PENATALAKSANAAN FRAKTUR OS NASAL LAMA DENGAN KOMPLIKASI SADDLE NOSE.

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

PENATALAKSANAAN FRAKTUR OS NASAL LAMA
DENGAN KOMPLI KASI SADDLE NOSE
Effy Hur iyati, Hidayatul Fitr ia
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokter an Univer sitas Andalas / RSUP. Dr. M Djamil Padang

Abstrak
Fr aktur os nasal merupakan kasus terbanyak pada trauma w ajah. Trauma langsung dapat menyebabkan fr aktur
kartilago dan tulang septum sehingga kehilangan str uktur penyangga. Trauma kr aniofasial dapat menyebabkan hidung depress
disebut saddle nose. Fr aktur os nasal lama telah ter jadi pembentukan callus, biasanya terjadi setelah lebih 2 minggu. Fraktur os
nasal banyak terjadi pada laki-laki. Penyebabnya adalah kecelakaan kendaraan ber motor, olahraga dan ber kelahi. Diagnosis
ditegakkan berdasar kan anamnesis, pemer iksaan fisik dan pemer iksaan radiologi. Fraktur os nasal yang ter lambat ditangani
dapat dir eposisi dengan teknik septorinoplasti. Dilapor kan suatu kasus seor ang laki-laki berumur 43 tahun dengan fraktur os
nasal lama dengan jar ingan parut mengitari kedua vestibulum dan dir eposisi dengan septor inoplasti.

Kata kunci : fraktur os nasal, saddle nose, septorinoplasti
Abstract

Nasal fract ur e is the most cases in facial t rauma. Direct tr auma t o the nose can fr act ur e the car t ilaginous and bony
sept um, hence compr oming import ant support st ruct ur e. The craniofacial tr auma r esult in depresion of the dorsum of the nose
called saddle nose. Old nasal fract ur e has been union by callus after 2 weeks. Fr act ur e os nasal is mor e common in males. The cause is
motor vehicle accident s, spor ts accident s and fight s. Diagnosis based on anamnesis, physical examinat ion and radiological
examinat ion. Nasal fr acture is delayed can be r epositioned with sept or inoplasty. A case of old nasal fr acture in man, 43 year s old,
which managed with septorinoplast y w as r epor t ed

Keywords: nasal bone fract ur e, saddle nose, septorinoplast y

Korespondensi: dr .Hidayatul Fitr ia: hidayatulfitria@gmail.com

PENDAHULUAN
Hidung merupakan unsur estetik w ajah kar ena
posisinya sentral dan menonjol pada bidang sagital w ajah.1
Piramid nasal disusun oleh tulang yang tipis pada
sentr al w ajah. Fraktur nasal mer upakan kasus terbanyak
pada trauma w ajah. Trauma tumpul seperti kecelakaan
motor, trauma karena olahr aga, latihan fisik yang
berlebihan merupakan penyebab umum ter jadinya fr aktur
os nasal.2 Ross melaporkan fr aktur os nasal terjadi kar ena

perkelahian 34%, kecelakaan 28% dan olahr aga 23%.3
Walaupun fraktur os nasal bukan suatu yang mengancam
jiw a, manajemen yang salah akan menimbulkan gangguan
fungsi dan kosmetik.2
Fr aktur os nasal disebut ter buka bila os nasal
ter papar kar ena adanya luka robek pada kulit atau lapisan
hidung. Prosedur yang digunakan untuk mengatakan
fraktur ter sebut ter buka
jika
pada luka kulit
memungkinkan penyisipan instr umen
atau dengan
visualisasi langsung. Fr aktur os nasal ter tutup bila tulang
nasal tidak terpapar.4 Fr aktur nasal depr ess biasanya
disebabkan karena trauma dari ar ah depan. Tr auma yang

kuat akan menyebabkan open-book fractur e dimana septum
kolaps dan tulang hidung ter papar .5 Tr auma kr aniofasial
dapat mengakibatkan depress dorsum nasi disebut saddle
nose. Pasien mengeluhkan hidung ter sumbat dan kadangkadang har us dilakukan kor eksi pembedahan pada

septum.6
Diagnosis ditegakkan berdasar kan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemer iksaan penunjang. Pada
anamnesis dan pemer iksaan fisik dapat ditemukan bengkak
pada hidung, nyer i, defor mitas berupa depress dari ar ah
depan atau samping atau selur uh pir amid hidung, deviasi
pada satu sisi, krepitasi, epitaksis dan hidung tersumbat.5
Penatalaksanaan fr aktur os nasal dapat dilakukan
dengan r eposisi tertutup dan r eposisi ter buka. Indikasi
operasi untuk fraktur os nasal adalah kar ena adanya
kelainan fungsi dan kosmetik.2 Penatalaksanaan untuk
fr aktur os nasal lama mer upakan suatu tantangan. Analisis
dan perencanaan yang hati-hati diper lukan sebelum
memutuskan tindakan r ekonstruksi. Prosedur yang umum
dilakukan bervar iasi yaitu r inoplasti, septor inoplasti atau
open septorinoplasti.7

