Penanganan Abses Pada Digiti Dengan Metode Onychectomy.

(1)

KEMENTERIAN

RISET,

TEKNOLOGI

DAN

PENDIDIKAN

TINGGI

UNI}'ERSITAS IJDAYANA

UPT

PERPUSTAKA-A.N

Alamat : Kampus Unud Bukit Jimbaran Badung, Bali - 80364 Telepon (0361) 702772, Fax (0361) 701907

E-mail : pc!p!!!alaanudaya4@@f499!9jd Laman : www.elib.unud.ac.id

SI]RAT KETERANGAN

NO :0019/UN.14.I.2.1/Perpus/00'09/2016

Yang bertanda targan dibawah ini Kepala UPT Perpustakaan Universitas Udayana menerangkan bahwa:

:

I Wayan Wirata

:

1,98208252008121002 Fakultas/ Progam

Studi

:

Kedokteran Hewan

Memang benar

telal

menyerahkan

I

eksemplar

Studi

Kasus

dan

I

keping CD di UPT

Perpustakaan Universitas Udayana, dengan judul:

"Penanganan Abses Pada Digiti Dengan Metode Onychectomy"

Demikian surat pemyataan

ini

dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukit Jimbamn,2T Januari 2016 Mengetahui,

Ka.

a.n.

Universitas Udayana Pengolahan Koleksi

Nama


(2)

/

KEMENTERIAN

RISET,

TEKNOLOGI

DAN

PENDIDIKAN

TINGGI

UNIVERSITAS UDAYANA

UPT PERPUSTAKAAN

Alamat : Kampus Unud Bukit Jimbaran Badung, Bali - 80364 Telepon (0361) 702772, Fax (0361) 701907

E-mail : perDustakaanuda),ana@),ahoo.co.id Laman : www.e-lib.unud.ac.id

SURAT

PERNYATAAN

PI]BLIKASI

NO :0019/UN.1,l.I.2.UPerpus/00.09/2016

Yang beftanda tangan dibawah

ini:

Nama

NIP.

Fakultas/ Program Studi

Menyatakan bersedia menyerahkan

hak

publikasi

kepada

UPT

Perpustakaan Universitas Udayana. Judul Studi

Kasus

yang aLan dipublikasikan adalah:

"Penanganan Abses Pada Digiti Dengan Metode Onychectomy"

Demikian suat pernyataan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

lJniversitas Ildavana

Yang memberi pemyataan, n Pengolahan Koleksi :!

:

I Wayan Wirata :198208252008121002

:

Kedokeran Hewan

V*-

( I Wayan Wirata )


(3)

LAPORAN KASUS

“PENANGANAN ABSES PADA DIGITI I DENGAN METODE ONYCHECTOMY”

Oleh :

I WAYAN NICO FAJAR GUNAWAN

LUH MADE SUDIMARTINI

I WAYAN WIRATA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Tujuan Penulisan ... 2

1.3.Manfaat Penulisan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Abses ... 3

2.2. Etiologi ... 3

2.3. Tanda Klinis ... 4

2.4. Diagnosis ... 5

2.5. Prognosis ... 5

2.6. Metode Penanganan ... 5

2.6.1 Pre Operasi ... 5

2.6.2 Operasi Dengan Metode Onychectomy... 6

2.6.3 Pasca Operasi... 8

2.7. Terapi ... 9

BAB III MATERI DAN METODE ... 10

3.1. Materi ... 10

3.1.1 Hewan ... 10

3.1.2 Alat - alat ... 11

3.1.3 Bahan – Bahan ... 12

3.2. Metode ... 13

3.2.1. Pre Operasi ... 13

3.2.2 Operasi ... 14

3.2.3 Pasca Operasi... 14


(5)

iii

4.1 Hasil ... 15

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1. Kesimpulan ... 25

5.2. Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26


(6)

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel 3.1.1.C. Hasil Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Mix German

Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1 Menggunakan Onychectomy”...11 2. Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pra Operasi, Operasi, Pasca Operasi Pada

Anjing Lokal Mix German Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada

Digiti 1 Dengan Metode Onychectomy”...22 v


(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anjing merupakan mamalia karnivora hasil hasil domestikasi dari serigala yang dapat hidup berdampingan dengan manusia. Sejarah menunjukkan bahwa bukti domestikasi tersebut dapat dilihat dari penemuan fosil yang berkaitan dengan anjing serta bukti genetik berupa DNA, dan dalam kesehariannya, anjing memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia di seluruh dunia (Beck, 2000). American Pet Products Manufacturer Association (1999) merilis laporan survey berkenaan dengan pemeliharaan anjing di dunia. Di banyak negara, sebanyak 95% orang menyatakan bahwa tujuan dari memelihara anjing adalah sebagai companion animal dan hampir 50% menyatakan anjing sangat baik untuk kesehatan, sementara tiga perempat koresponden menyatakan bahwa anjing sebagai anggota keluarga, dan 64% diantaranya menyebutkan anjing sebagai penjaga.

Anjing – anjing yang digunakan untuk membantu kegiatan manusia dalam kehidupan sehari – hari memiliki kriteria fisik yang berbeda – beda, tergantung pada kegunaan dari anjing tersebut. Pada umumnya setiap anjing memiliki struktur kerangka dan perototan yang sama, dimana anjing memiliki 5 jari pada kaki depan dan 4 jari pada kaki belakang (Puja, 2011). Sebagai anjing penjaga, riwayat kesehatan dari anjing tersebut pun tidak boleh luput dari perhatian si pemilik, karena jika anjing penjaga tersebut sampai jatuh sakit, tugas – tugas yang biasanya dilakukan oleh si anjing pun akan terbengkalai. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik khususnya pada struktur rangka karena dalam kesehariannya anjing penjaga umumnya memiliki kemampuan berlari cepat dan mempunyai daya jelajah jarak yang jauh, hal ini disebabkan karena anjing berjalan di atas jari kaki (toes) (Puja, 2011).

