Pengaruh Work Family Conflict Terhadap Coping Stress Pada Tenaga Perawat Rumah Sakit Ibu-anak Di Kota Bandung.

PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT TERHADAP COPING STRESS PADA
TENAGA PERAWAT RUMAH SAKIT IBU-ANAK DI KOTA BANDUNG
Shinta Febrina
Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh work family conflict terhadap
coping stress. Penelitian dilakukan di 3 (tiga) rumah sakit ibu-anak (RSIA) di kota
Bandung. Subjek penelitian sebanyak 59 orang tenaga perawat dengan karakteristik
sudah menikah dan memiliki anak yang memaknakan work family conflict sebagai
stressor. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner work family conflict dari
Carlson (2000), kuesioner stress appraisal dari Lazarus (1985) yang telah dimodifikasi
dan kuesioner coping stress inventory dari Tobin (2001) yang berpedoman pada skala
Likert. Teknik analisis data menggunakan teknik path analysis. Berdasarkan hasil
penelitian, work-family conflict memiliki pengaruh yang signifikan terhadap coping
stress. Work-family conflict memiliki kontribusi sebesar 18,6% terhadap tipe problemfocused coping, sehingga terdapat pengaruh dari variabel lain sebesar 81,4%. Workfamily conflict berkontribusi sebesar 30,7% terhadap tipe emotion-focused coping. Ini
berarti 69,3% menunjukkan bahwa tipe emotion-focused coping pada tenaga perawat
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata Kunci: work-family conflict, coping stress, problem-focused coping, emotionfocused coping.

Abstract

This study was conducted to determine the effect of work-family conflict towards coping
stress. This research conducted at 3 (three) mother and child hospital in Bandung City.
Subject of the study are 59 female nurses whose married and has children, that appraise
work family conflict as stressor. The data collection instrument uses work family
conflict questionnaire from Carlson (2001), stress appraisal questionnaire which has
been modified from Lazarus(1985) concept theory and coping stress inventory from
Tobin (2001). Researcher used path analysis technique to analyzing the data. Based on
the results, work-family conflict has significant effect towards problem-focused coping
type at the amount of 18,6%, so that there are 81,4% influences from other variable.
Work-family conflict has 30,7% effect towards emotion-focused coping type, it means
69,3% shows there are other variables which hadn’t examined influences emotionfocused coping type.

Pendahuluan
Seiring dengan partisipasi wanita dalam angkatan kerja yang semakin meningkat
dewasa ini. Wanita bukan hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja namun
memiliki peran sebagai anggota organisasi tempat ia bekerja yang memiliki tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan jabatannya. Ketika seorang individu berupaya memenuhi
tanggung jawab pada kedua domain peran dalam waktu bersamaan, hal tersebut dapat
memicu munculnya konflik peran. Konflik pada domain pekerjaan dan keluarga atau
work-family conflict terjadi ketika persoalan pekerjaan maupun keluarga memberikan

suatu tekanan pada individu. Tekanan yang dirasakan individu menyulitkannya untuk
memenuhi tanggung jawab pada salah satu peran atau kedua peran secara optimal.
Greenhaus & Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk
konflik antar peran dimana tekanan peran dari domain pekerjaan dan keluarga
bertentangan pada derajat tertentu sehingga keterlibatan pada satu peran menyulitkan
partisipasi seseorang pada peran lainnya. Work-family conflict menurut Greenhaus &
Beutell (1985) memiliki 3 (tiga) bentuk, yaitu time-based conflict, strain-based conflict
dan behavior-based conflict.
Obradovic & Obradovic (2008) mengutarakan bahwa umumnya, work-family
conflict terbukti memiliki dampak yang negatif pada banyak variabel yang terkait
dengan domain pekerjaaan dan keluarga sebagaimana yang berdampak juga pada
kesejahteraan pekerja dan anggota keluarganya. Work-family conflict secara jelas
didemonstrasikan memiliki kaitan negatif dengan sikap kerja (Kossek & Ozeki, 1998;
Netemeyer et al., 1996) dan tampilan kerja (Frone et al., 1997; Wayne et al., 2004), dan
secara positif terkait dengan distress (Burke, 1994; Greenhaus & Parasuraman, 2002),

