Gambaran Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

(1)

GAMBARAN WORK-FAMILY CONFLICT

PADA PERAWAT WANITA DI RUMAH

SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

DARMA YANTI SIREGAR

061301011

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul

Gambaran Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit

Umum Padangsidimpuan

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2011


(3)

Gambaran Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit

Umum Padangsidimpuan

Darma Yanti dan Vivi Gusrini Pohan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran work-family conflict perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit dengan sistem shift dalam hal ini yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan. Shift kerja dibagi menjadi tiga yaitu : Shift pagi pukul 07.00 – 15.00, Shift siang pukul 15.00 – 23.00, dan Shift malam pukul 23.00 – 07.00.

Penelitian ini melibatkan 133 orang perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan. Work-family Conflict ini diukur dengan skala family conflict yang dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek

work-family conflict dari Greenhaus dan Beutell. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui realibilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Conbrach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan realibilitas terhadap daya uji coba maka koefisien alpha keseluruhan aitem sebesar 0.903.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa work-family conflict di Rumah

Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong rendah sebanyak 91 orang (68.42%), work-family conflict di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong sedang sebanyak 42 orang (31.58%), dan tidak ada (0%) orang yang mengalami Work-family conflict yang tinggi. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas work-family conflict pada Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan tergolong kategori yang rendah, artinya perawat tersebut telah mampu menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan rumah tangga.


(4)

Description of Work-Family Conflict On Women Nurses in General Hospital Padangsidimpuan

Darma Yanti and Vivi Gusrini Pohan

Abstract

This study aims to know the description of work-family conflict women nurses who worked in hospital with the shift system in this case the District General Hospital Padangsidimpuan. Shift system is a system of work arrangements that provide opportunities to take advantage of the overall time available to operate the job. Shift work is usually divided into three namely: Shift morning at 07:00 to 15:00, afternoon shift at 3:00 p.m. to 11:00 p.m., and Shift night at 23:00 to 07:00.

The study involved 133 female nurses who worked at the General Hospital Padangsidempuan. Work-Family Conflict was measured by work-family conflict scale designed by the researcher based on aspects of work-family conflict from Greenhaus and Beutell. Test different power aitem performed using Pearson Product Moment correlation coefficient and to determine the reliability of measuring instruments using the technique of Conbrach Alpha coefficient. Based on estimates of different power and reliability of power aitem trials aitem the overall alpha coefficient of 0.903.

The results of this study indicate that work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which is categorized of low 91 people (68.42%), work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which are categorized of middle 42 people (31.58%), and no (0 %) people who have Work-family conflict is high. So based on these results can be seen that the majority of work-family conflict on General Hospital Padangsidimpuan classified categories of low, meaning that the nurse has been able to balance its role in employment and household.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Gambaran Work-family Conflict pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan”.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan kedua orangtua saya. Kepada mama tercinta Sariganti Panjaitan dan ayahanda tercinta Alm. Sakirman Siregar, Saya ucapkan terima kasih banyak atas semua cinta dan kasih sayangnya, untuk semua motivasinya, buat semua kesabaran dalam membesarkan dan mendidik Saya, serta tak henti-hentinya memberikan banyak bantuan moril dan materialnya. Skripsi ini juga saya persembahkan buat abang dan kakak saya tercinta, bang Putra dan Kak Lia. Terima kasih banyak kepada abang dan kakak atas bantuan baik moril maupun materil bagi Saya selama ini. Hanya Allah yang dapat membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang abang dan kakak berikan. Tak lupa juga buat adikku tersayang, yang selalu memberikan dukungan dan do’a untuk kakak. Semangat y dek kuliahnya.

Skripsi ini juga tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M. Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara


(6)

2. Kak Vivi Gusrini R. pohan, M.Sc., M.A., psikolog sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan ide, saran, kritikan dan dorongan pada saya selama proses penyusunan seminar dan skripsi. Terima kasih banyak atas segala kesabaran dan ketulusan ibu dalam membimbing saya selama ini.

3. Ibu Lili Garliah, M. Si, psikolog, selaku Pembantu Dekan II dan dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan saran kepada penulis dalam bidang akademik .

4. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi., M.Kes.,psikolog, selaku ketua Departemen Psikologi Industri dan Organisasi.

5. Seluruh staf pengajar fakultas psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan serta Staf Pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi (Pak Aswan, Pak Iskandar, Kak Devi, Kak Ari, Kak Elly, Bang Guritno dan Kak Erna) – terimakasih atas bantuan administrasinya.

6. Ilham Perwira beserta keluarga yang saya cintai dan sayangi, yang telah mendorong saya agar lebih bersemangat untuk kuliah dan mengerjakan skripsi saya ini.

7. Kak Sariah Pane dari Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan yang telah membantu pengumpulan data penulis.

8. Kepada sahabat-sahabat penulis Nur Amsila, Yani, Yeni, Mona, Helva, Mitha, Herna, Dinar, Siska, Qiqi, dan sahabat-sahabat lainnya.


(7)

Terimakasih atas dukungan dan masa-masa yang telah kita lalui bersama. Semangat terus taman-temanku……

Akhir kata penulis berharap skripsi yang amat sangat sederhana ini memberikan manfaat bagi pembaca, dapat memberikan pemahaman mengenai gambaran work-family conflict.

Medan, Juni 2011

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...ix

BAB I. PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Permasalahan Penelitian ...10

C. Tujuan Penelitian...10

D. Manfaat Penelitian………..…...10

E. Sistematika Penulisan...11

BAB II. LANDASAN TEORI ...13

A. Work-Family Conflict ...13

1. Definisi Work-Family Conflict...13

2. Jenis-jenis Work-Family Conflict ...14

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda………15

B.Shift Kerja...16

1. Defenisi Shift Kerja ...16

2. Pembagian Jadwal Shift Kerja...18

3. Pengaruh Shift Kerja ...19


(9)

BAB III. METODE PENELITIAN...23

A. Identifikasi Variabel Penelitian ...23

B. Definisi Operasional ...23

C. Populasi dan metode Pengambilan Sampel ...24

D. Metode Pengumpulan Data ...24

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...27

1. Validitas Alat Ukur ...27

2. Uji Daya Beda Aitem ...28

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ...29

1. Hasil Uji Coba Skala Work-Family Conflict...30

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian...31

1. Persiapan Penelitian ...31

2. Pelaksanaan Penelitian ...32

3. Tahap Pengolahan Data ...33

H. Metode Analisis Data...34

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN...35

A. Gambaran Subjek Penelitian ...35

1. Usia Subjek Penelitian...35

2. Status Pernikahan Subjek Penelitian ...36

3. Jumlah Pekerja Disetiap Ruangan...37

B. Hasil Penelitian ...39 1. Gambaran Umum Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di


(10)

Umum Padangsidimpuan...40

2. Gambaran Umum Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan Berdasarkan Aspek Work-Family Conflict...41

3. Gambaran Umum Work-Family Conflict Berdasarkan Penyebaran Subjek...43

C. Pembahasan…….………..50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...51

A. Kesimpulan...51

B. Saran ...52

DAFTAR PUSTAKA ...54 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi aitem skala Work-family conflict sebelum uji coba...26

Tabel 2.Kategorisasi norma nilai Work-family conflict...36

Tabel 3. Distribusi aitem skala Work-family conflict setelah uji coba...37

Tabel 4. Distribusi aitem skala Work-family conflict setelah uji coba dan setelah mengalami penyusunan kembali………...31

Tabel 5. Penyebaran subjek berdasarkan usia...35

Tabel 6. Penyebaran subjek berdasarkan status pernikahan...36

Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan jumlah pekerja ...37

Tabel 8. Rumus kategorisasi work-family conflict...39

Tabel 9. Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum work-family conflict...40

Tabel 10. Gambaran kategorisasi work-family conflict pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan secara umum...40

Tabel 11. Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum komponen work-family conflict………..………...41

Tabel 12. Gambaran Kategorisasi Komponen Work-Family Conflict...42

Tabel 13. Gambaran Skor Work-family Conflict Pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan...43

Tabel 14. Gambaran Skor Aspek Time-based Conflict pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan...45


(12)

Tabel 15. Gambaran Skor Aspek Strain-based Conflict pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan...47 Tabel 16. Gambaran Skor Aspek Behavior-based Conflict pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan………48


(13)

Gambaran Work-Family Conflict Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit

Umum Padangsidimpuan

Darma Yanti dan Vivi Gusrini Pohan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran work-family conflict perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit dengan sistem shift dalam hal ini yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan. Shift kerja dibagi menjadi tiga yaitu : Shift pagi pukul 07.00 – 15.00, Shift siang pukul 15.00 – 23.00, dan Shift malam pukul 23.00 – 07.00.

