Teknik Dialisis Peritoneal Akut.

Teknik Dialisis Peritoneal Akut*
Dedi Rachmadi, dr., SpA(K)/ Dr. Dany Hilmanto, dr., SpA(K)
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UNPAD/ RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung

PENDAHULUAN

Dialisis peritoneal adalah suatu proses untuk mengeluarkan zat-zat yang menumpuk di
dalam darah seperti ureum, kreatinin, fosfat, kalium, air dan lain-lain akibat kegagalan
fungsi ginjal. Penumpukan zat-zat tersebut dalam darah dikeluarkan ke dalam cairan
dialisat yang berada di dalam rongga peritoneum.
Prinsip fisiologi dari dialisis peritoneal berdasarkan pada pertukaran solut dan air
antara darah dan cairan dialisat dengan cara difusi dan ultrafiltrasi. Pertukaran solut dan
air tersebut melalui membran semipermeabel, dalam hal ini selaput peritoneum berperan
sebagai membran semipermeabel.
Indikasi utama dilakukan dialisis peritoneal akut adalah gagal ginjal akut, awal
dialisis pada penderita dengan gagal ginjal terminal, pada penderita dengan intoksikasi
obat-obatan atau kasus keracunan lainnya.

INDIKASI PADA GAGAL GINJAL AKUT
Hiperkalemia (serum>7,0mEq/L) yang tidak dapat diatasi secara konservatif
1. Asidosis berat dan persisten

2. Overload cairan (payah jantung, bendungan paru, hipertensi)
3. Uremia (Blood Urea Nitrogen (BUN) > 150 mg/dl)
4. Gejala uremia
5. Kreatinin > 10 mg%

*Disampaikan pada Simposium dan Workshop sehari kegawatan pada penyakit ginjal
anak, 27-28 Mei 2006, Makasar.

PROSEDUR DIALISIS PERITONEAL AKUT
I.

Persiapan
A. Alat dan Cairan
1. Kateter + Stylet (peritoneal dialysis catheter baxter R)
2. Cairan dialisa : perisolution Otsuka R atau dianealR1,5% (Baxter)
3. Mini surgical kit: dispossable syringe 1 ml, 2,5 ml dan 5 ml
4. Obat-obatan
-

Premedikasi: Diazepam injeksi


-

Anestesi lokal: Lidokain 2,5 %

-

Substitusi: Larutan heparin, KCL 7,46%, betadin

5. Baju operasi steril
6. Handschoen steril
7. Masker dan tutup kepala
8. Alkohol 70%, kasa steril, plester
9. Doek steril
B. Pasien
1. Periksa dengan teliti daerah abdomen: adanya infeksi kulit, bekas
luka operasi, atau kelainan organ
2. Bersihkan seluruh badan/ mandi, diberikan laksansia
3. Kosongkan kandung kemih
4. Pasang kateter uretral

C. Tempat
1. Steril
2. Cahaya ruangan cukup
3. Suasana tenang
D. Operator
1. Cuci tangan steril
2. Pakai baju steril
3. Pakai handschoen
4. Informed consent kepada keluarga pasien tentang tindakan

II.

Pemasangan kateter
1. Desinfeksi kulit dengan larutan betadin seluruh daerah abdomen,
supra pubis, genitalia dan paha, biarkan 5 menit, kemudian
bersihkan dengan alkohol 70%
2. Pasang doek steril (doek bolong)
3. Menentukan daerah insisi, garis median, 1/3 jarak umbilicussimphisis (± 3 jari dibawah umbilicus)
4. Anestesi lokal dengan lidocaine dimulai dari titik insisi
5. Sebelum dilakukan insisi, masukkan cairan dialisa sebanyak 1520 ml/ kilogram berat badan (kgBB) (priming) ke ruang

peritoneal dengan jarum panjang kecil (spinal tap needle/jarum
pungsi lumbal) didaerah titik insisi, kemudian dihubungkan
dengan botol cairan dialisa melalui giving set
6. Buat insisi di tempat yang telah ditentukan, memanjang garis
median ± 5 mm
7. Masukkan stylet kateter perlahan-lahan:
-