1

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)

Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

LAPORAN KASUS
Seor ang pasien laki-laki umur 43 tahun datang ke
Poliklinik RSUP M. Djamil tanggal 22 Febr uari 2011 dengan
MR 729296 dengan keluhan hidung ter sumbat sejak
20
hari yang lalu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas,
sehingga pasien ber nafas lew at mulut. Hidung kiri lebih
ter sumbat dari hidung kanan. Saat itu pasien sedang
mengendar ai motor tiba-tiba menabr ak mobil, pasien jatuh
ter sungkur ke tanah. Pasien tetap sadar setelah kejadian.
Keluar dar ah dar i hidung setelah kejadian dan darah
berhenti sendir i. Keluar lendir dar i hidung ber campur
darah dan menghilang setelah kira-kir a
2 minggu.
Hidung terlihat pesek
( gambar 1).
Gambar 2. Rontgen os nasal lateral


Gambar 1. Foto pasien sebelum operasi

Riw ayat hidung tersumbat sebelumnya tidak ada.
Tidak ada riw ayat keluar lendir di tenggorok, riw ayat
bersin-bersin, r iw ayat telinga ber denging dan riw ayat
keluar darah dari hidung sebelumya. Setelah kecelakaan
pasien diraw at di bangsal bedah RSUP M. Djamil Padang
selama 6 har i karena trauma kepala dan diduga CSF
( Cer ebr ospinal fluid) leakage dari bagian THT, kemudian
pasien pulang paksa kar ena masalah biaya. Pada w aktu itu (
tanggal 2 Febr uar i 2011) telah dilakukan r ontgen os nasal
(gambar 2) dan rontgen sinus par anasal posisi w ater s dan
pasien menolak dilakukan tomografi komputer sinus
paranasal.

Pemeriksaan fisik keadaan umum sedang,
kesadar an komposmentis koper atif, suhu tidak demam.
Pemeriksaan telinga dalam batas nor mal. Hidung luar
ter lihat deformitas, dor sum nasi depr ess, edema tidak ada,

nyeri tekan dan kr epitasi tidak ada. Dome kedua kavum
nasi simetris, tip nasi nor mal. Kavum nasi dekst r a sempit,
ter lihat jaringan par ut mengelilingi kavum nasi pada
vestibulum dan pada sisi septum ber sebr angan dengan
konka infer ior , konka infer ior eutr ofi dan konka media
sukar dinilai. Kavum nasi sinistra sempit, ter tutup jar ingan
par ut pada daer ah hampir selur uh daerah vestibulum.
Konka infer ior sukar dinilai. Pemer iksaan tenggorok tidak
ditemukan kelainan. Diagnosis saat itu fraktur os nasal
lama dan stenosis kedua kavum nasi. Direncanakan untuk
septorinoplasti dalam narkose umum.
Selanjutnya
dilakukan
pemer iksaan
penunjang
labor atorium dar ah lengkap, rontgen thor ak pada tanggal
24 Febr uari 2011. Hasil labor ator ium darah hemoglobin
14,2 gr %, lekosit 14.800/ mm, trombosit 480.000/ mm,
PT/ APTT 10,6 detik/ 38,6 detik, ur eum 20 mg%, kr eatinin
1,1 mg%, natr ium 139 mmol/ l, kalium 3,7 mmol/ l, klor ida

99 mmol/ l, SGOT 34 U/ L, SGPT 44 U/ L. Kesan hasil
labor atorium leukositosis. Tomografi komputer tanggal 25
Februar i 2011
(gambar 3) didapatkan hasil tampak
gambar an fraktur multipel dan fr aktur serta deviasi
septum. Tampak fr aktur pada dinding anter ior maksilaris
sinistra. Sinus maksilar is kanan dan kiri, sinus sphenoid,
sinus fr ontalis dan sinus ethmoid ber sih. Kesan fraktur os
nasal, fr aktur dan deviasi septum nasi dan fr aktur dinding
sinus maksilar is anter ior kir i. Kemudian pasien
dikonsulkan ke bagian jantung dan penyakit dalam untuk
toleransi operasi dalam bius umum.

