Pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa sma JURNAL MEGA

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS
MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMA
Mega Hening Widyaningsih1, Sukarmin2, Nonoh Siti Aminah3
1

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
megahening@gmail.com

2

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
sukarmin@staff.uns.ac.id

3


Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 57126, Indonesia
sitinonohaminah@staff.uns.ac.id

Abstrak
Keterbatasan bahan ajar berbasis masalah menjadi salah satu kendala dalam pembelajaran materi fluida
statis. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis masalah. Penelitian
ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan karakteristik modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah; 2) mengetahui kelayakan modul pembelajaran
fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah; 3) mengetahui
efektivitas modul pembelajaran fisika berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kritis, sikap ilmiah,
dan hasil belajar siswa. Pengembangan modul ini mengadaptasi model pengembangan 4D dengan tahapan
define, design, develop, dan disseminate. Instrumen yang digunakan adalah angket, lembar observasi,
pedoman wawancara, dan tes. Uji kelompok besar dilaksanakan di SMA Insan Cendekia dengan
menggunakan one group pre-test-post-test design. Hasil penelitian menyimpulkan: 1) modul
pembelajaran fisika berbasis masalah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap
ilmiah siswa dengan tahapan pembelajaran berbasis masalah yaitu orientasi siswa pada masalah,
mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah; 2) hasil validasi oleh validator materi, media, bahasa, reviewer dan peer review modul
memenuhi kelayakan isi, bahasa, penyajian, kegrafisan, dan pembelajaran berbasis masalah dengan
kategori “Sangat Baik”; 3) implementasi modul efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
dengan N-gain 0,63 yang dikategorikan “Sedang”, implementasi modul efektif meningkatkan sikap
ilmiah siswa dengan N-gain 0,50 yang dikategorikan “Sedang”, implementasi modul efektif terhadap
ketercapaian standar ketuntasan hasil belajar.
Kata Kunci : Modul, Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Berpikir Kritis, Sikap Ilmiah

masalah disebabkan karena terbatasnya
bahan ajar fisika berbasis masalah; (3)
Hasil observasi di SMA Insan
siswa masih kesulitan dalam menganalisis
Cendekia dan wawancara dengan guru mata
penyelesaian masalah fisis yang ditemui
pelajaran fisika diperoleh informasi
dalam
kehidupan
sehari-hari
(4)
mengenai permasalahan-permasalahan yang

kemampuan
berpikir
kritis
siswa
yang
dihadapi dalam proses pembelajaran yaitu:
masih tergolong rendah hal ini disebabkan
(1) model pembelajaran yang kurang
karena selama proses pembelajaran siswa
bervariasi dan masih bersifat teacher
kurang terfasilitasi untuk mengembangkan
centered sehingga proses pembelajaran
kemampuan berpikir kritis; (5) kurangnya
masih bersifat satu arah dan mengakibatkan
kegiatan penyelidikan ilmiah berupa
kurangnya
interaksi
siswa
selama
kegiatan percobaan atau eksperimen yang

pembelajaran; (2) guru jarang sekali
commit
to
user
bertujuan
untuk memecahkan suatu
menerapkan model pembelajaran berbasis

Pendahuluan

1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

didorong
untuk
mengeksplorasi
permasalahan fisis sehingga mengakibatkan

pengetahuan yang dimilikinya, kemudian
rendahnya sikap ilmiah siswa; (6)
mengembangkan
keterampilan
penerapan model pembelajaran yang
pembelajaran yang independen untuk
monoton mengakibatkan rendahnya hasil
mengisi kekosongan yang ada. Dengan
belajar siswa.
demikian pembelajaran berbasis masalah
Pembuatan bahan ajar yaitu berupa
dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
modul yang inovatif merupakan solusi
pembelajaran yang menekankan pada
untuk
mengatasi
permasalahanproses penyelesain masalah secara ilmiah
permasalahan tersebut. Modul dijadikan
dan diharapkan mampu meningkatkan
pilihan

karena
banyak
kelebihan
kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah
diantaranya: 1) sebagai sumber belajar yang
siswa.
dimiliki siswa sepenuhnya sehingga siswa
Fisika merupakan ilmu pengetahuan
dapat mempelajari modul kapanpun dan
tentang gejala alam yang dituangkan berupa
dimanapun yang ia kehendaki, 2)
fakta, konsep, prinsip dan hukum yang
mengaktifkan
indera
penglihatan,
teruji kebenarannya dan melalui suatu
pendengaran, dan gerakan siswa, 3)
rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah
mengurangi pembelajaran yang berpusat
(Suparno, 2007). Kegiatan penyelidikan

pada guru, 4) modul memberikan feedback
ilmiah yang dikemas dalam rangkaian
yang banyak dan segera karena pada modul
aktivitas percoban adalah sarana siswa
terdapat kunci jawaban sehingga siswa
untuk belajar seperti seorang ilmuwan yang
dengan segera dapat menegetahui taraf hasil
memperoleh suatu pengetahuan melalui
belajarnya.
metode ilmiah. Penemuan konsep melalui
Konstruktivisme merupakan salah
metode ilmiah ini diharapkan mampu
satu filsafat pengetahuan yang menekankan
mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis
bahwa pengetahuan siswa adalah konstruksi
dan menanamkan sikap ilmiah pada diri
bentukan
siswa
sendiri
(Prastowo,

siswa.
2013:163). Hal ini senada seperti yang
Berdasarkan hasil laporan hasil ujian
diungkapkan oleh Suparno (2013) bahwa
nasional yang diterbitkan oleh Balai
dalam teori
konstruktivisme,
siswa
Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan
membangun sendiri pengetahuan melalui
Pengembangan Kementrian Pendidikan dan
pengalaman yang diperoleh.
Kebudayaan diperoleh daya serap siswa
Model
pembelajaran
berbasis
masalah merupakan salah satu model
pada materi fluida statis di tahun pelajaran
pembelajaran
yang

