PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN BERBASIS KINERJA UNTUK PENINGKATAN KOMPETENSI TUTOR:Studi pada Program Paket C Di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Provinsi DKI Jakarta.

(1)

DAFTAR ISI

Hal. LEMBAR PERSETUJUAN ...

ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMA KASIH ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... B. Identikasi dan Perumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Metode Penelitian ... ...

BAB II KAJIAN TEORITIS

A. Hakekat Pelatihan Dalam Meningkatkan Kompetensi Tutor Paket C ... 1. Pengertian Pelatihan ... 2. Manfaat Pelatihan ... 3. Pendekatan Pelatihan ... 4. Asas-Asas Pelatihan ... 5. Model-Model Pelatihan ... 6. Konsep Kompetensi ... 7. Profil Kompetensi Pedagogik dan Andragogik Tutor Paket C... 8. Pendidikan Kesetaraan ... B. Hakekat Pelatihan Berbasis Kinerja... 1. Konsep Pelatihan Berbasis Kinerja ... 2. Kompetensi Yang Dibutuhkan dalam Pelatihan Berbasis Kinerja...

i iii iv v vii x xiii xv xvi 1 15 17 17 19 23 23 28 30 34 36 45 49 58 60 60 64


(2)

3. Proses Pelatihan Berbasis Kinerja ... 4. Pembelajaran dalam Pelatihan Berbasis Kinerja ... 5. Kinerja Tutor dalam Pembelajaran Paket C ... 6. Efektivitas Pelatihan Berbasi Kinerja Dalam Meningkatkatkan

Kompetensi ... C. Kerangka Pikir ...

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... C. Definisi Operasional Penelitian ... D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan Data dan

Pengembangannya ... E. Langkah-langkah Penelitian ... F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dekripsi Hasil Studi Pendahuluan ... 1. Kualifikasi Pendidikan Tutor ... 2. Profile Kompetensi Pedagogik dan Andragogik Tutor ... 3. Model Penyelenggaraan Pelatihan Tutor ... 4. Pelaksanaan Program Paket C di PKBM ... 5. Analisis Kebutuhan Pengembangan Model ... B. Pengembangan Model Konseptual Pelatihan ... 1. Rasionalisasi Pengembangan Model Pelatihan ... 2. Asumsi Pengembangan Model Pelatihan ... 3. Tujuan Pengembangan Model Pelatihan ... 4. Komponen Pembelajaran dalam Pelatihan ... 5. Indikator Keberhasilan ... 6. Prosedur Pelaksanaan Model Pelatihan ... 7. Pengujian Model Hipotetik ... C. Implementasi Model Pelatihan/Ujicoba Lapangan ... 1. Tahap Perencanaa Pelatihan ...

66 68 82 84 87 89 92 94 97 100 109 113 115 117 126 128 141 147 147 151 153 154 155 155 162 176 177


(3)

2. Tahap Pengorganisasian Pelatihan ... 3. Tahap Pelaksanaan Pelatihan ... 4. Tahap Evaluasi Pelatihan ... 5. Data Hasil Pelatihan ... 6. Efektivitas Model Pelatihan Berbasis Kinerja ... 7. Pengaruh Implementasi Model Pelatihan ... 8. Refleksi Hasil Pembelajaran dalam Pelatihan ... 9. Hasil Temuan Penelitian ... 10. Model Pelatihan Yang Direkomendasikan ... D. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian ...

BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan ... B. Implikasi ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP ...

180 185 190 192 200 203 212 214 221 225

246 249

257 262 327


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan global. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri peserta didik, pemenuhan kebutuhan hidup secara material maupun non material dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas kehidupan di masa yang akan datang.

Pendidikan diselenggarakan melalui jalur formal, non-formal, dan informal. Ketiga jalur pendidikan itu dilaksanakan untuk melayani semua warga negara berdasarkan pada prinsip pendidikan sepanjang hayat menuju terbentuknya manusia Indonesia yang berkualitas dan sejahtera. Pendidikan non-formal (PNF) sebagai subsistem pendidikan nasional, dalam kiprahnya dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan index pengembangan manusia (Human Development Index), yaitu melalui berbagai program pendidikan non-formal. Salah satunya program pendidikan non-formal yang sedang populer diantaranya adalah pendidikan kesetaraan (program paket A setara SD, program B setara SLTP dan program paket C setara SMA). Kebutuhan terhadap layanan program pendidikan kesetaraan dewasa ini semakin meningkat, sejalan dengan kebijakan pemerintah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan kualitas hidup yang semakin meningkat.