dan tingkat absensi (Hammer et al., 2003; Thomas & Ganster, 1995). Selain itu workfamily conflict memiliki kaitan negatif dengan kepuasan keluarga (Carlson et al., 2000;
Frone et al., 1997).
Work-family conflict pada beberapa tenaga perawat RSIA di kota Bandung
dimaknakan secara berbeda-beda. Beberapa tenaga perawat menilai work-family conflict

sebagai suatu tekanan (stress) yang telah merugikannya pada saat ini atau dapat
menghambatnya pada masa yang akan datang. Tenaga perawat lainnya menilai konflik
peran secara positif. Bagi dirinya, work-family conflict dibutuhkan untuk memacu
dirinya agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Menurut Lazarus & Folkman (dalam Panatik & Rajab, 2012), stres terjadi
ketika terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan,
kondisi tersebut dipersepsi dapat mengancam kesejahteraan individu. Konflik antara
pekerjaan dan keluarga merupakan salah satu sumber stres. Studi terdahulu
mengindikasikan bahwa stressor kerja dapat mempengaruhi kesejahteraan (individu
well-being) seseorang dan performanya dalam organisasi. Penilaian stres meliputi;
loss/harm, threat dan challenge. Pada loss/harm, kerugian pada individu sudah terjadi.
Threat merupakan bahaya atau kehilangan yang belum terjadi tetapi sudah diantisipasi
yang ditandai oleh emosi negatif seperti ketakutan, kecemasan, dan kemarahan. Dalam
penilaian challenge, difokuskan pada potensi manfaat atau pertumbuhan dalam situasi
yang ditandai dengan emosi seperti bersemangat, gairah dan kesenangan.
Bagi tenaga perawat yang memaknakan work-family conflict sebagai situasi yang
menimbulkan stres, ia terdorong untuk melakukan coping dalam rangka mengelola
konflik peran tersebut. Dalam konsep stress appraisal dari Lazarus (1985), ia melihat

coping sebagai upaya untuk mengelola tuntutan stres tanpa mengindahkan hasil akhir.

Coping stress ialah suatu upaya mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang
dinilai melampaui sumber daya, pengelolaan tuntutan dilakukan dengan mengubah
kognisi dan perilaku secara konstan. Terdapat dua tipe coping stress, yaitu; problemfocused coping dan emotion-focused coping. problem-focused coping merupakan upaya
yang dilakukan individu untuk mengatasi permasalahan yang menyebabkan kesulitan,
yang meliputi upaya interpersonal untuk mengubah situasi, maupun upaya rasional dan
berhati-hati untuk memecahkan permasalahan.

Emotion-focused coping merupakan

upaya individu untuk meregulasi emosi negatif meliputi perilaku menjauhi situasi,
mengontrol diri, mencari dukungan sosial, menghindar, menerima tanggung jawab dan
positive reappraisal.
Penelitian sebelumnya mengenai work-family conflict dan coping stress dilakukan
oleh Somech & Zahavy (2012). Strategi coping dalam penelitian tersebut dikembangkan
sendiri oleh Somech & Zahavy, yang merupakan strategi yang ditujukan langsung untuk
mengelola work-family conflict. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan strategi
coping yang spesifik terhadap arah work-family conflict yaitu WIF (work interfering
family) dan FIW (family interfering work), serta mengukur efektifitas dari strategi
coping dalam menurunkan derajat WIF dan FIW, terkait dengan jenis kelamin dan
peran gender.

Pada penelitian yang dilakukan terhadap tenaga perawat RSIA kota Bandung ini,
peneliti menggunakan teori coping stress dari Lazarus (1984). Adapun dasar pemikiran
dalam mengkaji fenomena adalah sama, bahwa work-family conflict mengindikasikan
pertentangan antara peran pekerjaan dan keluarga (Aryee et al., 1999 dalam Somech &

Zahavy, 2007) yang menjadi sumber stres dan penyebab terjadinya ketegangan fisik dan
psikis. Konflik yang dimaknakan sebagai stressor akan mendorong individu melakukan
coping untuk mengelola konflik tersebut.
Hipotesis penelitian ini adalah work-family conflict berpengaruh terhadap tipe
problem-focused coping dan work-family conflict berpengaruh terhadap emotionfocused coping.
Gambar 1. Model Penelitian