menganut
teori
2013/2014 untuk lingkup nasional sebesar
kontruktivisme.
Dalam
pembelajaran
61,68%, lingkup provinsi Jawa Tengah
berbasis masalah peserta didik terlebih
sebesar 54,65%, 50,84% untuk lingkup
dahulu disajikan permasalahan fisis yang
kabupaten, dan 53,23% untuk lingkup
dapat siswa amati pada kehidupan seharisekolah. Sementara itu pada tahun
hari dan selanjutnya peserta didik
2014/2015 daya serap siswa untuk materi
bertanggung jawab untuk menyelidiki
fluida statis sebesar 66,75% pada lingkup
masalah-masalah tersebut. Keterkaitan
naisonal, 49,61% pada lingkup provinsi,
antara materi dan lingkungan mereka dapat
53,16% pada lingkup kabupaten, dan 55%

menimbulkan
kebermaknaan
dalam
pada lingkup sekolah. Prosentase daya
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
serap selama dua tahun ini lebih rendah
pemahaman dan penguasaan konsep siswa.
daripada daya serap materi lainnya.
Pembelajaran berbasis masalah didasarkan
Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa
pada kajian seorang filsuf pendidikan John
belum menguasai konsep fluida statis
Dewey yang menekankan pentingnya
dengan baik.
pembelajaran
melalui
pengalaman
Uraian latar belakang yang telah
(Jacobsen: 2009, 242). Menurut Hamruni
dipaparkan

mendasari
untuk
sebagaimana dikutip oleh (Suyadi: 2013)
mengembangkan modul pembelajaran
salah satu keuntungan dari pembelajarancommit to
fisika
user berbasis masalah yang bertujuan
berbasis masalah adalah para perserta didik
untuk meningkatkan kemampuan berpikir
2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Tahap perancangan (design)
Tahap
perencangan terdiri
dari
pemilihan format modul dan merancang
desain awal modul.
3. Tahap pengembangan (develop)
Kegiatan pada tahap pengembangan
meliputi validasi draft I modul, revisi I,
uji coba kelompok kecil, revisi II, uji
coba
kelompok
besar,
dan
penyempurnaan (revisi III).
4. Tahap penyebaran (disseminate)
Pada tahapn ini, penggunaan perangkat
telah dikembangkan pada skala yang
lebih luas misalnya disebarkan pada
beberapa sekolah. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan masukan agar
bahan ajar dapat digunakan pada
lingkup yang lebih luas.
Teknik analisis untuk data analisis
kebutuhan menggunakan teknik deskriptif
kualitatif dimana hasil pendeskripsian data
hasil analisis kebutuhan digunakan untuk
keperluan
pengembangan
yaitu
pertimbangan pengembangan modul fisika
berbasis masalah. Untuk kelayakan modul
dinilai oleh ahli materi, ahli media, ahli
bahasa, teman sejawat, dan praktisi
lapangan (guru) serta teknik analisis
datanya menggunakan metode cut off score,
yaitu:
skor maksimum  skor min imum
(1)
cut off point 

kritis dan sikap ilmiah. Implementasi modul
pembelajaran berbasis masalah membantu
siswa untuk membangun pengetahuan siswa
melalui aktivitas penyelidikan ilmiah yang
mampu
mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan sikap ilmiah. Sehingga
pada akhirnya dapat berpengaruh positif
pada ketercapaian ketuntasan hasil belajar
siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1)
mendeskripsikan
karakteristik
modul
pembelajaran fisika berbasis masalah untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dan sikap ilmiah; 2) mengetahui kelayakan
modul pembelajaran fisika berbasis masalah
untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dan sikap ilmiah; 3) mengetahui
efektivitas modul pembelajaran fisika
berbasis masalah terhadap kemampuan
berpikir kritis, sikap ilimiah, dan hasil
belajar siswa

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian dan pengembangan atau
biasa disebut Research and Development (R
& D). Penelitian R&D adalah metode
penelitian
yang
digunakan
untuk
menghasilkan produk tertentu, dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono,
2012). Produk yang dihasilkan dalam
penelitian ini adalah modul pembelajaran
fisika berbasis masalah pada materi fluida
statis untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa.
Design penelitian ini menggunakan one
group pre-test post-test design. Model
ppengembangan
modul
mengadaptasi
model 4-D yang dikemukakan oleh
Thiagarajan
(1974).
Prosedur
pengembangan modul fisika berbasis
masalah menggunakan model 4-D ini
meliputi define, design, develop, dan
disseminate. Secara garis besar tahapan 4-D
adalah sebagai berikut:
1. Tahap pendefinisian (define)
Tahap ini terdiri dari analisis kebutuhan
siswa dan guru, analisis materi, dan
perumusan
kompetensi
dalam
pembelajaran.

2

(Septiani, 2009)
Teknik analisis data kemampuan
berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa
menggunakan uji-t sampel berpasangan dan
uji
N-Gain
ternormalisasi.
Namun,
sebelumnya dilakukan analisis uji prasyarat
yaitu uji normalitas dan homigenitas data.
Hasil belajar siswa dianalisis secara
kuantitatif dengan membandingkan skor
yang diperoleh terhadap skor maksimal.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pengembangan modul pembelajaran
fisika berbasis masalah didasarkan pada
modul 4-D yang meliputi tahap define,
design, develop, dan sisseminate. Hasil
yang didapatkan dari setiap tahapan ini
dijabarkan sebagai berikut:

commit to user
3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pada tahap pendefinisian juga
1. Tahap pendefinisian (define)
dilakukan
analisis
kebutuhan
guru
Tahap
ini
bertujuan
untuk
menggunakan angket. Hasil analisis
menentukan tujuan program atau produk
kebutuhan guru menunjukkan bahwa
yang akan dikembangkan atau dihasilkan
perlunya modul pembelajaran fisika
(Setyosari, 2015:284). Berdasarkan hasil
berbasis masalah untuk mengajarkan materi
observasi di SMA Insan Cendekia diperoleh
fluida statis. Guru membutuhkan modul
bahwa proses pembelajaran fisika masih
yang didalamnya tidak hanya berupa uraian
bersifat teacher centered dimana peran guru
konsep dan contoh soal saja. Akan tetapi
lebih dominan sehingga keterlibatan dan
juga
dilengkapi
dengan
kegiatan
keaktifan siswa masih kurang.
laboratorium yang terintegrasi dalam
Analisis
kebutuhan
siswa
modul, Kegiatan labiratorium ini bertujuan
menunjukkan bahwa siswa membutuhkan
agar siswa dapat mengetahui penyelesaian
bahan ajar lain yang lebih lengkap dan
masalah yang ditemui dalam kehidupan
menarik jika dibandingkan dengan bahan
sehari-hari, sehingga diharapkan siswa
ajar yang mereka dapat dari sekolah. Bahan
dapat lebih mudah memahami suatu
ajar dari sekolah dinilai kurang lengkap
konsep. Hal ini sejalan dengan yang
sehingga siswa juga menggunakan bahan
ungkapkan oleh Handayani (2016:66)
ajar lain dari luar yang dapat memenuhi
bahwa pengalaman belajar akan membuat
kebutuhan belajar mereka. Tentunya hal ini
siswa lebih mudah mengingat apa yang
menjadi salah satu hambatan siswa dalam
mereka pelajari.
belajar. Definisi lengkap menurut siswa
2. Tahap perancangan (design)
adalah bahan ajar yang tidak hanya
Modul yang dikembangkan terdiri
menguraikan materi secara mendalam tetapi
dari 3 bagian utama yaitu pendahuluan, isi,
juga dilengkapi dengan banyak aplikasi
dan penutup. Format modul ini disesuaikan
konsep fisika yang dapat mereka temui
dengan format yang disarankan oleh
dalam kehidupan sehari-hari. Siswa
Depdiknas (2008). Bagian pendahuluan
menyatakan
bahwa
mereka
dapat
terdiri dari bagian judul, halaman francis,
menemukan fenomena fisika dalam
kata pengantar, daftar isi, karakteristik
kehidupan sehari-hari tetapi siswa belum
modul, pola keterkaitan modul,ikon bagian
dapat memahaminya. Selain itu, siswa juga
dalam modul, peta konsep, pendahuluan
menyatakan bahwa sangat penting untuk
modul, dan materi pendahuluan. Bagian isi
mengetahui penyebab terjadinya fenomena
terdiri dari kegiatan eksperimen, uraian
fisika karena selain untuk menambah
materi, tokoh fisika, contoh soal, aplikasi
pengetahuan,
pemahaman
mengenai
konsep, rangkuman, dan uji kompetensi. Isi
aplikasi konsep lebih penting daripada
modul memuat 4 Kegiatan Belajar (KB),
hanya sekedar teori. Oleh karena itu,
KB 1 membahas tekanan hidrostatis, KB 2
dibutuhkan suatu bahan ajar yang
membahas hukum Pascal, KB 3 membahas
didalamnya disajikan permasahan dan
hukum Archimedes, dan KB 4 membahas
kegiatan penyelidikan ilmiah untuk mencari
kapilaritas, tegangan permukaan, dan
solusi dari permasalahan yang ada.
viskositas. Untuk masing-masing KB
Kegiatan penyelesaian masalah ini dapat
didalamnya
memuat
sintaks
model
berupa kegiatan praktikum sederhana.
pembelajaran berbasis masalah dengan
Menurut siswa adanya banyak kegiatan
memunculkan
pula
karakteristik
percobaaan pada bahan ajar akan lebih
kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah.
menarik mereka untuk mempelajari fisika.
Bagian penutup berisi kunci jawaban uji
Salah satu model pembelajaran yang
kompetensi modul dalam tiap KB,
diawali dengan penyajian masalah adalah
glosarium, dan daftar pustaka.
pembelajaran berbasis masalah. Sehingga,
dapat
disimpulkan
bahwa
siswa
Setiap kegiatan belajar terdiri dari 5
membutuhkan bahan ajar ajar fisika yang
rubrik, yaitu “Lihat Sekitar Kita,” “Yuk
bersifat
kontekstual
yaitu
modul
Buat Kelompok,” “Saatnya Jadi Ilmuwan,”
pembelajaran fisika berbasis masalah.
“Saatnya
commit to
user presentasi,” dan “Evaluasi Yuk.”
Setiap rubrik disesuaikan dengan sintaks
4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

