MPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS X MAN YOGYAKARTA III :Studi Evaluasi Kualitatif.

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
PERNYATAAN..............................................................................................

i

ABSTRAK .....................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................

vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................


viii

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................

1

B. Rumusan Masalah ..................................................................


10

C. Pertanyaan Penelitian ……………………………………….

11

D. Tujuan Penelitian ...................................................................

11

E. Manfaat Penelitian .................................................................

12

KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Kurikulum ……………..………………………..….

14


1. Pengertian Kurikulum ……………………………..…….

14

2. Pengembangan Kurikulum ……………………………....

20

3. Prinsip Pengembangan Kurikulum ……………………...

24

4. Model Pengembangan Kurikulum ……………………....

27

i

B. Konsep KTSP …………………………….………………...


31

1. Pengertian KTSP ……………………………..………….

31

2. Landasan KTSP ……………………………..…………...

33

3. Acuan Operasional Penyusunan KTSP ……………….....

37

4. Pengembangan Dokumen KTSP ………………..……….

39

5. SKL SMA/ MA dan Struktur Kurikulum Mata Pelajaran


BAB III

BAB IV

Matematika Kelas X SMA/ MA ………………….……..

67

C. Konsep Evaluasi Kurikulum ………………………..………

72

D. Konsep Evaluasi KTSP ……………………..………………

84

E. Model Evaluasi Kualitatif …………………………………..

94


METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode ..………………….....……………..

98

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ………………..……………..

99

C. Instrumen Penelitian ………………………………………..

100

D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………

100

E. Teknik Analisis Data ……………………………………….

105


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian …………………………………..

109

1. Gambaran Umum Lokasi dan Subyek Penelitian ……….

109

2. Gambaran Umum Kurikulum Mayoga ………………….

116

3. Proses Pengembangan Silabus dan RPP ………………...

131

4. Proses Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran …………….


169

5. Kendala-kendala yang Dihadapi Guru dan Siswa Dalam

ii

Implementasi KTSP ……………………………………..

179

6. Proses Penilaian yang Dilakukan Guru Terhadap Hasil
Belajar Siswa …………………………………………….

182

7. Keterlibatan Kepala Madrasah dan Wakil Kepala
Madrasah Bidang Kurikulum Dalam Implementasi KTSP

183


B. Interpretasi Hasil Penelitian ………………………………...

188

C. Pembahasan Hasil Penelitian ……………………………….

194

1. Proses Pengembangan Silabus dan RPP ………………...

194

2. Proses Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran …………….

208

3. Kendala-kendala yang Dihadapi Guru dan Siswa Dalam
Implementasi KTSP ……………………………………..

213


4. Proses Penilaian yang Dilakukan Guru Terhadap Hasil
Belajar Siswa …………………………………………….
BAB V

216

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan …………………………………………………

219

B. Rekomendasi ………………………………………………..

221

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………....

224


LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran ..................................................

45

Tabel 2. Struktur Kurikulum SMA/ MA Kelas X ............................................

71

Tabel 3. Beban Belajar .....................................................................................

72

Tabel 4. Definisi Evaluasi oleh Ahli Evaluasi .................................................

74

Tabel 5. Pandangan Ahli Evaluasi Terhadap Tujuan Evaluasi ........................

81

Tabel 6. Struktur Kurikulum Mayoga Kelas X ...............................................

130

Tabel 7. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ......................................

197

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ruang Lingkup Pengembangan Kurikulum ..................................

v

22

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kurikulum pendidikan di negara kita mengalami beberapa kali
perubahan, di mulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004 sampai dengan tahun 2006. Adanya perubahan kurikulum pada dasarnya
merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum terdahulu. Dalam kurikulum
yang baru tentunya terdapat hal-hal yang baru pula dan merupakan suatu
inovasi dalam pendidikan. Inovasi muncul karena ada yang menggerakkannya.
Halfman, Macvicar, Martin, Taylor dan Zacharias (Zais:1976) mengemukakan
bahwa inovasi-inovasi pendidikan sering muncul akibat prakarsa dari
seseorang atau kelompok orang. Hal ini mengandung arti bahwa selama
seseorang atau kelompok orang itu aktif bekerja maka inovasi akan hidup, dan
ketika berhenti bekerja maka inovasi akan mati. Upaya yang dapat dilakukan
seseorang atau kelompok orang untuk berinovasi guna memperbaiki dan
menyempurnakan kurikulum adalah berpikir lalu bertindak.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diberlakukan
pada tahun 2006 merupakan kurikulum terbaru di Indonesia. Untuk itu para
pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan disarankan untuk
menjadikan KTSP sebagai rujukan dalam pengembangan kurikulum (Sanjaya,
2008:127). KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi kepada pencapaian
kompetensi dengan memuat unsur-unsur Standar Kompetensi dan Kompetensi

2

Dasar (SK dan KD). Di dalam KTSP juga terdapat prinsip dalam pengelolaan
kurikulum yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). SK dan
KD merupakan penjabaran dari Standar Isi (SI) yang disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). SK dan KD diturunkan dari Standar
Kompetensi Lulusan (SKL). Untuk selanjutnya, SI dan SKL harus dijadikan
salah satu rujukan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Para pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan diberi
kewenangan untuk menterjemahkan SK dan KD dengan mempertimbangkan
karakteristik dari masing-masing satuan pendidikan dan mengembangkan
muatan lokal yang ada di daerah masing-masing.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
mengamanatkan agar KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada SI dan SKL serta
berpedoman pada BSNP.
Pengembangan KTSP yang beragam mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan untuk menjamin pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional (TPN).
Standar Nasional Pendidikan terdiri dari Standar Isi, Standar Kompetensi
Lulusan, Standar Proses, Standar Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan
Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian
Pendidikan. Dari kedelapan Standar Nasional Pendidikan tersebut, SI dan SKL