Coping stress :
problem-focused
coping
Work-family
Conflict

Stress appraisal
Coping stress :

emotion-focused
coping

Metode
Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan metodenya, penelitian ini bersifat
“ex post facto” yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mengkaji peristiwa yang
telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang
dapat menyebabkan munculnya peristiwa tersebut (Sugiyono, 2007:7).
Subjek penelitian ini adalah 59 orang tenaga perawat yang bekerja di beberapa
RSIA di Kota Bandung. Tenaga perawat tersebut memiliki karakteristik yaitu sudah
menikah dan memiliki anak, mengalami work-family conflict dan memaknakan workfamily conflict yang dialami sebagai stressor. Untuk menentukan responden dengan

karakteristik demikian, pengambilan data dilakukan melalui tiga tahapan yang
tergambar dalam alur sebagai berikut:
Gambar 2. Alur Penentuan Responden Penelitian
Tahap I :
116 orang perawat yang sudah
menikah dan memiliki anak,
diberikan kuesioner WFC


Tahap II :
67 orang perawat yang mengalami
WFC derajat tinggi dan moderat
diberikan kuesioner stress appraisal

Tahap III
59 orang perawat yang mengalami
stres derajat tinggi dan moderat
diberikan kuesioner coping stress

Pengumpulan data/instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner, yaitu
kuesioner work-family conflict dari Carlson (2000), kuesioner stress appraisal dari
Lazarus (1985) yang dimodifikasi oleh peneliti, dan kuesioner coping stress dari Tobin
(2001). Alat ukur stress appraisal ditujukan untuk melihat tenaga perawat mana saja
yang memaknakan work-family conflict sebagai stres. Selanjutnya, tenaga perawat yang

tidak memaknakan work-family conflict sebagai suatu stres tidak akan diikutsertakan
dalam pengukuran coping stress.
Kuesioner diujicobakan kepada tenaga perawat di 3 (tiga) RSIA Kota Bandung

yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden penelitian. Uji coba dilakukan
untuk melihat keterandalan (reliability) dengan menggunakan teknik analisis statistik
alpha cronbach dan untuk melihat kesahihan (validity) digunakan teknik analisis
statistik pearson product moment. Dari hasil uji reliabilitas diperoleh nilai alpha
sebesar 0,712 untuk kuesioner work-family conflict dan nilai alpha sebesar 0,783 untuk
kuesioner coping stress.
Pengolahan data dari hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode
path analysis. Path analysis merupakan salah satu tipe analisis multivariat untuk
mempelajari efek langsung dan tidak langsung dari sejumlah variabel yang
dihipotesiskan sebagai variabel sebab terhadap variabel lainnya yang merupakan
variabel akibat (U. Silalahi, 2012:433).

Hasil dan Pembahasan
Gambaran Responden
Responden pada penelitian ini sebanyak 59 orang tenaga perawat berjenis
kelamin wanita, menikah dan memiliki anak. 65,60% responden memiliki kurang dari 2
anak dan 34,30% responden memiliki lebih dari 2 anak. Dilihat dari usia anak terkecil,
55,20% responden memiliki anak dengan usia paling kecil yaitu 2-6 tahun, 18,40%
memiliki anak paling kecil berusia di bawah 2 tahun, 10,50% usia anak terkecil ialah
lebih dari 15 tahun, 2,60% anak terkecil berusia 7-10 tahun dan 11-14 tahun. Sebanyak


51,30% responden menempati rumah dengan suami dan anaknya saja, 16,20%
responden tinggal bersama saudara, 13,50% responden lainnya tinggal bersama orang
tua dan 8,10% responden tinggal bersama mertuanya. Apabila dilihat dari pihak-pihak
yang membantu mengasuh anak, 33% responden tidak dibantu siapapun dalam
pengasuhan anak kecuali berbagi tanggung jawab dengan suami, 31% responden
mempekerjakan asisten rumah tangga untuk ikut membantu dalam pengasuhan anak,
12% dibantu orang tua, 8% dibantu oleh saudara dan 5% responden yang mendapat
bantuan mertua dalam pengasuhan anak. Alasan utama responden bekerja, yaitu;
46,10% responden bekerja untuk membantu meningkatkan taraf ekonomi keluarga,
sebanyak 10,20%

responden bekerja karena ingin memiliki penghasilan sendiri,

10,20% lainnya bekerja untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, 5,10% responden
bekerja untuk mencari pengalaman, 5,10% bekerja sebagai kegiatan untuk mengisi
waktu luang dan 2,50% responden bekerja sebagai bagian dari ibadah.

Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh work-family conflict

terhadap coping stress pada tenaga perawat RSIA di Kota Bandung. Peneliti ingin
mengetahui juga mengenai pengaruh setiap bentuk work-family conflict yaitu; timebased conflict, strain-based conflict dan behavior-based conflict terhadap 2 tipe coping
stress yaitu; problem-focused coping dan emotion-focused coping. Untuk memenuhi
tujuan tersebut, digunakan path analysis melalui program software SPSS dalam
mengolah data penelitian. Pengujian secara parsial dengan melihat uji signifikansi
analisa jalur yaitu membandingkan antara probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas
Sig. Dasar pengambilan keputusan yaitu, jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau

sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05 ≤ Sig], maka H0 diterima dan Ha ditolak,
artinya tidak signifikan. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai
probabilitas Sig atau [0,05 ≥ Sig], maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara work-family conflict terhadap
problem-focused coping pada tenaga perawat Rumah Sakit Ibu-Anak Kota Bandung.
Diperoleh nilai probabilitas (sig) = 0.001, dengan pengaruh sebesar 18,6%. Terdapat
pengaruh yang signifikan antara work-family conflict terhadap emotion-focused coping
pada tenaga perawat Rumah Sakit Ibu-Anak Kota Bandung.

Diperoleh

nilai


probabilitas (sig) = 0.001dengan pengaruh sebesar 30.7 %. Pada sub hipotesa untuk
menguji pengaruh antara bentuk-bentuk work-family conflict terhadap tipe-tipe coping
stress, diperoleh hasil uji yaitu; time-based conflict memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap problem-focused coping dengan nilai probabilitas 0.05 atau nilai 0.05 > 0.000.
Strain-based conflict berpengaruh secara signifikan terhadap problem-focused coping
dengan nilai sig yang didapatkan yaitu 0.000 atau nilai 0.05 > 0.000. Behavior-based
conflict tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap problem-focused coping
dengan nilai sig yaitu 0.615 atau nilai 0.05 > 0.615. Selanjutnya, time-based conflict
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap emotion-focused coping dengan nilai sig
0.050. Strain-based conflict berpengaruh secara signifikan terhadap emotion-focused
coping dengan nilai sig 0.000. Behavior-based conflict tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap emotion-focused coping dengan nilai sig 0.879

Gambaran Variabel-Variabel Penelitian
Sebanyak 6,57% tenaga perawat mengalami work-family conflict pada taraf yang
tinggi. 71,05% mengalami work-family conflict taraf moderat dan 22,36% tenaga
perawat mengalami work-family conflict pada taraf yang rendah. Responden yang
menunjukkan work-family conflict dengan taraf yang rendah selanjutnya tidak
diikutsertakan sebagai responden dalam pengukuran stress appraisal dan coping stress.
Pada responden yang memiliki work-family conflict yang tinggi, seluruhnya mengalami
konflik dalam bentuk strain-based. Di sisi lain, pada responden yang mengalami workfamily conflict taraf moderat, 48,14% mengalami time-based conflict, 44,40%
mengalami strain-based conflict dan 7,40% mengalami behavior-based conflict.
Setelah dilakukan pengukuran stress appraisal pada responden dengan workfamily conflict taraf moderat dan tinggi, sebanyak 58,82% mengalami stres pada taraf
yang tinggi, 26,47% responden mengalami stres taraf moderat dan 13,23% mengalami
stres pada taraf yang rendah. Dengan demikian, responden yang menunjukkan stres
pada taraf rendah tersebut tidak diikutsertakan sebagai responden dalam pengukuran
coping stress. Dari hasil pengukuran coping stress, menunjukkan bahwa 69,60%
responden memilih problem-focused coping dan 30,30% responden memilih emotionfocused coping.