(5)

Pada tahun 2006 tidak kurang dari 39.000 satuan pendidikan non-formal yang memberikan layanan berbagai jenis program pendidikan non formal kepada 48 juta penduduk diantaranya; 18,3 juta dilayani melalui program pendidikan anak usia dini, 12,7 juta mengikuti program pendidikan kesetaraan, 16,5 juta mengikuti program pendidikan keaksaraan dan 1,5 juta mengikuti program teknis melalui berbagai macam kursus dan pelatihan (Suryadi: 2006).

Permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan non-formal dipengaruhi oleh beberapa faktor; salah satu faktor utama adalah kualitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK-PNF) dalam hal ini berkaitan dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensi pendidik/tutor. Permasalahan umum yang dihadapi PTK-PNF dalam kualifikasi akademik pada saat ini adalah sekitar 40% dari 121.301 orang pendidik dan tenaga kependidikan belum memenuhi kualifikasi minimal sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Di samping itu kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan mencapai 60% dari 121.301 orang bekerja tidak sesuai keahliannya (miss-macth), artinya masih belum terpenuhi sesuai harapan ideal yang dituntut penyelenggara program, bahkan belum terselenggaranya sertifikasi profesi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non-Formal (Syamsudin: 2008).

Berkaitan dengan kebijakan program paket C setara SMA yang tertuang dalam Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Nomor: 0132/U/2004, maka keberadaan program tersebut semakin dibutuhkan oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah berupaya meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat


(6)

tantang standar isi Pendidikan Kesetaraan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 3 Tahun 2008 tentang standar proses Pendidikan Kesetaraan. Hanya sayang kebijakan ini tidak diiringi dengan penyiapan tenaga tutor yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidang studi yang dipersyaratkan tersebut. Hal ini menjadi permasalahan yang cukup krusial dalam pelaksanaan program pendidikan kesetaraan, khusussnya program paket C tersebut.

Adanya kebijakan tersebut, makin jelas bahwa keberadaan pendidikan kesetaraan khusus program paket C perlu lebih dioptimalkan penyelenggaraannya, untuk mendukung kesempatan anggota masyarakat memperoleh pendidikan luar sekolah melalui program paket C setara SMA. Namun dalam penyelenggaraannya terdapat keterbatasan, di antaranya bahwa jumlah tenaga ahli dan tutor yang kompeten dan profesional masih sangat terbatas. Sejalan dengan pandangan tersebut, sekalipun secara kuantitatif tutor paket C sudah memadai secara proporsional, namun secara kualitatif keberadaan tutor tersebut masih jauh dari standar yang diisyaratkan, sehingga dalam konteks pelaksanakaan program paket C, tutor bidang keahliannya terjadi ketidakcocokan (miss-match) dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan dan perluasan akses dari segala lapisan sosial masyarakat terhadap pendidikan, maka keberadaan tutor dalam penyelenggaraan program paket C merupakan komponen penting, dan perlu dikembangkan profesionalitasnya dalam penyelenggaraan program pembelajaran tersebut. Salah satu persoalan yang sangat krusial pada pelaksanaan pendidikan kesetaraan khususnya paket C adalah kompetensi pedagogik dan andragogik tutor dimana hasil analisa terhadap kebutuhan faktual tutor melalui pengisian angket pada studi pendahuluan tentang profile kompetensi dipandang lemah dan tidak sesuai tuntutan pelaksanaan pembelajaran,


(7)

mengingat para tutor adalah berasal dari berbagai latar belakang pendidikan non-kependidikan. Indikasi lemahnya kompetensi tutor tersebut didasarkan pada miss- macth antara bidang keahlian dengan tugas mengajar tutor serta dihubungkan dengan tuntutan Peraturan Pemenntah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Keadaan ini menjadi dasar perlunya pengembangan kualitas tutor, di antaranya melalui pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogiknya, agar kualitas pembelajaran dalam penyelenggaraan program paket C meningkat. Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan upaya pengembangan kompetensi tutor melalui program-program pelatihan. Namun sayangnya masih sangat terbatas pada pelatihan dengan cara-cara konvensional, dan berupaya untuk meningkatkan penguasaan tutor pada aspek substansi materi mata pelajaran yang diwajibkan dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan.