Penelitian ini melibatkan 133 orang perawat wanita yang bekerja di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan. Work-family Conflict ini diukur dengan skala family conflict yang dirancang oleh peneliti berdasarkan aspek

work-family conflict dari Greenhaus dan Beutell. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui realibilitas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Conbrach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan realibilitas terhadap daya uji coba maka koefisien alpha keseluruhan aitem sebesar 0.903.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa work-family conflict di Rumah

Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong rendah sebanyak 91 orang (68.42%), work-family conflict di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan yang tergolong sedang sebanyak 42 orang (31.58%), dan tidak ada (0%) orang yang mengalami Work-family conflict yang tinggi. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas work-family conflict pada Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan tergolong kategori yang rendah, artinya perawat tersebut telah mampu menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan rumah tangga.


(14)

Description of Work-Family Conflict On Women Nurses in General Hospital Padangsidimpuan

Darma Yanti and Vivi Gusrini Pohan

Abstract

This study aims to know the description of work-family conflict women nurses who worked in hospital with the shift system in this case the District General Hospital Padangsidimpuan. Shift system is a system of work arrangements that provide opportunities to take advantage of the overall time available to operate the job. Shift work is usually divided into three namely: Shift morning at 07:00 to 15:00, afternoon shift at 3:00 p.m. to 11:00 p.m., and Shift night at 23:00 to 07:00.

The study involved 133 female nurses who worked at the General Hospital Padangsidempuan. Work-Family Conflict was measured by work-family conflict scale designed by the researcher based on aspects of work-family conflict from Greenhaus and Beutell. Test different power aitem performed using Pearson Product Moment correlation coefficient and to determine the reliability of measuring instruments using the technique of Conbrach Alpha coefficient. Based on estimates of different power and reliability of power aitem trials aitem the overall alpha coefficient of 0.903.

The results of this study indicate that work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which is categorized of low 91 people (68.42%), work-family conflict in the General Hospital Padangsidimpuan, which are categorized of middle 42 people (31.58%), and no (0 %) people who have Work-family conflict is high. So based on these results can be seen that the majority of work-family conflict on General Hospital Padangsidimpuan classified categories of low, meaning that the nurse has been able to balance its role in employment and household.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan dari perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami peningkatan maka perusahaan akan membuat peningkatan produksi dari para karyawan agar dapat mencapai target yang dibuat perusahaan sehubungan dengan permintaan pasar.

Gordon dan Henifin (dalam Muchinsky, 1997) menyatakan bahwa sistem

shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi perusahaan

sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga meningkat. Dengan demikian perusahaan akan mengatur jam kerja karyawan.

Menurut Muchinsky (1997), jam kerja karyawan dibagi dalam dua waktu, yaitu jam kerja yang normal (tradisional) dan jam kerja shift. Jam kerja normal adalah jam kerja dimana karyawan diharuskan untuk bekerja penuh selama kurang lebih 8 jam sehari. Sedangkan jam kerja shift adalah jam kerja dimana karyawan memiliki periode tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk melaksanakan pekerjaan. Selanjutnya Riggio (1990) juga mengatakan bahwa karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah


(16)

dan istirahat pada siang hari. Sedangkan yang dimaksud dengan periode tertentu adalah jangka waktu karyawan atau kelompok melakukan pekerjaan.

Menurut Muchinsky (1997) pelaksanaan shift itu sendiri ada yang dalam satu shift dan ada shift yang berotasi. Dalam sistem kerja shift yang berotasi karyawan bekerja dua minggu pada shift pagi, dua minggu pada shift siang, dua minggu pada shift malam. Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam-macam perusahaan menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift yang masing-masing selama 8 jam, yaitu : (1) Shift pagi pukul 07.00 – 15.00; (2) Shift siang pukul 15.00 – 23.00; (3) Shift malam pukul 23.00 – 07.00.

Menurut Muchinsky shfit kerja, selain berpengaruh terhadap peningkatan produksi perusahaan, ternyata juga membawa dampak yang kurang baik, terutama terhadap kesehatan karyawannya baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Keluhan psikologis yang dialami dan dikeluhkan karyawan adalah mereka merasa depresi, tidak puas terhadap jam kerja mereka, stress dan menjadi cepat marah.

Menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi : kualitas hidup, kinerja, dan kelelahan. Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal ini berkaitan dengan masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circardian rhytms), stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial individu. Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari kinerja mereka selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan tingkat absensi karyawan. Pada umumnya


(17)

karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja.

Muchinsky (1997) mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan sistem shift mengalami banyak masalah psikologis yang dihubungkan dengan gangguan irama sirkulasi, bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme tertentu. Shift kerja ini mengganggu ritme tidur, makan dan pencernaan serta ritme bekerja karyawan, sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu makan dan mudah marah.

Aamodt (1991) melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga memberikan pengaruh pada karyawan yang mempengaruhi hubungan dengan keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktifitas diwaktu luang. Hubungan keluarga dapat mengalami gangguan apabila pekerja memiliki waktu yang kurang dengan keluarganya dan tidak dapat melaksanakan tanggungjawab dan tugas-tugas yang berkaitan dengan keluarga.

Shift kerja sering dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan jasa

yang beroperasi dalam 24 jam, seperti rumah sakit, pompa bensin, pabrik, pemadam kebakaran, dan polisi (Glueck, 1982). Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan dimana salah satu upaya yang dilakukan adalah mendukung rujukan dari pelayanan tingkat dasar, seperti puskesmas. Untuk itu, sebagai pusat rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat dasar, maka pelayanan Rumah Sakit perlu menjaga kualitas


(18)

pelayanannya terhadap masyarakat yang membutuhkan. Dalam sejarah perkembangannya terdapat interaksi antara lingkungan dengan keadaan dalam rumah sakit. Perubahan-perubahan selalu terjadi pada masa lalu, masa sekarang dan masa mendatang yang selalu merubah sistem manejemen rumah sakit (Trisnantoro, 2005).

Menurut Lokakarya (dalam Hidayat, 2008) Perawat merupakan tenaga profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini disebabkan karena tugas perawat mengharuskan kontak paling lama dengan pasien. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Menurut Hidayat (2008) peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti.

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya : fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen. Dalam fungsi independen, perawat dalam melaksanakan tugasnya


(19)

dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan sebagainya. Dalam fungsi dependen, perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Sedangkan dalam fungsi interdependen, dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya (Hidayat, 2008).

Perawat rumah sakit didominasi sebagian oleh tenaga kerja wanita, keterlibatan wanita yang sudah kentara tetapi secara jelas belum diakui di Indonesia membawa dampak terhadap peranan perempuan dalam kehidupan keluarga (Indriyani, 2009). Perawat yang bekerja dan telah berumah tangga, mereka akan menjalani dua peran sekaligus. Menjalani dua peran sekaligus, sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga, tidaklah mudah. Dimana mereka harus mampu menyeimbangkan waktu, tenaga dan pikiran antara keluarga dan pekerjaan. Karyawan wanita yang telah menikah dan punya anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita yang belum menikah. Hal ini disebabkan, sebagai seorang wanita yang telah menikah, wanita memiliki tanggung jawab dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan sedangkan wanita yang belum menikah hanya mengurus dirinya sendiri. Konflik pekerjaan-keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga (Frone & Cooper, 1994). Perawat yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan


(20)

bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan, atau sering disebut sebagai konflik peran ganda wanita antara keluarga dan pekerjaan.