Pembahasan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, work-family conflict berpengaruh signifikan
terhadap kedua tipe coping stress. Terlepas dari bentuk-bentuk konfliknya, work-family
conflict diketahui memiliki pengaruh yang berbeda terhadap problem-focused coping
dan emotion-focused coping. Work-family conflict berpengaruh negatif terhadap
problem-focused coping namun berpengaruh positif terhadap emotion-focused coping.
Artinya semakin tinggi konflik maka derajat problem-focused copingnya akan menurun.
Di sisi lain, semakin tinggi konflik maka derajat emotion-focused coping akan semakin
tinggi pula.
Tenaga perawat yang memaknakan work-family conflict sebagai stressor, menilai
bahwa konflik merupakan situasi yang menimbulkan kerugian (loss),
ancaman (threat).

dan sebagai

Pemaknaan yang demikian mendorong tenaga perawat untuk

melakukan sesuatu dalam mengatasi stres melalui strategi coping. Strategi coping mana
yang digunakan oleh tenaga perawat dipengaruhi oleh beberapa variabel lain. Adapun
variabel yang dimaksud adalah coping resources dan penilaian dapat atau tidaknya
konflik untuk diubah (changeable atau unchangeable). Berdasarkan hasil penelitian,
coping resources pada tenaga perawat yaitu social support yang datang dari rekan-rekan
kerja sesama perawat dan juga suami. Coping resources lainnya yaitu problem-solving
skills yang diperoleh dari pendidikan dan pengalaman dalam menangani pasien berupa
keterampilan menganalisa permasalahan serta menentukan alternatif-alternatif solusi.
Selain itu, positive beliefs dari nilai-nilai agama yang dianut tenaga perawat.
Selanjutnya, work-family conflict merupakan situasi yang dinilai sebagai tekanan
atau stressor. Semakin tinggi derajat konflik, perasaan-perasaan negatif seperti cemas

dan perasaan mudah kesal menjadi lebih sering dirasakan, sehingga tenaga perawat
terdorong untuk melakukan upaya mengelola perasaan tersebut dengan emotion-focused
coping. Sebaliknya, tenaga perawat dengan derajat konflik moderat akan lebih memilih
menggunakan problem-focused coping. Dengan asumsi bahwa frekuensi munculnya
perasaan negatif lebih rendah pada work-family conflict pada derajat yang rendah
sampai ke moderat, sehingga pemfungsian kognitif dan pemprosesan informasi yang
dibutuhkan dalam problem-focused coping lebih efektif. Asumsi tersebut sesuai dengan
yang diutarakan lazarus (1985) bahwa problem-focused coping dan emotion-focused
coping yang digunakan bergantung pada derajat pemaknaan terhadap situasi yang
dipersepsi sebagai stres. Menurut Lazarus, seseorang dengan derajat stres moderat akan
lebih dominan problem-focused copingnya, sedangkan pada derajat stres tinggi maka
emotion-focused coping akan lebih mendominasi.
Dari hasil pengujian hipotesis, diketahui bahwa bentuk behavior-based conflict
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap problem-focused coping maupun terhadap
emotion-focused coping. Penjelasan dari hasil uji hipotesis tersebut dapat dipahami dari
profil bentuk-bentuk work-family conflict, sebanyak 7,40% tenaga perawat yang
mengalami konflik dalam bentuk behavior-based. Artinya meskipun terdapat perbedaan
perilaku sebagai perawat dengan perilaku sebagai istri/ibu, hal tersebut dirasa bukan
menjadi suatu konflik. Tenaga perawat dapat memposisikan dirinya sesuai dengan
tuntutan perilaku yang ada pada masing-masing peran yang dimiliki.

