Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Budaya sebagai Instrumen Pembangunan Daerah T2 092013011 BAB I

BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat
internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang
berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa Indonesia
berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah prinsipprinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri
bangsa, yang diangkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa
Indonesia , yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar
filsafat negara yaitu Pancasila. Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan
negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber kepada
kepribadiannya sendiri. Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam
Pancasila yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta
Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh
bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara.
Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin
dirintis oleh para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan
yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada
tahun 1908, kemudian dicetuskan pada Sumpah Pemuda pada tahun
1928.

Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia
untuk menemukan identitas nasionalnya sendiri, membentuk suatu
bangsa dan negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus 1945,
yang kemudian diproklamasikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa
Indonesia. Oleh karena itu akar-akar nasionalisme Indonesia yang
berkembang dalam perspektif sejarah sekaligus juga merupakan unsurunsur identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia.

1

Identitas Nasional Bangsa Indonesia merupakan salah satu
identitas yang telah melekat pada Negara Indonesia adalah keBinneka
Tunggal Ika. Ungkapan Binneka Tunggal Ika dalam lambang nasional
terletak pada simbol burung garuda dengan lima simbol yang mewakili
sila-sila dalam dasar Negara Pancasila. Beberapa bentuk identitas
nasional Indonesia(zubaidi 2007), adalah sebagai berikut:(1). Bahasa
nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.Bahasa
Indonesia berawal dari bahasa melayu yang digunakan sebagai bahasa
pergaulan yang kemudian diangkat sebagai bahasa nasional pada
tanggal 28 oktober 1928. (2). Bendera Negara yaitu sang merah putih,

warrna merah berarti berani dan putih berarti suci. Bendera merah
petih pertama kali dikibarkan pada tanggal 17 agustus 1945, namun
telah ditunjukkan pada peristiwa sumpah pemuda. (3). Lagu
kebangsaan Indonesia yaitu Indonesia raya, Lagu Indonesia sebagai
lagu kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 oktober
1928. (4). Lambang Negara yaitu garuda pancasila. Garuda adalah
burung khas Indonesia yang dijadikan sebagai lambang Negara. (5).
Semboyan Negara yaitu bhineka tunggal ika. Artinya berbeda-beda
tetapi tetap satu jua. Menunjukkan Indonesia adalah bangsa yang
heterogen namun tetap berkeinginan untuk menjadi bangsa yang satu,
yakni Indonesia. (6). Dasar falsafah Negara yaitu pancasila. Berisi lima
sila yang dijadikan sebagai dasar falsafat dan ideology dari Negara
Indonesia. Selain itu pancasila berkeedudukan sebagai dasar Negara
dan ideology nasional. (7). Hukum dasar Negara yaitu UUD 1945.
Merupakan hukum dasar tertinggi dalam tata urutan perundangundangan dan dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan Negara. (8).
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat.Bentuk Negara kita adalah kesatuan, bentuk pemerintahan
adalah republik dan sistem politik yang digunakan adalah system
demokrasi. (9). Konsepsi wawasan nusantara. Sebagai cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba

beragam dan memiliki nilai strategis dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai
tujuan nasional. (10). Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai

2

kebudayaan nasional.Sebagai Negara kesatuan Indonesia terdiri dari
banyak suku bangsa, sehingga Indonesia memiliki kebudayaan daerah
yang sangat kompleks.
Penduduk Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang
terdiri dari berbagai suku etnis dan bangsa yang memiliki ciri khas
masing-masing. Dari berbagai suku dan etnis ini, terbentuk suatu
kebiasaan dan gaya hidup yang kemudian menghasilkan suatu
kebudayaan bernilai tinggi.Uniknya budaya ini merupakan satu proses
akulturasi dari budaya dan faham yang berasal dari luar, misalnya
India, Arab dan Eropa. Masyarakat Indonesia yang semula berfaham
animisme, kemudian datang Hindu dan Budha yang akhirnya melebur
ke dalam faham baru. Begitu juga dengan masuknya Islam dari Arab
dan Kristen dari Eropa, juga melebur ke dalam faham yang sudah ada.