Konflik antara pekerjaan dan keluarga dapat terjadi baik pada perempuan maupun pria. Penelitian Apperson dkk (2002) menemukan bahwa ada beberapa tingkatan konflik peran antara pria dan perempuan, perempuan mengalami konflik peran pada tingkat yang lebih tinggi dibanding pria. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih dihadapkan pada posisi dilematis antara peran keluarga (family role) dan peran pekerjaan (work role). Hal ini terjadi karena wanita secara alamiah mengandung dan melahirkan anak sehingga tuntutan terhadap kewajiban memelihara anak menjadi lebih kuat dibandingkan laki-laki. Tuntutan peran keluarga membuat wanita harus lebih banyak memberikan perhatian kepada anak, suami, dan orang tua. Di sisi lain tuntutan karier, memberikan kesempatan yang luas bagi wanita untuk mengembangkan dirinya pada pekerjaan sehingga menjanjikan perolehan jabatan (posisi) yang lebih baik ataupun pendapatan yang lebih besar. Konflik pekerjaan dengan keluarga pada perempuan berperan ganda terjadi ketika wanita dituntut untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga dan dalam pekerjaan, dimana masing-masing membutuhkan waktu, dan energi dari perempuan tersebut (Prawitasari, 2007). Konflik yang disebutkan diatas disebut sebagai work-family conflict.

Work-family conflict adalah bentuk tekanan atau ketidakseimbangan peran

antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Work-family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran


(21)

dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemauan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya (Frone, 1992).

Greenhaus dan Beutell (1985) mengidentifikasi tiga jenis work-family

conflict, yaitu : Time-based conflict, Strain-based conflict, dan Behavior-based conflict . Time-based conflict yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan

salah satu tuntutan keluarga atau pekerjaan dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Strain-based

conflict yaitu terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja

peran yang lainnya. Behavior-based conflict yaitu berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).

Dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaanya terdapat gangguan atau masalah-masalah yang berhubungan dengan faktor psikologis dalam diri wanita tersebut, misalnya wanita itu merasa bersalah telah meninggalkan keluarganya untuk bekerja, tertekan karena terbatasnya waktu dan beban pekerjaan terlalu banyak serta situasi kerja yang kurang menyenangkan. Keadaan ini akan mengganggu pikiran dan mental wanita ketika bekerja, sehingga produktifitasnya akan mengalami penurunan (Indriyani, 2009).


(22)

Stoner dan Charles (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu : (a) Time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga. (b) Family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik. (c) Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang dirasakan semakin sedikit. (d) Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya. (e) Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi

work-family conflict adalah Time pressure. Faktor ini merupakan bagian dari

kondisi kerja yang dapat mengakibatkan work-family conflict yaitu shift kerja. Dimana shift kerja memiliki efek terhadap fisiologis (kualitas tidur rendah, kapasitas fisik maupun mental turun, gangguan saluran pencernaan), psikologis,

sosial maupun gangguan performasi kerja. Salah satu pengaruh shift dalam lingkungan sosial adalah berkurangnya interaksi dengan keluarga sehingga hal ini akan menimbulkan konflik dalam diri karyawan. Perawat yang telah menikah juga mengalami peran ganda. Peran ganda wanita yang telah menikah adalah peran di dalam keluarga, wanita tersebut juga berperan di dalam karirnya. Konflik pekerjaan-keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga (Frone & Cooper, 1994). Dalam hal ini perawat yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk


(23)

urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga dan konflik pekerjaan, atau sering disebut sebagai konflik peran ganda wanita antara keluarga dan pekerjaan. Perawat yang bekerja dalam sistem shift akan sulit untuk membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja. Dengan demikian akan terjadi work-family conflict pada perawat.

Menurut Meadow (dalam Jiewell & Siegall, 1990), jadwal kerja yang selalu bergantian tersebut ternyata berpengaruh buruk terhadap kesehatan, karena (seperti yang biasanya diterapkan) tidak memungkinkan bagi perawat menyesuaikan diri dengan pola kerja, tidur, dan makan yang tidak dikenalnya sebelum terjadi perubahan. Shift kerja juga dapat merusak kehidupan perawat dan membuat tambahan konflik dari pertentangan antara aktifitas kerja dan kehidupan di luar aktifitas kerja.

Dalam hal ini penulis mengambil penelitian di salah satu perusahaan jasa yang menggunakan sistem shift yaitu Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan. Sistem shift yang digunakan di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pagi, shift siang dan shift malam, dimana setiap shift terdiri dari 8 jam. Shift pagi pukul 07.00 – 15.00, shift siang pukul 15.00 – 23.00,

shift malam pukul 23.00 – 07.00. Berdasarkan uraian diatas membuat penulis

ingin meneliti lebih mendalam lagi mengenai bagaimana gambaran work-family


(24)

B. Permasalahan Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran work-family conflict pada perawat wanita dengan sistem shift di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan.

Adapun permasalahan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran work-family conflict pada perawat wanita yang bekerja dengan sistem shift ?

2. Bagaimana gambaran work-family conflict ditinjau dari segi usia dan status pernikahan pada perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui secara jelas gambaran work-family conflict pada perawat dan gambaran work-family conflict ditinjau dari karakteristik subjek penelitian pada perawat yang bekerja dengan sistem shift.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai work-family conflict serta apa dan bagaimana kondisi-kondisi yang ditimbulkan dari sistem shift pada perawat.


(25)

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan mengenai bagaimana gambaran work-family conflict pada perawat yang bekerja dengan sistem shift, sehingga dapat memberikan saran yang tepat pada pihak perusahaan agar dapat mengatasi work-family conflict sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas kerja karyawan dan perusahaan itu sendiri.

E. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Bab I Pendahuluan

Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah penelitian ini dilakukan, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat tentang shift kerja, dan

work-family conflict .

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini akan diungkapkan definisi operasional dari variable penelitian, dimana pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah


(26)

metode pengumpulan data, dan prosedur analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Work-Family Conflict

1. Definisi Work-Family Conflict

Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran dipekerjaan

dengan peran didalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Jam kerja yang panjang dan beban kerja yang berat merupakan pertanda langsung akan terjadinya konflik pekerjaan-keluarga (WFC), dikarenakan waktu dan upaya yang berlebihan dipakai untuk bekerja mengakibatkan kurangnya waktu dan energi yang bisa digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985).

Menurut Dahrendrof (2002) salah satu jenis dari konflik adalah konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran/ role). Frone (1992) mengatakan kehadiran salah satu peran (pekerjaan) akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi peran tuntutan peran yang lain (keluarga), harapan orang lain terhadap berbagai peran yang harus dilakukan seseorang dapat menimbulkan konflik. Konflik terjadi apabila harapan peran mengakibatkan seseorang sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.

Frone, Rusell & Cooper (1992) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus


(28)

melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan. Konflik pekerjaan-keluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang

Jadi WFC merupakan salah satu bentuk dari konflik peran dimana secara umum dapat didefinisikan sebagai kemunculan stimulus dari dua tekanan peran. Kehadiran salah satu peran akan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran yang lain. Sehingga mengakibatkan individu sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena hadirnya peran yang lain.

2. Jenis-jenis Work-Family Conflict

Greenhaus dan Beutell dan Gutek et al. (dalam Schabracq, Winnubst, & Cooper, 2003) menggambarkan tiga tipe konflik yang berkaitan dengan dilema peran perempuan antara di rumah tangga dan pekerjaan.

a. Time-Based Conflict, yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran lainnya, meliputi pembagian waktu, energi dan kesempatan antara peran pekerjaan dan rumah tangga. Dalam hal ini, menyusun jadwal merupakan hal yang sulit dan waktu terbatas saat


(29)

tuntutan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memerankan keduanya tidak sesuai.

b. Strain Based Conflict yaitu mengacu kepada munculnya ketegangan atau keadaan emosional yang dihasilkan oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya yang lain. Sebagai contoh, seorang ibu yang seharian bekerja, ia akan merasa lelah, dan hal itu membuatnya sulit untuk duduk dengan nyaman menemani anak menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ketegangan peran ini bisa termasuk stress, tekanan darah meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan sakit kepala.

c. Behavior Based Conflict, yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan dari suatu perilaku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku peran lainnya. Ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika di rumah, yang disebabkan perbedaan aturan perilaku seorang wanita karir biasanya sulit menukar antara peran yang dia jalani satu dengan yang lain.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda

Stoner dan Charles (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu :

i. Time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga.

ii. Family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik.