Simpulan dan Saran
Simpulan
Simpulan berdasarkan uji hipotesis yaitu bahwa work-family conflict memiliki pengaruh
terhadap coping stress pada tenaga perawat Rumah Sakit Ibu-Anak (RSIA) di Kota
Bandung, yaitu pengaruh negatif terhadap tipe problem-focused coping dan pengaruh
positif terhadap tipe emotion-focused coping. Bentuk work-family conflict yaitu time
based conflict memiliki pengaruh positif terhadap tipe problem-focused coping, tetapi
memiliki pengaruh yang negatif terhadap tipe emotion-focused coping pada tenaga
perawat RSIA di Kota Bandung. Bentuk work-family conflict yaitu strain-based conflict
memiliki pengaruh negatif terhadap problem-focused coping, tetapi memiliki pengaruh
positif terhadap emotion-focused coping pada tenaga perawat RSIA di Kota Bandung.
Bentuk work-family conflict yaitu behavior-based conflict tidak memiliki pengaruh
terhadap tipe problem-focused coping maupun tipe emotion-focused coping pada tenaga
perawat RSIA di Kota Bandung.
Berdasarkan data deskriptif dan kualitatif, disimpulkan bahwa sebagian besar
tenaga perawat RSIA di Kota Bandung mengalami work-family-conflict pada derajat
yang moderat. Sebagian besar tenaga perawat RSIA di Kota Bandung yang mengalami
work-family conflict juga memiliki derajat stres yang tinggi. Sebanyak 69,60% tenaga
perawat yang mengalami work-family conflict dan juga mengalami stres menggunakan
problem-focused coping dalam mengelola stres yang diakibatkan oleh konflik peran
tersebut. Hal ini berarti tenaga perawat berupaya mencari solusi untuk mengelola
stresnya dengan upaya mendapatkan informasi pemecahan masalah dan berupaya lebih
keras dalam melaksanakan tuntutan pekerjaan dan keluarga.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat dikemukakan
guna pengembangan ilmu pengetahuan, saran bagi individu yang terkait dan bagi
instansi rumah sakit.

Saran Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-family conflict memiliki kontribusi
sebesar 18,6% terhadap tipe problem-focused coping dan kontribusi sebesar 30,7%
terhadap emotion-focused coping. Artinya, terdapat variabel-variabel lain yang tidak
diteliti tetapi ikut mempengaruhi pemilihan strategi coping pada individu yang
mengalami work-family conflict. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya
disarankan agar mempertimbangkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi
pemilihan strategi coping dalam mengelola konflik peran ganda tersebut. Penelitian ini
dapat dilanjutkan dengan mengkaji dampak strategi coping terhadap work-family
conflict. Dengan meneliti tipe coping mana yang efektif menurunkan derajat workfamily conflict. Ini berarti, coping stress menjadi variabel independen dan work-family
conflict menjadi variabel dependen.
Penelitian yang mengkaji work-family conflict agar dilakukan juga terhadap pria
yang sudah menikah dan memiliki anak. Penelitian work-family conflict dengan subjek
pria masih jarang dilakukan di Indonesia, sedangkan penelitian dari luar negeri
menunjukkan bahwa pria yang sudah menikah dan memiliki anak pun dapat mengalami
konflik peran. Bentuk behavior-based conflict tidak menunjukkan pengaruh yang

signifikan terhadap tipe-tipe coping stress. untuk itu, penelitian mengenai behaviorbased conflict agar dikaji lebih mendalam.

Saran Praktis
Saran bagi individu, adanya konflik peran tidak selamanya merupakan hal yang
negatif

dan

merugikan.