Dengan proses akulturasi tersebut, akhirnya terbentuk kekhasan
budaya, ideologi dan agama tersendiri, yang kemudian menghasilkan
satu budaya yang khas( Koenjaraningrat,1994).
Dalam hal berpakaian atau berbusana juga menghasilkan suatu
corak atau motif tersendiri, seperti batik, tenun, rajut dan lain
sebagainya. Motif-motif pun diciptakan berdasarkan budaya masingmasing sehingga menghasilkan keanekaragaman corak. Apalagi
kemudian dalam perkembangannya muncul berbagai kerajaan yang
menggunakan sistem feudalisme dimana diciptakan suatu perbedaan
antara raja, bangsawan dan rakyat biasa. Dari sinilah muncul berbagai
kreasi untuk menunjukkan identitas masing-masing, yang pada masa
sekarang merupakan suatu warisan budaya yang tidak ternilai
harganya.
Menurut pandangan orang Jawa sendiri, kebudayaannya tidak
merupakan satu kesatuan yang homogen. Mereka sadar akan adanya
suatu keanekaragaman yang sifatnya regional sepanjang daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Keanekaragaman regional kebudayaan Jawa
ini sedikit banyak cocok dengan daerah-daerah logat bahasa Jawa dan
tampak juga dalam unsur-unsur seperti makanan, upacara-upacara
rumah tangga, kesenian rakyat, dan seni suara (Koentjaraningrat. 1984:


3

165). Sifat dan ciri kebudayaan Jawa yang tidak homogen ini masih
nampak dalam kehidupan masyarakat Jawa sekarang.
Sebagaian besar masyarakat Jawa bermata pencaharian sebagai
petani, tetapi ada juga yang menjadi pedagang, tukang, maupun
pegawai. Sistem kemasyarakatan di Jawa menurut garis keturunan ayah
atau patrilineal. (Koentjaraningrat, 1976: 36). Karnoko (1986: 86)
berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau
pengeJawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, citacita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan
lahir dan batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah.
Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa masih tetap seperti
dasar kelahirannya yang merupakan kristalisasi pemikiran-pemikiran
lama yaitu:
a)
Manusia Jawa berkeyakinan kepada Sang Maha Pencipta,
penyebab dari segala kehidupan
b) Manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia Jawa adalah bagian
dari kodrat alam semesta (makro cosmos), manusia dengan alam saling
mempengaruhi, tetapi manusia harus sanggup melawan kodrat alam

sesuai dengan kehendak cita-cita agar dapat hidup selamat baik dunia
maupun di akherat. Hasil dari perjuangan perlawanan terhadap kodrat
alam tersebut berasal dari kemajuan dan kreativitas kebudayaan
sehingga terjalinlah keselarasan dan kebersamaan yang di dasarkan
pada saling hormat, saling tenggang rasa, dan saling mawas diri
c) Manusia Jawa rindu akan kondisi tata tentrem kerta raharja yaitu
suatu keadaan yang damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada
“kautamaning ngaurip (kekuatan hidup) sehingga manusia Jawa
berkewajiban
untuk memayu
hayuning
raga,
sesama,
bangsa, dan bawana” (Imam Sutardjo, 2008: 14-15).
Kebudayaan Jawa memiliki perbedaan atau variasi yang beraneka
ragam tetapi pada dasarnya perbedaan itu tidak bersifat mendasar
karena apabila diteliti, unsur-unsur itu masih menunjukkan satu pola
ataupun satu sistem kebudayaan Jawa. Bahkan bila diteliti lagi

4


kebudayaan Jawa mempunyai pula kesamaan dengan kebudayaan
daerah lain.
Dari uraian tersebut di atas maka kebudayaan Jawa dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
1.

Kebudayaan Rohani yang bersifat abstrak dan universal,
artinya kebudayaan demikian memiliki nilai-nilai yang juga
dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.

2.