2

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

Gambar 3. Tomografi komputer sinus paranasal

potongan aksial
Pada tanggal 7 Maret
2011 dilakukan
septor inoplasti dalam narkose umum. Pasien tidur
ter lentang di meja oper asi, dilakukan tindakan asepsis dan
antisepsis. Kedua kavum nasi dievaluasi, kavum nasi
dekstr a sempit, konka infer ior eutrofi tampak jar ingan
jar ingan parut antar a septum dan konka infer ior , konka
media sukar dinilai kar ena ditutupi jar ingan parut.
Dilakukan infiltr asi dengan adrenalin 1:200.000 di kavum
nasi sinistr a (KNS). Dilakukan insisi hemitransfiksi, insisi
dilanjutkan sampai daer ah inter kartilago agar jar ingan
parut dapat dilepaskan. Jar ingan jaringan par ut dilepaskan
dengan gunting tumpul kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan respatorium, terlihat kar tilago septum
bagian depan hancur, ser pihan kar tilago diangkat.
Dilakukan infiltr asi di kavum nasi dekstra.
Dilakukan insisi di daer ah medial vestibulum dar i
kaudal ke kranial, jar ingan jar ingan parut dibebaskan. Pr e
maksila dipahat untuk melonggar kan kavun nasi dekstr a,

dilakukan evaluasi dengan jari kelingking, terasa sempit
karena prosesus frontalis os maksila yang ter dorong ke
medial. Dilakukan insisi inter kartilago di kavum nasi
dekstr a (KND). Jar ingan dipisahkan dengan gunting tumpul,
kemudian pahat lengkung dimasukkan melalui jar ingan
yang telah dipisahkan tadi, kemudian dilakukan osteotomi
tr ansversal dengan pahat ter sebut yang sebelumnya telah
dilakukan osteotomi lateral. Setelah itu digunakan pahat
lur us untuk melakukan osteotomi para median.
Refr aktur isasi dilanjutkan dengan menggunakan Boies
lew at kavum nasi. Sebelum itu di KNS r efr akturisasi
dilakukan dengan menggunakan cunam Walsham, os
perpendikular is
etmoid
sudah
hancur
sehingga

mengangkat pir amid hidung tidak optimal. Luka insisi
interkar tilago dijahit dengan menggunakan kr omik 4.0,

insisi hemitransfiksi di KNS juga dijahitkan. Dipasang
tampon untuk fiksasi dalam dan pasang gips untuk fiksasi
luar .
Pasien dir aw at dan diber i ter api seftriakson 2x1
gram, tramadol drip 3x1 ampul dalam ringer laktat,
metilpr ednisolon 3x1 tablet dan pseudoefedr in HCl 120mg
2x1 kapsul.
Har i pertama pasca operasi tidak ditemukan
demam dan nyeri pada hidung. Keadaaan umum pasien
sedang, kesadaran komposmentis koper atif, tekanan dar ah
120/ 80 mmHg. Hidung luar tampak gips terpasang baik,
dan kedua kavum nasi ter tutup tampon. Tenggorok tidak
ditemukan darah mengalir di dinding posterior faring.
Tramadol drip dihentikan dan diganti dengan asam
mefenamat tablet 3x500 mg. Obat-obat lain dilanjutkan.
Pada hari kelima oper asi tampon hidung diangkat,
dievaluasi kedua kavum nasi lapang, konka infer ior dan
konka media eutrofi, tidak terlihat dar ah mengalir , ter dapat
clot ting . Tenggorok dar ah mengalir dar i dinding poster ior
far ing tidak ada. Pasien dibolehkan pulang dan diber i ter api

klindamisin 3x 300 mg, asam mefenamat 3x500,
metilpr ednisolon 3x1 tablet, pseudoefedr in 5 mg.
Pada tanggal 15 maret 2011 pasien datang kontrol
hidung kir i ter asa ter sumbat, tidak ada nyeri dan keluar
dar ah dar i hidung. Hidung luar terpasang gips. Kavum nasi
dekstra cukup lapang, konka inferior dan konka media
eutrofi, tidak ditemukan sinekia. Kavum nasi sinistra
sempit, tampak jaringan par ut menyempitkan daer ah
vestibulum, konka infer ior sukar dinilai. Diagnosa saat itu
post septorinoplasti har i ke-9. Kemudian tampon dipasang
kembali pada kedua kavum nasi 1-1. Diber ikan ter api
klindamisin 3x300 mg dan metilprednisolon 3x1 tablet.
Pasien diminta kontrol 2 har i lagi.
Pada tanggal 18 Mar et pasien datang kontr ol.
Tidak ada demam. Hidung luar ter pasang gips. Kedua
kavum nasi terpasang tampon. Gips dibuka dan tampon
diangkat. Hidung luar piramid hidung terbentuk, alignment
baik (gambar 4). Kavum nasi dekstr a dan sinistra lapang,
konka inferior dan konka media eutr ofi, dar ah mengalir dan
sinekia tidak ditemukan. Diber ikan ter api klindamisin
3x300
mg.