Menurut Syamsudin (2008) Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK PNF) Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2008 telah tercatat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non-formal seluruh provinsi di Indonesia, dimana jumlah tutor program paket C sebanyak 8.968 orang. Sedangkan di Provinsi DKI Jakarta tutor Paket C sebanyak 522 orang yang tersebar di lima wilayah kota yaitu; Jakarta Timur 91 orang, Jakarta Pusat 46 orang, Jakarta Selatan 48 orang, Jakarta Barat 204 orang dan Jakarta Utara 143 orang. Dari 522 tutor paket C di Provinsi DKI Jakarta apabila dilihat dari latar belakang pendidikan 60% dari kependidikan atau 313 orang dan 40% dari non kependidikan atau 209 orang. Hal ini diungkapkan oleh Rasyid (2008)


(8)

Kepala Balai Pengembangan dan Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah (BP3LS) Provinsi DKI Jakarta.

Sebanyak jumlah tutor paket C di Provinsi DKI Jakarta tersebut di atas belum semuanya berkualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) sesusai dengan yang dipersyaratkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan juga hampir 50% tutor bekerja tidak sesuai dengan bidang keahlian dan kompetensinya. Kondisi ini menunjukkan masih banyaknya tenaga pendidik khusus tutor program pendidikan kesetaraan yang belum memenuhi standar minimal. Namun demikian pelaksanaan program pendidikan kesetaraan tetap berjalan, apalagi di Provinsi DKI Jakarta sesuai tuntutan kebutuhan masyarakat akan dikembangkan program pendidikan kesetaraan khususnya paket C setara dengan SMK. Hal ini akan semakin membutuhkan tutor paket C yang kompeten sesuai bidang keahlian yang diajarkan pada pendidikan kesetaraan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah tidak bisa membiarkan begitu saja kondisi tersebut di atas, tetapi perlu adanya upaya yang lebih sistematis dan terprogram dalam mengatasi ketidakcocokan (miss-match) keahlian dalam melaksanakan tugas pembelajaran, sehingga menyebabkan lemahnya kompetensi tutor dalam mengelola pembelajaran paket C. Oleh karena itu perlu adanya alternatif penyelenggaraan peningkatan kualifikasi dan kompetensi khususnya pada tutor program pendidikan kesetaraan paket C.

Menyadari tentang kondisi tersebut baik secara kualifikasi maupun kompetensi tutor yang masih sangat terbatas pada implementasi program paket C, Departemen


(9)

Pendidikan Nasional telah melakukan upaya peningkatannya, baik melalui jalur pendidikan strata satu maupun jalur pelatihan. Upaya pemenuhan peningkatan kompetensi tutor melalui program-program pelatihan, misalnya pelatihan penguasaan bidang studi bagi tutor, namun itupun belum mampu menjangkau secara luas keseluruhan tutor pada seluruh kelompok belajar paket C. Pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor, belum secara khusus dan proporsional dilakukan pelatihannya.

Pelatihan untuk pengembangan kompetensi tutor yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga Diklat dilingkungan Departemen Pendidikan Nasional, masih menunjukkan pola-pola pelatihan konvensional, belum mengembangkan model pelatihan dengan terlebih dahulu melakukan asesmen kinerja pembelajarannya tutor apakah sudah efektif atau belum. Untuk itu sangat dimungkinkan adanya upaya pengembangan suatu model pelatihan berbasis kinerja dalam peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik. Model pelatihan ini agar lebih kontekstual terhadap tugas tutor pada kelompok belajar paket C, sebagai upaya meningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor yang lebih efektif dan efisien.

Sesuai dengan salah satu misi pendidikan nasional adalah mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, di antara melalui penyelenggaraan pendidikan kesetaraan dengan mengupayakan keberadaan tutor yang profesional. Tutor adalah agen pembelajaran yang harus memiliki kompetensi, agar profesional di dalam melaksanakan tugasnya. Oleh sebab itu tutor pendidikan kesetaraan perlu dibina kompetensinya termasuk kompetensi pedagogik dan


(10)

(performance based training) yang lebih dikembangkan, agar pelatihan itu lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.