Kebudayaan Jasmani yang bersifat konkret, nyata, dan bersifat
local sempit. Kebudayaan ini berbeda dan macam-macam
jenisnya. Unsur-unsur kebudayaan ini meliputi: tulisan,
kerajinan, seni tari, sistem kekerabatan, dan sebagainya
(H. Karkono Kamajaya Partokusumo, 1986: 78)

Dalam Kebudayaan jawa, seni merupakan salah satu aspek yang

sangat berpengaruh, baik seni tari, seni rupa, maupun seni musik.
Dalam kaitanya dengan hal ini seni tari kususnya Tari Kuda Lumping
merupakan Tarian Berasal Dari Pulau Jawa. Tari ini biasa disebut juga
dengan jaran kepang atau jathilan. Kuda lumping adalah tarian
tradisional jawa yang menampilkan sekompok prajurit yang tengah
menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat
dari kulit kerbau atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak) dan
ada juga yang terbuat dari anyaman bambu yang kemudian diberi
motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Selain itu kuda lumping juga
identik dengan hal-hal magis.Tarian kuda lumping menampilkan
adegan prajurit berkuda, namun dalam penampilannya terdapat juga
atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi
memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.
Kuda tiruan yang digunakan dalam tarian kuda lumping dihiasi
rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di
kepang, sehingga masyarakat jawa menyebutnya sebagai jaran
kepang.Sangat sulit menemukan sumber catatan sejarah yang
menjelaskan tentang asal muasal tarian ini, hanya dari cerita rakyat
yang diturunkan dari generasi ke kegenarasi. Namun ada 2 cerita
rakyat Bahwa yang pertama tari kuda lumping menggambarkan kisah


5

seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih
berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang
membantu pertempuran kerajaan bantarangin melawan pasukan
penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reyog
abad ke 8. Dan yang kedua Kesenian Kuda Lumping berasal dari daerah
Ponorogo Jawa Timur. Menurut sebuah legenda, Raja Ponorogo selalu
kalah dalam peperangan. Sang raja masygul dan gundah. Akhirnya ia
pergi ke sebuah pertapaan. Ketika sedang khusu-khusunya memohon
kepada Dewa Jawata Sang Marasanga, ia dikejutkan oleh suara
tankatingalan. Suara itu ternyata wangsit dari Sang Jawata. Isinya
apabila raja ingin menang perang, ia harus menyiapkan sepasukan
berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para prajuritpenunggang kuda
itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe.
Konon, bande dan rawe-rawe itu menggugah semangat menyala
membabi buta di kalangan para prajurit penunggang kuda. Ketika
bertempur mereka mabuk tidak sadarkan diri tapi dengan semangat
keberanian yang luar biasa menyerang musuh-musuhnya. Demikianlah

dalam setiap peperangan para prajurit bergerak dalam keadaankalap
dan memenggal kepala musuh-musuhnya dengan kekuatan
yang tangguh. Akhimya. lasykar Raja selalu memperoleh kemenangan.
Jenis Tarian Kuda Lumping: (a) Jaranan Thek Ponorogo, (b) Jaranan
Kediri, Kediri, (c) Jaranan sentherewe, Tulungagung, (d) Jaranan
Turonggo Yakso,Trenggalek, (e) Jaranan Buto, banyuwangi, (f) Jaranan
Dor, Jombang, (g) Jaran Sang Hyang, Bali, (h) Jathilan Dipenogoro,
Yogya dan Jawa Tengah, (i) Jathilan Hamengkubuwono, Yogya dan
Jawa Tengah.
Dalam pementasannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4
fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari
Begon Putri. Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para
pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari
muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti
alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat
mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun
tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang

6


menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama
para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan
gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.Untuk
memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan,
dalam setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang
memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali
melalui baju serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal. Para
warok ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari
maupun penonton kembali pulih.Pada fragmen selanjutnya, penari pria
dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.Pada fragmen
terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang
wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup
dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping.
Dalam hal kesenian juga muncul suatu corak yang
mencerminkan budaya masing-masing, apalagi nantinya dikaitkan
dengan upacara-upacara sakral yang terkait dengan upacara
keagamaan. Misalnya di Temanggung, Jaran kepang atau bisa disebut
juga kuda lumping yaitu sebuah kesenian tarian yang menggunakan
kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu bukan dari kuda asli
,tarian inipun dimainkan oleh 12-17 orang yang diiringi musik
gamelan dan gendang ,tarian ini menceritakan tentang kisah prajurit
jaman kerajaan dahulu kala yang menggambarkan prajurit -prajurit
berkuda yang gagah berani, seolah siap untuk berperang .menurut
sumber yang saya wawancarai yaitu seorang seniman atau ketua dari
organisasi kuda lumping yang ada di desa Pateken , Wonoboyo,
Temanggung ,seni tari tradisional ini merupakan cerita pemimpin dan
prajurit jaman kerajaan yang ada di jawa yang bersiap perang.
Namun kalau dilihat orang awam tarian tersebut hanya
menceritakan prajurit yang gagah berani tetapi setelah ditelusuri lebih
dalam dari gerakan - gerakan mempunyai makna tersendiri, dan juga
terdapat peran tersendiri misalkan landam adalah seorang pemimpin
dalam pasukan kuda ,pengapit atau sering disebut pengawal yaitu
seorang yang menjadi asisten pemimpin. Sekarang jaran kepang
menjadi kesenian andalan di setiap pedesaan temanggung setiap kali