Abses merupakan salah satu penyakit umum yang terjadi pada anjing. Abses penting yang dapat mempengaruhi kemampuan berlari anjing penjaga ini adalah abses pada struktur pertulangan, khususnya adalah abses


(8)

2

pada digiti 1. Abses pada digiti ini ditemukan sebanyak 1,3% yang berasal dari anjing yang dibawa ke klinik hewan di negara Spanyol (Verde, 2005). Sampai saat ini belum ada data lengkap yang dipublikasikan mengenai penyakit abses digiti 1 ini pada anjing penjaga di Bali, sehingga perlu dilakukan pembedahan dan pengamatan pasca operasi guna melengkapi informasi penyakit abses pada digiti 1.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui cara mendiagnosa, prosedur operasi dari saat pre operasi maupun pasca operasi dan rencana terapi pada kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1

Menggunakan Metode Onychectomy”.

1.3 Manfaat Penulisan

Hasil dari pembedahan ini yang kemudian disusun dalam bentuk laporan diharapkan mampu memberikan keterampilan bagi mahasiswa PPDH dalam melakukan diagnosa, prosedur operasi dari saat pre operasi maupun pasca operasi pada kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1 Menggunakan Metode Onychectomy”.


(9)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abses

Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan. Abses bisa terjadi pada semua jaringan atau struktur anatomi pertulangan. Abses pada kuku anjing merupakan abses yang paling sering terjadi. Abses pada kuku anjing ini dapat timbul karena adanya infeksi dari berbagai bakteri, yaitu : Staphylococcus pyogenes, Streptococcus pyogenes, Corynebacterium pyogenes, Pseudomonas aeruginosa, Actinomyces bovis, dan E. coli.

Abses terbentuk karena terjadinya migrasi leukosit dengan inti polymap dari kapiler menuju daerah yang bebas kuman, kemudian adanya membrane yang lisis dari elemen – elemen jaringan akan menghasilkan ruangan (Sudisma et al., 2006). Sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan ifeksi bakteri bergerak ke dalam rongga tersebut, setelah memakan bakteri sel arah putih akan mengalami kematian. Sel darah putih yang telah mati ini yang kemudian disebut dengan abses yang mengisi rongga tersebut (Green, 2014). Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya terdorong. Jaringan yang pada akhirnya tumbuh di sekitar tempat terjadinya abses ini disebut dengan dinding abses, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Karena abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya sehingga diperlukan tindakan medis secepatnya, dan agar abses tidak menyebar ke bagian tubuh lain diperlukan tindakan penyembuhan dengan cara operasi untuk penanganan dalam penyakit abses ini (Jaeger et al., 2008).

2.2 Etiologi

Penyakit abses ini umumnya dapat terjadi pada anjing lokal maupun anjing ras. Adapun anjing ras yang berisiko terkena penyakit abses ini yaitu : German Shepherd, giant, standard and miniature Schnauzer, Rottweiler, Greyhound, Bearded Collie and Norwegian Gordon and English Setter (Rosychuk, 2015). Rosychuck (2015) pun menulis di dalam jurnalnya,


(10)

4

bahwa untuk penyakit abses pada kuku ini pun dapat dialami oleh anjing dengan rentang umur dari 6 bulan – 11 tahun, dengan rata – rata umur yang dilaporkan terkena penyakit ini yaitu berkisar dari 4-5 tahun.

Abses yang terjadi pada kuku anjing dalam kasus ini diperkirakan terjadi karena adanya infeksi dari luka terbuka maupun tertutup yang menyebabkan terjadinya penimbunan cairan dalam jaringan yang kemudian membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan jaringan fibrotik di sekitarnya sebagai respons tubuh terhadap adanya infeksi bakteri (PetMD, 1999). Infeksi bakteri ini sendiri dapat menyebar dengan sangat cepat baik secara lokal maupun sistemik dalam aliran darah sehingga dapat menimbulkan sepsis (Anonymous, 2005).

Adapun akibat yang ditimbulkan dari infeksi bakteri ini adalah sebagai berikut : radang diikuti dengan warna kemerahan di sekitar lokasi abses, bengkak dan terasa panas pada saat di palpasi, timbul rasa nyeri dan terdapat gangguan fungsi terhadap lokasi timbulnya abses. Fase akhir dari penyakit abses ini adalah terbentuknya dinding abses, atau terbentuk kapsul oleh sel – sel sehat yang berada di sekeliling abses sebagai upaya pencegahan pus menginfeksi struktur lain yang ada di sekitar tempat terjadinya abses tersebut (Anonymous, 2005).

2.3 Tanda Klinis

Abses yang sudah matang dapat ditandai dengan adanya tonjolan pada kulit, berdinding tipis, lunak, elastis, biasanya berwarna orange kemerahan mengkilat, terdapat elevasi kulit, terkadang terjadi kerontokan rambut di sekitar tempat terjadinya abses. Menurut Sudisma et al., (2006), abses dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Abses Dangkal (Superfisial)

merupakan abses yang pada fase pertumbuhannya menuju permukaan tubuh dengan cara menyatukan diri dengan jaringan diatasnya.

2. Abses Dingin (Cold Abses)

adalah abses dengan ciri – ciri mengandung kuman namun tidak disertai dengan rasa sakit dan tanda radang yang berat.


(11)

5

3. Abses Steril

yaitu abses bebas kuman, namun disertai dengan rasa sakit. Abses steril dapat terjadi karena adanya perlakuan kepada hewan ataupun karena penyakit.

2.4 Diagnosis

Diagnosa dalam penyakit abses pada digiti 1 ini dapat ditegakkan melalui anamnese hasil wawancara dengan pemilik hewan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan inspeksi dan melakukan palpasi terhadap lokasi terjadinya abses, dimana dalam kasus ini lokasi yang dilakukan palpasi adalah kuku pada digiti 1 extremitas sinister anjing mix German Shepperd berumur +/-4 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya tonjolan berwarna merah di sekitar kulit di digiti 1 extremitas sinister, kerontokan rambut pada daerah terjadinya abses, terdapat peradangan yang disertai dengan rasa sakit pada saat mempalpasi abses tersebut. Hal – hal yang ditemukan pada saat melakukan pemeriksaan fisik ini sesuai dengan yang ditulis oleh Doni, 2012 dimana dalam jurnalnya ditulis bahwa dalam pemeriksaan fisik senantiasa ditemukan organ atau jaringan infeksi, massa eksudat, peradangan, abses superficial dengan ukuran bervariasi, terdapat rasa sakit dan bila di palpasi akan terasa fluktuatif.