3

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

Foto sebelum oper asi

Foto Sesudah oper asi

Gambar 4. Foto pasien sebelum dan sesudah operasi

4

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

Pasien datang kontrol kembali tanggal 22 Mar et
2011 dengan keluhan hidung kir i ter sumbat kembali. Pada
pemer iksaan hidung luar tidak ditemukan edema,
defor mitas dan nyeri tekan. Pemeriksaan kavum nasi
dekstr a dalam batas normal dan pada kavum nasi sinistr a
daer ah vestibulum menyempit kar ena adanya jar ingan
jar ingan parut . Kemudian jaringan par ut dikaustik dengan
nitras ar genti. Evaluasi ulang dilakukan, tampak kavum nasi
sinistra lapang, konka inferior dan konka media eutr ofi,
ditemukan sekr et mukopur ulen. Pasien diber i ter api
klindamisin 3x300 mg, pseudoefedr in 120 mg serta cuci
hidung.
Pada tanggal 29 Mar et 2011 pasien datang kontrol
kembali dengan keluhan hidung kiri tersumbat kembali,
hidung ber bau tidak ada. Pemer iksaan kavum nasi dekstra
dalam batas normal. Pada kavum nasi sinistr a vestibulum
menyempit kar ena adanya jaringan par ut, konka inferior
eutr ofi dan konka media mengalami medialisasi kear ah
septum dan double konka, tidak ditemukan sekr et.
Dilakukan kaustik dengan nitr as ar genti pada jaringan
jar ingan parut di KNS. Pasien diber i ter api klindamisin
3x300 mg. Pasien datang kontrol kembali tanggal
5
April 2011 dengan keluhan hidung kir i ter sumbat dan ketika
menghirup dan mengelurkan nafas di lubang hidung kiri
berbunyi. Pada pemeriksaan kavum nasi sinistra vestibulum
menyempit kar ena adanya jaringan par ut, konka inferior
eutr ofi dan konka media eutrofi, tidak ada sekret. Pasien
diber i ter api kaustik nitras ar genti dan sefiksime 2x100
mg.Pada tanggal 23 Juli 2011 pasien tidak mengeluh hidung
kir i ter sumbat lagi. Pemer iksaan fisik vestibulum kavum
nasi sinistra r elatif lebih sempit dar i kavum nasi dekstra.

menyebabkan fr aktur pada sat u atau kedua os nasal. Dan
ser ing diser tai dengan dislokasi septum. Dislokasi septum
menimbulkan dorsum nasi ber bentuk s, tip yang asimetr is,
dan obstr uksi jalan nafas. Tr auma dari arah depan
menyebabkan dorsum nasi depr ess dan melebar .2 Hal ini
disebut dengan saddle nose.6
Saddle nose diklasifikasikan atas dua yaitu
anter ior bila yang ter libat adalah bagian kartilago dan
posterior bila yang terkena bagian tulang.6 Pada pasien ini
bagian kar tilago dan tulang patah.
Kar akteristik
dari
saddle
nose
adalah
ber kurangnya tinggi dor sum nasi. Istilah lainnya adalah pug
nose atau boxer’s nose.14 Os nasal pada bagian super ior
tebal dan ber sendi dengan tulang frontal. Pada bagian
inferior tipis dan berartikulasi dengan kar tilago later al.
Akibatnya kebanyakan fraktur os nasal ter jadi pada bagian
baw ah. Bila fr aktur os nasal tidak dikoreksi sebagaimana
mestinya akan menimbulkan kosmetik yang jelek dan
gangguan fungsi hidung.2
Saddle nose menyebabkan ber bagai derajat
sumbatan hidung. Klasifikasi saddle nose berdasarkan
defisit anatomi (gambar 5):
Tipe 1: depr ess dor sum nasi atau minor supratip
dengan proyeksi seper tiga baw ah hidung normal.
Tipe 2 : Depress dor sum nasi (sedang-ber at)
dengan puncak sepertiga baw ah masih ada
Tipe 3 : Depress dor sum nasi (sedang-ber at)
dengan hilangnya penunjang tip dan hilangnya str uktur
seper tiga baw ah
Tipe 4 : Cat ast rophic ( berat) hilangnya dorsum
nasi dan struktur bagian baw ah dan sepertiga atas.14