3

merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum (Rusman, 2008).
KTSP lahir dari semangat otonomi daerah dimana urusan pendidikan
tidak semuanya menjadi tanggung jawab pusat akan tetapi sebagian menjadi
tanggung jawab daerah (Sanjaya, 2008:128). KTSP memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada para pengembang kurikulum di tingkat satuan
pendidikan untuk merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
KTSP sesuai dengan SI dan SKL yang disusun oleh BSNP. Secara teoretik,
KTSP direncanakan sedemikian baik oleh para pengembang kurikulum di
tingkat Pusat, namun secara faktual KTSP belum dapat diimplementasikan
dengan baik oleh para pengembang kurikulum di tingkat daerah ataupun di
tingkat satuan pendidikan. Hal ini melihat kenyataan bahwa banyak Guru dan
Kepala Sekolah/ Kepala Madrasah belum bisa menyusun KTSP secara benar.
Ini diduga para pengembang kurikulum tersebut belum bisa menterjemahkan
SI dan SKL dengan baik. Kalau benar demikian, tentunya dalam
mengimplementasi KTSP juga tidak akan maksimal.
Para pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan harus aktif
dalam mengembangkan KTSP yang merupakan kurikulum pembaharu dan
penyempurna dari kurikulum sebelumnya. Tidak malah bertindak pasif atau
enggan melakukan pembaharuan pendidikan. Studi yang dilakukan oleh
Zamroni (1993) terhadap guru-guru SD, SLTP, SLTA di pulau Jawa
menunjukkan bahwa para guru di berbagai jenjang pendidikan, umumnya
memiliki perilaku yang enggan melaksanakan pembaharuan. Ini merupakan

4

suatu hal yang ironi dalam dunia pendidikan mengingat guru merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.
Kamarga

(1994:1)

dalam

penelitiannya

mengemukakan

bahwa

pendidikan yang berkualitas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling
berkaitan diantara faktor pendidik, peserta didik, kurikulum dan faktor
lingkungan. Pendapat ini senada dengan Sanjaya (2008) yang mengutarakan
bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses
sistem pembelajaran, diantaranya adalah faktor guru, siswa, sarana, alat dan
media yang tersedia, serta faktor lingkungan.
Para pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan sebagai
pelaksana kurikulum sudah semestinya memahami hal-hal yang esensiil dalam
mengimplementasikan

kurikulum

baru.

Namun

kenyataannya tidaklah

demikian. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelemahan dalam
implementasi kurikulum karena banyak pelaksana kurikulum (Kepala Sekolah/
Kepala Madrasah, Guru, dan Pengawas) tidak memahami apa yang diinginkan
oleh kurikulum baru (Hasan, 2007).
Penelitian terdahulu juga menemukan adanya motivasi guru dalam
membuat rencana pembelajaran adalah hanya untuk melengkapi syarat
administrasi, dan bukan untuk diimplementasikan (Hasbullah, 2007:224).
Kemudian terdapatnya implementasi pembelajaran yang berpusat pada guru
(Ervawi, 2005:116). Sedangkan Asy’ari (1998:165) menemukan adanya
kelemahan guru dalam melaksanakan kurikulum disebabkan oleh kurangnya
bimbingan dari Kepala Sekolah berkaitan dengan perencanaan kurikulum.

5

Melihat kenyataan tersebut peneliti merasa resah dan berkeinginan untuk
mengadakan penelitian terhadap implementasi kurikulum di tingkat satuan
pendidikan. Adapun mata pelajaran yang menjadi perhatian peneliti adalah
mata pelajaran Matematika.
Kurikulum SMA/ MA kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan
lokal,

dan

pengembangan

diri.

Muatan

lokal

merupakan

kegiatan

ekstrakurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan
ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya
tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Sedangkan
pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,
bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Pengembangan diri merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang difasilitasi
dan/atau di bimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan.
Kelas X merupakan kelas terendah pada SMA/ MA. Di kelas X ini, siswa
dituntut untuk menunjukkan kemampuan hasil belajarnya secara optimal
karena nantinya di kelas yang lebih tinggi, siswa akan dikelompokkan dalam
program penjurusan. Selain memperhatikan kemampuan hasil belajar siswa,
dalam penjurusan ini guru juga memperhatikan minat dan bakat siswa.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan semua
jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum pendidikan di semua kelas, baik
itu di tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAK, mata pelajaran Matematika
merupakan mata pelajaran wajib. Struktur kurikululm SMA/ MA meliputi

6

substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama
tiga tahun mulai dari kelas X sampai dengan kelas XII. Struktur kurikulum
disusun berdasarkan SKL dan SK mata pelajaran.
Berdasarkan panduan dari BSNP, di semua kelas yang ada di SMA/ MA
maupun di SMK/ MAK kecuali untuk kelas XI dan XII program Bahasa
SMA/MA, mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran
dengan jumlah jam pelajaran (JPL) terbesar diantara mata pelajaran yang
lainnya, yakni berjumlah empat JPL/ Semester. Alokasi waktu satu jam
pelajaran adalah 45 menit. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat JPL/ minggu secara keseluruhan. Sebenarnya cukup bagi
siswa untuk mendalami mata pelajaran Matematika dengan JPL seperti tersebut
diatas. Namun ada indikasi bahwa guru tidak bisa menterjemahkan konsep dari
SK dan KD sesuai dengan harapan pemerintah. Hal ini memungkinkan siswa
tidak bisa memahami materi pelajaran dengan baik sehingga berakibat
rendahnya hasil belajar siswa.
Kalau dibandingkan dengan jenjang pendidikan SMP/ MTs, Laporan
Hasil Ujian Nasional Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(Depdiknas, 2005) mengungkapkan bahwa nilai rata-rata Ujian Nasional
Matematika tahun pelajaran 2004/2005 adalah 6,58. Pencapaian angka ini
menunjukkan bahwa prestasi Matematika rata-rata siswa di Indonesia
sebenarnya cukup bagus namun perlu untuk lebih ditingkatkan. Hal ini
mengingat bahwa hasil tes Trends in International Mathematics and Sciences
Study (TIMSS) (Mullis, et al., 2003) yang diselenggarakan International