2.5 Prognosis

Prognosa dari penyakit abses pada digiti 1 ini adalah fausta. Namun prognosa ini sangat bergantung dari kondisi hewan, tingkat keparahan abses, lokasi tempat terjadinya abses, dan kerjasama dari owner dalam memberikan terapi kepada pasien yang baru saja menjalani operasi.

2.6 Metode Penanganan 2.6.1 Pre Operasi

Penanganan abses sangat tergantung dari tingkat keparahannya. Abses yang berukuran kecil dapat dilakukan penanganan dengan mengkompres menggunakan air dingin. Namun abses yang berukuran besar / abses yang sering terjadi berulang di tempat yang sama dapat dilakukan


(12)

6

tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan dengan melakukan incisi pada daerah asbes utuk kemudian dilakukan pembersihan abses dari jaringan yang mati dengan menggunakan NaCl dan kemudian ditutup dengan jahitan.

2.6.2 Operasi Dengan Metode Onychectomy

Istilah "onychectomy" berasal dari bahasa Yunani yaitu

ὄνυξ onycho,kuku + ἐκτο(ή ektome, eksisi dan "declawing" yang mempunyai arti penghapusan cakar ke- 5 (cakar lebih) pada hewan, tetapi deskripsi yang lebih tepat digunakan dalam laporan bedah kasus ini adalah onychectomy.

Gambar 2.6.2.A. Histologi Kuku Anjing (Sumber : Mueller et al., 1993)


(13)

7

Gambar 2.6.2.B. Posisi Pemotongan Kuku (Sumber : Swaim, 2015)

Gambar 2.6.2.C. Lokasi Pembedahan Abses Pada Digiti 1 (Sumber : Schwartz, 2011)


(14)

8

Onychectomy merupakan suatu tindakan pembedahan untuk menghilangkan kuku pada hewan (Schwartz, 2011). Pembedahan dilakukan dengan cara amputasi dari seluruh atau sebagian dari falang distal, atau mengakhiri tulang dari jari kaki hewan, karena kuku berkembang dari jaringan germinal dalam barisan ketiga, amputasi tulang diperlukan untuk sepenuhnya menghilangkan kuku hewan (Swaim, 2015).

Onychectomy ini biasanya dilakukan dalam kasus tumor, proses inflamasi kronis, gangren, adanya infeksi baik persisten maupun parah dan abses yang terbatas falang distal. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada kasus ini biasanya terbatas pada kuku yang terinfeksi sakit, dan akan meninggalkan kuku yang sehat (jika ada) utuh. Dan dalam pelaksanaannya, onychectomy membutuhkan anestesi umum dan manajemen terapi yang baik sebelum, selama, dan setelah operasi.

2.6.3 Pasca Operasi

Setelah operasi dalam kasus bedah penanganan abses pada digiti 1 ini dapat diberikan antibiotika dan vitamin (Sudisma et al., 2006). Dimana untuk obat – obatan yang akan diberikan, baik antibiotika maupun vitamin yang diberikan harus disesuaikan dengan riwayat pasien, apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan alergi obat.

Dalam sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2001 terhadap 276 pemilik kucing, 34% dilaporkan ketidaknyamanan pasca bedah onychectomy pada kucing mereka sementara 78% melaporkan terutama nyeri. Waktu pemulihan mengambil dari tiga hari sampai dua minggu. Peningkatan kekuatan menggigit atau frekuensi dilaporkan di 4% dari kucing, tapi secara keseluruhan, 96% dari pemilik puas dengan operasi. Beberapa penelitian lain menemukan ketimpangan setelah onychectomy berlangsung > 3 hari, > 1 minggu, 8 hari, > 12 hari, hingga 180 hari, bahkan sampai 96 bulan.

Pada satu rumah sakit pendidikan kedokteran hewan, antara 50 dan 80% dari kucing memiliki satu atau lebih komplikasi kesehatan pasca-operasi; 19,8% mengalami komplikasi setelah rilis. Penelitian lain melaporkan tingkat komplikasi pasca-op medis 24% (Jankowski 1998),


(15)

9

53% (Martinez 1993), 1,4% (Pollari 1996), 82,5% untuk blade dan 51,5% untuk teknik geser (Tobias 1994), dan 80% (Yeon 2001).

2.7 Terapi

Terapi dalam proses penyembuhan (recovery) ini dapat berupa terapi dari luar ataupun dalam tubuh pasien. Adapun maksud terapi dari luar tubuh pasien yaitu dengan mengajak si hewan tersebut untuk melakukan kegiatan berjalan – jalan di halaman sekitar, kegiatan ini harus disesuaikan dengan kemampuan si pasien tersebut. Dan terapi yang diberikan setelah operasi yaitu meliputi obat – obatan analgesik, antibiotik, dan vitamin A untuk mempercepat proses penyembuhan (Sudisma et al., 2006).


(16)

10

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Materi 3.1.1 Hewan

A. Sinyalement

Pada tanggal 3 November 2015 telah dilakukan pemeriksaan klinis terhadap seekor anjing lokal mix German Shepperd berjenis kelamin jantan yang bernama brownie, berumur +/- 4 tahun dengan berat 30 kg dan rambut berwana coklat. Pemilik bernama William yang beralamat di Jl. Gunung Salak 27B , Kerobokan – Kuta Utara.