(30)

iii. Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang dirasakan semakin sedikit.

iv. Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya.

v. Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.

B.Shift Kerja

1. Definisi Shift Kerja

Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky,1997). Sistem shift digunakan sebagai suatu cara yang paling mungkin untuk memenuhi tuntutan akan kecendrungan semakin meningkatnya permintaan barang-barang produksi. Sistem ini dipandang akan mampu meningkatkan produktifitas suatu perusahaan yang menggunakannya.

Menurut Landy (dalam Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah adanya pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok karyawan yang lain. Sedangkan Riggio (1990) mendefinisikan shift kerja sebagai suatu jadwal kerja dimana setiap karyawan secara bergantian datang ke tempat kerja agar kegiatan operasional tetap berjalan.

Gordon dan Henifin (dalam Muchinsky, 1997), mengatakan bahwa shift kerja adalah jadwal kerja yang menggunakan jam kerja yang tidak seperti


(31)

biasanya, akan tetapi jam kerja tetap dimulai dari pukul 07.00 – 09.00 pagi. Sedangkan White dan Keith (dalam Riggio, 1990), mendefinisikan shift kerja sebagai jadwal kerja diluar periode antara jam 08.00 – 16.00. Pigors dan Myers (dalam Aamodt,1991), mengatakan shift kerja adalah suatu alternatif untuk memperpanjang jam kerja bagi kehadiran karyawan bila itu dibutuhkan untuk meningkatkan hasil produksi.

Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni karyawan pada periode tertentu bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio, 1990).

Adapun definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah, bahwa shift kerja merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah periode tertentu, yaitu dengan cara bergantian antar kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang lain sehingga memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan.


(32)

2. Pembagian Jadwal Shift Kerja

Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam-macam perusahaan menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift masing-masing selama delapan jam (Muchinsky, 1997), yaitu :

1) Shift pagi pukul 07.00 – 15.00

2) Shift siang pukul 15.00 – 23.00

3) Shift malam pukul 23.00 – 07.00

Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi : a. 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam.

b. 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam.

Duchon (dalam Timpe, 1992) juga menambahkan, bahwa shift kerja tersebut memiliki rotasi, yang merupakan pergantian jadwal kerja antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya. Ada dua bentuk rotasi, yaitu :

a. 4 – 4 : yaitu, jadwal shift kerja 4 hari kerja dan 4 hari libur.

b. 2 – 3 – 2 : yaitu, jadwal shift kerja 2 hari kerja, 3 hari libur dan 2 hari kerja.

Jadwal kerja 2-3-2 ini adalah jadwal shift kerja yang paling sering digunakan oleh pabrik-pabrik atau perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan.

Jadi pembagian jadwal shift kerja adalah, bahwa shift kerja terdiri dari 8 jam dan 12 jam dalam sehari. Dimana shift kerja 8 jam dibagi menjadi shift pagi,


(33)

shift siang dan shift malam, sedangkan shift kerja 12 jam dibagi menjadi shift pagi

dan shift malam.

3. Pengaruh Shift Kerja

Sistem shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi perusahaan sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga meningkat. Selain berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas perusahaan ternyata sistem shift kerja ini juga membawa dampak yang kurang baik, terutama terhadap kesehatan karyawan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Keluhan psikologis yang dialami karyawan adalah ,mereka merasa depresi, tidak puas terhadap jam kerja mereka, menjadi cepat marah dan stress.

Sedangkan menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi :

1. Kualitas Hidup

Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu

atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal ini tersebut berkaitan dengan masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circardian

rhytms), stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial

individu. 2. Kinerja

Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari kinerja mereka selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana tingkat absensi karyawan.


(34)

3. Kelelahan

Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih sering mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Hal tersebut merupakan pemicu utama yang dapat menyebabkan karyawan stress dalam bekerja.

Aamodt (1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga memberikan pengaruh pada karyawan yang berkaitan pada hubungan dengan keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktifitas diwaktu luang.

Muchinsky (1997) mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan sistem shift mengalami banyak masalah psikologis yang dihubungkan dengan gangguan irama sirkulasi, bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme tertentu. Shift kerja ini mengganggu ritme tidur, makan dan pencernaan serta ritme bekerja karyawan, sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu makan dan mudah marah. Menurut Aamodt (1991), shift kerja memberikan efek lebih pada pekerja laki-laki, sedangkan pekerja wanita cenderung menyesuaikan jadwal mereka pada kebutuhan rumah tangga.

Kerja shift memang menimbulkan efek-efek tertentu bagi karyawan, tetapi seberapa jauh efek tersebut muncul ditentukan oleh beberapa faktor (Aamodt, 1991), yaitu :

a) Waktu shift, yaitu pada shift dimana karyawan bekerja, apakah pada


(35)

karakteristik tersendiri yang relatif berbeda satu sama lain. Karakteristik tiap shift yang berbeda ini akan membawa efek yang berbeda pula pada karyawan.

b) Frekuensi rotasi, berapa sering jadwal tersebut berputar. Semakin sering berpindah shift maka akan semakin banyak masalah yang ditimbulkan.

c) Keluarga, pembagian waktu untuk anggota keluarga, bagaimana menyesuaikan waktu yang dimiliki oleh karyawan dengan waktu yang dimiliki anggota keluarga yang lain.

d) Kemampuan adaptasi ritme tubuh; bagaimana tubuh dapat

menyesuaikan atau beradaptasi dengan jadwal kerja shift tersebut. Jika tubuh tidak dapat beradaptasi dengan cepat maka dapat timbul masalah kesehatan pada karyawan.

e) Keunikan kerja shift atau kesempatan untuk bersosialisasi; efek sosial dari kerja shift sebetulnya dapat dikurangi jika suatu daerah banyak organisasi atau perusahaan yang juga memberlakukan kerja shift. Semakin banyak yang menggunakan jadwal kerja shift akan semakin banyak rumah makan, toko-toko, pabrik yang buka pada malam hari, sehingga makin banyak pula individu-individu yang dapat diajak untuk bersosialisasi.


(36)

Secara garis besar, Mc.Cormick (dalam Glueck, 1982) mengungkapkan sistem shift kerja akan memberikan pengaruh pada :

a) Karyawan itu sendiri; meliputi kesehatan fisik, hubungan keluarga, partisipasi sosial, sikap keluarga dan sebagainya.

b) Perusahaan; seperti pada produktifitas, absensi, turn-over dan sebagainya.

4. Alasan Perusahaan Menggunakan Jadwal Shift

Glueck (1982) menyatakan, ada beberapa alasan mengapa suatu organisasi atau perusahaan menggunakan jadwal kerja shift, yaitu :

a. Karena kemajuan teknologi; pada proses industri yang berkesinambungan, seperti pada perusahaan minyak, kimia, dimana mesin-mesin tidak dapat sewaktu-waktu dihentikan tanpa menimbulkan kerugian biaya.

b. Alasan ekonomi; biaya peralatan yang harus dikeluarkan, jika hanya satu

shift mungkin terlalu mahal.

c. Permintaan pasar, yaitu terdapat peningkatan permintaan terhadap produk tertentu sehingga dibutuhkan lebih dari satu shift.

Beberapa jasa juga harus beroperasi dalam 24 jam, seperti rumah sakit, pompa bensin, pabrik, pemadam kebakaran, dan polisi (Glueck,1982). Sehingga banyak dari pihak orang atau perusahaan mengambil kebijakan untuk memberlakukan kerja shift bagi karyawan-karyawannya.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Permasalahan yang ingin dilihat dalam penelitian ini sesuai dengan yang telah dikemukakan pada Bab I Pendahuluan adalah untuk mendapatkan gambaran

work-family conflict pada perawat wanita yang bekerja dengan sistem shift.

Karena itu, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif.

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kekhususan objek studi misalnya menggambarkan ciri-ciri, karakteristik, kondisi suatu gejala, orang atau kelompok. Penelitian ini tidak untuk meramalkan hasil tapi hanya ingin melihat gambaran mengenai objek studi atau menggambarkan penyebaran frekuensi (Irmawati dkk, 2003).

A. VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

work-family conflict

B. DEFINISI OPERASIONAL

Work-Family Conflict merupakan salah satu bentuk dari konflik peran

dimana munculnya stimulus dari dua tekanan peran. Work-Family Conflict ini diukur dengan menggunakan skala yang mengukur aspek-aspek Work-Family


(38)

Conflict yang terdiri dari Time-based conflict, Strain-based conflict, dan Behavior-based conflict.

Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam Skala Work-Family

Conflict yang diberikan, artinya semakin tinggi Work-Family Conflict yang

dimiliki seseorang, yang menunjukkan semakin tinggi konflik peran yang dialaminya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh seseorang dalam Skala Work-Family Conflict yang diberikan, artinya semakin rendah Work-Family

Conflict yang dimiliki seseorang, yang menunjukkan semakin rendah konflik

peran yang dialami.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri-ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasi (Hadi, 2000). Karakteristik populasi pada penelitian ini adalah perawat wanita yang bekerja dengan sistem shift, dalam hal ini seluruh perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan.

Penelitian ini merupakan peneliti populasi karena melibatkan seluruh karyawan dalam perusahaan tersebut.


(39)

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.

Azwar (2004) mengemukakan kebaikan – kebaikan skala dan alasan – alasan penggunaanya, yaitu:

1. Pernyataan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan subjek sendiri yang tidak disadari

2. Skala digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal

3. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari pertanyaan skala.

Pengambilan data work-family conflict dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala work-family conflict. Skala ini merupakan skala psikologis yang terdiri dari butir pernyataan yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Greenhaus & Beutell, 1985. Model skala work-family conflict ini menggunakan skala Likert. Aitem terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) atau unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favourable adalah SS = 5, S =


(40)

4, N = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan

unfavourable adalah SS = 1, S = 2, N = 3, TS = 4, STS = 5.

Tabel 1

Distribusi aitem skala work-family conflict sebelum uji coba

No Aspek Indikator

Perilaku

Aitem Total

Favorable Unfavorable

1

Work-family conflict

Time-based conflict

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20

20

Strain-based conflict

21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 33

25, 31, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42

20

Behaviour-based conflict

32, 41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49

50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58

20

Total 29 29 58

Jumlah aitem yang akan dibuat dalam skala work-family conflict adalah sebanyak 60.

Tabel 2

Kategorisasi Norma Nilai Work-family Conflict

Rentang nilai Kategorisasi

X < (µ - 1,0

σ

) Rendah


(41)

(µ + 1,0

σ

) ≤ X Tinggi Keterangan tabel 2:

µ = mean skor kecerdasan adversitas

σ = standar deviasi

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial khususnya Psikologi adalah cara memperoleh data yang akurat dan objektif. Hal ini menjadi sangat penting, artinya kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila didasarkan pada info yang juga dapat dipercaya (Azwar, 2001). Dengan memperhatikan kondisi ini, tampak bahwa alat pengumpulan data dalam mengungkap kondisi yang ingin diukur tergantung pada validitas dan reliabilitas alat ukur yang akan diukur.

1. Validitas Alat Ukur

Pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah skala pada penelitian ini mampu menghasilkan data akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Validitas alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem dalam skala mencakup keseluruhan isi yang hendak diungkap oleh tes tersebut. Hal ini berarti isi alat ukur tersebut harus komprehensif dan memuat isi yang relevan serta tidak keluar dari batasan alat ukur (Azwar, 2000).


(42)

Penilaian validitas isi tergantung pada penilaian subjektif individual. Hal ini dikarenakan estimasi validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun melainkan dengan analisis rasional dan melalui professional judgement (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini, peneliti meminta professional judgement yaitu dosen pembimbing peneliti.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Suatu tes atau instrument pengukur dikatakan mempunyai daya beda aitem yang tinggi apabila alat tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2000).

Uji daya beda aitem terhadap skala dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antar skor aitem dengan skor total skala. Teknik analisis korelasi yang digunakan adalah Pearson Product Meamon. Prosedur pengukuran konsistensi item total ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda item (Azwar, 2000). Uji daya beda item ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini yaitu, skala work-family conflict. Setiap butir item pada skala akan dikorelasikan dengan skor total skala. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0,05). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 16.0 For Windows.


(43)

Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi di antara individu lebih ditentukan oleh faktor error (kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu (Azwar, 2004).

Pada penelitian ini, pengujian reliabilitas menggunakan pendekatan internal konsistensi yang prosedurnya hanya melakukan satu kali pengenaan tes pada sekelompok subjek (Azwar, 2004). Teknik yang digunakan adalah koefisien

Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari masing-masing aitem. Uji coba alat ukur penelitian dilakukan terhadap 100 orang perawat Di Padang Sidempuan. Untuk melihat daya beda item pada suatu skala, akan dilakukan analisa dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS versi 16 for

Windows kemudian nilai corrected item correlation yang diperoleh dibandingkan

dengan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95% yang memiliki harga kritis mulai dari (harga kritis untuk n=58). Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti memakai kriteria pemilihan item berdasarkan koefisien korelasi sebesar. Hal ini dilakukan karena semua item yang mencapai


(44)

koefisien korelasi sebesar minimal 0,3 daya pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2000).

1. Uji Coba Skala Work-Family Conflict

Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap data uji coba yang telah diperoleh, maka koefisien alpha keseluruhan butir pernyataan sebesar 0.903, sedangkan berdasarkan daya beda aitem ditemukan 25 aitem yang gugur atau tidak dapat digunakan lagi dan ada 33 aitem yang dapat digunakan. Distribusi aitem setelah uji coba skala work-family conflict dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3

Distribusi aitem skala work-family conflict setelah uji coba

No Aspek Indikator

Perilaku

Aitem Total

Favorable Unfavorable

1

Work-family conflict

Time-based conflict

2, 4, 7, 8 11, 12, 13, 14, 17, 18, 19

11

Strain-based conflict

22, 23, 24, 27, 30, 33

25, 31, 34, 35, 38, 40

12

Behaviour-based conflict

41, 46, 47, 48, 49 50, 52, 53, 56, 57 10


(45)

Sebelum skala work-family conflict ini digunakan dalam penelitian terlebih dahulu item yang telah memenuhi daya beda dan reliabilitas disusun kembali, sehingga penyebaran item setelah disusun kembali dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4

Distribusi aitem skala work-family conflict setelah diperbaiki No Aspek Indikator

Perilaku

Aitem Total

Favorable Unfavorable

1

Work-family conflict

Time-based conflict

1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 11

Strain-based conflict

12, 13, 14, 15, 16, 17 18, 19, 20, 21, 22, 23 12

Behaviour-based conflict

24, 25, 26, 27, 28 29, 30, 31, 32, 33 10

Total 15 18 33

G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan peneliitan terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Persiapan Penelitian

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah mempersiapkan dan pembuatan alat ukur serta uji coba alat ukur. Sebelum suatu alat ukur dibuat maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan komponen-komponen


(46)

dari alat ukur tersebut. Kemudian dari komponen-komponen tersebut dibuat sejumlah pernyataan-pernyataan atau item-item. Item-item yang dibuat kemudian dievaluasi.

Adapun evaluasi yang dilakukan adalah dari segi bidang yang diuji, segi format dan penulisan item serta dari segi penerjemahan gagasan dalam bahasa (Suryabrata, 2000). Evaluasi dari segi bidang yang diuji dilakukan dengan menelaah kembali bersama dosen pembimbing mengenai kejelasan konsep dasar dan kesesuaian antara item yang dibuat dengan komponen-komponen komitmen terhadap organisasi yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1996). Evaluasi dari segi format dan penulisan item dilakukan dengan membuat ukuran dan jenis tulisan agar lebih mudah dibaca oleh subjek penelitian.