7

Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang
diumumkan secara internasional pada 14 Desember 2004 menunjukkan bahwa
kemampuan Matematika siswa kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Indonesia masih cukup memprihatinkan, yaitu berada di peringkat ke-35 dari
46 negara. Tes yang diselenggarakan TIMSS empat tahun sekali tersebut
menempatkan negara tetangga, Singapura menduduki peringkat tertinggi dalam
rata-rata pencapaian nilai TIMSS bidang Matematika, dan Malaysia berada di
peringkat ke-10. Kemampuan siswa kelas dua SMP Indonesia sangat lemah
dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin (masalah matematis) namun relatif
baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur.
Dalam sebuah papernya yang berjudul Essential Mathematics for the 21st
Century (Posamentier & Stepelmen, 1990), National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM) menempatkan pemecahan masalah sebagai urutan
pertama dari 12 komponen esensial Matematika. Paper ini menyatakan bahwa
belajar menyelesaikan masalah adalah alasan prinsipil untuk mempelajari
Matematika. Lebih lanjut NCTM (2000) juga mengatakan bahwa pemecahan
masalah bukanlah sekedar tujuan dari belajar Matematika tetapi merupakan
alat utama untuk bekerja dalam Matematika. Terkait dengan hal ini, Wahyudin
(2003:3) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan
untuk diajarkan dan digunakan dalam Matematika tetapi juga merupakan
keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau
situasi-situasi pembuatan keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan
masalah membantu seseorang secara baik dalam hidupnya.

8

Kontribusi pendidikan Matematika menurut Suryadi (2007) dapat
ditinjau dari tiga hal yaitu kebutuhan perkembangan anak, masyarakat dan
dunia kerja. Agar materi Matematika yang diberikan dapat menunjang
kebutuhan perkembangan anak, maka dalam pengembangan kurikulumnya
perlu

memperhatikan

perkembangan

kognitif

anak

dan

kemampuan

berpikirnya serta tuntutan kemampuan dasar Matematika (conceptual
understanding,

procedural

fluency,

productive

disposition,

strategic

competence, dan adaptive reasoning) yang diperlukan untuk melanjutkan studi
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu kemampuan berpikir
Matematika yang relevan untuk menunjang kehidupan di masyarakat dan dunia
kerja serta memungkinkan dikembangkan melalui kegiatan bermatematika
(doing mathematics) perlu juga menjadi perhatian yang serius.
Dari uraian-uraian diatas, yang menjadi dasar permasalahannya adalah
bagaimana guru menterjemahkan SK dan KD dengan baik, lalu guru
menuangkan SK dan KD tersebut ke dalam dokumen kurikulum, kemudian
guru dan siswa memanfaatkan waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran
Matematika secara optimal. Dasar permasalahan ini nantinya akan dijawab
peneliti berkenaan dengan perencanaan, implementasi dan evaluasi kurikulum
mata pelajaran Matematika. Dari penelitian nantinya bisa diperoleh gambaran
tentang penterjemahan SK dan KD; perencanaan Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); proses pembelajaran yang terjadi; beberapa
kendala yang dihadapi oleh guru dan siswa dalam proses implementasi
kurikulum; serta proses penilaian hasil belajar siswa.

9

Implementasi memegang peranan yang sangat penting dalam proses
pengembangan kurikulum karena implementasi digunakan oleh guru untuk
mengaktualisasikan

dokumen

kurikulum

yang

telah

dibuatnya

guna

membelajarkan siswa dan mencapai hasil belajar yang diharapkan. Dokumen
kurikulum meskipun telah dibuat sedemikian bagus namun bila susah
diimplementasikan maka tidak ada artinya. Demikian pula sebaliknya, proses
implementasi tidak akan dapat berjalan dengan bagus bila dokumen kurikulum
dibuat tanpa perencanaan yang matang. Penelitian ini juga dapat untuk melihat
apakah hasil penelitian-penelitian terdahulu masih terjadi atau tidak.
Dari hasil penelitian nantinya juga akan terlihat seberapa penting peranan
guru

dalam

proses

pengembangan

kurikulum.

Penelitian

terdahulu

menyebutkan bahwa guru adalah salah satu faktor tercapainya pendidikan yang
berkualitas; guru adalah salah satu faktor yang berpegaruh dalam kegiatan
sistem pembelajaran; namun guru menjadi salah satu kelemahan dalam
implementasi. Sedangkan bila melihat posisi mata pelajaran Matematika,
tercatat bahwa jumlah JPL mata pelajaran Matematika termasuk yang
terbanyak diantara mata pelajaran yang lain namun hasil belajar siswa-siswi
Indonesia tergolong masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara
lain.
Dari hal-hal diatas maka peneliti memandang bahwa penelitian dengan
pendekatan kualitatif dan metode studi evaluasi kualitatif ini penting karena
penelitian ini dapat mengungkap hal-hal yang terjadi dalam proses
pengembangan kurikulum secara mendalam dan komprehensif sehingga hasil

10

penelitian dapat memberi solusi untuk memperbaiki dan menyempurnakan
praktek implementasi KTSP mata pelajaran Matematika di Kelas X MAN
Yogyakarta III.
B. RUMUSAN MASALAH
MAN Yogyakarta III adalah Madrasah Aliyah milik Departemen Agama
Republik Indonesia yang berlokasi di Kabupaten Sleman sehingga masuk ke
dalam naungan Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Madrasah ini tergolong favorit untuk dijadikan tempat pendidikan
formal bagi lulusan SMP/ MTs. Banyak prestasi di tingkat lokal sampai
nasional telah diukir oleh siswa-siswi Madrasah ini.
Namun dari tahun ke tahun, prestasi hasil belajar siswa untuk mata
pelajaran Matematika masih tetap rendah dibandingkan dengan mata pelajaran
lain di Madrasah ini. Bahkan dibandingkan dengan SMAN favorit di
Yogyakarta, prestasi hasil belajar mata pelajaran Matematika belum bisa
diandalkan. Padahal MAN Yogyakarta III mempunyai guru Matematika yang
berpengalaman, siswa yang relatif pandai serta didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai.
Oleh karena itu diduga ada kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dan
siswa dalam implementasi kurikulum mata pelajaran Matematika. Kendalakendala tersebut menghambat terwujudnya pendidikan yang berkualitas.
Padahal menurut Kamarga (1994:1), pendidikan berkualitas dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang saling berkaitan diantara faktor pendidik, peserta didik,
kurikulum dan faktor lingkungan.