B. Anamnese

Berdasarkan keterangan dari pemilik anjing tersebut, brownie yang awalnya terlihat lincah mulai lemas, nafsu makan menurun, dan selama 2 hari diperhatikan brownie terlihat susah berjalan. Kaki Depan yang sebelah kanan terlihat seperti pincang pada waktu berjalan. Sistem pemeliharaan anjing ini tidak dikandangkan, melainkan dibiarkan berkeliaran bebas begitu saja, sehingga menyulitkan pemilik untuk melakukan penanganan awal sebelum absesnya menjadi matang dan pecah.

C. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada anjing lokal mix German Shepperd dengan kasus penanganan abses pada digiti 1 dengan onychectomy meliputi pemeriksaan fisik untuk berat badan, suhu badan, pulsus, respirasi, CRT, genetik, kulit dan kuku, otot, sirkulasi, pernafasan, pencernaan, urogenital, mata, telinga, saraf, limfonodus, dan mukosa. Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :


(17)

11

NO. Jenis Pemeriksaan Fisik

Keterangan

1. Berat Badan 30 kg 2. Suhu Badan 38,8 °C 3. Pulsus 81 x/menit 4. Respirasi 30 x/menit 5. CRT 2 detik 6. Genetik Normal

7. Kulit dan Kuku Terjadi radang kemerahan, dan terdapat massa berupa nanah pada abses tersebut

8. Otot Normal

9. Sirkulasi Normal 10. Pernafasan Normal 11. Pencernaan Normal 12. Urogenital Normal

13. Mata Normal

14. Telinga Normal 15. Saraf Normal 16. Limfonodus Normal 17. Mukosa Normal

Tabel 3.1.1.C. Hasil Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Mix German

Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1 Menggunakan Onychectomy”

(Sumber : Penulis)

3.1.2 Alat-alat

Alat – alat yang digunakan dalam pembedahan ini, antara lain : timbangan, stetoskop, termometer, alat pecukur rambut, kateter urine, sonde lambung, ett, infus set, iv cat 24 G, gloves, masker, penutup kepala, baju bedah, scalpel, blade, pinset anatomis, pinset sirurgis, needle holder, gunting, jarum, benang chromic cat gut 3,0, spuite, tampon, dan perban.


(18)

12

3.1.3 Bahan-bahan

Bahan – bahan yang dipersiapkan adalah antiseptik (iodine), alkohol 70%, lactat ringer, NaCl, benang absorable chromic catgut 3,0, gloves, masker, dan obat – obatan yang dipersiapkan yaitu atropin sulfat untuk premedikasi, ketamine xlyazine untuk anastesi, vitamin K, epinepherin, antibiotik, dan anti inflamasi. Adapun dosis obat yang diberikan pada pembedahan ini, adalah sebagai berikut :

1. Atropin sulfat sebagai premedikasi dengan sediaan 0,25 mg/ml (Walter, 2008) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (0,02 – 0,04) ml/kg/BB/hari X 30 kg 0,25

= 2,4 – 4,8 Dosis yang diberikan = 3,6ml

2. Ketamine sebagai anasthesi dengan sediaan 100 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (10 – 15) ml/kg/BB/hari X 30 kg 100

= 3 – 4,5 Dosis yang diberikan = 3,5 ml

3. Xylazine sebagai anasthesi dengan sediaan 20 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (1 – 3) ml/kg/BB/hari X 30 kg 20

= 1,5 – 4,5 Dosis yang diberikan = 3 ml


(19)

13

3.2 Metode

3.2.1 Preoperasi

A.Persiapan Ruang Operasi

Ruang operasi dibersihkan dari kotoran debu dengan menggunakan sapu kemudian meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%. B. Persiapan Alat Bedah

Meliputi sterilisasi pada alat-alat bedah menggunakan alat sterilisasi yang ada di ruangan bedah selama 45 menit yang bertujuan untuk menghilangkan seluruh mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan yang steril atau pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah tidak terkontaminasi.

C. Persiapan Hewan

1. Anjing yang akan dioperasi dilakukan signalemen,

anamnesa, dan pemeriksaan klinik. Sebelum dilakukan operasi, hewan dipuasakan selama 12 jam agar hewan tidak muntah pada waktu teranaesthesia.

2. Pertama-tama diinjeksi dengan premedikasi yaitu atropin sulfat sebanyak 3,6 ml secara subkutan (dosis terlampir). 3. Setelah 30 menit, kemudian di anestesi menggunakan xylazine sebanyak 3 ml secara intramuskuler (dosis terlampir) dan setelah 10 menit disuntikkan ketamin dengan jumlah pemberian anestesi sebanyak 3,5 ml secara intramuskuler (dosis terlampir).

4. Setelah teranestesi, anjing ditempatkan pada posisi lateral recumbency.

5. Hewan disiapkan secara aseptik, bulu disekitar daerah yang akan diinsisi dibersihkan. Kemudian dilakukan pemasangan Endotracheal Tube (ETT) dan dilakukan pemasangan kateter intravena untuk infus Lactat Ringer. 6. Dilakukan penutupan site operasi dengan kain drape. Akan tetapi pada kasus ini tidak menggunakan kain drape dikarenakan area yang akan diinsisi berukuran lebih kecil dengan kain drape yang ada di ruangan bedah.


(20)

14

7. Kemudian diberi antiseptik untuk menjaga kondisi aseptis.

D. Persiapan Perlengkapan Operator dan Asisten

Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten adalah masker, penutup kepala dan sarung tangan serta menggunakan pakaian khusus operasi. Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi dengan menggunakan ozone selama 15 menit.