model pembelajaran berbasis masalah.
bahasa, review (guru), dan peer reviewer
Rubrik “Lihat Sekitar Kita” berisi orientasi
(teman sejawat).
Komponen penilain
masalah yang dapat siswa temui dalam
modul untuk setiap validator ahli berbedakehidupan sehari-hari yang bertujuan untuk
beda disesuaikan dengan tujuan validasi
mengukur
kemampuan
interpretasi
modul. Modul dikategorikan “Sangat Baik”
(interpretation) dan rasa ingin tahu siswa.
menurut validator ahli, reviewer, dan peer
Rubrik “Yuk Buat Kelompok” berisi arahan
review. Berdasarkan hasil penilaian oleh
bagi siswa untuk membentuk kelompok dan
ahli materi diperoleh bahwa modul yang
menyelesaikan permasalahan. Rubrik ini
dikembangkan termasuk kategori “Sangat
berfungsi untuk mengukur kemampuan
Baik”. Hal ini berarti bahwa ukuran modul,
analisis (analysis) dan rasa tanggungjawab
desain kulit modul, dan desain isi modul
serta kerja sama siswa. Rubrik “Saatnya
sudah sangat baik. Uji kelayakan modul
Jadi Ilmuwan” merupakan rubrik yang
oleh ahli materi diperoleh hasil dengan
berisi tentang petunjuk kegiatan praktikum
kategori “Sangat Baik”. Hal ini terlihat
dan kegiatan diskusi kelompok mengenai
pada kesesuaian SK dan KD, penyajian
apa yang diperoleh dari percobaan sampai
materi yang mendalam dan kesesuaian
didapatkan
kesimpulan.
Rubrik
ini
konten modul dengan model pembelajaran
bertujuan untuk mengukur kemampuan
berbasis masalalah. Modul juga dinilai
siswa dalam mengevaluasi (evaluation) dan
dalam kategori “Sangat Baik” dari segi
menyimpulkan (inference). Selain itu,
kebahasaan yaitu meliputi kesesuaian
rubrik ini juga bertujuan untuk melihat
penyajian
modul
dengan
tingkat
sikap kerjasama, ketelitian, kejujuran, dan
perkembangan siswa, kekomunikatifan dan
sikap terbuka siswa dalam mengutarakan
kelugasan bahasa, dan tata bahasa yang
pendapat selama diskusi berlangsung.
digunakan dalam modul niliai sangat sesuai
Kemudian kemampuan siswa dalam
dengan kaidah bahasa Indonesia. Selain itu,
menjelaskan (explanation) dimuat dalam
modul juga dinilai dalam kategori “Sangat
rubrik “Saatnya Presentasi” yang beirisi
Baik” menurut guru dan teman sejawat.
arahan siswa untuk melaporkan hasil
Modul dikategorikan “Sangat Baik” untuk
diskusi kelompok di depan kelas. Rubrik
aspek kelayakan isi, penyajian, bahasa dan
yang terakhir adalah rubrik “Evaluasi Yuk”,
keterbacaan, kegrafisan, serta kesesuaian
rubrik ini bertujuan untuk mengukur
konten modul dengan tahapan pembelajaran
kemampuan regulasi diri (self regulation)
berbasis masalah. Secara keseluruhan
dan ketelitian diri siswa.
diperoleh natural Cut Off Score sebesar
Jenis modul fisika berbasis masalah
85,75% dan
skor rata-rata 87,89%,
yang dikembangkan berupa modul cetak
sehingga dapat disimpulkan modul fisika
(offline). Modul cetak memiliki kelebihan
berbasis masalah yang dikembangkan layak
dibandingkan modul yang dikemas dengan
digunakan sebagai bahan ajar dalam
sistem online yaitu modul cetak tidak
pembelajaran fisika.
membutuhkan sistem internet untuk
Adapun beberapa saran dari validator
mengaksesnya sehingga terhindar dari
disajikan pada Tabel 1.
hambatan seperti gangguan jaringan.
Tabel 1. Saran dan Hasil Revisi dari Validator
Terdapat kendala pada penelitian yang
No
Saran
Revisi I
dilakukan oleh Sulaiman (2011) yang
1.
Belum ada matriks Modul
sudah
mengembangkan modul dengan sistme
hubungan
antara dilengkapi dengan
online yaitu tidak semua siswa dapat
pembelajaran
pola
keterkaitan
mengakses
modul
secara
online.
berbasis
masalah antara kemampuan
Kelemahan modul dengan sistem online
dan variabel yang berpikir kritis dan
diukur
sikap ilmiah dengan
inilah yang mendasari pengembangan
pembelajaran
modul dalam bentuk cetak.
berbasis masalah
3. Tahap pengembangan (develop)
2.
Masih
ditemui Kata-kata
yang
Tahap ini dilakukan validasi terhadap
beberapa kata yang belum sesuai dengan
sudah
draft I modul yang telah dikembangkan.commit to user belum sesuai EYD EYD
ataupun
KBBI
diperbaiki
Modul divalidasi oleh ahli materi, media,
5

perpustakaan.uns.ac.id

3.

Masih
terdapat
tanda baca yang
salah

4.

Penggunaan huruf
kapital dan non
kapital
belum
sempurna,
perlu
pembenahan yang
salah
Penggunaan
imbuhan
untuk
pembentukan kata
masih ada yang
belum sesuai, harap
dipelajari lagi
Karakteristik
pembelajaran
berbasis
masalah
lebih diperkuat lagi
dalam
modul
terutama
pada
bagian
awal
(permasalahan)
Setiap
indikator
pembelajaran harus
dapat terukur

5.

6.

7.

8.

Pengertian
fluida
yang
dituliskan
pada modul kurang
tepat

9.

Ada
beberapa
gambar yang belum
dicantumkan
sumber gambarnya

digilib.uns.ac.id

Tanda baca
salah
diperbaiki
saran
Koreksi
kapital dan
kapital
diperbaiki

yang
sudah
sesuai
huruf
non
sudah

3.

Penggunaan
imbuhan yang salah
sudah diperbaiki

4.

Karakteristik
pembelajaran
berbasis
masalah
dimunculkan pada
tiap rubrik pada
modul

Tabel 2. Saran dari Siswa dan Perbaikannya
Saran
Revisi II

1.

Ada
beberapa
kesalahan ketik

2.

Keterangan pada soal
dan gambar tidak sama

Kesalahan ketik pada
modul
sudah
diperbaiki
Keterangan
soal
diganti 500 kg

Kalimat
pengantar
pada
bagian
kesimpulan
pada
halaman 86 sudah
diganti
menjadi
“Minyak pada sumbu
kompor dapat naik
karena ...”

Petunjuk
kegiatan
percobaan 4.3 pada
bagian alat dan bahan,
madu diganti sirup

Draft II modul yang telah
diperbaiki selanjutnya menghasilkan draft
III modul dan diujicobakan pada 27 siswa
yang berasal dari kelas XI IPA. Data yang
diperoleh pada kegiatan uji coba kelompok
besar
dengan
penerapan
modul
pembelajaran berbasis masalah adalah data
kemampuan berpikir kritis, sikap ilimiah,
hasil belajar, dan penilaian siswa terhadap
modul.
Kemampuan berpikir kritis diukur
sebelum siswa menggnakan modul (pretest) dan setelah siswa menggunakan modul
(post-test). Deskripsi data kemampuan
berpikir kritis disajikan pada Tabel 3.