Dalam Appeal Training Materials For Continuing Education Personnel (UNESCO: 1993), bahwa secara umum prinsip penerapan pendidikan luar sekolah, dan khususnya program-program kesetaraan adalah pemanfaatan yang efektif dari personalia terdidik, seperti tutor dengan sertifikat mengajar, atau lulusan pendidikan menengah ataupun universitas sebagai tutor untuk dilatih dalam metode mengajar yang relevan. Personalia semacam ini harus dilatih tentang teknik-teknik motivasi, pengelolaan program, dan teknik pembelajaran, tidak hanya tentang pendekatan pada warga belajar secara keseluruhan mengenai kognitif, afektif dan psikomotor, melainkan juga dalam penguasaan pengetahuan fungsional, keterampilan-keterampilan yang relevan, serta pengembangan sikap mental yang sesuai. Sejalan dengan pernyataan tersebut, tutor pendidikan kesetaraan khususnya program paket C, mendesak untuk ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan yang lebih efektif dan efisien.

Dalam kontek pengelolaan pendidikan luar sekolah, tutor mempunyai peranan strategis, di samping faktor-faktor lain seperti sarana prasarana, biaya, kurikulum, sistem pengelolaan, dan peserta didik. Apa yang disiapkan dalam pengelolaan pendidikan, seperti sarana prasarana, biaya, kurikulum, hanya. akan berarti jika tutornya memiliki kinerja secara profesional. Peran dan posisi tutor tersebut, terbukti sesuai dengan yang diungkapkan Knowles (1986: 246), bahwa tutor yang efektif memerlukan pengembangan keterampilan dan sikap yang memfasilitasi belajar. Seorang tutor harus memiliki kompetensi yang diharapkan warga belajar dapat membantu aspek-aspek: mengidentifikasi kebutuhan belajar, merancang tujuan pembelajaran, menciptakan


(11)

lingkungan belajar kondusif dan bermanfaat, merancang pengalaman dan kegiatan belajar yang menarik.

Peranan tutor yang cukup strategis dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan program paket C, maka peningkatan profesionalisme tutor merupakan kebutuhan. Benar bahwa mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh tutor, melainkan oleh mutu masukan (warga belajar), sarana, manajemen, dan faktor-faktor eksternal lainnya. Akan tetapi seberapa banyak warga belajar mengalami kemajuan dalam belajarnya, banyak bergantung kepada kepiawaian tutor dalam membelajarkannya.

Apa yang dimaksud tutor yang profesional paling tidak mempunyai ciri-ciri (Supriadi, 1998: 179) yakni: (1) mempunyai komitmen pada proses belajar peserta didik; (2) menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara-cara mengajarkannya; (3) mempu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya; dan (4) merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan mereka untuk selalu meningkatkan profesionalismenya. Tanpa tutor menguasai bahan pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa tutor dapat mendorong warga belajar untuk belajar sungguh-sungguh guna mencapai prestasi yang tinggi, maka segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.

Profesionalisme tutor merupakan proses yang dijalaninya secara terus menerus. Dalam proses ini bisa melalui pendidikan pra-jabatan (preservice education), pendidikan dalam jabatan termasuk pelatihan (in-service training), pembinaan dari paguyuban tutor dan termasuk penghargaan masyarakat terhadap profesi tutor,


(12)

gaji/insentif, dan lain-lain bersama-sama menentukan profesionalisme tutor. Mengingat peranan strategis tutor dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan kesetaraan, maka peningkatan kompetensi tutor merupakan kebutuhan yang sangat urgen dalam mendorong terwujudnya mutu pendidikan kesetaraan.

Peranan tutor dalam meningkatkan mutu pendidikan kesetaraan dapat dipahami dari hakekat tutor yang selama ini dijadikan landasan asumsi dalam perancangan program pelatihan. Menurut UNESCO (1993: 90), asumsi-asumsi tersebut dijelaskan bahwa tutor dalam program post-literacy, adalah sebagai agen pembaharu, yang memerlukan kompetensi yang harus dikembangkan di antaranya yaitu: (1) memahami komunitas dan mengidentifikasi kelompok belajar; (2) memahami hubungan program dengan rencana pengembangan; (3) menerapkan keterampilan-keterampilan bekerja dengan orang dewasa; (4) menerapkan keterampilan komunikasi dan motivasi; (5) menerapkan keterampilan manajemen yang relevan; (6) meningkatkan keterampilan kepemimpinan; (7) mengembangkan dan menyesuaikan bahan belajar; (8) mengorganisasikan pendekatan belajar, dan (9) menggerakkan sumber dan mengorganisasikan pusat belajar. Menghadapi tantangan seperti ini, potensi tutor kesetaraan paket C memerlukan upaya peningkatan kompetensinya, mengingat perannya yang sangat penting dalam pengembangan program pembelajaran. Tingginya angka putus sekolah adalah merupakan salah satu faktor penting yang menjadi dasar perlunya ditingkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan kesetaraan, khususnya program paket C. Apalagi diikuti dengan meningkatnya angka prosentase tidak lulus ujian nasional bagi siswa SMA/MA/SMK, sehingga menambah banyak input yang akan mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK) setiap tahunnya.