11

Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas maka rumusan masalah yang
menjadi inti kajian penelitian adalah “Bagaimana Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika di Kelas X MAN
Yogyakarta III”.
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Agar penelitian ini lebih terarah, efektif dan efisien maka pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan Silabus dan RPP pada mata pelajaran
Matematika di Kelas X MAN Yogyakarta III?
2. Bagaimana proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran
Matematika di Kelas X MAN Yogyakarta III?
3. Apa kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam implementasi
KTSP pada mata pelajaran Matematika di Kelas X MAN Yogyakarta III?
4. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan guru terhadap hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Matematika di Kelas X MAN Yogyakarta III?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengungkap hal-hal yang
terjadi dalam proses pengembangan kurikulum yang meliputi perencanaan,
implementasi dan evaluasi sehingga dapat memperbaiki dan menyempurnakan
praktek implementasi KTSP pada mata pelajaran Matematika di Kelas X MAN
Yogyakarta III.
Hal-hal yang termasuk dalam tujuan umum adalah memperoleh
gambaran secara holistik pemahaman guru dalam menterjemahkan konsep

12

KTSP mata pelajaran Matematika sesuai dengan Standar Kompetensi Dan
Kompetensi Dasar, memperbaiki prestasi hasil belajar serta menciptakan
kompetensi siswa.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
terhadap implementasi KTSP mata pelajaran Matematika, dengan rincian
sebagai berikut :
1. Untuk mengevaluasi pengembangan Silabus dan RPP pada mata pelajaran
Matematika di Kelas X MAN Yogyakarta III.
2. Untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada mata
pelajaran Matematika di Kelas X MAN Yogyakarta III.
3. Untuk mengevaluasi kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam
implementasi KTSP mata pelajaran Matematika di Kelas X MAN
Yogyakarta III.
4. Untuk mengevaluasi penilaian yang dilakukan guru terhadap hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Matematika di Kelas X MAN Yogyakarta III.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian

ini

menggunakan

studi

evaluasi

kualitatif

terhadap

implementasi KTSP mata pelajaran Matematika di kelas X MAN Yogyakarta
III. Sumbangan/ manfaat penelitian ini terhadap penelitian kualitatif adalah :
1. Untuk dapat dimanfaatkan oleh peneliti kualitatif yang menggunakan
pendekatan

teoretisasi

data

(grounded

theory

approach)

dalam

mengembangkan teori dasar yang memenuhi kriteria metode ilmu
pengetahuan yang baik, diantaranya adalah adanya kebermaknaan, adanya

13

kesesuaian antara teori dan observasi, adanya ketepatan dan ketelitian, serta
dapat dibuktikan. Kreatifitas peneliti kualitatif memungkinkan peneliti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan data dan
melakukan pembandingan antara pandangan yang baru tentang fenomena
dengan rumusan teori yang baru pula. Dari fenomena-fenomena baru yang
muncul maka akan diperoleh teori baru yang grounded. Data penelitian ini
dikumpulkan sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan tanpa interpretasi
peneliti sehingga subyek penelitian sebagai informan bisa mengungkapkan
data secara spontan, menyeluruh, mendalam dan penuh makna.
2. Untuk dapat dimanfaatkan oleh pihak pengembang KTSP SMA/ MA
terutama dalam dua hal yaitu (a) perbaikan dan penyempurnaan komponen
pembelajaran, dan (b) penyempurnaan pola program pembelajaran.
3. Penelitian ini juga bermanfaat untuk dijadikan sebagai salah satu landasan
dalam pengembangan dan proses implementasi KTSP mata pelajaran
Matematika dengan mempergunakan model Grass-roots sebagai model
pengembangan KTSP.

989
9

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan dan
metode penelitian yang digunakan, lokasi penelitian dan subyek penelitian,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
A. PENDEKATAN DAN METODE
Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan
kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran (Moleong, 2008:49).
Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun
oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model tersebut biasanya
dikenal dengan nama paradigma. Berkenaan dengan paradigma penelitian,
Bogdan dan Biklen (1982:30) menerangkan bahwa “a research paradigm as a
loose collection of logically held together assumptions, concepts and
propositions that orientate thinking and research”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana menurut
Moleong (2008:50-51), penelitian kualitatif memiliki paradigma naturalistik
(paradigma alamiah) yang bersumber pada pandangan fenomonologis. Oleh
karena itu, penelitian bersumber dari data riil, alamiah dan tidak dibuat-buat
(natural setting). Penelitian ini tidak menggunakan pengontrolan variabel dan
manipulasi serta tidak mempergunakan angket maupun tes, peneliti sebagai
instrumen penelitian yang mengadakan observasi maupun wawancara tak
berstruktur. Semua data nantinya dikumpulkan secara deskriptif dan

9
9

999
9

naturalistik. Untuk mencegah subyektifitas, penelitian membandingkan
informasi dengan berbagai sumber data terhadap hal-hal yang sama-sama
diteliti (triangulasi).
Miles dan Hubberman (1994) mengungkapkan enam karakteristik
penelitian kualitatif yaitu :
1. Lebih merupakan wujud kata-kata daripada deretan angka-angka;
2. Menjadi bahan utama bagi ilmu-ilmu sosial tertentu;
3. Merupakan sumber deskripsi yang luas dan kuat;
4. Memuat penjelasan tentang proses yang terjadi dalam lingkup setempat.
5. Dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai
sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat.
6. Lebih cenderung membimbing kita untuk menemukan penemuan-penemuan
yang tak terduga sebelumnya.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
evaluasi kualitatif. Dengan demikian penelitian ini nantinya mendiskripsikan
secara rinci tentang implementasi KTSP mata pelajaran Matematika di kelas X
MAN Yogyakarta III dan menganalisis proses yang berjalan, juga mengamati
perubahan-perubahan dari fenomena yang diamati. Akar filosofi dari metode
evaluasi kualitatif ini yaitu menekankan pentingnya pemahaman makna dari
pelaku manusia dan konteks sosio-budaya suatu interaksi sosial.
B. LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN
Meski memakai nama Yogyakarta, MAN ini berada di wilayah
Kabupaten Sleman, tepatnya di Jalan Magelang Sinduadi Mlati Sleman.