Konten modul sudah
disesuaikan dengan
indikator
pembelajaran
Pengetian
fluida
diperbaiki menjadi
“zat yang dapat
mengalir dan massa
jenisnya tetap ketika
ditekan.”
Setiap gambar sudah
ada
keterangan
sumbernya

Draft I modul yang telah direvisi
sesuai dengan saran dari validator, peerreview, dan reviewer selanjutnya dicetak
menjadi Draft II modul dan diujicobakan
secara terbatas pada 10 orang siswa kelas
XII di SMA Insan Cendekia. Pada tahap ini
bertujuan untuk mendapatkan penilaian
keterbacaan modul, saran, dan tanggapan
dari siswa terhadap modul fisika yang
dikembangkan. Skor rata-rata yang
diperoleh adalah 3,23 dengan prosentase
keidealan 86,64%, tergolong dalam kategori
“Baik.” Adapun beberapa saran dan
masukan dari siswa yaitu:
No.

(Halaman 43), pada
soal tertulis 5000 kg
dan
pada
gambar
tercetak 500 kg
Kalimat pengantar pada
bagian
kesimpulan
halaman 86 tidak sesuai
dengan permasalahan
4.2.
pada
modul
tercetak “Silet dapat
terapung
di
atas
permukaan air karena
... ” padahal
yang
sedang dibahas adalah
naiknya air berwarna
pada tisu.
Pada petunjuk kegiatan
percobaan
4.3
disebutkan salah satu
alat dan bahannya
adalah madu, tetapi saat
percobaan
tidak
menggunakan
madu
sama sekali malah
menggunakan sirup

Tabel 3. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis
Jenis Data
Rata-rata
Pre-test
Post-test

36,48
76,48

Data kemampuan berpikir kritis
dianalisis terlebih dahulu normalitas dan
homogenitasnya. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa data terdistribusi
normal dan variansinya homogen baik data
pre-test maupun post-test. Selanjutnya data
dianalisis menggunakan statistik parametrik
yaitu untuk melihat ada atau tidaknya
perbedaan rata-rata skor pre-test dan posttest. Diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
sebelum dan sesudah menggunakan modul
commit to
user
pembelajaran fisika berbasis masalah.
6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Perbedaan rata-rata antara pre-test dan posttest ini selanjutnya dihitung peningkatannya
melalui N-Gain seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 4.

Deskripsi data sikap ilmiah disajikan pada
tabel 5.
Tabel 5. Deskripsi Data Sikap Ilmiah
Jenis Data
Rata-rata
Sebelum
Sesudah

Tabel 4. Hasil Penilaian Kemampuan Berpikir kritis
Setiap Indikator
No
Indikator
Skor rata-rata (%)
N-Gain
PrePosttest
test
Interpretasi
51,85
83,95
0,67
1
Analisis
50,00
87,04
0,74
2
Kesimpulan
48,15
89,81
0,80
3
Evaluasi
32,10
80,25
0,71
4
Penjelasan
39,63
71,60
0,53
5
Regulasi
15,56
52,29
0,43
6

Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh bahwa data sikap ilmiah siswa
sebelum dan sesudah menggunakan modul
normal dan homogen. Kemudian data diuji
menggunakan statistik parametrik dan
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
sikap ilmiah siswa sebelum dan sesudah
menggunakan modul. Ada enam indikator
sikap ilmiah yang diukur dalam penelitian
ini, peningkatan sikap ilmiah untuk tiap
indikator dapat dilihat pada Tabel 6 berikut
ini.

diri

N-Gain

64,81
82,33

0,63

Tabel
4
memperlihatkan
peningkatan kemampuan berpikir kritis
untuk setiap indikator sebelum dan setelah
menggunakan modul fisika berbasis
Tabel 6. Hasil Penilaian Sikap Imiah Setiap Indikator
masalah. Kenaikan terbesar adalah pada
No
Indikator
Skor rata-rata (%)
N-Gain
Sebelum
Sesudah
kemampuan menyimpulkan yaitu dengan
1
Ingin Tahu
60,19
82,41
0,56
N-Gain 0,80. Kemampuan menyimpulkan
2
Tanggung
65,28
79,63
0,41
Jawab
terukur
pada
tahap
membimbing
3
Kerjasama
62,96
85,65
0,61
penyelidikan individu maupun kelompok
4
Teliti
66,67
81,48
0,44
5
Terbuka
63,43
78,24
0,41
dalam pembelajaran berbasis masalah.
6
Jujur
70,37
86,57
0,55
Secara keseluruhan kemampuan berpikir
0,50
N-Gain
kritis meningkat dalam kategori “Sedang”
yaitu dengan N-Gain 0,63. Sehingga dapat
Pada Tabel 6 terlihat bahwa sikap
disimpulkan bahwa implementasi modul
kerjasama meningkat paling tinggi yaitu
fisika berbasis masalah efektif untuk
dengan N-Gain 0,61. Sikap kerja sama
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
terukur pada langkah mengorganisasikan
siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan
siswa untuk belajar dan membimbing
penelitian yang dilakukan oleh Handayani
penyelidikan individu maupun kelompok.
(2016) dan Yanti (2015) menyatakan bahwa
Skor N-Gain yang diperoleh adalah 0,50
pembelajaran
fisika
dengan
model
yang berarti sikap ilmiah sebelum dan
pembelajaran berbasis masalah dapat
setelah menggunakan modul meningkat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dalam kategori “Sedang.” Oleh karena itu,
siswa. Hal ini diperkuat oleh Trianto (2009)
disimpulkan bahwa modul fisika berbasis
yang menyatakan bahwa pengajaran
masalah dapat meningkatkan sikap ilmiah
berdasarkan
masalah
merupakan
siswa. Hal ini sejalan dengan hasil
pendekatan yang efektif untuk pengajaran
penelitian yang dilakukan oleh Handayani
proses berpikir tingkat tinggi termasuk
(2015) yang menyimpulkan bahwa
didalamnya kemampuan berpikir kritis.
pembelajaran dengan model pembelajaran
Data sikap ilmiah juga dianalisis
berbasis masalah dapat meningkatkan
normalitas dan homogenitasnya, hasil
pemahaman konsep dan sikap ilmiah siswa.
analisis menunjukkan bahwa data sikap
Implementasi modul pembelajaran
ilmiah terdistribusi normal dan homogen.
fisika berbasis masalah dikatakan efektif
Peningkatan sikap ilmiah siswa sebelum
apabila tercapainya Kriteria Ketuntasan
dan sesudah menggunakan modul dinilai
Minimum (KKM) sebesar 75 dengan
perindikator
menggunakan
N-Gain.commit to
prosentase
ketuntasan sebesar 75%. Nilai
user
rata-rata siswa untuk ranah kognitif
7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