DISKUSI
Fr aktur os nasal mer upakan kasus tr auma
ter banyak pada w ajah dan mer upakan merupakan kasus
fraktur ketiga terbanyak di selur uh tulang-tulang di tubuh
manusia.2,7,8,9,10 Insidens fraktur nasal di Amer ika kir a-kir a
51.200 kasus per tahun, w alapun angka ini dapat lebih
tinggi karena banyak pasien tidak datang untuk berobat
dan kasus tidak dilapor kan. Fr aktur os nasal banyak ter jadi
pada usia 15-40 tahun dan lebih banyak terjadi pada lakilaki.11 Per bandingan angka kejadian fraktur os nasal antar a
laki-laki dan perempuan 2:1.12 Fr aktur os nasal pada
dew asa dilapor kan ter jadi karena kecelakaan kendar aan
bermotor , kecelakaan berolahr aga, dan per tengkar an.7,11
Kecelakaan motor cendr ung menyebabkan fraktur nasal
yang ber at dan ser ing disertai dengan tr auma
maksilofasial.11 Pada kasus ini pasien laki-laki ber umur 43
tahun kar ena kecelakaan motor.
Tipe dan beratnya fraktur ter gantung pada
kekuatan tr auma, ar ah dan mekanisme tr auma.2,1 Objek
yang kecil dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan
kerusakan yang hebat dibanding dengan objek besar tapi
kecepatan r endah. Trauma nasal lateral ser ing ter jadi dan

Gambar 5 . (1) Normal. (2 ) Tipe 1. (3 ) Tipe 2. (4) Tipe 3.
(5) Tipe 4 14
Pasien ini mengeluh hidung ter sumbat yang berat
sehingga pasien hanya dapat bernafas melalui mulut karena
adanya jar ingan parut di vestibulum. Vestibulum nasi atau
valve nasal ekster na mer upakan komponen pertahanan
per tama hidung, dibentuk oleh kartilago alar , kolumela,
ujung kaudal septum dan jar ingan lunak pada dasar

5

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

vestibulum. Valve inter na meliputi ujung kaudal dar i
kartilago upper lateral, kepala konka infer ior , aper tur a
pir ifor mis, dan dasar hidung. Penyempitan atau stenosis
pada daerah ini akan mengganggu proses ber nafas melalui
hidung. Penyebab stenosis ser ing berhubungan dengan
defor mitas kongenital seperti bibir sumbing atau didapat
seperti r et raksi jar ingan parut sir kumfer ensial pada
vestibulum karena tr auma, atau karena operasi
sebelumnya. Penyebab kontraksi luka adalah gerakan dar i
tepi luka, yang ter jadi selama penyembuhan luka. Efek ini
merupakan fenomena fisiologis untuk mengur angi ukuran
luka menjadi sekecil mungkin dan
kar ena adanya
difer ensiasi fibr oblas menjadi miofibr oblas dan memiliki
karakterist ik ultrastuktur sel otot polos, maksimal ada
dalam luka pada hari ke-10 sampai hari
ke-21. Untuk
menghindar i restenosis per lu memper tahankan kontur
hidung selama kontr aksi luka. Agar tujuan ini tercapai dan
mencegah r estenosis vestibulum banyak penelitian
mengusulkan penggunaan beber apa jenis stent hidung
setelah oper asi. Sebagian besar stent ter sedia secar a
komer sial dan terbuat dari silikon elastis atau r esin
akrilik.15 Pada pasien ini direncanakan penggunaan st ent,
tetapi karena perangkatnya tidak ter sedia, tidak jadi
dilakukan.
Menger dalam penelitiannya seminggu setelah
oper asi, setelah tampon dibuka, cast hidung dan vestibulum
hidung dibuat. Untuk tujuan ini mater ial hydrophilic vinyl
polysiloxane, tipe regular (EXAMIC) diinjeksikan ke
vestibulum dan hidung luar setelah kavum nasi posterior
dan ar ea internal nasal valve ditutup dengan kasa 2 cm.
Dibaw ah penutup plastik, bahan mengeras setelah 5 menit
dan dapat dipindahkan. Berdasar kan cast ini, perangkat
vestibulum
dibentuk, yang ter buat dar i ter moplastik
akrilik. Desain memiliki lumen sehingga per napasan hidung
normal dapat dipastikan (gambar 6). Pasien diminta
menggunakan per angkat ini selama 6 minggu ter usmener us dan setelah itu selama 6 minggu hanya pada
malam hari (gambar 7).15

