahan yang di lakukan

sudah memenuhi ketentuan dalam

penggarap

atau

24

pelaksanaan kerjasama muamalah, DR. Khalid bin Ali Al-Musyaiqih. 2012.
karena

telah

Muzara‟ah

dipenuhinya

Buku Pintar Muamalah. Klaten:

akad

Wafa PRESS
yaitu

pemilik

lahan,

penggarap, lahan yang digarap dan

DR. Musthafa Dib Al-Bugha. 2010.
Buku

akad.

Pintar

Transaksi

Syariah.

Jakarta: PT Mizan Publika.

Saran

DR. Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi

1. Kepada

penggarap

lahan

Syariah.

persawahan

Jakarta:

Kencana

Media

Group.

kerjakanlah sawah dengan baik, penuh
dengan tanggung jawab dan jujur kepada

Abu Bakar Jabir El-Jazari. 1991. Pola
Hiduo Muslim. Bandung: PT.Remaja

pemilik lahan.

Rosdakarya,

2. Kepada pemilik lahan bersikaplah adil,

Djazuli dan Nurol Aen. 2000. Ushul
buatlah

kesepakatan

yang

tidak

Fiqh

Metodelogi

Hukum

Islam.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

menguntungkan salah salah satu pihak.
3. Kepada pemilik lahan dan penggarap

Hadikusuma. 1994. Hukum Perjanjian

diusahakan perjanjian jangan dengan lisan

Adat. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.

saja

akan

tetapi

ditambah

dengan
T.M

perjanjian tertulis, agar dikemudian hari

Hasbi

Ash-Shidiqy.

1984.

Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta:
semisal ada perselisihan dapat diselesaikan

Bulan Bintang.

dengan baik dan cepat.

Burhanuddin, 2009. Hukum Kontrak
Syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Yogyakarta:

YOGYAKARTA.

25

BPFE-

Ahmad Azhar Basyir. 2000. Asas- Kabupaten Magelang. Yogyakarta: UIN
asas Hukum Muamalat. Yogyakarta: Sunan Kalijaga.
UII Pres.
Epi Yuliana,2009. Tinjauan Hukum
Fakultas

Agama

Islam.

Pedoman

2013.

Islam

Terhadap

Bagi

Hasil

Penulisan Proposal dan Skripsi. Surakarta:

Penggarapan Kebun Karet di Desa

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bukit

Banyuasin

Chairuman Pasaribu, Suhrawardi. 1996. Hukum

Kabupaten
Sumatra

Musi
Selatan.

Yogyakarta: UIN Sunan Kali Jaga.

Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar
Grafika.

Ahmad Azhar Basjir, M.A. 1983.

Abdul Ghofur. 2010. Hukum perjanjian Islam di
Indonesia.Yogyakarta: Gadjah

Asas-Asas

Mada

Yogyakarta:

University Press.
Marzuki.

2002.

Narbuko,

Cholid.

Metodologi

Riset.

Mu‟

Fakultas

amalat,
Hukum

Teungku Muhammad Hasbi As-

1997.

Shiddieqy, 1997. Hukum-hukum Fiqh
Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Metodologi

Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Prof. Dr. Wahbah Zuhaily, 2008. alFiqh al-Islâmy wa Adillatuhu,
Damaskus: Dar al-Fikr.

Noeng, Muhadjir. 1989. Metode Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasi.
Syafe‟i, Rachmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqh,
Bandung: Pustaka Setia.
Slamet widodo, 2004. Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Bagi Hasil Perkebunan Salak di
Sewukan

Hukum

Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta: PT Prasetia Widya Pratama.

Desa

Selabu

Kecamatan

Dukun

26

Dokumen yang terkait

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL TANGKAPAN IKAN NELAYAN DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil Tangkapan Ikan Nelayan di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

0 3 17

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL TANGKAPAN IKAN NELAYAN DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil Tangkapan Ikan Nelayan di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

0 4 16

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BAGI HASIL PENGGARAPAN TANAH SAWAH DI DESA PALUR KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 2 18

PENDAHULUAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Tanah Sawah Di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 3 4

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGARAPAN SAWAH DI DESA GEDONGAN KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penggarapan Sawah Di Desa Gedongan Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 2 18

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGARAPAN SAWAH DI DESA GEDONGAN KECAMATAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penggarapan Sawah Di Desa Gedongan Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 4 18

PENDAHULUAN Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Penggarapan Sawah Di Desa Gedongan Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 4 4

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO.

0 0 87

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK MAPPASANRA TANAH SAWAH DI DESA TANAH HARAPAN KECAMATAN RILAU ALE KABUPATEN BULUKUMBA

0 1 87

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TANAH SAWAH TAHUNAN DI DESA NGABAR KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO SKRIPSI

0 1 77