3.2.2 Operasi

Setelah tahapan preoperasi selesai dan hewan telah teranestesi kemudian hewan dibaringkan pada posisi lateral. Insisi dilakukan pada daerah abses, setelah abses berhasil di insisi dilakukan pembersihan menggunakan NaCl di sekitar jaringan yang berisi nanah. Pemilik anjing mengatakan bahwa abses ini sudah sangat sering terjadi sehingga abses ini dirasa sangat mengganggu gerak gerik dari anjing tersebut, maka dilakukan pengamatan terhadap akar akar yang ada di sekitar kuku anjing. Dan ditemukan ada penumpukan nanah di bawah kuku digiti 1 anjing tersebut yang mengakibatkan kuku anjing ini patah sebagian, sehingga operator memutuskan untuk mencabut kuku anjing dari bagian phalanx distal 3. Perlu diperhatikan adanya pembuluh darah pada daerah digiti anjing tersebut, apabila terjadi perdarahan dapat dilakukan ligasi pada daerah tersebut atau dapat diberikan epinephrine pada pendarahan lokal. Setelah kuku berhasil dicabut, dilakukan penyemprotan antibiotik dan penjahitan kulit dengan pola jahitan subkurtikuler menerus menggunakan benang absorbable chromic catgut 3,0. Daerah operasi dan bekas luka insisi dibersihkan dengan antiseptic betadine lalu diolesin antibiotik salep dan terakhir ditutup dengan kain kasa untuk diperban.

3.2.3 Pasca Operasi

Setelah operasi selesai, pasien diberikan injeksi antibiotik ampicilin dan salep oxytetraxycline untuk daerah bekas luka insisi. Salep ini diberikan oles setelah diberikan betadine sebelumnya.


(21)

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

NO. DOKUMENTASI HASIL

KETERANGAN GAMBAR

1.

Sabtu, 24 Oktober 2015

Pemilik anjing melaporkan kepada penulis dengan cara mengirimkan gambar, bahwa hewan peliharaannya sakit pada kukunya.

2.

Minggu, 25 Oktober 2015

Keesokan harinya, penulis melakukan inspeksi ke lokasi, palpasi pada daerah yang sakit dan melakukan anamnese dengan si pemilik anjing tersebut. Dan hewan didiagnosa abses pada kuku digiti 1.

3.

Jumat, 30 Oktober 2015

Hewan pada saat dibawa ke RSH untuk diskusi dengan dosen pembimbing kasus. Terlihat kuku anjing sudah hampir patah namun abses masih terlihat kemerahan dan masih mengeluarkan darah.

4.

Senin, 2 November 2015

H-1 sebelum operasi, pemilik melaporkan bahwa kuku anjing sudah patah dan abses terlihat sudah pecah namun sering mengeluarkan darah. Pada foto terlihat kering dikarenakan kotor akibat terkena pasir.


(22)

16

5.

Selasa, 3 November 2015

Pada gambar ini brownie terlihat sudah teranathesi dan team bedah sedang melakukan pemeriksaan status present, seperti : pulsus, respirasi, suhu, CRT.

6.

Selasa, 3 November 2015

Dilakukan pencukuran rambut di sekitar lokasi abses untuk persiapan operasi.

7.

Selasa, 3 November 2015

Hewan diletakkan diatas meja operasi dengan posisi Lateral Recumbency.

8.

Selasa, 3 November 2015

Dilakukan pemasangan kateter intravena untuk infus sebelum operasi berlangsung, agar cairan dalam tubuh hewan dapat tergantikan langsung dan mempermudah dalam pemberian obat.


(23)

17

9.

Selasa, 3 November 2015

Pemasangan Endotracheal Tube (ETT) untuk memasang anasthesi inhalasi (isofluerant).

10.

Selasa, 3 November 2015

Dilakukan pemasangan kateter urine guna memenuhi skill lab di dalam lab bedah dan radiologi.

11.

Selasa, 3 November 2015

Pada gambar ini dilakukan pembersihan di sekitar daerah abses tempat akan melakukan insisi menggunakan antiseptik supaya lokasi yang akan di insisi tetap aseptis.

12.

Selasa, 3 November 2015

Insisi pada digiti 1 dilakukan untuk membuka abses supaya isi dari abses tersebut dapat dikeluarkan dan dibersihkan.


(24)

18

13.

Selasa, 3 November 2015

Pada saat pembersihan abses, ditemukan bahwa posisi kuku anjing tersebut tumbuh melukai daging, sehingga diputuskan untuk mencabut (mengamputasi) kuku dari phalanx distal 3 hingga ke ujung kuku pada digiti 1. Gambar disamping menunjukkan setelah kuku diamputasi.

14.

Selasa, 3 November 2015

Dilakukan penjahitan dengan pola subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic catgut 3,0.

16.

Selasa, 3 November 2015

Penjahitan telah selesai dilakukan dengan pola jahitan subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic catgut 3,0.


(25)

19

17.

Selasa, 3 November 2015

Setelah operasi selesai, bekas pembedahan ditutup dengan menggunakan kasa dan plester dibalut menjadi perban.

18.

Hari ke-2 pasca operasi, Kamis 5 November 2015.

Bekas operasi terlihat membengkak akibat terjadinya inflamasi pasca operasi dan luka menjadi sedikit basah dikarenakan luka terkena air hujan.

19.

Hari ke-3 pasca operasi, Jumat 6 November 2015.

Dilakukan penggantian perban secara berkala yang bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan.

20.

Hari ke-5 pasca operasi, Minggu 8 November 2015.

Perban yang dipakai untuk membalut luka diganti selama 2 hari sekali.


(26)

20

21.

Hari ke-6 pasca operasi, Senin 9 November 2015.

Obat bekerja dengan baik, luka sudah tidak benyek seperti sebelumnya tapi hewan masih merasakan sakit ketika bekas operasinya dicoba untuk disentuh.

22. Hari ke-7 pasca operasi, Selasa 10 November 2015.

Bengkak pada bekas operasi sudah mulai mengecil.

23. Hari ke-8 pasca operasi, Rabu 11 November 2015.

Bekas jahitan mulai terlihat mengering.

24. Hari ke-10 pasca operasi, Jumat 13 November 2015.

Di hari ke-10 ini brownie sudah mulai terlihat ceria, sudah mulai dapat berjalan sedikit demi sedikit. Proses penyembuhan berlangsung dengan sangat baik walaupun membutuhkan waktu yang lama.


