Peran Konteks Sosial dan Budaya dalam Tindak Tutur Bahasa Jawa (Kajian Sosiopragmatik Masyarakat Pacitan, Jawa Timur).

(B. Sastra)
Peran Konteks Sosial dan Budaya dalam Tindak Tutur Bahasa Jawa (Kajian Sosiopragmatik
Masyarakat Pacitan, Jawa Timur)
Kata kunci: konteks sosial, budaya, masyarakat, bahasa Jawa, Pacitan
Rohmadi, Muhammad; Saddhono, Kundharu; Hastuti, Sri
Fakultas KIP UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Fundamental, 2012
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menemukan karakteristik tindak tutur bahasa yang digunakan
masyarakat Pacitan, Jawa Timur; (2) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi tindak tutur bahasa
yang digunakan oleh masyarakat Pacitan, Jawa Timur; dan (3) menemukan peran konteks sosial dan
budaya sebagai strategi optimalisasi tindak tutur bahasa masyarakat Pacitan sebagai upaya dini
meminimalisir disintegrasi bangsa dan disharmonisasi sosial di kawasan pinggiran masyarakat Pacitan,
Provinsi Jawa Timur. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Data primer dalam penelitian ini berupa tuturan atau bagian tuturan dari berbagai peristiwa tutur
masyarakat Pacitan, Jawa Timur yang dikumpulkan dengan menggunakan metode pengamatan dan
wawancara dengan informan-informan yang menggunakan teknik simak dan catat. Sementara itu, data
sekunder berupa informasi atau keterangan tentang latar belakang sosial budaya masyarakat dan
situasional sebagai hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian.
Hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa (1) karakteristik tindak tutur bahasa yang digunakan
masyarakat Pacitan, Jawa Timur mayoritas masih menggunakan bahasa Jawa ngoko, madyo, dan kromo
berdasarkan status sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat penutur. Selain itu, komunikasi
masyarakat Pacitan masih kuat dipengaruhi konteks sosial dan budaya. Hal ini dibuktikan dengan masih

kuatnya undha usuk bahasa Jawa dalam bertutur bagi masyarakat Pacitan. Sebagai contoh, seorang
penutur yang berada dalam satu wilayah geografis, tetapi memiliki status sosial yang berbeda ternyata
mempengaruhi dialek atau tuturan yang digunakan juga berbeda. Misalnya, kata ambil, ada responden
(A) yang mengatakan njikuk, responden (H) mengatakan njupuk, dan responden (S) mengatakan jipok.
(2) Tindak tutur masyarakat Pacitan sangat bervariasi dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda
sesuai dengn konteks tuturan. Kondisi keberagaman tuturan masyarakat Pacitan tersebut dipengaruhi
oleh faktor-faktor sosial dan budaya yang melekat pada masyarakat penutur. Fakta-fakta tuturan seorang
kepala desa, bayan, guru, pedagang, dan para buruh memiliki perbedaan variasi. Contohnya, kata
mbandem, mbalang, ngantem menunjukkan perbedaan variasi dialek yang dipengaruhi oleh konteks
sosial dan budaya. Hal ini membuktikan bahwa konteks sosial dan budaya memiliki peran kuat dalam
tuturan masyarakat Pacitan yang menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur. Perbedaan-perbedaan
dialek tersebut selain dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya, juga dipengaruhi oleh faktor letak
geografis wilayah yang tidak sama, status sosial ekonomi yang berbeda, dan latar belakang pendidikan
yang berbeda-beda. (3) Peran konteks sosial dan budaya sebagai strategi untuk optimalisasi tindak tutur
bahasa masyarakat Pacitan sebagai upaya dini meminimalisir disintegrasi bangsa dan disharmonisasi
sosial di kawawan pinggiran masyarakat Pacitan, Provinsi Jawa Timur dapat dilakukan dengan cara (a)
menyosialisasikan pemakaian bahasa Jawa dengan menggunakan undha usuk basa; (b) menanamkan
sikap saling menghargai, menghormati, dan membantu tanpa membeda-bedakan status sosial, ekonomi,
budaya, pendidikan, pangkat, dan jabatan dalam bermasyarakat; (c) membangun kebersamaan dalam
berbagai peristiwa budaya (pentas seni budaya, kerja bakti, musyawarah RT, RW, Kelurahan, Karang

Taruna, Remaja Masjid, dll.) untuk merekatkan hubungan sesama masyarakat tanpa

membedakan suku, ras, agama, etnik, dll. secara terus-menerus dalam konteks sosial dan budaya yang
sesuai dengan masyarakat Pacitan. Dengan demikian, akan terciptalah kondisi komunikasi masyarakat
yang santun dalam berbahasa, cerdas dalam bertindak, dan memiliki tenggang rasa yang tinggi untuk
saling menghargai antarmasyarakat dalam berbagai konteks kehidupan.