Dinamika Kultural Fatwa.
Pikiran Rakyat
•
S e n in
2
3
18
OJan
O P eb
o
o
o
o
o
gfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
S e la s a
Rabu
K a m is
Jumat
S a b tu
4
19
o
5
6
20
21
Mar
O Ap r
7
22
OMei
8
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
0
M in g g u
(!)
23
O Jun
10
11
12
13
14
15
24
25
26
27
28
29
30
O Jul
.Ags
O Sep
O O kt
O Nov
Dinamika Kultural Fat a
KHIR-AKHIR ini fatwa M U! kerap
m enim bulkan reaksi m asyarakat,
baik yang pro m aupun kontra. Kelom pok "liberal" dengan giat selalu m engc o u n t e r beberapa fatwa M UI yang diindikasikan bertentangan dengan kebebasan yang
notabene m erupakan hak dasar m anusia dan
dijam in UUD 1945. Di seberang itu, kelom pok yang dengan gigih "m enyelam atkan" fatwaM U!.
Di antara dua kelom pok itu, tentu yang
m enjadi arus utam a adalah m asyarakat yang
tidak tahu m enahu tentang produk fatwa
M UI. Bagi kelom pok ini, ulam a di tingkat 10kal yang langsung bersentuhan dengan m ereka dijadikan figur otoritatif untuk m enjawab
hal ihwal m ulai dari persoalan agam a sam pai
urusan politik.
Tentu saja fatwa hakikatnya bukanlah hukum positif, dan M U! bukan pula lem baga
form al penegak hukum . Fatwa adalah interupsi m oral yang dikeluarkan lem baga keagam aan laiknya NU, M uham m adiyah dan Persis. Tingkat keterikatan um at terhadap fatwa
itu tergantung dari kredibilitas institusi itu di
satu sisi, dan di sisi lain berhubungan dengan
hal teknis bagaim ana fatwa keagam aan itu dikom unikasikan secara sim patik kepada m assa yang heterogen.
Hal teknis terakhir ini tam paknya relatif
terabaikan M U! sehingga ketika fatwa itu dikeluarkan alih-alih m endapatkan dukungan
publikjustru sering kali kontraproduktif.
Tam pakjelas M U! tidak eukup paham terhadap pentingnya hum as kaitannya dengan kom unikasi m assa untuk m enyam paikan pesan
keagam aan. Seperti dikatakan Prof. Raehm at
Syafii kepada penulis, bahwa konteks historis
turunnya fatwa aeap kali tidak tergam barkan
ke publik. Padahal, ini justru sangat penting,
bukan sekadar kesim pulan fatwanya itu sendiri, sehingga akhirnya napas kulturalnya
m enjaditerkesam pingkan.
A
Dinamika fatwa
M .B. Hooker (2002) dalam penelitian eem erlangnya m em bongkar alas an filosofis-sosiologis fatwa, "Fatwa ini selalu sangat penting bagi Islam . Bahkan pada abad ke-15/21
sekarang, ia m engem ban hal penting yang jarang ditem ukan pada awal Islam . Dua ratus
tahun yang lalu bangsa M uslim tunduk terhadap im perialism e Barat. Periode ini m em perlihatkan form ulasi hukum syariat ke dalam
m odel Barat yang efektif m em utuskan hubungan dengan m asa lam pau. Syariat, ekspresi fundam ental dari wahyu, tetap dijajah
oleh pem ikiran Eropa. Hanya fatwalah yang
m em pertahankan hubungan antara tantangan m odernitas dengan warisan m asa lalu karena argum en selalu m erujuk kepada Alquran, Sunnah, dan teks klasik tanpa intervensi
pengaruh pem ikiran Eropa".
Dalam penelitian Hooker juga dikem ukakan tiga faktor yang m enentukan eorak fatwa
tersebut. Pertam a, eorak antropologis terhadap doktrin Islam di m ana ajaran Islam disikapi sangat akom odatif terhadap tradisi 10kal; Kedua, corak fatwa pada m asa kolonialism e hingga kem erdekaan. Artinya saat di m ana Belanda m elakuan kontrol yang kekat terhadap m uneulnya ajaran Islam ; Ketiga, fatwa
dalam konstalasi agam a dan peran negara
dalam kehidupan khususnya m asa Orde Baru
sam pai sekarang.