(27)

21

25. Hari ke-19 pasca operasi, Minggu 22 November 2015.

Pasien amputasi kuku ini menghilang selama 8 hari, sehingga selama 8 hari sebelumnya tidak dapat dilakukan pengamatan proses kesembuhan. Pada hari ke-19 ini bekas jahitan sudah terlihat mengering.

26. Hari ke-20 pasca operasi, Senin 23 November 2015.

Rambut di sekitar bekas operasi sudah mulai tumbuh seperti semula.

27. Hari ke-21 pasca operasi, Selasa 24 November 2015.


(28)

22

28. Hari ke-23 pasca operasi, Kamis 26 November 2015.

Pasien amputasi kuku sudah sembuh, bekas jahitan sudah tertutup dengan sempurna dan sudah kering. Rambut sudah tumbuh seperti sebelum operasi dilakukan.

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pra Operasi, Operasi, Pasca Operasi Pada Anjing Lokal Mix German Shepperd Pada Kasus “Penanganan Abses Pada Digiti 1 Dengan Metode Onychectomy”

(Sumber : Penulis)

4.2 Pembahasan

Penanganan abses pada digiti 1 dengan metode onychectomy pada kasus ini tidak begitu sulit, dikarenakan abses sudah pecah sebelum dilakukan pembedahan, sehingga incisi dilakukan untuk mengeluarkan sisa – sisa nanah yang ada. Setelah nanah yang ada dibersihkan keseluruhan, dilakukan pengamatan pada kuku yang patah, patahan ini yang diduga sering menyebabkan terjadinya abses karena posisi patahan kuku melukai bagian daging extremitas sinister anjing. Setelah kuku berhasil dicabut (pencabutan dilakukan pada phalanx distal 3) , dilakukan penjahitan subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic 3,0 , sehingga prognosa untuk kasus ini adalah “Fausta”.

Brownie merupakan panggilan akrab anjing yang digunakan dalam pembedahan ini. Brownie merupakan anjing campuran lokal dengan German Shepperd. Dimana pada saat pembedahan dilakukan, brownie berumur kurang lebih 4 tahun. Setelah pembedahan selesai, brownie langsung dikembalikan kepada pemiliknya dengan pemberian obat – obatan yang langsung diberikan oleh si pemilik anjing tersebut. Adapun obat – obatan yang diberikan dalam terapi untuk brownie pasca operasi (terlampir)


(29)

23

Pasca operasi, untuk mencegah terjadinya infeksi, brownie diberikan obat antibiotik berspektrum luas untuk gram positif dan gram negatif berupa amoxycilin tablet. Selain pemberian antibiotik secara oral, diberikan pula antibiotik luar dalam berbentuk tabur dan salep. Pada hari pertama pasca operasi, brownie terlihat mengalami kesakitan pada bagian kakinya, sehingga diberikan obat analgesik berupa asam mefenamat yang berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri, sakit dan juga memiliki fungsi sebagai anti inflamasi / anti radang. Tidak hanya obat – obatan, pemberian vitamin pun tidak luput dari pantauan. Brownie diberikan vitamin dan makanan kaya protein guna mempercepat proses pemulihan jaringan baik di rongga abses maupun luka bekas insisi.


(30)

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pasien dalam kasus ini bernama Brownie, seekor anjing campuran anjing lokal degan German Shepperd. Owner dari anjing tersebut mengeluhkan ahwa brownie terlihat sulit untuk berjalan, setelah dilakukan inspeksi palpasi dan menayakan riwayat brownie kepada si pemilik, brownie didiagnosa abses pada digiti 1. Abses dalam kasus ini disebabkan oleh masuknya potongan kuku ke dalam daging pada extremitas sinister yang mengakibatkan penanganan asbes pada kasus ini dilakukan dengan metode onychectomy. Onychectomy merupakan proses pencabutan kuku dari phalanx distal 3, dimana kuku yang dicabut ialah kuku pada digiti 1 extremitas sinister. Setelah dilakukan pembedahan, insisi luka dijahit dengan pola jahitan subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic catgut 3,0. Pemberian obat – obatan, vitamin, dan pakan kaya protein terus dilakukan pasca operasi guna membantu proses penyembuhan baik di jaringan sekitar abses maupun di insisi luka.

5.2 Saran

Apabila ditemukan kasus abses, sebaiknya hewan segera medapatkan penanganan yang tepat dan cepat berupa pembedahan yang bertujuan untuk menghilangkan isi abses dan membersihkan jaringan yang nekrosis di dalamnya, ataupun melakukan penanganan lainnya yang dibutuhkan. Untuk mencegah terjadinya abses, sebaiknya hewan dipelihara di dalam kandang dan dikeluarkan dari dalam kandang seperlunya saja guna mencegah terjadinya luka dan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri yang dapat memperparah keadaan abses tersebut. Perlu diperhatikan pula pemberian pakan yang baik agar gizi yang diperlukan oleh tubuh hewan selalu tercukupi supaya hewan tersebut tidak mudah terserang penyakit. Selalu kontrol hewan peliharaan terkait dengan sanitasi, vaksinasi, pakan, dan pemberian obat cacing serta vitamin secara rutin.


(31)

26

DAFTAR PUSTAKA

Anjing dari Wikipedia Indonesia, Ensklopedia Bebas (2015). Diperoleh dari http//id.wikipedia.org.wiki.Anjing. Tanggal akses 10 November 2015.

American Pet Products Manufacturer Association (APPMA) : National Pet Owners Survey. 1999. APPMA. Greenwich, Connecticut.

Anonymous. 2005. Abses Pada Hewan Kecil. Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Beck, M. A. 2000. The Human – Dog Relationship : A Tale of Two Species. In Dogs, Zoonoses, and Public Health. C. N. L. Macpherson. F. X. Meslin., and A. I. Wandeler. Cromwell Press. USA.

Doni. 2012. Abses Pada Hewan Kecil. Petkartini.comxa.com Tanggal akses 10 November 2015.

Fletcher, T. F., A. F. Weber. 2013. Veterinary Developmental Anatomy. Embryo Lect Notes. USA.