Gambar 6. Perangkat vestibulum dengan lumen untuk
bernafas15

Gambar 7. Penggunaan perangkat vestibulum 15
Penanganan stenosis dapat juga vestibulum
menggunakan tube nasofar ing. Ukur annya disesuaikan
dengan ukuran kavum nasi. Ukuran yang ter sedia 22
French sampai 36 French. Tube dipotong sesuai kebutuhan.
Tube dipasang selama 8-25 minggu, rata-rata 17 minggu.16
Der ajat stenosis vestibulum dibagi atas 4 level.
Level pertama stenosis ber at yang ditandai dengan stenosis
ber at pada pemeriksaan fisik dan radiologi serta dengan
keluhan hidung tersumbat terus mener us bahkan saat
istir ahat. Level kedua stenosis sedang ditandai dengan
stenosis sedang pada pemer iksaan fisik dan r adiologi
dengan keluhan hidung ter sumbat bila melakukan aktifitas
r ingan. Level ketiga stenosis r ingan didefinisikan dengan
stenosis r ingan dengan pemeriksaan fisik dan r adiologi
ser ta keluhan muncul bila melakukan aktifitas seperti lari.
Level keempat tidak ada stenosis. Per baikan fungsional
setelah oper asi dan pemakaian st ent bila klasifikasi derajat
stenosis paling tidak lebih baik satu tingkat dari klasifikasi
sebelum oper asi.15 Pada pasien ini mengalami stenosis
ber at dan setelah oper asi menjadi stenosis ringan.
Diagnosis yang akurat dari fr aktur os nasal
ber dasarkan anamnesis dan pemer iksaan fisik. Anamnesis
yang lengkap meliputi kekuatan, arah dan mekanisme
trauma; adanya epistaksis dan rinore CSF; r iw ayat fr aktur
sebelumnya atau r iw ayat operasi sebelumnya; sumbatan
hidung atau deformitas hidung luar setelah tr auma.
Pemeriksaan fisik paling akur at didapatkan sebelum
timbulnya edema. Pada palpasi akan didapatkan krepitasi
menunjukan adanya fr aktur os nasal.2 Penggunaan
r adiogr afi untuk menegakan adanya fr aktur os nasal masih
menjadi perdebatan. Beber apa penulis menyatakan
r adiogr afi dibutuhkan sebagai dokumen medikolegal untuk
fr aktur os nasal.2,11 Hw ang seper ti dikutip Smith
melapor kan dar i 503 r adiogr afi dalam mengevaluasi
fr aktur os nasal dengan posisi later al dan Water s, 82%
fr aktur ini dapat diidentifikasi.17 Tomogr afi komputer
memiliki sensitivitas dan spesifitas lebih besar untuk
diagnose fraktur os nasal. Tetapi biayanya relatif lebih
besar , efek samping radiasi dan dalam penatalaksanaan
fr aktur os nasal tidak begitu besar pengar uhnya. Sehingga
untuk fraktur os nasal saja tomografi komputer tidak
dianjurkan kecuali cur iga adanya fr aktur maksilofasial.11
Pada pasien ini dilakukan rontgen os nasal dan tomogr afi

6

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

komputer sinus paranasal karena adanya kecur igaan
fraktur maksilofasial selain fraktur os nasal.
Fr aktur dan dislokasi kar tilago septum ser ing
menyer tai fr aktur os nasal sehingga kedua hal ini
memperber at deformitas dan sumbatan hidung.10 Pada
pasien ini fraktur os nasal disertai dislokasi dan fr aktur
kartilago septum.
Tujuan utama pengobatan dan penatalaksanaan
fraktur os nasal adalah memper baiki fungsi, atau kosmetik
atau keduanya.6 Terdapat perdebatan kapan w aktu yang
tepat untuk melakukan reposisi. 2
Ada yang ber pendapat saat ter baik untuk
melakukan reposisi adalah seger a setelah tr auma ketika
edema belum muncul, biasanya 2-3 jam pertama pasca
tr auma atau setelah edema hilang biasanya 5-10 har i.
Adanya edema akan menyembunyikan kondisi fr aktur
sesungguhnya sehingga menyulitkan untuk dilakukan
reposisi.2,5,10,11 Reposisi os nasal setelah 2 minggu lebih sulit
karena telah ter jadi pembentukan kalus.5 Sementar a
Perkins melaporkan r eposisi 6-8 minggu setelah tr auma
memberikan hasil yang lebih sempurna dengan melakukan
septor inoplasti. Teknik ini memungkinkan akses lansung ke
str uktur hidung.11 Kondisi seper ti ini membutuhkan
osteotomi.2
Cortney melapor kan bius umum pada r eposisi os
nasal lebih efektif dan kor eksi lebih optimal dibanding bius
lokal.18 Pada pasien ini r eposisi dilakukan dalam bius
umum.
Pada umumnya fr aktur os nasal dapat direposisi
dengan reposisi ter tutup, tapi ada beber apa yang
membutuhkan r eposisi terbuka dengan septor inoplasti.2
Septor inoplasti merupakan tindakan bedah yang
melibatkan septum dan bagian dor sum nasi. Untuk
memobilisasi pir amid tulang dilakukan osteotomi. Later al
osteotomi dilakukan untuk mengoreksi bentuk dan lebar
dorsum nasi.19,20 Osteotomi lateral dimulai pada aper tur a
pir ifor mis di atas perlengketan konka infer ior . Disini
dilakukan insisi vestibular dan osteotom dimasukan.
Osteotom langsung secar a lateral menuju titik pertengahan
antar a pupil dan later al kantus, sepanjang sulkus antar a
prosesus fr ontal dan maksila. Osteotom secar a hati-hati
diputar ke medial sebagai pendekatan pada rim infraor bita
dan dilanjutkan ke superior setinggi level inter kantus.