9
9

1009
9

Adapun lokasi penelitian yaitu di kelas X. Penelitian ini memusatkan
perhatiannya pada implementasi KTSP mata pelajaran Matematika di Kelas X
MAN Yogyakarta III.
Guru

adalah

faktor

utama

yang

sangat

berpengaruh

terhadap

implementasi kurikulum. Untuk itu subyek utama penelitian ini adalah guru
dengan

seluruh

aktivitasnya

dalam

proses

pengembangan

kurikulum

(merencanakan, mengimplementasi dan mengevaluasi). Ada dua orang guru
mata pelajaran Matematika kelas X yang menjadi subyek penelitian, dimana
peneliti memberi nama guru IW dan guru SR. Sedangkan subyek pelengkap
adalah pihak-pihak yang terkait dalam proses pengembangan KTSP mata
pelajaran Matematika di MAN ini, diantaranya adalah Kepala Madrasah dan
Wakil Kepala Madrasah Bidang Kurikulum yang masing-masing peneliti beri
nama MI dan TA.
C. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti,
catatan-catatan peneliti dan alat rekam audio visual. Peran peneliti adalah
sebagai pengamat partisipatif yang mengamati kegiatan dari subyek penelitian.
Peneliti juga sebagai pewawancara terhadap subyek penelitian.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Menurut Djohar (1995:90), salah satu rangkaian dari penelitian yaitu
teknik pengumpulan data yang merupakan unsur penting guna memperoleh
data-data yang diperlukan dalam penelitian. Oleh karena itu keberhasilan suatu
penelitian kualitatif sangat tergantung kepada ketelitian, kelengkapan catatan

9
9

1019
9

lapangan yang disusun oleh peneliti. Catatan lapangan tersebut disusun melalui
teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi (Nasution, 1988: 56-89).
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
adalah studi dokumentasi, observasi dan wawancara. Pertama-tama peneliti
membangun relasi dengan cara berkenalan dengan subyek penelitian dan
civitas akademika madrasah lainnya seperti guru-guru dan pegawai tata usaha.
Cara berkenalan yaitu dengan memberi salam lalu peneliti memperkenalkan
diri sekaligus mengemukakan tujuan peneliti berada di lingkungan kerja
mereka. Peneliti mengatakan ingin mempelajari implementasi KTSP mata
pelajaran Matematika di kelas X MAN Yogyakarta III. Dengan tujuan yang
sederhana ini, diharapkan subyek penelitian dan civitas akademika madrasah
menerima kehadiran peneliti sehingga pada saatnya nanti timbul suatu
keakraban yang diindikasikan dengan sudah dianggapnya peneliti seperti teman
kerja (bukan lagi dianggap sebagai peneliti atau tamu). Selanjutnya peneliti
memasuki lokasi penelitian dengan tujuan mencari data-data riil yang
dibutuhkan peneliti berkenaan dengan implementasi KTSP mata pelajaran
Matematika di kelas X MAN Yogyakarta III. Peneliti memulai pengumpulan
data dengan teknik studi dokumentasi.
Sukmadinata (2007:221) mengemukakan bahwa “studi dokumentasi
adalah teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis
dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik”.
Dalam studi dokumentasi ini, peneliti meminjam dokumen-dokumen
yang dimiliki oleh subyek penelitian untuk dipelajari. Dokumen-dokumen

9
9

1029
9

tersebut tentunya adalah dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini seperti
kurikulum madrasah, data siswa dan guru, dan desain pembelajaran. Peneliti
mengkaji dokumen kurikulum guru berkaitan dengan proses pengembangan
silabus dan RPP mata pelajaran Matematika, latar belakang guru, sarana
pendukung proses belajar mengajar serta hasil belajar siswa.
Selain studi dokumentasi, peneliti mengumpulkan data melalui observasi.
Nasution (1998:59-60) mengemukakan beberapa manfaat yang dihasilkan dari
kegiatan observasi. Dikatakan olehnya bahwa peneliti akan lebih mampu dalam
memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sehingga peneliti
memperoleh gambaran yang lebih komprehensif. Lalu peneliti juga bisa
menemukan hal-hal yang tidak terungkap dalam kegiatan wawancara dan
memperoleh kesan pribadi dari apa yang peneliti amati.
Dalam observasi ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan implementasi KTSP mata pelajaran
Matematika di kelas X seperti proses belajar mengajar yang terjadi, kendalakendala yang dihadapi guru dan siswa dalam implementasi, serta proses
penilaian hasil belajar siswa oleh guru. Peneliti mengamati secara langsung
peristiwa-peristiwa tersebut lalu peneliti membuat catatan-catatan lapangan dan
berpikir terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Sedangkan teknik lain yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data
adalah

wawancara.

Sukmadinata

(2007:217)

mengemukakan

bahwa

wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian
kualitatif. Namun teknik wawancara juga memiliki kekuatan dan kelemahan.