Penjelasan ini m eneguhkan tentang adanya
titik singgung yang erat antara fatwa (dan ijtihad) dengan kebijakan penguasa. Dalam tradisi Islam tarik m enarik antara agam a dan
negara selalu kental. Hidup dan m atinya sebuah m azhab sering ditentukan justru oleh
penguasa yang boleh jadi tidak paham terhadap agam a. Sebuah paham keagam aan dapat
diterim a m asyarakat biasanya ketika "um ara"
ikut andil di dalam nya. Ketika um ara tidak
berkenan m akajangan harapkan sebuah
aturan agam a dapat berjalan m ulus. Dalam
ungkapan sosiolog Ibn Khaldun, "Agam a rakyat itu tergantung kepada agam a penguasa."
Bagaim ana m isalnya, sebagaim ana dieeritakan K.H. Hafidz Utsm an, di Syria ulam a sekaliber Prof. Dr. W ahbah Zuhaili saja untuk
penetapan 1 Syawal (dan 1 Ram adan) eukup
bertanya kepada santrinya, "Anda sudah
m endengar berita di radio tentang pengum um an hari Lebaran dari pem erintah?" Di
negara kita eeritanya lain lagi.
Prosedur fatwa
Dalam tradisi hukum Islam , fatwa (ifta')
bukanlah hal asing. Ushul Fiqh (epsitem ologi
hukum lslam ) dengan eukup utuh telah
m em berikan kode etik serta persyaratan ketat
berkaitan dengan fatwa sebagaim an dalam
yurisprudensi klasik dibuat Al-Bagdadi (wafat
429/1037). Ketatnya persyaratan seperti ini
diasum sikan agar sam pai tidak keluar sebuah
fatwa yang liar (walaupun sebenarnya sebuah
fatwa bisa berubah di kem udian hari) yang
dalam tradisi pem bentukan hukum Islam disebut dengan t a h a k k u m (m em buat-buat hukum yang sangat dikeeam Alquran), "Danjanganlah kam u m engatakan terhadap apa
yang disebut-sebut oleh lidahm u secara dusta. 'Ini halal dan ini haram ' untuk m engadakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang m engadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung." (Q.S. AlNahl: 116). Sabda M uham m ad saw, "Orang
yang paling berani di antara kam u untuk berfatwa adalah orang yang paling berani m asuk
neraka" (H.R. Daram i).
Kerangka ini yang m enjadi latar M U! m engeluarkan pedom an yang m engatur prosedur dan sistem pem berianjawaban keagam aan. Disebutkan em pat dasar um um penetapan hukum , (1) setiap keputusan harus m em iliki dasar dalam Alquran dan Sunnah Nabi;
(2) Jika tidak ditem ukan dalam Alquran dan
Hadis m aka fatwa itu tidak bertentangan dengan i j m a ' , q i y a s yang m u ' t a b a r , dan m etode
hukum lain ( i s t i h s a n , m a s a l i h u l m u r s a l a h ,
dsb.); 3) sebelum pengam bilan keputusan
fatwa hendaklah ditinjau pendapat para
im am m azhab terdahulu; 4) pandangan tenaga ahli dalam bidang m asalah yang akan diam bil keputusan fatwanya dipertim bangkan.
Tiga hallainnya yang berkaitan dengan
prosedur penetapan fatwa, Cl) Setiap m asalah dipelajari dengan seksam a; (2) M asalah
yang talah jelas hukum nya disam paikan sebagaim ana adanyaj(g) Dalam m asalah khilafiyah, m aka yang difatwakan adalah hasil
tarjih setelah m em perhatikan fikih m u q a r a n
(fikih perbandingan) dengan m enggunakan
kaidah ushul fiqh yang ber aku,
Tentu paradigm a sebagai sum ber aeuannya
adalah prinsip universal ke aslahatan m anusia yang m enjadi m odus tam a syariah
( m a q a s h i d a s y - s y a r i a h ) ya .g m eliputi, agam a ( a l - d i n ) , jiwa ( a l - n a fs ) , 'eluarga ( a l - n a s l ) ,
nalar ( a l - ' a q l ) , dan harta be da ( a l - m a l ) . Yusuf Al-Qardlawi dalam R i ' a y a t u a l - B i ' a h fi a l S y a r i.'a ti a l- I s la m iy y a h
m e tam bahkan bahwa m em elihara lingkungan erajatnya sam a
dengan prinsip universal itu.