Green. 2014. Konsep Dasar Abses. http://ilmugreen.com/2012/07/konsep-dasar-abses.com. Tanggal akses 10 November 2015.

Jaeger, G.H., S.O. Chanapp. 2008. Carpal ad Tarsal Injuries. Veterinary Orthopedics Sports Medicine Group. Elicott City.

Jankowski, A. J., D. C. Brown., J. Duval. 1998. Comparison of Effects of Elective Tenectomy or Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.


(32)

27

Martinez, S. A., J. Hauptmann., R. Walshaw. 1993. Comparing Two Techniques for Onychectomy in Cats and Two Ahesives for Wound Closure. Veterinary Medicines 88 : 516 – 525.

Mueller, R. S., A. S. Kock., A. A. Stannard. 1993. Veterinary Medical Teaching Hospital. University of California. USA.

Pollari, F. L., B. N. Bonnett., S. C. Bamsey. 1996. Postoperative Complications of Elective Surgeries in Dogs and Cats Determined by Examining Electronic and Paper Medical Records. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.

PetMD. 1999. Abcesses in Dog. http://www.petmd.com/conditions/skin/c_dg_abscessatio#. Tanggal akses 10 November 2015.

Puja, IK. 2011. Anjing Perawatan dan Pengembangbiakan. Denpasar: Udayana University Press.

Reynoldson, J.A., B.J. Hilbert., S.E. Cooper. 1997. Veterinary Drug Dose Handbook. School of Veterinary Studies Murdoch University. Western Australia.

Royschuk, R. A. W. 2015. Canine and Feline Pododermatitis.Norwegia.

Schwartz, S. H. 2011. Onychectomy and Tendonectomy. NAVC Clinician’s Brief.

Ohio.

Sudisma, I.G.N., G.A.G. Pemayun., A.A.G.J. Wardhita., I.W. Gorda. 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Fakultas Kedokteran Hewan. Denpasar.

Swaim, S. F., J. A. Welch., R. L. Gillette. 2015. Management of Small Animal Distal Limb Injuries. Swiss.


(33)

28

Tobias, K. S. 1994. Feline Onychectomy at Teaching Institution : A Retrospective Study of 163 Cases. Veterinary Surgery 23 : 274 – 280.

Verde, M. 2005. Canine and Feline Nail Disease. North American Veterinary Conference. Florida.

Walter. 2008. Handbook of Veterinary Pharmacology. Blackwell Publishing. USA.

Yeon, S. C., J. A. Flanders., J. M. Scarlett. 2001. Attitudes of Owner Regarding Tendonectomy and Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.


(34)

29

LAMPIRAN 1

DOSIS PEMBERIAN OBAT

1. Atropin sulfat sebagai premedikasi dengan sediaan 0,25 mg/ml (Walter, 2008) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (0,02 – 0,04) ml/kg/BB/hari X 30 kg 0,25

= 2,4 – 4,8 Dosis yang diberikan = 3,6ml

2. Ketamine sebagai anasthesi dengan sediaan 100 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (10 – 15) ml/kg/BB/hari X 30 kg 100

= 3 – 4,5 Dosis yang diberikan = 3,5 ml

3. Xylazine sebagai anasthesi dengan sediaan 20 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (1 – 3) ml/kg/BB/hari X 30 kg 20

= 1,5 4,5 Dosis yang diberikan = 3 ml

4. Ampicilin sebagai antibiotika yang diinjeksikan setelah operasi selesai dengan sediaan 100 mg /ml (Reynoldson, 1997) :

= Dosis Anjuran x Berat Badan Sediaan

= (5 – 10) ml/kg/BB/hari X 30 kg 100

= 1,5 – 3 Dosis yang diberikan = 2,25 ml


(35)

30

5. Amoxycilin sebagai antibiotika dengan sediaan 500 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (40 – 80) mg/kg/BB/hari X 30 kg 500

= 2,4 – 4,8 Dosis yang diberikan = 3 tablet / hari R/ Amoxycilin 500 mg tab xv

S 3 dd 1 tab m.et.v #

6. Asam Mefenamat sebagai analgesik dengan sediaan 500 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (30 – 60) mg/kg/BB/hari X 30 kg 500

= 1,8 3,6 Dosis yang diberikan = 2 tablet / hari R/ Asam Mefenamat 500 mg tab x

S 2 dd 1 tab m.et.v #

7. Enbatic sebagai antibiotik tabur

R/ Enbatic Pulv adsper No.1 S.u.e applic part dol #

8. Salep Oxytetracyclin

R/ Oxytetracyclin S.u.e applic part dol #

9. Vitamin

R/ Livron Bplex tab v S 1 dd 1 tab o.m. #


(1)

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pasien dalam kasus ini bernama Brownie, seekor anjing campuran anjing lokal degan German Shepperd. Owner dari anjing tersebut mengeluhkan ahwa brownie terlihat sulit untuk berjalan, setelah dilakukan inspeksi palpasi dan menayakan riwayat brownie kepada si pemilik, brownie didiagnosa abses pada digiti 1. Abses dalam kasus ini disebabkan oleh masuknya potongan kuku ke dalam daging pada extremitas sinister yang mengakibatkan penanganan asbes pada kasus ini dilakukan dengan metode onychectomy. Onychectomy merupakan proses pencabutan kuku dari phalanx distal 3, dimana kuku yang dicabut ialah kuku pada digiti 1 extremitas sinister. Setelah dilakukan pembedahan, insisi luka dijahit dengan pola jahitan subkurtikuler menggunakan benang absorable chromic catgut 3,0. Pemberian obat – obatan, vitamin, dan pakan kaya protein terus dilakukan pasca operasi guna membantu proses penyembuhan baik di jaringan sekitar abses maupun di insisi luka.