9
9

1039
9

Menurut Kerlinger (Hasan, 2000), ada tiga hal yang menjadi kekuatan
metode wawancara, yaitu :
1. Mampu mendeteksi kadar pengertian subyek terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer
dengan memberikan penjelasan.
2. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.
3. Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah
tidak dapat dilakukan.
Sedangkan kelemahan dari metode wawancara, diungkap oleh Yin
(2003) sebagaimana hal-hal berikut ini :
1. Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang
penyusunannya kurang baik.
2. Rentan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang
sesuai.
3. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang
akurat.
4. Ada kemungkinan subyek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar
oleh interviewer.
Dalam wawancara ini, peneliti melakukan wawancara dengan subyek
penelitian secara terjadwal atau pun tidak tergantung dari kesepakatan antara
peneliti dengan subyek penelitian, juga mengenai kapan dan dimana
wawancara akan dilakukan (fleksibel). Peneliti melakukan wawancara dengan
kecepatan berbicara dan intonasi suara yang jelas. Pertanyaan penelitian

9
9

1049
9

dimulai dengan pertanyaan yang mudah misalnya tentang informasi fakta.
Peneliti akan memberikan pertanyaan yang mana subyek penelitian belum
mengetahui isi pertanyaan. Dari serangkaian wawancara yang telah
dilaksanakan, suatu saat peneliti akan dapat merasakan seberapa jauh tingkat
pengertian atau pemahaman subyek penelitian terhadap pertanyaan yang
diajukan peneliti. Kegiatan wawancara bisa peneliti lakukan terus meskipun
kegiatan observasi dan studi dokumentasi telah peneliti akhiri.
Peneliti melakukan wawancara melalui percakapan secara tatap muka
antara peneliti dengan subyek penelitian dengan tujuan untuk memperoleh
informasi dari subyek penelitian terhadap data-data yang belum terungkap dari
hasil observasi atau pun studi dokumentasi. Wawancara ini dilakukan secara
mendalam (in-depth interview) terhadap subyek penelitian sehingga data-data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini akan terungkap secara komprehensif.
Untuk itu peneliti membuat pedoman wawancara yang berisi hal-hal pokok
yang akan ditanyakan kepada subyek penelitian. Pedoman wawancara ini
digunakan peneliti untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang
semestinya dibahas atau sebagai daftar pengecekan (check list) sehingga tidak
ada hal-hal pokok yang terlewatkan.
Selanjutnya untuk meminimalisir kelemahan teknik wawancara seperti
yang diungkap oleh Yin (2003) diatas, maka peneliti melakukan beberapa hal.
Peneliti membuat pedoman wawancara yang berisi pokok-pokok pertanyaan
yang peneliti susun secara sistematis dan dimulai dengan pertanyaan yang
mudah. Ini untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bias akibat dari

9
9

1059
9

konstruksi pertanyaan yang kurang baik. Dari jawaban-jawaban yang diberikan
subyek penelitian kepada peneliti, pada awalnya peneliti membiarkan subyek
penelitian menjawab pertanyaan yang oleh peneliti dirasa tidak menjawab
pertanyaan. Dari hal ini peneliti memberikan pertanyaan lagi yang masih
berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya atau dengan variasi pertanyaan
yang esensinya sama dengan pertanyaan sebelumnya. Harapan peneliti agar
tidak terjadi bias akibat dari respon yang kurang sesuai. Kemudian dalam
peneliti mengelola wawancara ini dengan memberikan respon yang baik
terhadap jawaban dari subyek penelitian sehingga nantinya tidak ada masalah
bagi peneliti untuk memperoleh data penelitian yang akurat dari subyek
penelitian. Selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan ulangan sebagai
langkah klarifikasi terhadap subyek penelitian, disamping untuk memperkuat
data temuan juga untuk langkah antisipasi bila subyek penelitan hanya
memberikan jawaban yang ingin didengar peneliti.
Dalam pelaksanaannya nanti, peneliti terlebih dahulu menggunakan
teknik pengumpulan data studi dokumentasi, lalu observasi dan kemudian
wawancara. Setelah wawancara, peneliti melakukan studi dokumentasi atau
observasi lagi (tergantung situasi di lapangan) lalu wawancara kembali, begitu
seterusnya sehingga peneliti memperoleh data yang sesungguhnya dan
komprehensif.
E. TEKNIK ANALISA DATA
Analisis adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan (Nasution,
2003:126). Menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola, tema atau

9
9

1069
9

katagori. Tanpa katagorisasi atau klasifikasi data akan terjadi chaos
(kekacauan). Lebih lanjut Nasution (2003) mengatakan bahwa data yang
didapat di lapangan dapat dianalisi menjadi tiga langkah analisis data yang
meliputi pertama, reduksi data; kedua, display data; dan ketiga, pengambilan
kesimpulan serta verifikasi.
Ketiga langkah tersebut saling berhubungan dan berlangsung selama
proses penelitian. Peneliti menggunakan teknik analisa data diatas untuk
menganalisis implementasi KTSP mata pelajaran Matematika di Kelas X MAN
Yogyakarta III.
1. Reduksi data
Ketika peneliti terjun ke lapangan, peneliti memperoleh catatancatatan penelitian dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi
yang sangat banyak dan belum tersusun dengan baik. Dari catatan tersebut
lalu peneliti meringkasnya dan merangkum kembali catatan tersebut dengan
cara mengklasifikasikan dan mengelompokkan data. Data tersebut oleh
peneliti untuk kemudian diolah dengan cara dipilih yang penting-penting.
Kriteria penting disini adalah hal-hal yang berkaitan dengan fokus masalah
penelitian yaitu implementasi KTSP mata pelajaran Matematika. Hal yang
penting bisa untuk menajamkan data temuan. Sedangkan kriteria tidak
penting yakni hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan fokus masalah
penelitian.
Setelah ini, data penelitian sudah tersusun dengan lebih jelas dan lebih
akurat. Bila ada data yang dibutuhkan tetapi belum masuk ke dalam catatan