Skala kemudian diujicobakan kepada sampel yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditetapkan. Jumlah skala yang disebar sebanyak 150 eksemplar dan yang kembali sebanyak 100 eksemplar. Kemudian dilakukan uji daya beda item dan reliabilitas skala komitmen terhadap organisasi. Hasilnya, dari 58 item diperoleh 33 item yang valid dengan reliabilitas skala sebesar. Kemudian peneliti menyusun kembali item-item yang valid dan dijadikan skala dalam bentuk buku.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur diujicobakan, kemudian peneliti melakukan penelitian dengan mendatangi subjek penelitian secara langsung dan memberikannya sebuah skala untuk diisi. Skala yang disebar berjumlah 150 buah skala. Sedangkan jumlah skala yang berhasil dikumpulkan adalah 138 buah skala. Dari 135 buah


(47)

skala hanya 133 buah skala yang dapat diolah sebagai data penelitian, sedangkan 5 buah skala dinyatakan gugur karena subjek penelitian tidak mengisi identitas diri.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah data terkumpul seluruhnya, maka data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS versi 16,0 for Windows. Pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Gambaran umum subjek penelitian diperoleh dari jawaban subjek pada data-data pribadi, diolah, dan digunakan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Perintah yang digunakan pada SPSS versi 16.0 for Windows adalah “frequencies”.

b. Gambaran mean untuk ketiga komponen komitmen terhadap organisasi pada perawat diperoleh dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for

Windows dengan perintah “descriptive”.

c. Perbandingan antar mean untuk ketiga komponen Work_family conflict pada perawat wanita berdasarkan data-data pribadi yang ada akan diperoleh dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for Windows dengan perintah “compare means”. Data-data pribadi dalam penelitian ini dibuat untuk memperkaya hasil penelitian ini dan juga dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.


(48)

H. METODE ANALISIS DATA

Azwar (2004), menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisa dan menyajikan data secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang dihasilkan selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode statistik dengan menggunakan bantuan program SPSS 16 for Windows Version. Pertimbangan penggunaan statistik dalam penelitian ini menurut Hadi (2000) adalah:

1. Statistik bekerja dengan angka-angka. 2. Statistik bersifat objektif.

3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian.

Untuk mendapatkan gambaran skor work-family conflict pada pekerja dengan sistem shift digunakan statistik deskriptif. Sebelum dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap hasil penelitian yang meliputi uji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi variabel

work-family conflict pada data penelitian terdistribusi secara normal. Uji


(49)

Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p> 0.05 (Hadi, 2000).

Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi. Hadi (2000) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam penelitian deskriptif didasari oleh angka yang tidak terlalu dalam.

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, diikuti dengan gambaran work-family conflict pada karyawan yang bekerja dengan sistem shift, dalam hal ini perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah perawat wanita di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. Melalui skala yang disebarkan, diperoleh gambaran subjek penelitian menuurt usia, status pernikahan, dan ruangan bekerja.

1. Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penyebaran subjek berdasarkan usia

Usia Frekuensi Persentase (%)


(50)

Dewasa madya (40-60 tahun)

15 11.3

Total 133 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah subjek yang dewasa dini berusia 20-40 tahun sebanyak 117 orang (88.7%) dan subjek yang dewasa madya berusia 40-60 tahun sebanyak 15 orang (11.3%).

Gambar 1. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

2. Status Pernikahan

Berdasarkan status pernikahan subjek penelitian maka diperoleh data subjek sebagai berikut.

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan

Status Pernikahan Frekuensi Persentase (%)

Menikah 97 72.9

Belum Menikah 36 27.1


(51)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah subjek penelitian yang telah menikah sebanyak 97 orang (72.93%) dan jumlah subjek penelitian yang belum menikah sebanyak 36 orang (27.07%).

Gambar 2. Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan

3. Jumlah Pekerja

Berdasarkan jumlah pekerja, peneliti menggambarkan penyebaran subjek berdasarkan jumlah dari setiap ruangan yang memiliki tuntutan pekerjaan yang berbeda-beda. Dimana hal ini akan mempengaruhi munculnya work-family

conflict. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jumlah pekerja dari setiap

ruangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Pekerja Dalam Setiap Ruangan

Ruangan Frequency Percent

Kebidanan 30 22.6

Ruang I 16 12.0

Ruang II 20 15.0


(52)

Ruang IV 10 7.5

ICU 12 9.0

Rawat bedah 11 8.3

VIP 14 10.5

Instalasi Gawat Darurat 10 7.5

Total 133 100.0

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa ruangan terbanyak yang dimiliki subjek penelitian adalah di Ruangan Kebidanan yaitu sebanyak 30 orang (22.6%), kemudian diikuti oleh Ruang II yaitu sebanyak 20 orang (15.0%). Pada urutan ketiga subjek penelitian dari Ruang I sebanyak 16 orang (12.0%), kemudian urutan selanjutnya ruang VIP sebanyak 14 subjek (10.5%), lalu Ruang ICU sebanyak 12 orang (9.0%), urutan selanjutnya ruang Rawat Bedah sebanyak 11 orang (8.3%), dan yang terakhir Ruang III, Ruang IV, serta Ruang Instalasi Gawat Darurat sama-sama berjumlah 10 orang (7.5%).


(53)

B. HASIL PENELITIAN

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umum

work-family conflict pada Perawat Wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

berdasarkan usia, status pernikahan dan jumlah pekerja di setiap ruangan, serta gambaran umum work-family conflict dari ketiga aspek yaitu : time-based conflit,

strain-based conflict, dan behavior-based conflict.

Analisa gambaran work-family conflict dapat dilakukan dengan mean, nilai maksimum dan nilai minimum yang dimiliki subjek penelitian. Penggolongan pada masing-masing komponen dilakukan dengan rumus kategorisasi sebagai berikut:

Tabel 8. Rumus kategorisasi work-family conflict

Rentang nilai Kategorisasi

X < (µ - 1,0

σ

) Rendah

(µ - 1,0

σ

) ≤ X < (µ + 1,0

σ

) Sedang

(µ + 1,0

σ

) ≤ X Tinggi


(54)

μ : rata-rata nilai work-family conflict σ : standar deviasi

1. Gambaran Umum Work-family conflict pada Perawat Wanita di Rumah

Sakit Umum Padangsidimpuan

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap work-family conflict pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan sebanyak 33 aitem. Berikut adalah hasil perhitungan mean score empirik dan mean score hipotetik pada Tabel 9.

Tabel 9.Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum work-family

conflict

Variabel N Minimum Maksimum Mean

Hipotetik

Mean Empirik

Std. Deviasi

Work-family conflict

33 33 165 99 69.94 22

Tabel 10.Gambaran kategorisasi work-family conflict pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan secara umum


(55)

Work-Family Conflict

Rendah : X ≤ 77 91 orang 68.42 %

Sedang : 77 ≤ X < 121 42 orang 31.58 %

Tinggi : X ≥ 121 0 orang 0 %

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa dari 133 orang subjek penelitian, 91 orang (68.42%) memiliki skor Work-family conflict rendah, 42 orang (31.58%) Work-family conflict yang sedang, dan tidak ada (0%) orang yang mengalami Work-family conflict yang tinggi. Secara umum subjek penelitian memiliki Work-family conflict yang rendah.

2. Gambaran Umum Work-family Conflict pada Perawat Wanita

Berdasarkan Aspek Work-family Conflict

Tabel 11. Gambaran mean, nilai minimum, dan nilai maksimum komponen

work-family conflict

Komponen N Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi

Time-based conflict 11 11 55 33 7.33

Strain-based conflict 12 12 60 36 8

Behavior-based conflict

10 10 50 30 6.66

Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa nilai mean time-based conflit pada perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan adalah 33 yang berarti bahwa perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan memiliki Time-based conflict yang sedang. Mean strain-based conflict adalah 36 yang berarti bahwa perawat di


(56)

Rumah Sakit Umum Padang Sidempuan memiliki strain-based conflict yang sedang. Behavior-bassed conflict memiliki mean sebesar 30 yang berarti bahwa perawat di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan memiliki behavior-based

conflict yang sedang.