Khilafiah
Laiknya sebuah pem ikiran apalagi yang
berkaitan dengan m asalah
r u ' i y a h (bukan
persoalan u s h u l u i y a h / fu n d
ental agam a)
selalu m enyisakan satu ke ungkinan: khilafiyah (diperdebatkan). Fatw yang dikeluarkan Nahdatul Ulam a, M uham adiyah, Persis
dan M U! dalam m erespons erkem bangan
m odernitas dan kom pleksi
perkem bangan
kebudayaan m anusia satu Sf a lain ada perbedaan. Di sam ping juga tidak sedikit persam aan.
Tradisi ijtihad adalah tra isi dengan heterogenitas (keragam an) pen apat ( a q w a l ) term asuk tam pilnya pendapat arus keeil ( q i l ) .
Perbedaan yang akarnya s gat beragam . M inim al ada tiga. Pertam a, faktor eksternal
sum ber utam anya Alquran yang banyak dikem as dalam bentuk ayat-ayat sim bolik. Risiko
dari teks sim bolik adalah pe bedaan interpretasi dalam m em aknainya; K ua, faktor eksternal yang berhubungan d gan sosio-kultural sang penafsir; Ketiga, pi ihan m etodologi
penetapan hukum yang ber eda.
Bahkan dalam pribadi se rang m ujtahid
sekalipun terbuka untuk be eda ketika terjadi perubahan ruang dan w tu. Kasus revisi
hukum yang dilakukan Im ai Syafi'i dari q a u l
q a d i m (pendapat klasik keti
beliau berdom isiIi di Irak) m enjadi q a u l . d i d (pendapat
baru tatkala bertem pat di M ir) m erupakan
bukti utam a adanya perges
hukum sebagaim ana terlaeak dalam a l - u h a d z a b fi F i q h
al-Imam a s y - S y a fi ' i (Abu I aq Ibarahim
asy-Syirazi) dan k i t a b A l - I m
m A s y - S y a fi ' i fi
M a d za h ib A l-Q a d im
w a A l - , a d i d (Ahm ad
Nahrawi Abdu Salam ). Alq -annya sendiri
m em berikan eontoh tentang teori am endem en, ayat yang satu diam en em en ( m a n s u k h ) oleh ayat yang lainnya [ n a s i k h ) .
Alhasil, fatwa adalah sesu tu yang bersifat
ijtihadi. Term asuk penafsir
kelom pok yang
tidak sepakat dengan fatwa i .Justru m enjadi tidak proporsional ketika .sikapi sebagai
sesuatu yang m utlak. Seandajnya yang terakhir yang terjadi, m aka ini
tragedi yang
disebut M uham m ad Arkoun sebagai m a d a n i y a w a t o l - m a k n a (m itologis si m akna). Pem aham an seperti ini pada gi irannya akan
m elahirkan pem berhalaan terhadap nalar Islam ( t a q d i s a l - a fk a r a l - I s l a i i y ) . Anehnya,
ini yangjustru kerap m uneul dalam pengalam an keberagam aan kita. Dialog pun tertutup, dan andaipun ada m aka sam a sekali tidak produktif sebagai "rum
aspirasi" um at.
(Asep Salahudin, W a k i l R t o r I A I L M P e s a n tr e n
S u r ya la ya
T a s ikm a
m e n e liti K o m u n ika s i
U n p a d B a n d u n g )***
K u ltu r a l
ya . Se d a n g
T a r e ka t d i S-3
I
M. RISYAl
SElUMIAH saniriuxui dari LukmanAI
,
~
HIDAYATjANTARA
Hakim membentang poster di Surabaya, Rabu (4/8). Aksi tersebut merupakan kegiatan untuk mengingatkan
kejahatan yang harus ditinggalkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, agar pelaksanaannya berjalan baik untuk mencapai puncak ketaqwaan. *
•
S e n in
2
3
18
OJan
O P eb
o
o
o
o
o
gfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
S e la s a
Rabu
K a m is
Jumat
S a b tu
4
19
o
5
6
20
21
Mar
O Ap r
7
22
OMei
8
TSRQPONMLKJIHGFEDCBA
0
M in g g u
(!)