9
9

1079
9

peneliti, maka peneliti mencari data yang hilang tersebut ke subyek
penelitian melalui teknik pengumpulan data.
Data temuan penelitian dianalisis dan diinterpretasikan selama proses
penelitian. Penghentian sementara penelitian harus didasarkan atas
kematangan atau kelengkapan data yang telah diperoleh. Sehingga dalam
hal ini peneliti harus sabar, jeli dan paham apakah data yang terkumpul
sudah lengkap atau belum.
2. Display data
Data hasil penelitian oleh peneliti diklasifikasikan dengan dibuat
keterangan-keterangan yang lengkap terhadap temuan yang ada. Tujuannya
adalah agar data dapat dengan mudah dibaca dan diolah lebih lanjut. Selain
itu juga ditujukan agar peneliti menguasai data dan tidak tenggelam dalam
tumpukan data temuan. Kegiatan ini dinamakan display data. Tanpa display
data, peneliti akan kebingungan ketika menempatkan data temuan ke dalam
posisi yang sebenarnya.
3. Pengambilan kesimpulan serta verifikasi
Pada dua langkah, masing-masing langkah peneliti ambil kesimpulankesimpulan yang sifatnya tentatif/ sementara. Sedangkan pada langkah
ketiga ini, kesimpulan-kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses
penelitian sehingga diperoleh kesimpulan yang lebih bersifat permanen.
Analisis data diatas dilakukan oleh peneliti selama proses pengumpulan
data. Jadi peneliti tidak menunggu semua data terkumpul baru dianalisis namun
peneliti menganalisis data ketika peneliti sedang mengumpulkan data.

9
9

212

BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
Bab IV, maka implementasi KTSP mata pelajaran Matematika di kelas X
MAN Yogyakarta III dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Kegiatan sosialisasi KTSP yang diselenggarakan oleh instansi terkait secara
aktif diikuti oleh guru-guru MAN Yogyakarta III, dan mendapat dukungan
penuh dari Kepala Madrasah. Sosialisasi KTSP yang diselenggarakan oleh
intern Madrasah dikemas dalam bentuk Lokakarya KTSP. Dan secara rutin
dan berkesinambungan sosialisasi KTSP dijalankan melalui wadah MGMP.
Tujuan dari sosialisasi KTSP ini adalah untuk lebih memperkenalkan KTSP
dalam diri guru-guru sehingga konsep KTSP semakin bisa diterima.
Pemahaman yang baik dan pengetahuan yang cukup dari guru tentang
KTSP mempermudah guru dalam mengimplementasikan KTSP. Dengan
demikian langkah Madrasah menjadikan sosialisasi KTSP sebagai strategi
implementasi untuk memudahkan para pengembang kurikulum di satuan
pendidikan menuangkan ide-ide dalam konsep KTSP adalah sudah tepat.
2. Pada dasarnya guru mata pelajaran Matematika sudah memperhatikan
pentingnya

proses

pengembangan

kurikulum.

Indikatornya

adalah

ketersediaan rencana pembelajaran, adanya kesesuaian antara perencanaan
dengan implementasi pembelajaran, dan adanya evaluasi hasil belajar siswa.

220

Ini sudah menunjukkan sesuatu hal yang baik meskipun masih ditemukan
beberapa kendala dalam proses implementasi. Dikatakan baik karena guru
telah bisa memahami konsep KTSP sebagai kurikulum operasional yang
dikembangkan oleh para pengembang kurikulum di tingkat satuan
pendidikan, lalu guru telah bisa menterjemahkan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dengan baik ke dalam rencana pembelajaran melalui
Program Tahunan, Program Semester, Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, yang untuk selanjutnya diimplementasikan dan dilakukan
evaluasi pembelajaran. Meskipun semua materi pembelajaran bisa
disampaikan, namun perencanaan waktu pembelajaran perlu di tinjau ulang
karena masih belum sesuai dengan harapan.
3. Dalam proses implementasi KTSP, guru mata pelajaran Matematika telah
secara konsisten melakukan tahapan-tahapan proses pembelajaran yaitu
mulai dari kegiatan awal pembelajaran, lalu kegiatan inti pembelajaran dan
terakhir kegiatan penutup pembelajaran. Kegiatan awal pembelajaran
dilakukan guru untuk menciptakan kondisi awal pembelajaran yang
kondusif sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.
Kegiatan inti pembelajaran dilakukan guru untuk membelajarkan siswa agar
siswa memperoleh pengalaman belajar. Sedangkan kegiatan penutup
pembelajaran dilakukan guru untuk menciptakan kenangan agar siswa tidak
lupa terhadap materi yang sudah diberikan guru. Namun alokasi waktu
untuk ketiga kegiatan diatas terkadang tidak konsisten karena harus
disesuaikan dengan kondisi pelaksanaan pembelajaran yang terjadi saat itu.

221

4. Pada proses penilaian hasil belajar, guru menggunakan tes tertulis sebagai
alat untuk mengukur hasil belajar siswa secara kognitif. Namun karena ratarata hasil belajar siswa berada pada ambang Kriteria Ketuntasan Minimal,
maka guru melakukan kegiatan remedial dan mempertimbangkan peran
aktif siswa dalam proses pembelajaran untuk membantu siswa mencapai
kompetensi. Akan tetapi guru tidak mempergunakan penilaian porto folio
karena bentuk penilaian ini dirasakan sulit dalam hal pengadministrasian
dan memerlukan waktu yang banyak untuk melakukannya.
5. Fasilitas pendukung proses belajar mengajar di Madrasah sudah baik karena
Madrasah memiliki perpustakaan yang representatif (Juara I Lomba
Perpustakaan antar SMA/ MA/ SMK Tingkat Nasional Tahun 2007) dan
tersedia fasilitas internet gratis. Namun fasilitas pendukung tersebut belum
sepenuhnya dimanfaatkan oleh guru dan siswa untuk mendongkrak motivasi
dan kemampuan berpikir Matematika siswa. Ini menjadi sesuatu hal yang
patut disayangkan dan mesti dibenahi.
B. REKOMENDASI
Dari hasil kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan beberapa
rekomendasi yang ditujukan kepada :
1. Guru mata pelajaran Matematika kelas X
Perlunya bagi guru untuk meluangkan waktunya guna mempelajari
kembali berbagai macam strategi, metode dan media pembelajaran, untuk
kemudian dicoba dipraktekkan dengan disesuaikan dengan materi
pembelajaran dan kondisi kemampuan berfikir Matematika siswa. Upaya