mencapai 77,78 yang berarti bahwa
implementasi modul fisika berbasis masalah
membantu siswa untuk mencapai KKM.
Berdasarkan hasil analisi data juga
diperoleh bahwa prosentase ketuntasan
hasil belajar kognitif di atas 75% yaitu
88,89%.
Jadi,
implementasi
modul
pembelajaran fisika berbasis masalah
efektif untuk mencapai standar ketuntasan
hasil belajar kognitif.
Hasil belajar afektif dinilai pada
setiap Kegiatan Belajar (KB). Penilaian
ranah afektif dalam penelitian ini dilakukan
pada
setiap
kegiatan
pembelajaran
menggunakan lembar observasi oleh 2
orang observer. Adapun indikator penilaian
ranah afektif meliputi percaya diri,
perhatian siswa, disiplin, tekun, dan sopan
santun. Analisis hasil penilaian siswa pada
ranah afektif ini ditunjukkan pada Gambar
1.

Penilaian
ranah
psikomotorik
dalam penelitian ini sama halnya dengan
teknik penilaian afektif yaitu dinilai pada
setiap kegiatan pembelajaran menggunakan
lembar observasi oleh 2 orang observer.
Indikator penilaian ranah psikomotorik
meliputi menyiapkan alat dan bahan
percobaan, mengikuti alur kerja/perosedur
percobaan, mengoperasikan alat percobaan
dengan baik, mengambil data dengan tepat,
dan mempresentasikan hasil percobaan.
Analisis hasil penilaian kinerja siswa pada
ranah pasikomotorik ini ditunjukkan pada
Gambar 2.
83,06
84

80,65

82
80

78,79
77,13

78
76
74
KB 1

KB 2

KB 3

KB 4

83,06
84

80,65

82
80

Gambar 2. Nilai Rata-rata Hasil Belajar Psikomotorik
Untuk Setiap Kegiatan Belajar (KB)

78,79
77,13

78

Berdasarkan Gambar 3 terlihat
bahwa skor rata-rata ranah psikomotorik
senantiasa mengalami peningkatan dari
kegiatan belajar 1 sampai kegiatan belajar
4, yaitu berturut turut 77,13; 78,79; 80,65;
dan 83,06. Jika dibandingkan dengan nilai
KKM yaitu 75, maka dapat dikatakan
bahwa skor rata-rata ranah psikomotorik
lebih tinggi dibandingkan dengan KKM.
Adapun prosentase ketuntasan pada setiap
kegiatan belajar berturut-turut 77,78%;
85,19%;
88,89%;
96,29%.
Jadi,
disimpulkan bahwa implementasi modul
pembelajaran fisika berbasis masalah
efektif untuk mencapai standar ketuntasan
hasil belajar psikomotorik.

76
74
KB 1

KB 2

KB 3

KB 4

Gambar 1. Nilai Rata-rata Hasil Belajar Afektif
Untuk Setiap Kegiatan Belajar (KB)

Pada Gambar 1 terlihat bahwa nilai
rata-rata hasil belajar afektif senantiasa
meningkat dalam setiap KB. Jika
dibandingkan dengan nilai KKM yaitu 75,
maka dapat dikatakan bahwa skor rata-rata
ranah afektif lebih tinggi dibandingkan
dengan KKM sekolah. Adapun prosentase
ketuntasan pada setiap kegiatan belajar
berturut-turut 77,78%; 81,48%; 81,48%;
Berdasarkan uraian
mengenai
88,89%. . Sehingga dapat disimpulkan
efektifitas modul pembelajaran fisika
bahwa implementasi modul fisika berbasis
berbasis masalah terhadap hasil bekajar
masalah efektif dalam membantu siswa
kognitif, afektif, dan psikomotorik maka
mencapai nilai KKM ranah afektif. Oleh
dapat ditarik kesimpulan bahwa modul
karena
itu,
disimpulkan
bahwa
pembelajaran fisika berbasis masalah
implementasi modul pembelajaran fisika
efektif dalam ketercapaian ketuntasan hasil
berbasis masalah efektif untuk mencapaicommit to
user
belajar. Hal ini sejalan dengan hasil
standar ketuntasan hasil belajar afektif.
8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

penelitian Selcuk (2013) yang menyatakan
bahwa model pembelajaran berbasis
masalah berpengaruh baik terhadap prestasi
belajar pada mata pelajaran fisika. Hasil
penelitian yang senada juga menyatakan
bahwa modul berbasis masalah layak
digunakan sebagai sumber belajar bagi
siswa
dan
mengakibatkan
terjadi
peningkatan prestasi siswa (Wiyadi, 2014).
Penelitian lain yang mendukung adalah
penelitian yang dilakukan oleh Winarno
(2014) dan Nurlaila (2013) menyimpulkan
bahwa
kemampuan
berpikir
kritis
mempengaruhi hasil belajar yang siswa
peroleh. Sehingga adanya peningkatakan
kemampuan
berpikir
kritis
siswa
berpengaruh terhadap pencapaian hasil
belajar yang baik pula.