(13)

Pemerintah di satu sisi telah mengupayakan bagi warga putus sekolah untuk terlayani dalam pendidikan luar sekolah, yaitu melalui pelaksanaan program paket A setara SD, paket B setara SLTP dan paket C setara SMA. Bahkan dalam kaitannya dengan wajib belajar 12 tahun, khususnya program paket C lulusannya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Namun dalam pelaksanaannya masih mengalami berbagai kendala diantaranya, masih terbatasnnya jumlah dan mutu tenaga profesional pada institusi PLS di tingkat pusat dan daerah dalam mengelola dan mengembangkan program tersebut. Kondisi ini menyebabkan pembelajaran pada penyelenggaraan pendidikan kesetaraan tersebut, masih dirasakan belum efektif. Efektifnya pembelajaran pada penyelenggaraan program tersebut, antara lain ditentukan oleh tutor yang jumlahnya belum memadai secara proporsional, baik kualifikasi akademik maupun kompetensi yang sesuai standar kompetensi yang ditetapkan. Belum efektifhya pembelajaran program kesetaraan khususnya paket C disebabkan antara lain masih terjadinya ketidakcocokan (miss-match) keahlian dalam melaksanakan tugas mengajar tutor yang menyebabkan lemahnya kompetensi tutor dalam mengelola pembelajaran program paket C.

Di sisi lain pemerintah telah menerapkan kebijakan penyelenggaraan program paket C melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam penyelenggaraannya. Hal ini dapat dipahami karena PKBM sebagai lembaga pendidikan nonformal yang berazaskan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, sehingga memiliki akses yang sangat mudah terhadap warga belajar yang ada di akar rumput paling bawah (grassroott), termasuk dalam melakukan rekrutmen para tenaga pengajar di PKBM dari masyarakat diberdayakan sebagai tutor dalam penyelenggaraan


(14)

dikembangkan agar mereka profesional memenuhi standar sebagai agen pembelajaran dengan cara-cara atau model yang lebih efektif dan efisien sesuai karakteristik tutor.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai lembaga pendidikan nonformal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, baik yang berada di daerah pedesaan maupun perkotaan. Dengan jangkauannya begitu dekat berada di lingkungan masyarakat. Maka PKBM sangat memungkinkan untuk aksesibilitas yang lebih tinggi dalam pelaksanaan program pendidikan kesetaraan. Hanya masalahnya adalah bagaimana kompetensi tutor paket C di PKBM untuk dapat menyelenggarakan program pembelajaran yang lebih berkualitas, sementara latar belakang pendidikan tutor yang direkrut dari masyarakat lebih banyak dari lulusan non-kependidikan, sehingga perlu dipersiapkan secara khusus untuk mengelola pembelajaran pada program pendidikan kesetaraan paket C.

Dengan adanya program paket C di PKBM, semestinya termasuk pengembangan kompetensi tutornya dilakukan melalui pelatihan baik oleh Dinas Pendidikan Provinsi maupun oleh Lembaga atau Badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan program pelatihan tutor yang tidak selalu bergantung pada anggaran APBD/APBN. Walaupun pelatihan yang diselenggarakan umumnya menyerap dana yang tidak sedikit, namun dampak dari hasil pelatihan belum jelas. Sebagaimana hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi hasil pelatihan terhadap kinerja tutor Paket C sebesar 21.53% (Wariyanto: 2005).