7

ada perayaan entah dalam perayaan idul fitri, tahun baru muharam,
dan lain sebagainya jaran kepang sering di pentaskan sebagai kesenian
hiburan Kesenian Kuda Lumping menggambarban pasuhan berkuda
Prabu Klono Sewandono, ketika mengemban dan menjalankan tugas
sebagai prajurit yang senantiasa penuh semangat patriotik.
Ketangguhan yang dimiliki, menciptakan karakteristik penampilan tata
gerak dan iringannya yang selalu berkesan gagah, sigrak, perkasa, aktif
serta dinamis ekspresif. Unsur gerak perang , ketrampilan memainkan
menggunaban properti senjata, menguasai jurus serang menyerang,
hindar menghindar, menyatu menjadi bagian spesifikasi dir kelompok
prajurit yang, berdisiplin dan berjiwa nasionalisme.Dalam perialanan
waktu, hksenian Kuda Lumping Temanggung, pada penyajiannya
mengalami perkembangan garapan yang bervariasi scsuai kebutuhan
dan kreatifitas masing-masing group yang ada. Baik pengembangan
tradisi, kolaborasi, maupun bentub baru. Semuaitu tetap dimaksudkan
sebagai ungkapan nilai dan juga budaya dalam kesenian tersebut
Tentang bagaimana tata kelola dan juga perkembangan
kebudayaan yang ada di daerah tersebut. Kebudayaan menjadi salah
satu elemen penting dalam identitas daerah dan juga eksistensi suatu
daerah untuk berkembang. Dalam UU 32/2004 mengatakan bahwa
“Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat.
Di samping itu, melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi dan
keaneka ragaman daerah dalam sistem NKRI”. Dengan UU yang
menyuarakan seperti diatas tentu budaya merupakan suatu aspek yang
penting dalam perkembangan dan juga meningkatkan potensi dalam
suatu daerah.
Temaggung adalah salah satu Kabupatan di Provinsi Jawa
Tengah, dimana Temanggung adalah jalan utama jalur darat untuk ke
Wonosobo, dan Dieng, temanggung menjadi Kebupaten dengan
persentasi penduduknya mayoritas bekerja di bidang pertanian, sebagai