23
O Jun
10
11
12
13
14
15
24
25
26
27
28
29
30
O Jul
.Ags
O Sep
O O kt
O Nov
Dinamika Kultural Fat a
KHIR-AKHIR ini fatwa M U! kerap
m enim bulkan reaksi m asyarakat,
baik yang pro m aupun kontra. Kelom pok "liberal" dengan giat selalu m engc o u n t e r beberapa fatwa M UI yang diindikasikan bertentangan dengan kebebasan yang
notabene m erupakan hak dasar m anusia dan
dijam in UUD 1945. Di seberang itu, kelom pok yang dengan gigih "m enyelam atkan" fatwaM U!.
Di antara dua kelom pok itu, tentu yang
m enjadi arus utam a adalah m asyarakat yang
tidak tahu m enahu tentang produk fatwa
M UI. Bagi kelom pok ini, ulam a di tingkat 10kal yang langsung bersentuhan dengan m ereka dijadikan figur otoritatif untuk m enjawab
hal ihwal m ulai dari persoalan agam a sam pai
urusan politik.
Tentu saja fatwa hakikatnya bukanlah hukum positif, dan M U! bukan pula lem baga
form al penegak hukum . Fatwa adalah interupsi m oral yang dikeluarkan lem baga keagam aan laiknya NU, M uham m adiyah dan Persis. Tingkat keterikatan um at terhadap fatwa
itu tergantung dari kredibilitas institusi itu di
satu sisi, dan di sisi lain berhubungan dengan
hal teknis bagaim ana fatwa keagam aan itu dikom unikasikan secara sim patik kepada m assa yang heterogen.
Hal teknis terakhir ini tam paknya relatif
terabaikan M U! sehingga ketika fatwa itu dikeluarkan alih-alih m endapatkan dukungan
publikjustru sering kali kontraproduktif.
Tam pakjelas M U! tidak eukup paham terhadap pentingnya hum as kaitannya dengan kom unikasi m assa untuk m enyam paikan pesan
keagam aan. Seperti dikatakan Prof. Raehm at
Syafii kepada penulis, bahwa konteks historis
turunnya fatwa aeap kali tidak tergam barkan
ke publik. Padahal, ini justru sangat penting,
bukan sekadar kesim pulan fatwanya itu sendiri, sehingga akhirnya napas kulturalnya
m enjaditerkesam pingkan.
A
Dinamika fatwa
M .B. Hooker (2002) dalam penelitian eem erlangnya m em bongkar alas an filosofis-sosiologis fatwa, "Fatwa ini selalu sangat penting bagi Islam . Bahkan pada abad ke-15/21
sekarang, ia m engem ban hal penting yang jarang ditem ukan pada awal Islam . Dua ratus
tahun yang lalu bangsa M uslim tunduk terhadap im perialism e Barat. Periode ini m em perlihatkan form ulasi hukum syariat ke dalam
m odel Barat yang efektif m em utuskan hubungan dengan m asa lam pau. Syariat, ekspresi fundam ental dari wahyu, tetap dijajah
oleh pem ikiran Eropa. Hanya fatwalah yang
m em pertahankan hubungan antara tantangan m odernitas dengan warisan m asa lalu karena argum en selalu m erujuk kepada Alquran, Sunnah, dan teks klasik tanpa intervensi
pengaruh pem ikiran Eropa".
Dalam penelitian Hooker juga dikem ukakan tiga faktor yang m enentukan eorak fatwa
tersebut. Pertam a, eorak antropologis terhadap doktrin Islam di m ana ajaran Islam disikapi sangat akom odatif terhadap tradisi 10kal; Kedua, corak fatwa pada m asa kolonialism e hingga kem erdekaan. Artinya saat di m ana Belanda m elakuan kontrol yang kekat terhadap m uneulnya ajaran Islam ; Ketiga, fatwa
dalam konstalasi agam a dan peran negara
dalam kehidupan khususnya m asa Orde Baru
sam pai sekarang.