Setelah menembus ruang peritoneum, stylet perlahan-lahan
dikeluarkan sedikit demi sedikit agar bagian kateter di
dalam

ruang

peritoneum

aman,

kemudian


kateter

dimasukkan perlahan-lahan lebih dalam kearah sisi pelvis
kiri (paling baik) atau sisi pelvis kanan, dengan catatan
bagian kateter yang berlubang harus benar-benar ada di
dalam ruangan peritoneum, untuk mencegah terjadinya
infiltrasi cairan dialisa ke dalam jaringan subkutan.
-

Bila terasa ada sensasi di daerah pelvis, testis atau anus,
maka hal ini menunjukkan ujung kateter sudah benar

-

Lakukan jahitan fiksasi secara sirkuler dengan benang
sutera di sekitar masuknya kateter bagian luar dan tutup
dengan kasa steril

III.


Proses Dialisis
1. Siapkan cairan dialisa yang telah dihangatkan dengan waterbath
pada suhu 37-38 º C
2. Masukkan larutan heparin (500-1000 U) tiap 1000 ml cairan
dialisat, diberikan selama 3 siklus pertama atau terus diberikan
selama cairan outflow dialisa berwarna merah/ berdarah
3. Pada siklus (3-6) pertama tidak diberikan cairan KCl, kecuali
hipokalemia. Bila kadar kalium darah sudah normal (1tahun)
- Total waktu 36-48 jam, bila masih diperlukan dapat
diperpanjang 48 jam lagi.
IV. Follow up
1. Mengukur keseimbangan cairan (masukan dan keluaran)
2. Evaluasi keadaan hidrasi sebelum siklus pertama dimulai
3. Mengukur BB sebelum dialisis (tanpa pakaian), timbang 2-3 x/hari
4. Bila muntah, mencret atau diuresis dicatat secara teratur dan
diberikan kembali (tidak menunggu 24 jam), evaluasi tiap 6 jam
5. Antisipasi penurunan BB setiap hari
6. Catat keseimbangan masukan dan keluaran cairan dialisat tiap
siklus


7. Pantau tanda vital sebelum dan sesudah setiap siklus
8. Periksa sebelumnya: Hb, eritrosit, trombosit, Ht, hitung jenis,
kalsium, fosfor, magnesium, glukosa, elektroforesis protein, BUN,
kreatinin, dan elektrolit.
9. Pantau cairan dialisat (warna, kekeruhan, perdarahan) untuk
melihat tanda-tanda peritonitis

INDIKATOR KLINIS DAN LABORATORIUM DIALISIS PERITONEAL YANG
ADEKUAT
Klinis
-

Pasien merasa lebih baik

-

Tekanan darah terkontrol

-


Lean body mass stabil

-

Keseimbangan cairan baik

-

Tidak ada gejala uremia

Laboratorium
-

Kreatinin serum < 16-20 mg/dl untuk orang yang gemuk dan < 12-15 mg/dl untuk
orang yang kurus

-

Elektrolit normal termasuk kalsium, fosfor dan magnesium


-

Konduksi saraf stabil

-

Albumin serum normal

Daftar Pustaka
-

Beattie TJ. Paediatric dyalisis in renal dyalisis. First edition, Chipman & Hal
Medical, London- Madras, Brigss, JD. et al (ed), 1994, 332-367

-

Fine RN, Tejani A. Dyalisis in infants and children in hand book dyalisis. Second
edition. Little, brown and Co, Boston/Toronto, Daugirdas, JT and Todds, SI (ed),
1994, 553-568


-

Khanna R, Nolph KD, Oreopoulos DG. Acute peritoneal dyalisis in the essentials
of peritoneal dyalisis. Kluwer Academic Publisher, Dodrecht/Boston/London,
1993, 109-112