8

petani tembakau, teh, dan kopi, meskipun masih banyak juga pekerjaan
yang lain yang dilakukan oleh masyarakat temanggung, temanggung
sendiri terbagi menjadi 20 Kecamatan, yaitu Kec. Bansari, Kec. Bejen,
Kec. Bulu, Kec. Candiroto, Kec. Gemawang, Kec. Jumo, Kec. Kaloran,
Kec. Kandangan, Kec.Kedu, Kec.Kledung, Kec. Ngranggan, Kec.
Ngadirejo, Kec. Parakan, Kec. Pringsurat, Kec. Selopampang, Kec.
Temanggung, Kec. Tembarak, Kec. Tlogomulyo, Kec. Tretep, Kec.
Wonoboyo. yang terdiri lebih dari 200 desa. Temanggung merupakan
central penghasil tembakau dengan kualitas terbaik dengan rataan
kualitas yang mendekati sempurna, maka dari itu temanggung identik
dengan tembakau, adapun perkembangan potensi wisata di daerah
temanggung mulai menjadi sorotan oleh pemerintah dengan
memunculkan wisata alam yang ada di daerah temanggung dan
pastinya memberikan ruang buat pencinta seni dan budaya di
temanggung untuk ikut serta dalam pembangunan jatidiri temanggung
sebagai daerah komuditi dan tujuan wisata budaya.
Berbicara perihal budaya dan kebudayaan, Kebudayaan dalam
suatu daerah di Jawa khususnya sangat erat hubungannya dengan
perilaku dan juga adat-istiadat masyarakat pada umumnya. Seperti
dalam penelitian ini, akan mengangkat budaya yang ada Kabupaten
Temanggung, sebagai tolak ukur pembangunan daerah yang
berbasiskan akar kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat
temanggung. Seberapa besar peranan budaya dalam hal ini adalah Kuda
Lumping menjadi jembatan masyarakat mengekspresikan diri mereka
melelui sebuah seni dan bagaimana partisipasi masyarakat umum
terhadap seni tersebut, kaitan perkembangan seni dan pembangunan
derah, tentu saja melibatkan pemerintah, dalam hal ini adalah dinas
kebudayaan dan pariwisata. Seberapa jauh mereka mengamati dan
mementori masyarakat untuk terus melangsungkan seni ini, dan
adakah kaitannya pembangunan dengan perilaku sosial, ekonomi, dan
budaya.

9

Rumusan Masalah
Berbicara mengenai budaya jawa, dan keberadaannya dalam
suatu daerah merupakan pembahasan yang akan diangkat pada
penelitian ini, yang akan memfokuskan penelitian tentang Bagaimana
dinamika dan Strategi masyarakat dalam pelestarian seni Kuda
Lumping dalam paguyuban dua Lereng Gunung, serta bagaimana
peranan Pemerintah terhadap potensi pelestarian kuda lumping yang
ada di Kab. Temanggung, sebagai identitas kebudayaan Daerah dalam
pembangunan Daerah

Tujuan Penelitian
Memahami dinamika dan strategi masyarakat dalam pelestarian
seni Kuda Lumping melalui paguyuban dua Lereng Gunung, dan
mengetahui seberapa jauh Pemerintah Daerah menaungi seni Kuda
Lumping melalui paguyuban dua Lereng Gunung, sebagai salah satu
potensi lokal di Temanggung,sebagai identitas kebudayaan Daerah
dalam Pembangunan Daerah.

Batasan Penelitian
Batasan penelitian adalah usaha untuk menetapkan batasanbatasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini
berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk
dalam ruang lingkup masalah penelitian (Usmandan Purnomo, 1996 :
23). Bagaimana peranan masyarakat dan peranan Pemerintah dalam
pelestarian seni kuda lumping sebagai salah satu instrument
pembangunan daerah dan sejauh mana pemerintah memberikan
sumbangsihnya buat seni kudalumping, serta sejauh mana potensi
kebudayaan berdampak pada pembangunan berkelanjutan dalam suatu
daerah.
Penelitian ini akan banyak melihat tentang kegiatan dan
kehidupan sehari-hari masyarakat dan pelaku seni serta pemerintah ,

10

bagaimana kelompok dan identitas seni tersebut terbentuk yang akan
diaplikasikan ke ranah globalisasi untuk menghadapi penggerusan
budaya yang ada, untuk berusaha menjadi salah satu konsep pariwisata
sebagai salah satu counter culture untuk membangun kualitas daerah
yang berbasis seni dan kearifan local, demi menunjang pembangunan
daerah yang berkelanjutan dengan salah satu dari banyak intrumen
pembangunan, yaitu Budaya sebagai salah satu fondasi kokoh dan
jatidiri masyarakat Jawa dan Bangsa Indonesia.Bagaimana penulis akan
mengangkat seni Kuda lumping di Temanggung dan bagaimana
peranan pemerintah dalam hal ini adalah dinas kebudayaan
Temanggung untuk menggangkat seni kuda lumping menjadi Identitas
Kebudayaan Daerah dan bagaimana proses pembentukan Identitas
kebudayaan menjadi Indentitas Daerah dengan mengacu pada aspekaspek sosial,ekonomi,dan budaya dengan tujuan terbentuknya
Kebudayaan sebagai identitas Nasional yang terIntegrasi.

11