Gambar 8. Osteotomi lateral 21

Osteotomi transversa dilakukan melalui insisi
interkar tilago. Kepala instr umen dipahatkan, menghasilkan
potongan melintang yang bergabung dengan osteotomi
lateral yang melengkung dan atap ter buka atau osteotomi
par amedial tepat pada tingkat yang diinginkan, sehingga
mobilisasi dinding hidung later al selesai dilakukan.22

Gambar 9. Osteotomi transversa21
Fraktur depr ess dapat dielevasi dengan elevator
Boies intr anasal dan jar i tangan pada bagian hidung luar .
Elevator mengur angi depress tulang nasal dan jempol
mendor ong os nasal kontralater al sehingga ber ada pada
posisi yang benar. Forseps Walsham dan Asch digunakan
untuk mereposisi fr aktur dan dislokasi septum.2 Insisi
intr akar tilago dilakukan kaudal dar i batas sefalik cr us
lateral menghasilkan tr anseksi kar tilago. Insisi ini
memungkinkan eksisi langsung pada sejumlah kar tilago
(batas sefalik cr us medial) dan minimal manipulasi pada
jar ingan sekitarnya. Insisi seper ti ini membuat akses ke
bagian tengah hidung dan nasal valve, tapi insisi untuk
kar tilago later al baw ah ter batas visualisasinya. Manipulasi
dan pembentukan kartilago ter hambat dan kesimetrisan
sukar didapatkan.1
Ada dua teknik rinoplasti ter tutup dan ter buka.
Pada teknik tertutup insisi hanya di mukosa intr anasal,
tetapi teknik terbuka insisi kombinasi insisi mukosa
intr anasal dan insisi transkutan (tr anskolumela). Teknik
ter tutup ini lebih umum digunakan kar ena w aktu
menger jakan lebih sedikit, dan jaringan yang di
undermining juga sedikit. Tetapi pendekatan ter tutup ini
cendr ung merusak mekanisme penunjang mayor dar i tip. 1
Penggunaan gips sebagai fiksasi luar dan tampon
yang telah diolesi dengan antibiotik sebagai fiksasi dalam
biasanya digunakan setelah oper asi.2 Fiksasi ini bertujuan
untuk
mempertahankan
posisi
reposisi.11
Gips
diper tahankan selama 7-14 har i. Sementara tampon
diper tahankan selama 4-7 har i. Selama masa itu pasien
diber i antibiotik.2
Fraktur os nasal memiliki komplikasi seger a dan
komplikasi lambat. Komplikasi seger a berupa defor mitas
hidung, nyer i hidung, hematom septum, epitaksis, r inore
CSF dan obstruksi jalan nafas. Komplikasi lambatnya adalah
defor mitas hidung, per for asi dan nekrosis septum, saddle

7

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakult as Kedokteran Universit as Andalas
Padang

nose, kontr aktur kar ena jar ingan par ut , nyeri hidung yang
ter us-menerus.8
Komplikasi r inoplasti dapat berupa komplikasi
intraoper atif, setelah oper asi dan komplikasi lambat.
Komplikasi intraoper atif adalah pendarahan hebat,
robeknya mukoperikondrium, kolapsnya pir amid tulang,
disar tikulasi kartilago upper lat er al , per inasal tr auma.
Komplikasi setelah operasi pendar ahan, hematom septum,
edema persisten, nyeri, gangguan penghidu dan r inor e CSF.
Sedangkan komplikasi lambat hipertr ofi jar ingan parut ,
sinekia, perforasi septum, kolaps nasal valve, stenosis
hidung.23