Tabel 12. Gambaran Kategorisasi Komponen Work-Family Conflict

Komponen Kategorisasi Jumlah

Time-based conflict Tinggi : X ≥ 40.3 0 orang Sedang : 25.7 ≤ X < 40.3 39 orang Rendah : X ≤ 25.7 94 orang

Strain-based conflict

Tinggi : X ≥ 44 1 orang

Sedang : 28 ≤ X < 44 44 orang

Rendah : X ≤ 28 88 orang

Behavior-based conflict

Tinggi : X ≥ 36.6 1 orang

Sedang : 23.4 ≤ X < 36.6 57 orang Rendah : X ≤ 23.4 74 orang

Dari tabel 12 dapat dilihat skor setiap komponen work-family conflict subjek penelitian. Untuk time-based conflict, dari 133 orang subjek penelitian, 94 orang (70.7%) memiliki skor time-based conflict yang rendah, 39 orang (29.3%) memiliki skor based conflict yang sedang, dan tidak ada yang memiliki

time-based conflict yang tinggi (0%). Untuk strain-time-based conflict, dari 133 orang

subjek penelitian, 88 orang (66.2%) memiliki skor strain-based conflict yang rendah, 44 orang (33.1%) memiliki skor strain-based conflict yang sedang, dan 1


(57)

orang (0.7%) memiliki skor strain-based conflict yang tinggi. Sedangkan gambaran skor behavior-based conflict adalah dari 133 orang subjek penelitian, 74 orang (55.8 %) memiliki skor behavior-based conflict yang rendah, 57 orang (43.5%) termasuk kedalam kategori behavior-based conflictt sedang, dan 1 orang (0.7%) memiliki skor behavior-based conflict yang tinggi.

3. Gambaran Work-family Conflict Berdasarkan Penyebaran Subjek

a. Gambaran Umum Work-family Conflict Pada Perawat di Rumah Sakit

Umum Daerah Padangsidimpuan Berdasarkan Penyebaran Subjek

Gambaran umum work-family conflict pada perawat berdasarkan usia, ruangan bekerja, dan status perkawinan di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Gambaran Skor Work-family Conflict Pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

Karakteristik N Min Maks Mean SD

Usia Dewasa Dini

118 35 110 70.41 15.396

Dewasa Madya

15 37 87 66.27 13.849

Status pernikahan

Menikah

97 35 110 68.04 15.886

Belum Menikah

36 41 100 75.06 12.104

Jumlah Pekerja disetiap

Ruangan Bersalin

30 53 103 74.77 12.094

R. I

16 56 93 74.38 10.481

R.II


(58)

ruangan R.III

10 41 103 68.30 16.180

R.IV

10 60 85 69.40 7.648

Ruang ICU

12 60 110 80.67 14.643

Ruang Rawat

Bedah 11 37 83 54.91 17.807

Ruang VIP

14 35 91 63.64 17.154

Ruang IGD

10 41 93 70.90 19.388

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa subjek dalam usia dewasa dini (20-40 tahun) memiliki rata-rata yang lebih tinggi, yaitu 70.41. Hal ini berarti subjek usia dewasa dini memiliki kecendrungan mengalami work-family conflict yang tinggi, baik dalam aspek time-based conflict, strain-based conflict maupun

behavior-based conflict.

Subjek yang belum menikah juga memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 75.06 dibulatkan menjadi 75. Hal ini berarti bahwa subjek yang belum menikah memiliki kecendrungan mengalami work-family conflict yang tinggi, baik dalam aspek time-based conflict, strain-based conflict maupun behavior-based conflict

Berdasarkan ruangan bekerja, sujek yang di Ruang ICU memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 80.67 dibulatka menjadi 81. Hal ini berarti bahwa subjek yang bekerja di ruangan ICU memiliki kecendrungan mengalami work-family conflict yang tinggi, baik dalam aspek time-based conflict, strain-based conflict maupun


(59)

b. Gambaran Skor Aspek Time-based Conflict Berdasarkan

Penyebaran Subjek

Gambaran Work-family Conflict aspek Time-based Conflict berdasarkan usia, status pernikahan, dan Ruangan bekerja pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Daerah dapat dilihat di tabel 13.

Tabel 14. Gambaran Skor Aspek Time-based Conflict pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

Karakteristik N Min Maks Mean SD

Usia Dewasa Dini

118 11 40 22.75 5.162

Dewasa Madya

15 11 34 23.00 5.964

Status pernikahan

Menikah

97 11 40 22.33 5.634

Belum Menikah

36 17 33 24.00 3.764

Jumlah Pekerja disetiap ruangan

Ruangan Bersalin

30 18 33 24.07 3.750

R. I

16 20 31 24.44 3.558

R.II

20 15 32 22.65 4.660

R.III

10 13 26 21.00 3.801

R.IV

10 18 25 21.80 2.098

R. ICU

12 17 40 27.50 5.931

R. Rawat Bedah

11 11 29 18.64 5.679

R. VIP

14 11 27 18.50 6.285

R. IGD


(60)

Pada tabel 14, dapat dilihat bahwa subjek dewasa madya (40-60 tahun) memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 23. Hal ini berarti perawat yang berusia dewasa madya memiliki kecendrungan work-family conflict aspek time-based conflict yang tinggi, seperti jadwal yang padat sehingga tidak memiliki waktu dengan keluarga.

Berdasarkan status pernikahan, subjek yang belum menikah memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 24. Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang belum menikah memiliki kecendrungan work-family conflict aspek time-based conflict yang tinggi, seperti jadwal yang padat sehingga tidak memiliki waktu dengan keluarga.

Berdasarkan ruangan bekerja, subjek yang bekerja di ruangan ICU memiliki rata-rata tertinggi yaitu 27.50 dibulatkan menjadi 28. Hal ini berarti bahwa subjek yang bekerja di ruangan ICU memiliki kecendrungan work-family

conflict aspek time-based conflict yang tinggi, seperti jadwal yang padat sehingga

tidak memiliki waktu dengan keluarga.

c. Gambaran Skor Aspek Strain-based Conflict Berdasarkan Penyebaran

Subjek

Gambaran Work-family Conflict aspek Strain-based Conflict berdasarkan usia, status pernikahan, dan Ruangan bekerja pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum Daerah dapat dilihat di tabel 15.


(61)

Tabel 15. Gambaran Skor Aspek Strain-based Conflict pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

Karakteristik N Min Maks Mean SD

Usia Dewasa Dini

118 12 46 25.67 6.770

Dewasa Madya

15 12 30 23.07 4.862

Status pernikahan

Menikah

97 12 46 24.66 6.899

Belum Menikah

36 12 39 27.31 5.424

Jumlah Pekerja disetiap ruangan

Ruangan Bersalin

30 18 42 27.83 5.246

R. I

16 19 39 26.25 6.547

R.II

20 13 34 23.50 5.605

R.III

10 13 42 24.90 7.852

R.IV

10 18 33 24.90 4.581

R. ICU

12 21 46 29.00 6.836

R. Rawat Bedah

11 12 31 19.00 7.029

R. VIP

14 13 39 24.64 7.099

R. IGD

10 12 33 25.00 7.118

Pada tabel 15, dapat dilihat bahwa subjek dewasa dini (20-40 tahun) memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 25.67 dibulatkan menjadi 26. Hal ini berarti perawat yang berusia dewasa dini memiliki kecendrungan work-family conflict aspek strain-based conflict yang tinggi, seperti mengalami stress, tekanan darah meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan sakit kepala.


(62)

Berdasarkan status pernikahan, subjek yang belum menikah memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 27.31 dibulatkan menjadi 27. Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang belum menikah memiliki kecendrungan work-family conflict aspek

strain-based conflict yang tinggi, seperti mengalami stress, tekanan darah meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan sakit kepala.

Berdasarkan ruangan bekerja, subjek yang bekerja di ruangan ICU memiliki rata-rata tertinggi yaitu 29. Hal ini berarti bahwa subjek yang bekerja di ruangan ICU memiliki kecendrungan work-family conflict aspek strain-based

conflict yang tinggi, seperti mengalami stress, tekanan darah meningkat, kecemasan, keadaan emosional, dan sakit kepala.

d. Gambaran Skor Aspek Behavior-based Conflict Berdasarkan

Penyebaran Subjek

Gambaran Work-family Conflict aspek Behavior-based Conflict berdasarkan usia, status pernikahan, dan Ruangan bekerja pada perawat wanita di Rumah Sakit Umum dapat dilihat di tabel 15.

