DAKWAH KULTURAL AISYIYAH

DAKWAH KULTURAL AISYIYAH
Mustofa W Hasyim
Ketika Aisyiyah mencanangkan program perintisan Qoryah Toyyibah, dakwah kultural
dalam arti luas sebenarnya telah dimulai dengan sangat konkret. Apalagi kemudian
Aisyiyah juga mencanangkan program pembentukan Keluarga Sakinah. Jika kemudian
Aisyiyah mampu merintis program Madinah Mubarokah (kota yang memancarkan
barokah bagi penghuninya) dan Jamaah Fadlilah (Jamaah unggulan), lengkap sudah
dakwah kultural Aisyiyah.
Mengapa? Sebab rasa-rasanya ‘infrastruktur’ dakwah kultural Aisyiyah menjadi lengkap.
Jika kemdian disinergikan, dikoordinasikan, dijaringkan dan dioptimalkan fungsifungsinya maka rasa-rasanya akan ada kehidupan yang bukan saja sampai pada kualitas
baiti jannati (rumahku surgaku) tetapi juga akan sampai pada kualitas baladi firdausi
(negeriku surgaku).
Kualitas baiti jannati akan tercapai manakala pembentukan Keluarga Sakinah betul-betul
menjadi kenyataan. Ini akan menjadi fondasi bagi kemungkinan dibangunnya jamaahjamaah yang berkualitas sebagai Jamaah Fadlilah. Dari Jamaah Fadlilah akan mudah
dioperasionalkan untuk merintis Qoryah Toyibah dan Madinah Mubarokah.
Jika desa dan kota-kota kita sudah mencapai kualitas setinggi itu maka bayang-bayang
baldatun toyyibatun dan baladil amin akan semakin dekat. Jika negeri kita telah sampai
pada fase toyyib dan amin, maka anak-anak, ibu-ibu, para bapak, remaja, pemuda,
pemudi, orang-orang tua di seluruh negeri pun dapat menciptakan dan menyanyikan lagu
kehdupan yang amat indah berjudul baladi firdausi
Dalam konsep sepertinya perjalanan dari suasana dan kualitas baiti jannati sampai

menuju terkondisinya suasana dan kualitas baladi firdausi akan berlangsung secara
kronologis dan linear dan mulus. Tentunya dalam kenyataan dan dalam proses-prosesnya
tidak akan semulus itu. Akan muncul banyak kejutan-kejutan postif. Juga akan banyak
muncul kejutan yang mendebarkan dan mencemaskan. Sebab potensi dan kekuatan
budaya yang mampu memporak-porandakan itu semua jangan dikira tidur mendengkur.
Mereka setiap detik justru sedang melakukan konsolidasi ide dan mobilisasi macammacam sehingga bukan tidak mungkin suasana dan kualitas baiti jannati gagal dicapai,
dan yang muncul justru suasana dan kualitas baiti naari (yang ditandai dengan kampanye
hidup selingkuh/zina itu indah yang dilengkapi dengan kampanye pornografi dan
pornoaksi misalnya) Bukan tidak mungkin kekuatan budaya jahat itu kemudian
membentuk jaringan global bersama jaringan lokal untuk menjegal terprosesnya suasana
dan kualitas baladi firdausi, dan mereka kemudian memproduk apa yang kini kita
rasakan sebagai baladi jahanami (yaitu negeri yang konfliktual, negeri kanibal dan negeri
dimana kemungkaran dikibarkan sebagai bendera kemenangan).
Dalam kenyataan budaya, apa yang disebut godaan-godaan, pembelokan-pembelokan,
dan penentangan terhadap upaya-upaya positif selalu terjadi. Gambaran terjadinya proses
aksi-reaksi, pasang-surut, pertarungan sampai ke titik ultimate fighting (pertarungan
puncak habis-habisan) antara upaya positif (semisal dakwah kultural) dengan upaya
negatif dan destruktif dapat kita baca dari keseluruhan teks Al Qur’an, Hadits, dan dapat
juga kita baca dari narasi historis sosiologis maupun dapat kita pelajari dan kaji dari
berbagai ‘teks-teks semesta’ berupa gejala alam yang meliputi segala yang terjadi di

bumi, di laut dan di langit, juga di dimensi-dimensi lain yang sangat banyak jumlahnya.

Dan karena itulah maka perjuangan menjadi punya makna. Dan setiap kegiatan maupun
aksi-aksi konkret menjadi punya visi. Selain itu, perjuangan pun menjadi mengasyikkan,
meski sering mendebarkan dan mencemaskan. Hanya karena penuh harapan , tanpa
khawatir dan tanpa takut, serta karena memiliki istiqomah dan saja’ah maka dakwah
kultural seperti ini akan menjadi mudah berhasil dan sukses.
Para ibu-ibu yang bergabung dalam Aisyiyah memang sudah sepantasnya bersyukur.
Sebab Tuhan telah memberinya peran strategis, sebagai pemroses terciptanya surgasurga. Surga dalam skala keluarga, surga dalam skala masyarakat dan surga dalam skala
negeri dan bangsa.Lihatlah bagaimana anak-anak Bustanul Atfal di seluruh negeri ini,
setiap hari dapat memenuhi memori dan hard disk dalam jiwanya dengan hal-hal yang
ceria, cerah, dan penuh harapan. Perkara masih banyak guru-gurunya yang harus
berenang-renang dalam hutang karena kesejahteraannya belum memadai, itu perkara lain.
Tentu saja akan sangat baik kalau ini dibenahi. Sebab para guru yang di rumah masingmasing juga menjadi ibu itu juga sangat mendambakan terciptanya baiti jannati, bukan
baiti naari.
Sumber: SM-14-2002