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Koch RJ, Hanasano MW. Aesthetic Facial Analysis.
In: Paper ID, et al. Facial Plastic and
Reconstr uctive Surger y. 2 nd edition.New Yor k:
Thieme; 2002. p. 135-44
2. Rubeinstein B. Management of Nasal Fractur e.
Ar ch. Iam. Ved; 2000:1-5.
3. Ross AT, Meyer s AD. Nasal and Septal Fractur e.
2009. [updated 2009 Mar ch 21; cited 2011 August
17]
Available
fr om:
http:/ / www.emedicine.medscape.com/ ar ticle/ 87
8595. overview
4. Kavanach K. Nasal Fractur e.2011.[updated 2011
March 21; 2011 Aug 17] Available fr om:
http:/ / www. entusa.com.
5. Dhingr a PL. Desease of Ear , Nose and Thr oat.
Philadelpia: Elsivier; 2000. p. 170-174
6. Almeida Fr ansisnco, Minnaro Leandro L,Pialar issi
Paulo, Shir ane Edson. Surgical Corr ection of the
Saddle Nose: Case Report. International Ar chive of
Otor hinolaryngology; 2009 (13):658-64
7. Bailey B. Nasal Fr actur e. In: B. Bailey, Head and
Neck Sur gery- Otolar yngology, Philadelpia: JB
Lipincott;2000. p. 991-1007
8. Scibber as NC, Xuer eb HKB. Review of the Financial
and Medikolegal Implications of Nasal Fr actur e
Seen at St Luke’s Hospital. Malta Medical
Jour nal;2008: 32-35
9. Reilly MJ, Davidson SP. Open vs Closed Approach
to the Nasal Pyr amid for Fr actur e Reduction. Arch
Facial Plastic sur gery; 2007: 82-86
10. Hong HS et al. High r esolution Sonography for
Nasal Fr actur e in Childr en. Amer ican Roentgen
Ray Society; 2007: 86-92
11. Perkin SW, Hayan Sh. Management of Nasal
Tr auma. Aesthetic Plastic Sur ger y. New Yor k:
Springer-Ver lag Inc;2002. Available from: http:/ /
www .link.spr inger .de/ link/ ser vice/ jour nals/ 002
66/ contents/ 02/ 4307/ paper / body html
12. Haraldson SJ. Nasal Fracture. 2009. [updated 2009
Dec 16; cited 2011 Apr 2] Available
from:http:/ / w w w.emedicine.
medscape.com/ article/ 84829. over view

13. Kucik CJ, Clenneyt, Phelan J. Management of acute
Nasal Fr acture. Am Fam Physician; 2004: 1315-20
14. Var tanian AJ. Saddle Nose Rhinoplasty.2010.
[updated 2010 Jun 30; cited 2011 August 4]
Available
fr om:
http:/ / ww w.
emedicine.medscape.com/
article/ 840910.over view
15. Menger Dirk J, Lohuis Peter , Ker ssmaker s Stven,
Trenite GJN. Postoper atove management of nasal
vestibular stenosis. Arch Facial Plastic Sur gery;
2005 (7): 381-86
16. Egan KK, Kim DW. A Novel Intr anasal Stent for
Functional Rhinoplasty and Nostril Stenosis. The
Lar yngoscope; 2005: 903-9
17. Smith JE. Nasal Fr actur e Imaging.2009.[updated
2009 Nov 23; cited 2011 Apr 2] Available from:
http:/ / ww w.
emedicine.medscape.com/
article/ 391803-overview
18. Courtney MJ, Rajapakse, Duncan, Morr y Sey. Nasal
Fractur e manipulation: a compar ative Study a
Gener al and local anaesthesia technique. Clinn
Otolar yngol;2003:472-75
19. Renner GJ. Introduction to Rhinoplasty. In: B.
Bailey, Head and Neck Sur gery-Otolar yngology,
Philadelpia: JB Lipincott;2000.p 2533-50
20. Mostafapour Sam, Murakami C, Lar rabe W.
Management of the Bony Nasal Vault. In: Facial
Plastic
and
Reconstr uctive
Sur gery. 2nd
edition.New York: Thieme; 2002. p. 402-6
21. Daniel RK. Rhinoplasty An Atlas of Sur gical
Technique. New Yor k: Springer ; 2004. p.23-52
22. Conrad K, Gillmann G. Refining Osteotomy
Techniques in Rhinoplasty. The Jour nal of
Otolar yngology. 1998(27): 1-9
23. Fer nandes
SV.
Complication
of
Rhinoplasty.2010.[updated 2010 Apr 26; cited
2011
Aug
4]
Available
fr om:http:/ / ww w.emedicine.
medscape.com/ ar ticle/ 843439-over view

8