Tabel 16. Gambaran Skor Aspek Behavior-based Conflict pada Perawat Wanita Di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

Karakteristik N Min Maks Mean SD

Usia Dewasa Dini

118 10 39 21.98 5.510

Dewasa Madya

15 13 24 20.20 3.821

Status pernikahan

Menikah

97 10 39 21.05 5.595

Belum Menikah


(63)

Ruangan bekerja

Ruangan Bersalin

30 18 42 27.83 5.246

R. I

16 19 39 26.25 6.547

R.II

20 13 34 23.50 5.605

R.III

10 13 42 24.90 7.852

R.IV

10 18 33 24.90 4.581

R. ICU

12 21 46 29.00 6.836

R. Rawat Bedah

11 12 31 19.00 7.029

R. VIP

14 13 39 24.64 7.099

R. IGD

10 12 33 25.00 7.118

Pada tabel 15, dapat dilihat bahwa subjek dewasa dini (20-40 tahun) memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 21.98 dibulatkan menjadi 22. Hal ini berarti perawat yang berusia dewasa dini memiliki kecendrungan work-family conflict aspek behavior-based conflict yang tinggi, seperti ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika di rumah

Berdasarkan status pernikahan, subjek yang belum menikah memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 23.75 dibulatkan menjadi 24. Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang belum menikah memiliki kecendrungan work-family conflict aspek

behavior-based conflict yang tinggi, seperti ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika di rumah

Berdasarkan ruangan bekerja, subjek yang bekerja di ruangan ICU memiliki rata-rata tertinggi yaitu 29. Hal ini berarti bahwa subjek yang bekerja di ruangan ICU memiliki kecendrungan work-family conflict aspek behavior-based


(64)

conflict yang tinggi, seperti ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika di rumah

C. PEMBAHASAN

Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran dipekerjaan

dengan peran didalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Ketika wanita bekerja, mereka akan menjalani dua peran sebagai pekerja dan anggota keluarga. Dengan demikian akan memunculkan konflik apabila wanita tersebut tidak dapat menyeimbangkannya.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan secara umum work-family

conflict pada perawat wanita tergolong rendah. 133 orang subjek penelitian, 91

orang (68.42%) memiliki skor work-family conflict rendah, 42 orang (31.58%)

work-family conflict yang sedang, dan tidak ada (0%) orang yang mengalami family conflict yang tinggi. Secara umum memiliki 91 orang (68.42%) work-family conflict yang rendah. Work-work-family conflict yang rendah mengindikasikan

bahwa perawat tersebut telah mampu menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan rumah tangga.

Work-family conflict yang rendah dapat terjadi karena adanya faktor dukungan sosial dari keluarga di lingkungan budaya tersebut. Menurut Stoner dan Charles (1990) dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi munculnya work-family conflict. Dimana semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik. Dari pernyataan ini dapat kita


(1)

31 2 .8 1.5 96.2

32 1 .4 .8 97.0

34 1 .4 .8 97.7

35 2 .8 1.5 99.2

39 1 .4 .8 100.0

Total 133 53.4 100.0

Missing System 116 46.6

Total 249 100.0

Strain-based conflict

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 12 4 1.6 3.0 3.0

13 3 1.2 2.3 5.3

14 1 .4 .8 6.0

16 2 .8 1.5 7.5

17 4 1.6 3.0 10.5

18 5 2.0 3.8 14.3

19 6 2.4 4.5 18.8

20 4 1.6 3.0 21.8

21 8 3.2 6.0 27.8

22 7 2.8 5.3 33.1

23 3 1.2 2.3 35.3

24 16 6.4 12.0 47.4

25 8 3.2 6.0 53.4

26 12 4.8 9.0 62.4

27 5 2.0 3.8 66.2

28 3 1.2 2.3 68.4

29 9 3.6 6.8 75.2


(2)

31 3 1.2 2.3 82.7

33 7 2.8 5.3 88.0

34 6 2.4 4.5 92.5

35 4 1.6 3.0 95.5

37 1 .4 .8 96.2

39 2 .8 1.5 97.7

42 2 .8 1.5 99.2

46 1 .4 .8 100.0

Total 133 53.4 100.0

Missing System 116 46.6

Total 249 100.0

Work-Family Conflict Ditinjau Dari Usia

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

dewasa dini 118 35 110 70.41 15.396

Dewasa madya 15 37 87 66.27 13.849

Valid N (listwise) 15

Work-family conflict ditinjau dari status pernikahan

Descriptive Statistics


(3)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Menikah 97 35 110 68.04 15.886

belum Menikah 36 41 100 75.06 12.104

Valid N (listwise) 36

Work-family conflict ditinjau dari Ruangan bekerja

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Ruangan Bersalin 30 53 103 74.77 12.094

Ruangan I 16 56 93 74.38 10.481

Ruangan II 20 45 95 66.00 13.282

Ruangan III 10 41 103 68.30 16.180

Ruangan IV 10 60 85 69.40 7.648

Ruangan ICU 12 60 110 80.67 14.643

Ruang Rawat Bedah 11 37 83 54.91 17.807

Ruangan VIP 14 35 91 63.64 17.154

Ruangan IGD 10 41 93 70.90 19.388

Valid N (listwise) 10

Aspek Time-based conflict ditinjau dari usia

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Time_dewasa dini 118 11 40 22.75 5.162

Time_dewasa madya 15 11 34 23.00 5.964

Valid N (listwise) 15

Aspek Time-based conflict ditinjau dari status pernikahan


(4)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Time_menikh 97 11 40 22.33 5.634

Time-blm menkh 36 17 33 24.00 3.764

Valid N (listwise) 36

Aspek Time-based conflict ditinjau dari ruangan bekerja

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Time_R. bersalin 30 18 33 24.07 3.750

Time_R.I 16 20 31 24.44 3.558

Time_R.II 20 15 32 22.65 4.660

Time_R.III 10 13 26 21.00 3.801

Time_R.IV 10 18 25 21.80 2.098

Time_ICU 12 17 40 27.50 5.931

Time_Bedah 11 11 29 18.64 5.679

Time_VIP 14 11 27 18.50 6.285

Time_IGD 10 13 34 24.20 6.197

Valid N (listwise) 10

Aspek Strain-based Conflict ditinjau dari usia

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Strain_dewasa dini 118 12 46 25.67 6.770

Strai_dewasa madya 15 12 30 23.07 4.862

Valid N (listwise) 15


(5)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Strain_menikah 97 12 46 24.66 6.899

Strain_blm menikh 36 12 39 27.31 5.424

Valid N (listwise) 36

Aspek Strain-based Conflict ditinjau dari Ruangan Bekerja

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Strain_R.bersalin 30 18 42 27.83 5.246

Strain_R.I 16 19 39 26.25 6.547

Strain_R.II 20 13 34 23.50 5.605

Strain_R.III 10 13 42 24.90 7.852

Strain_R.IV 10 18 33 24.90 4.581

Strain_ICU 12 21 46 29.00 6.836

Strain_Bedah 11 12 31 19.00 7.029

Strain_VIP 14 13 39 24.64 7.099

Strain_IGD 10 12 33 25.00 7.118

Valid N (listwise) 10

Aspek Behavior-based Conflict ditinjau dari usia subjek penelitian

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Behavior_dewasa dini 118 10 39 21.98 5.510

Behavior_dewasa madya 15 13 24 20.20 3.821

Valid N (listwise) 15

Aspek Behavior-based Conflict ditinjau dari Status pernikahan


(6)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Behavior_menikah 97 10 39 21.05 5.595

Behavior_blm menikh 36 11 32 23.75 4.150

Valid N (listwise) 36

Aspek Behavior-based Conflict ditinjau dari Ruangan Bekerja

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Strain_R.bersalin 30 18 42 27.83 5.246

Strain_R.I 16 19 39 26.25 6.547

Strain_R.II 20 13 34 23.50 5.605

Strain_R.III 10 13 42 24.90 7.852

Strain_R.IV 10 18 33 24.90 4.581

Strain_ICU 12 21 46 29.00 6.836

Strain_Bedah 11 12 31 19.00 7.029

Strain_VIP 14 13 39 24.64 7.099

Strain_IGD 10 12 33 25.00 7.118