5.2 Saran

Apabila ditemukan kasus abses, sebaiknya hewan segera medapatkan penanganan yang tepat dan cepat berupa pembedahan yang bertujuan untuk menghilangkan isi abses dan membersihkan jaringan yang nekrosis di dalamnya, ataupun melakukan penanganan lainnya yang dibutuhkan. Untuk mencegah terjadinya abses, sebaiknya hewan dipelihara di dalam kandang dan dikeluarkan dari dalam kandang seperlunya saja guna mencegah terjadinya luka dan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri yang dapat memperparah keadaan abses tersebut. Perlu diperhatikan pula pemberian pakan yang baik agar gizi yang diperlukan oleh tubuh hewan selalu tercukupi supaya hewan tersebut tidak mudah terserang penyakit.


(2)

26

DAFTAR PUSTAKA

Anjing dari Wikipedia Indonesia, Ensklopedia Bebas (2015). Diperoleh dari http//id.wikipedia.org.wiki.Anjing. Tanggal akses 10 November 2015.

American Pet Products Manufacturer Association (APPMA) : National Pet Owners Survey. 1999. APPMA. Greenwich, Connecticut.

Anonymous. 2005. Abses Pada Hewan Kecil. Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Beck, M. A. 2000. The Human – Dog Relationship : A Tale of Two Species. In Dogs, Zoonoses, and Public Health. C. N. L. Macpherson. F. X. Meslin., and A. I. Wandeler. Cromwell Press. USA.

Doni. 2012. Abses Pada Hewan Kecil. Petkartini.comxa.com Tanggal akses 10 November 2015.

Fletcher, T. F., A. F. Weber. 2013. Veterinary Developmental Anatomy. Embryo Lect Notes. USA.

Green. 2014. Konsep Dasar Abses. http://ilmugreen.com/2012/07/konsep-dasar-abses.com. Tanggal akses 10 November 2015.

Jaeger, G.H., S.O. Chanapp. 2008. Carpal ad Tarsal Injuries. Veterinary Orthopedics Sports Medicine Group. Elicott City.

Jankowski, A. J., D. C. Brown., J. Duval. 1998. Comparison of Effects of Elective Tenectomy or Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.


(3)

Martinez, S. A., J. Hauptmann., R. Walshaw. 1993. Comparing Two Techniques for Onychectomy in Cats and Two Ahesives for Wound Closure. Veterinary Medicines 88 : 516 – 525.

Mueller, R. S., A. S. Kock., A. A. Stannard. 1993. Veterinary Medical Teaching Hospital. University of California. USA.

Pollari, F. L., B. N. Bonnett., S. C. Bamsey. 1996. Postoperative Complications of Elective Surgeries in Dogs and Cats Determined by Examining Electronic and Paper Medical Records. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.

PetMD. 1999. Abcesses in Dog.

http://www.petmd.com/conditions/skin/c_dg_abscessatio#. Tanggal akses 10 November 2015.

Puja, IK. 2011. Anjing Perawatan dan Pengembangbiakan. Denpasar: Udayana University Press.

Reynoldson, J.A., B.J. Hilbert., S.E. Cooper. 1997. Veterinary Drug Dose Handbook. School of Veterinary Studies Murdoch University. Western Australia.

Royschuk, R. A. W. 2015. Canine and Feline Pododermatitis.Norwegia.

Schwartz, S. H. 2011. Onychectomy and Tendonectomy. NAVC Clinician’s Brief. Ohio.

Sudisma, I.G.N., G.A.G. Pemayun., A.A.G.J. Wardhita., I.W. Gorda. 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Fakultas Kedokteran Hewan. Denpasar.


(4)

28

Tobias, K. S. 1994. Feline Onychectomy at Teaching Institution : A Retrospective Study of 163 Cases. Veterinary Surgery 23 : 274 – 280.

Verde, M. 2005. Canine and Feline Nail Disease. North American Veterinary Conference. Florida.

Walter. 2008. Handbook of Veterinary Pharmacology. Blackwell Publishing. USA.

Yeon, S. C., J. A. Flanders., J. M. Scarlett. 2001. Attitudes of Owner Regarding Tendonectomy and Onychectomy in Cats. J Am Veterinary Medicine Association. Spain.


(5)

29

LAMPIRAN 1

DOSIS PEMBERIAN OBAT

1. Atropin sulfat sebagai premedikasi dengan sediaan 0,25 mg/ml (Walter, 2008) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (0,02 – 0,04) ml/kg/BB/hari X 30 kg 0,25

= 2,4 – 4,8 Dosis yang diberikan = 3,6 ml

2. Ketamine sebagai anasthesi dengan sediaan 100 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (10 – 15) ml/kg/BB/hari X 30 kg 100

= 3 – 4,5 Dosis yang diberikan = 3,5 ml

3. Xylazine sebagai anasthesi dengan sediaan 20 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (1 – 3) ml/kg/BB/hari X 30 kg 20

= 1,5 4,5 Dosis yang diberikan = 3 ml

4. Ampicilin sebagai antibiotika yang diinjeksikan setelah operasi selesai dengan sediaan 100 mg /ml (Reynoldson, 1997) :

= Dosis Anjuran x Berat Badan Sediaan


(6)

30

5. Amoxycilin sebagai antibiotika dengan sediaan 500 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (40 – 80) mg/kg/BB/hari X 30 kg 500

= 2,4 – 4,8 Dosis yang diberikan = 3 tablet / hari R/ Amoxycilin 500 mg tab xv

S 3 dd 1 tab m.et.v #

6. Asam Mefenamat sebagai analgesik dengan sediaan 500 mg/ml (Reynoldson, 1997) : = Dosis Anjuran x Berat Badan

Sediaan

= (30 – 60) mg/kg/BB/hari X 30 kg 500

= 1,8 3,6 Dosis yang diberikan = 2 tablet / hari R/ Asam Mefenamat 500 mg tab x

S 2 dd 1 tab m.et.v #

7. Enbatic sebagai antibiotik tabur R/ Enbatic Pulv adsper No.1

S.u.e applic part dol #

8. Salep Oxytetracyclin R/ Oxytetracyclin

S.u.e applic part dol #

9. Vitamin

R/ Livron Bplex tab v S 1 dd 1 tab o.m. #