Konflik

dibutuhkan

oleh

individu

sebagai

sarana

mengembangkan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa yang akan datang.
Dengan demikian, work-family conflict perlu dipandang dari sisi positifnya.
Saran bagi instansi RSIA, hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan
gambaran bagi instansi mengenai work-family conflict dan tipe coping stress yang
digunakan tenaga perawat saat ini. Dengan demikian, pihak RSIA dapat melakukan
konseling kelompok dengan tujuan agar tenaga perawat memiliki keterampilan
mengelola konflik dengan menggunakan strategi coping yang lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Abd Razak, Yunus, Nasurdin. 2011. The Impact of Work Overload and Job
Involvement on Work-Family Conflict Among Malaysian Doctors. Labuan eJournal of Muamalat and Society, pp. 1-10.
Akintayo. 2010. Influence of Emotional Intelligence on Work Family Role Conflict
Management and Reduction in Withdrawal Intentions of Workers in Private
Organizations. International Business & conomics Research Journal.
A.M Sultana. 2012. A Study on Stress and Work-Family Conflict among Married
Women in Their Families. Journal of Advances in Natural and Applied Sciences.
Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.
Folkman, S. Lazarus. 1988. Ways of Coping Questionnaire. Consulting Psychologists
Press, Inc.
G.M. Mark, A.P. Smith. 2008. Stress Models: A Review and Suggested New Direction.
Greenhaus, Parasuraman. 1989. Soures of Work-Family Conflict among Two Career
Couples. Journal of Vocational Behavior. Vol 34. 133-153
J. Dewe, O’Driscoll, L. Cooper. 2012. Theories of Psychological Stress at Work.
Departement of Organizational Psychology, Birkbeck, University of London.
J.G Vallone, I. Donaldson. 2001. Consequences of Work-family Conflict on Employee
Well-Being Over Time. Journal of Work & Stress. 214-226.
J. Landy, M. Conte. 2010. Work in the 21st Century: An Introduction to Industrial and
Organizational Psychology. McGraw-Hill.
Lazarus, Richard S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York. Springer
Publishing Company, Inc.
L. Tobin. 1984. User Manual for the Coping Strategies Inventory. CSI Manual

L.Xu. 2009. View on Work-family Linkage adn Work-family Conflict Model.
International Journal of Business and Management. 229-233
Korabik, Lero, dan Whitehead. 2008. Hand Book of Family Integration: Research,
Theory, and Best Practices. San Diego : Academic Press.
Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2007. Organizational Behavior. 7th Edition.
United States : Mc Graw Hill.
Netemeyer, S. Boles, McMurrian. 1996. Development and Validation of Work-Family
Conflict and Family-Work Conflict Scales. Journal of Applied Psychology. 400410
Ni He, J. Zhao, dan A. Archbold. 2002. Gender and Police Stress: The Convergent and
Divergent Impact of Work Environment, Work-Family Conflict, and Stress Coping
Mechanisms of Female and Male Police Officers. An International Journal of
Police Strategies and Management. Vol 25
Obradovic, C. Obradovic. 2008. Work-Related Stressors of Work-Family Conflict and
Stress Crossover on Marriage Quality. Ministry of Science, Education, and Sport,
Republic of Croatia. 0194107
Panatik, Rajab, Shah, Abd. Rahman, Mohd Yusoff, Badri. 2012. Work-Family Conflict,
Stress and Psychological Strain in Higher Education. International Conference and
Management Innovation.
Peacock, E. Wong, P. 1990. The Stress Appraisal Measure (SAM): A Multidimensional
Approach to Cognitive Appraisal. Journal of Stress Medicine. 227-236.
Rehman, Waheed. 2012. Work-Family Conflict and Organizational Commitment :
Study of Faculty Members in Pakistani Universities. Pakistan Journal of Social &
Clinical Psychology. 23-26
S. Carlson, M. Kacmar, J. Williams. 2000. Construction & Initial Validation of a
Multidimensional Measure of Work-Family Conflict. Journal of Vocational
Behavior. 249-276.

Shimizu, A.B. Bakker, E. Demerouti, C.W. Peeters. 2010. Work-family Conflict in
Japan: How Job and Home Demands Affect Pychological Distress. Journal of
Industrial Health. 766-744.
Somech, Drach-Zahavy. 2012. Coping with Work-Family Conflict: The Reciprocal and
Additive Contributions of Personal Coping and Organizational Family-Friendly
Support. Work and Stress: An International Journal of Work, Health &
Organizations, 68-90.
Spector. 2012. Industrial and Organizational Behavior : Research and Practice. Sixth
Edition. Singapore : John Wiley & Sons.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta CV
U. Silalahi. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung. Refika Aditama
V.H.Rice. 2012. Handbook of Stress, Coping and Health: Implication of Nursing
Research, Theory, and Practice. Detroit. Sage Publications, Inc.

Sumber Lain
Persatuan Perawat Indonesia (PPNI). 2012. (Draft) Standar Kompetensi Perawat
Indonesia. www.hpeq.dikti.go.id