Penjelasan ini m eneguhkan tentang adanya
titik singgung yang erat antara fatwa (dan ijtihad) dengan kebijakan penguasa. Dalam tradisi Islam tarik m enarik antara agam a dan
negara selalu kental. Hidup dan m atinya sebuah m azhab sering ditentukan justru oleh
penguasa yang boleh jadi tidak paham terhadap agam a. Sebuah paham keagam aan dapat
diterim a m asyarakat biasanya ketika "um ara"
ikut andil di dalam nya. Ketika um ara tidak
berkenan m akajangan harapkan sebuah
aturan agam a dapat berjalan m ulus. Dalam
ungkapan sosiolog Ibn Khaldun, "Agam a rakyat itu tergantung kepada agam a penguasa."
Bagaim ana m isalnya, sebagaim ana dieeritakan K.H. Hafidz Utsm an, di Syria ulam a sekaliber Prof. Dr. W ahbah Zuhaili saja untuk
penetapan 1 Syawal (dan 1 Ram adan) eukup
bertanya kepada santrinya, "Anda sudah
m endengar berita di radio tentang pengum um an hari Lebaran dari pem erintah?" Di
negara kita eeritanya lain lagi.
Prosedur fatwa
Dalam tradisi hukum Islam , fatwa (ifta')
bukanlah hal asing. Ushul Fiqh (epsitem ologi
hukum lslam ) dengan eukup utuh telah
m em berikan kode etik serta persyaratan ketat
berkaitan dengan fatwa sebagaim an dalam
yurisprudensi klasik dibuat Al-Bagdadi (wafat
429/1037). Ketatnya persyaratan seperti ini
diasum sikan agar sam pai tidak keluar sebuah
fatwa yang liar (walaupun sebenarnya sebuah
fatwa bisa berubah di kem udian hari) yang
dalam tradisi pem bentukan hukum Islam disebut dengan t a h a k k u m (m em buat-buat hukum yang sangat dikeeam Alquran), "Danjanganlah kam u m engatakan terhadap apa
yang disebut-sebut oleh lidahm u secara dusta. 'Ini halal dan ini haram ' untuk m engadakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang m engadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung." (Q.S. AlNahl: 116). Sabda M uham m ad saw, "Orang
yang paling berani di antara kam u untuk berfatwa adalah orang yang paling berani m asuk
neraka" (H.R. Daram i).
Kerangka ini yang m enjadi latar M U! m engeluarkan pedom an yang m engatur prosedur dan sistem pem berianjawaban keagam aan. Disebutkan em pat dasar um um penetapan hukum , (1) setiap keputusan harus m em iliki dasar dalam Alquran dan Sunnah Nabi;
(2) Jika tidak ditem ukan dalam Alquran dan
Hadis m aka fatwa itu tidak bertentangan dengan i j m a ' , q i y a s yang m u ' t a b a r , dan m etode
hukum lain ( i s t i h s a n , m a s a l i h u l m u r s a l a h ,
dsb.); 3) sebelum pengam bilan keputusan
fatwa hendaklah ditinjau pendapat para
im am m azhab terdahulu; 4) pandangan tenaga ahli dalam bidang m asalah yang akan diam bil keputusan fatwanya dipertim bangkan.
Tiga hallainnya yang berkaitan dengan
prosedur penetapan fatwa, Cl) Setiap m asalah dipelajari dengan seksam a; (2) M asalah
yang talah jelas hukum nya disam paikan sebagaim ana adanyaj(g) Dalam m asalah khilafiyah, m aka yang difatwakan adalah hasil
tarjih setelah m em perhatikan fikih m u q a r a n
(fikih perbandingan) dengan m enggunakan
kaidah ushul fiqh yang ber aku,
Tentu paradigm a sebagai sum ber aeuannya
adalah prinsip universal ke aslahatan m anusia yang m enjadi m odus tam a syariah
( m a q a s h i d a s y - s y a r i a h ) ya .g m eliputi, agam a ( a l - d i n ) , jiwa ( a l - n a fs ) , 'eluarga ( a l - n a s l ) ,
nalar ( a l - ' a q l ) , dan harta be da ( a l - m a l ) . Yusuf Al-Qardlawi dalam R i ' a y a t u a l - B i ' a h fi a l S y a r i.'a ti a l- I s la m iy y a h
m e tam bahkan bahwa m em elihara lingkungan erajatnya sam a
dengan prinsip universal itu.