Modul yang telah disempurnakan
melalui tahap revisis III selanjutnya dicetak
ulang dan disebarkan pada beberapa
sekolah. Ada 5 sekolah yang dijadikan
tempat penyebaran modul yaitu, SMA
Islam 1 Surakarta, SMA Muhammadiyah 6
Surakarta, SMA MTA Surakarta, SMA
Warga
Surakarta,
dan
SMA
Muhammadiyah 1 Surakarta. Modul
diberikan kepada salah satu guru di
sekolah-sekolah tersebut selanjutnya guru
mengisi angket penilaian produk. Selain
mendapatkan
modul,
guru
juga
mendapatkan silabus dan RPP yang sudah
disesuaikan dengan isi modul. Hasil analisis
data menyimpulkan bahwa produk akhir
yang disebarkan termasuk dalam kategori
“Sangat Baik” dengan rata-rata total sebesar
3,6.

Modul yang telah diujikan dalam
skala besar selanjutnya dinilai oleh siswa
yaitu dengan mengisi angket penilaian
modul pembelajaran fisika berbasis
masalah. Ada empat aspek yang harus
dinilai oleh siswa yaitu aspek perhatian
(Attention),
keterkaitan
(Relevance),
keyakinan (confidence), dan kepuasan
(satisfication). Secara keseluruhan menurut
penilaian siswa modul pembelajaran
berbasis masalah yang dikembangkan
tergolong “Sangat Baik” dengan skor ratarata 3,33 atau jika dikonversi menjadi
83,15%. Meskipun modul sudah dinilai
“Sangat Baik,” masih harus dilakukan
beberapa perbaikan pada beberapa bagian
sesuai dengan saran dan komentar siswa.
Adapun saran dan komentar siswa terhadap
modul dapat dilihat pada Tabel 7.

4. Tahap Penyebaran (Disseminate)
Penyebaran modul dilaksanakan di
5 sekolah yaitu SMA Islam 1 Surakarta,
SMA Muhammadiyah 6 Surakarta, SMA
MTA Surakarta, SMA Warga Surakarta,
dan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta.
Berdasarkan penilaian produk akhir
didapatkan
bahwa
modul
yang
dikembangkan termasuk dalam kategori
“Sangat Baik.” Menurut Winarno (2014)
jika hasil respon guru pada kategori “Sangat
Baik” menunjukkan bahwa modul layak
untuk digunakan sebagai salah satu media
pembelajaran. Saran dan masukan pada
tahap ini dijadikan sebagai umpan balik
untuk menghasilkan produk yang lebih baik
lagi di penelitian selanjutnya.

Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Modul pembelajaran fisika berbasis
Dalam setiap Kegiatan Setiap
Kegiatan
masalah
pada materi fluida statis bertujuan
Belajar
sebaiknya Belajar
sudah
1.
diberikan
kata-kata ditambahkan katauntuk meningkatkan kemampuan berpikir
mutiara atau motivasi kata mutiara atau
kritis dan sikap ilmiah siswa. Tahapan
agar lebih menarik
motivasi
pembelajaran berbasis masalah yang
Resolusi gambar sampul Kualitas
gambar
kurang bagus (pecah)
sampul diganti high
2.
digunakan pada modul adalah orientasi
definition
siswa pada masalah, mengorganisasikan
siswa
untuk
belajar,
membimbing
Berdasarkan saran yang diberikan
penyelidikan individual dan kelompok,
siswa seperti pada Tabel 7 tersebut
mengembangkan dan menyajikan hasil
kemudian modul diperbaiki lagi (Revisi kekarya,
commit to
userserta menganalisis dan mengevaluasi
3) guna meningkatkan kualitas modul.
proses pemecahan masalah. Selain tahapan
Tabel 7. Saran dan Perbaikan Modul pada Tahap Uji
Skala Besar
No Saran
Revisi III