222

guru untuk melakukan trial and error dalam menemukan kombinasi terbaik
diantara strategi, metode, media pembelajaran dengan materi pembelajaran
dan kondisi intelektual siswa tersebut diatas tentu memerlukan kerja keras
guru. Namun peneliti yakin bahwa kerja keras ini bisa meningkatkan
kualitas

mengajar

dan

kompetensi

profesionalitas

guru

sehingga

kemampuan berfikir Matematika siswa dapat ditingkatkan.
2. Kepala MAN Yogyakarta III
Perlunya bagi Kepala Madrasah untuk senantiasa meluangkan
waktunya guna melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap guru
secara rutin dan berkesinambungan. Pembinaan terhadap guru bisa
dilakukan secara klasikal atau pun secara individual. Pembinaan terhadap
guru ini difungsikan juga sebagai langkah pengawasan Kepala Madrasah
terhadap kinerja guru. Dari hasil pembinaan dan pengawasan tersebut,
Kepala Madrasah memiliki catatan-catatan yang untuk kemudian bisa
ditindaklanjuti dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas guru dalam
implementasi KTSP.
3. Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi DIY
Perlunya ada kebijakan dari Kantor Wilayah Departemen Agama
Propinsi DIY untuk secara berkala memfasilitasi guru-guru Madrasah
dengan memberi kesempatan dan waktu bagi guru-guru untuk berkumpul
bersama dalam satu forum, misalnya forum pembinaan guru Madrasah atau
forum pelatihan guru Madrasah, dimana salah satu tujuannya adalah
pencapaian kompetensi guru dan peningkatan kualitas profesionalitas guru.

223

Kebijakan di atas merupakan kebijakan yang yang tepat dalam upaya
mengembangkan KTSP di wilayah kerjanya, dan sejalan dengan harapan
dari para pengembang kurikulum di tingkat Pusat agar ide-ide KTSP dari
Pusat bisa direncanakan dan diimplementasikan oleh para pengembang
kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
4. Peneliti selanjutnya
Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut untuk menemukan
permasalahan, lalu mengkaji dan menemukan pemecahan masalah yang
berkaitan dengan implementasi KTSP mata pelajaran Matematika dengan
desain studi kasus yang berbeda-beda. Tujuan dari hal ini adalah
memperoleh wawasan pengetahuan yang lebih komprehensif berkaitan
dengan implementasi KTSP mata pelajaran Matematika.

224

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Asyar, M. dan Nurtain, H. (1993). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Asy’ari, L. (1998). Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran Ekonomi Dalam
Model Program Pendidikan Terpadu. Tesis Magister pada PPS PK UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Bappeda. (2009). Rencana Peningkatan Kualifikasi Akademis dan Kompetensi
Tenaga Pendidik Kabupaten Sleman Tahun 2008–2013. Tersedia:
http://bappeda.slemankab.go.id/index.php?option=com_content&task=view
&id=141&Itemid=1%E2%8C%A9=. [2 Mei 2009]

Bogdan dan Biklen. (1992). Qualitative Research fo Education : an Introduction
Theory and Method. Boston: Allyn and Bacon.

Brady, L. (1990). Curriculum development. (fourth ed.) New York: Prentice-Hall.

Dikpora. (2009). Rekap Data Jumlah Sekolah.
http://www.pendidikan-diy.go.id/. [2 Mei 2009].

[Online].

Tersedia:

Djohar, A. (1995). Pengembangan dan Implementasi Program Magang pada
Pendidikan Apprentis. Tesis Magister pada PPS PK UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.

Ervawi. (2005). Analisis Kesiapan Sekolah Dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Tesis Magister pada PPS PK UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.

225

Fathurrohman, P dan Sutikno, M.S. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
PT Refita Aditama.

Hamalik, O. (2007a). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. (2007b). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. (2007c). Implementasi Kurikulum. Bandung: Yayasan Al Madani.

Hasan, S.H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktoran Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Hasan, S.H. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dalam Ali, M.,
Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S., Sudjana, D., Rasjidi, W. (Penyunting). Ilmu
dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press (Halaman 477-494).

Hasan, S.H. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia kerjasama dengan PT Remaja
Rosdakaraya.

Hasbullah, A. (2007). Desain dan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Komparatif
Kelas VIII SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, dan SMPN 4 Garut. Tesis Magister
pada PPS PK UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ibrahim, R dan Sukmadinata, N.S. (1996). Perencanaan Pengajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.

Kamarga, H. (1994). Konsep IPS dalam Kurikulum Sekolah Dasar dan
Implementasi di Sekolah. Tesis Magister pada PPS PK UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.

226

Kosasih, E. (2009). Tantangan KTSP, Belajar dari Negeri Kanguru. [Online].
Tersedia:http://www.erlangga.co.id/index.php?option=com content&task=
view& id =163& Itemid=435. [11 Juni 2009].

Majid, A. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, L.J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Miles, M.B. dan Hubberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis. (second
ed). Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Miller, J.P and Seller, W. (1985). Curriculum Persfective and Practice. London:
Longman.

Mudyahardjo, R. (2001). Pengantar Pendidikan. Bandung: PT Radja Grafindo
Persada.

Mullis, I.V.S., et al. (2003). TIMSS 2003 International Mathematics Report.
[Online]. Lynch School of Education. Boston College. Tersedia:
http://timss.bc.edu/PDF/t03_download/T03INTLMATRPT.pdf. [6 Maret
2008]

Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Muslich, M. (2007). KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan); Dasar
Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nasution, S. dan Thomas, M. (1999). Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi,
Disertasi, Makalah. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nasution, S. (2008). Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.

227

NCTM (National Council of Teachers of Mathematics). (2000). Principles and
Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Oliva, P. F. (1992). Developing the Curriculum. New York: Harper Collins
Publisher.

Oliva, P.F. (1997). Developing the Curriculum (fourth ed). New York: Longman.

Patton, M.Q. (1991). Metode Evaluasi Kualitatif. judul asli: How to Use
Qualitative Methods in Evaluation, alihbahasa: Priyadi