Khilafiah
Laiknya sebuah pem ikiran apalagi yang
berkaitan dengan m asalah
r u ' i y a h (bukan
persoalan u s h u l u i y a h / fu n d
ental agam a)
selalu m enyisakan satu ke ungkinan: khilafiyah (diperdebatkan). Fatw yang dikeluarkan Nahdatul Ulam a, M uham adiyah, Persis
dan M U! dalam m erespons erkem bangan
m odernitas dan kom pleksi
perkem bangan
kebudayaan m anusia satu Sf a lain ada perbedaan. Di sam ping juga tidak sedikit persam aan.
Tradisi ijtihad adalah tra isi dengan heterogenitas (keragam an) pen apat ( a q w a l ) term asuk tam pilnya pendapat arus keeil ( q i l ) .
Perbedaan yang akarnya s gat beragam . M inim al ada tiga. Pertam a, faktor eksternal
sum ber utam anya Alquran yang banyak dikem as dalam bentuk ayat-ayat sim bolik. Risiko
dari teks sim bolik adalah pe bedaan interpretasi dalam m em aknainya; K ua, faktor eksternal yang berhubungan d gan sosio-kultural sang penafsir; Ketiga, pi ihan m etodologi
penetapan hukum yang ber eda.
Bahkan dalam pribadi se rang m ujtahid
sekalipun terbuka untuk be eda ketika terjadi perubahan ruang dan w tu. Kasus revisi
hukum yang dilakukan Im ai Syafi'i dari q a u l
q a d i m (pendapat klasik keti
beliau berdom isiIi di Irak) m enjadi q a u l . d i d (pendapat
baru tatkala bertem pat di M ir) m erupakan
bukti utam a adanya perges
hukum sebagaim ana terlaeak dalam a l - u h a d z a b fi F i q h
al-Imam a s y - S y a fi ' i (Abu I aq Ibarahim
asy-Syirazi) dan k i t a b A l - I m
m A s y - S y a fi ' i fi
M a d za h ib A l-Q a d im
w a A l - , a d i d (Ahm ad
Nahrawi Abdu Salam ). Alq -annya sendiri
m em berikan eontoh tentang teori am endem en, ayat yang satu diam en em en ( m a n s u k h ) oleh ayat yang lainnya [ n a s i k h ) .
Alhasil, fatwa adalah sesu tu yang bersifat
ijtihadi. Term asuk penafsir
kelom pok yang
tidak sepakat dengan fatwa i .Justru m enjadi tidak proporsional ketika .sikapi sebagai
sesuatu yang m utlak. Seandajnya yang terakhir yang terjadi, m aka ini
tragedi yang
disebut M uham m ad Arkoun sebagai m a d a n i y a w a t o l - m a k n a (m itologis si m akna). Pem aham an seperti ini pada gi irannya akan
m elahirkan pem berhalaan terhadap nalar Islam ( t a q d i s a l - a fk a r a l - I s l a i i y ) . Anehnya,
ini yangjustru kerap m uneul dalam pengalam an keberagam aan kita. Dialog pun tertutup, dan andaipun ada m aka sam a sekali tidak produktif sebagai "rum
aspirasi" um at.
(Asep Salahudin, W a k i l R t o r I A I L M P e s a n tr e n
S u r ya la ya
T a s ikm a
m e n e liti K o m u n ika s i
U n p a d B a n d u n g )***
K u ltu r a l
ya . Se d a n g
T a r e ka t d i S-3
I
M. RISYAl
SElUMIAH saniriuxui dari LukmanAI
,
~
HIDAYATjANTARA
Hakim membentang poster di Surabaya, Rabu (4/8). Aksi tersebut merupakan kegiatan untuk mengingatkan
kejahatan yang harus ditinggalkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, agar pelaksanaannya berjalan baik untuk mencapai puncak ketaqwaan. *