9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berturut-turut sebesar 0,63 dan 0,50. Nilai
berbasis masalah sebagai konten yang
N-Gain skor ini menunjukkan bahwa
dikembangkan, modul juga dilengkapi
peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
dengan komponen kemampuan berpikir
sikap ilmiah termasuk dalam kategori
kritis dan sikap ilmiah yang terintegrasi
“Sedang.” Indikator kemampuan berpikir
pada setiap tahapan pembelajaran berbasis
kritis siswa yang paling meningkat adalah
masalah.
kemampuan menyimpulkan yang ada pada
Modul dikategorikan layak karena
tahapan
membimbing
penyelidikan
telah melalui beberapa uji kelayakan oleh
individu/kelompok
dalam
model
validator yaitu meliputi ahli media, ahli
pembelajaran berbasis masalah. Untuk
materi, ahli bahasa, guru, dan teman
sikap ilmiah peningkatan terbesar adalah
sejawat. Berdasarkan hasil penilaian oleh
sikap kerjasama siswa yang ada pada
ahli materi diperoleh bahwa modul yang
tahapan
membimbing
penyelidikan
dikembangkan termasuk kategori “Sangat
individu/kelompok
dalam
model
Baik”. Hal ini berarti bahwa ukuran modul,
pembelajaran berbasis masalah. Selain itu,
desain kulit modul, dan desain isi modul
penggunaan modul fisika berbasis masalah
sudah sangat baik. Uji kelayakan modul
juga terbukti efektif dalam pencapaian
oleh ahli materi diperoleh hasil dengan
ketuntasan hasil belajar siswa baik pada
kategori “Sangat Baik”. Hal ini terlihat
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
pada kesesuaian SK dan KD, penyajian
Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan
materi yang mendalam dan kesesuaian
bahwa implementasi modul pembelajaran
konten modul dengan model pembelajaran
fisika berbasis masalah efektif untuk
berbasis masalalah. Modul juga dinilai
mencapai standar ketuntasan hasil belajar.
dalam kategori “Sangat Baik” dari segi
Oleh karena itu, disimpulkan bahwa
kebahasaan yaitu meliputi kesesuaian
implementasi modul fisika berbasis masalah
penyajian
modul
dengan
tingkat
efektif untuk meningkatkan kemampuan
perkembangan siswa, kekomunikatifan dan
berpikir kritis dan sikap ilmiah serta efektif
kelugasan bahasa, dan tata bahasa yang
untuk mencapai standar ketuntasan hasil
digunakan dalam modul niliai sangat sesuai
belajar siswa.
dengan kaidah bahasa Indonesia. Selain itu,
modul juga dinilai dalam kategori “Sangat
Rekomendasi
Baik” menurut guru dan teman sejawat.
Berdasarkan hasil penelitian diajukan
Modul dikategorikan “Sangat Baik” untuk
beberapa rekomendasi yaitu: (1) modul
aspek kelayakan isi, penyajian, bahasa dan
fisika berbasis masalah yang telah
keterbacaan, kegrafisan, serta kesesuaian
dikembangkan dapat dijadikan sebagai
konten modul dengan tahapan pembelajaran
rujukan untuk mengembangkan modul pada
berbasis masalah. Secara keseluruhan
materi
yang
lain
dengan
diperoleh natural Cut Off Score sebesar
mempertimbangkan
kebutuhan
dan
85,75% dan
skor rata-rata 87,89%,
karakteristik siswa; (2) penerapan sintaks
sehingga dapat disimpulkan modul fisika
model pembelajaran berbasis masalah
berbasis masalah yang dikembangkan layak
sebaiknya dipahami oleh guru agar tujuan
digunakan sebagai bahan ajar dalam
modul dapat tercapai yaitu untuk
pembelajaran fisika.
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Efektivitas dari implementasi modul
dan sikap ilmiah siswa; (3) sekolah
fisika berbasis masalah dilihat berdasarkan
sebaiknya menyediakan fasilitas penunjang
adanya peningkatan kemampuan berpikir
belajar seperti laboratirum yang dapat
kritis dan sikap ilmiah serta ketercapaian
mendukung
guru
dalam
ketuntasan hasil belajar siswa. Berdasarkan
mengimplementasikan
modul
fisika
hasil penelitian disimpulkan bahwa
berbasis masalah; dan (4) sebaiknya
penggunaan modul fisika berbasis masalah
kekurangan dan ketidaksempurnaan pada
dapat meningkatkan kemampuan berpikir
produk yang telah dihasilkan dijadikan
kritis dan sikap ilmiah siswa. Perhitungan
sebagai
nilai
N-Gain
untuk
peningkatancommit to
user wawasan untuk menciptakan
produk
yang lebih baik lagi.
kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah
10

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian
Kuantitatif, kualitatif dan R & D.
Bandung : Penerbit Alfabeta.

Daftar Pustaka
Depdiknas. (2008). Teknik Penyusunan Modul.
Jakarta: Depdiknas

Sulaiman,

Handayani, I Dw A. Gtrisna, dkk. (2015).
Komparasi Peningkatan Pemahaman
Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa SMA
yang dibelajarkan dengan Model
Pembelajaran Problem Based Learning.
E-Journal
Program
Pascasarjana
Universitas
Pendidikan
Ganesha,
Program Studi Pendidikan IPA (Volume
5).

Suparno, P. (2007). Metode Penelitian
Pemndidikan
Fisika.
Yogyakarta:
Penerbit Universitas Sanata Dharma.
__________. (2013). Metodologi Pembelajaran
Fisika
Konstruktivistik
&
Menmyenangkan.
Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.

Handayani, Ulfatun. (2016). Pengembangan
Modul Fisika Berbasis Problem
Based Learning (PBL) Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis pada Materi Usaha dan Energi
di SMA/MA. Tesis. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.

Suyadi.
(2013).
Strategi
Pembelajaran
Pendidikan Karakter. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.

Jacobsen, David A., dkk. (2009). Methode for
Teaching: Metode-metode Pengajaran
Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Thiagarajan, Sivasailam, DS, & Melvyn, S.
(1974). Instruction Development for
Training Teacher of Exceptional
children.
Minneapolis:
Indian
University.

Nurlaila, Nunung. (2013). Pembelajaran Fisika
dengan PBL Menggunakan Problem
Solving dan Problem Posing ditinjau
dari Kreativitas dan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Inkuiri Vol
2 (2), 114-123.

Trianto.

(2009).
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Winarno. (2014). Pengembangan Modul IPA
Terpadu Berbasis High Order Thinking
Skill (HOTS) pada Tema Energi. Tesis.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Prastowo, Andi. (2013). Pengembangan Bahan
Ajar Tematik. Jogjakarta: DIVA Press.
Selcuk, Gamze Sezgin. (2013). A Comparison
of Achievement in Problem-based,
Strategic and Traditional Learning
Classes in Physics. International
journal on new trends in education and
their implications, Vol 4 (1), 154-164.
Septiani,

Fauziah.
(2011).
Students’
Perceptions on the Suitability of
Implementing an Online ProblemBased Learning in a Physics Course.
Malaysian Journal of Education
Technology, Vol 11 (1), 5-13.

Wiyadi. (2014). Pengembangan Modul IPA
Terpadu Berbasis Masalah dengan
Tema Otot di SMP Negeri 2 Wonogiri
Tahun Pelajaran 2013/2014. Tesis.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Winnie.
(2009).
Pendekatan
Kombinasi Metode AHP dan Metode
Cut OFF Point pada Tahap Analisis
Keputusan
Perancangan
Sistem
Informasi Penjualan PT.X. J@TI
Undip, Vol IV (3), 218-227.

Yanti, Fitri April. (2015). Pengembangan Modul
Pembelajaran Fisika SMA/MA Berbasis
Masalah
Untuk
Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa.
Jurnal Inkuiri Vol , No.3 (hal 96-103)

Setyosari, ounaji. 2015. Metode Penelitian
Pendidikan & Pengembangan. Jakarta:
Prenadamedia Group.

commit to user
11