Melihat kondisi seperti itu, maka alternatif yang mungkin adalah mengembangkan model pelatihan berbasis kinerja dimana secara kontekstual tugas pokok tutor dalam pembelajaran di nilai ujuk kerjanya, lalu dianalisis bagian kompetensi mana yang dianggap lemah. Sehingga kompetensi tersebut yang di


(15)

desain dalam suatu pelatihan, untuk program pelatihan yang dikembangkan dapat meningkatkan kompetensi. Pengembangan kompetensi tutor melalui competency based training (CBT) dengan model pelatihan berbasis kinerja ini dikembangkan, diharapkan lebih efektif, karena lebih kontekstual berkaitan dengan pelaksanaan tugas pembelajaran tutor di kelompok belajar. Di samping itu juga lebih efisien dan efektif, karena materi latihan sesuai dengan kebutuhan aktual peserta. Pelatihan yang dilaksanakan setidaknya meliputi (1) perencanaan yang dirancang oleh para pengambil kebijakan dan penyelenggara, (2) proses pembelajaran dilaksanakan dengan bantuan para fasilitator secara praktis, (3) rancangan dan pelaksanaan evaluasi, dan (4) pelaksnaan refleksi hasil belajar dilakukan pada akhir kegiatan. Dari keempat komponen pelatihan tersebut, proses pembelajaran yang sangat menentukan untuk terjadinya perubahan kompetensi para tutor yang dilatih dan perlu terus dikembangkan.

Pengelolaan pembelajaran program paket C di PKBM dalam kenyataannya masih belum optimal. Belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran tersebut, disebabkan antara lain masih lemahnya kompetensi tutor dalam hal: (1) penguasaan landasan pendidikan (2) pengelolaan program pembelajaran, (3) penggunaan media dan sumber belajar, (4) pengelolaan proses pembelajaran, dan (5) perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Kelemahan seperti itu berdampak pada kurang efektifnya pembelajaran pada penyelenggaraan program paket C. Disamping lemahnya profil kompetensi tutor dalam melaksanakan pembelajaran program paket C tersebut juga dimungkinkan akibat dari miss-match atau ketidaksesuaian tugas mengajar dengan bidang keahlian tutor.


(16)

pelatihan, maupun dampaknya terhadap kompetensi tutor. Hal ini dikarenakan model pelatihan yang selama ini dilaksanakan belum berkembang, masih mempertahankan pola-pola pelatihan secara konvensional, dan masih terbatas pada pelatihan untuk peningkatan penguasaan substansi bidang studi. Upaya peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor sendiri kurang memperoleh porsi yang cukup, padahal sebagian besar tutor miss-macth antara bidang keahlian dengan tugas mengajarnya. Penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik bagi tutor paket C di PKBM sebagai agen pembelajaran, merupakan faktor penting untuk menjadikan tutor yang profesional. Dengan demikaan tutor program paket C perlu difasilitasi pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogiknya melalui suatu model pelatihan berbasis kinerja (performance based training).

Keberadaan PKBM sebagai lembaga pendidikan non formal mulai dirasakan manfaatnya, eksistensi PKBM mulai muncul kepermukaan. Namun pengembangan kualitas tutornya merupakan unsur penting yang tidak boleh diabaikan, agar pembelajaran program paket C semakin berkualitas. Upaya peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor paket C, dimungkinkan melalui pelatihan berbasis kinerja. Model pelatihan ini dikembangkan dengan harapan proses pelatihan efektif. Efektif dalam arti bahwa pembelajaran dalam pelatihan lebih kontekstual pada kebutuhan yang dirasakan tutor, sebagai calon peserta pelatihan. Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan dan perluasan akses dari segala lapisan sosial terhadap pendidikan, peran PKBM perlu ditingkatkan dan dilibatkan secara langsung. Dalam mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat "grassroott". Untuk terwujudnya peran tersebut secara optimal, maka upaya pengembangan kompetensi tutor agar dapat


(17)

memenuhi standar, mutlak diperlukan dan altematifnya adalah melalui pelatihan berbasis kinerja dengan mempertimbangkan tingkat efektif dan efisiennyanya.

Terkait dengan kebijakan penyelenggaraan program paket C, di tengah persaingan mutu pendidikan secara nasional, maka menjadi kebutuhan mendesak bahwa penyelenggaraan pendidikan kesetaraan pada PKBM tersedianya tutor secara memadai. Tersedianya tutor yang memadai baik secara proporsional, maupun secara profesional. Memadai secara profesional seharusnya ditunjukkan oleh adanya penguasaan kompetensi para tutor pada PKBM yang memenuhi standar kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Menyadari akan pentingnya peranan tutor pada PKBM sebagai agen pembelajaran dalam pelaksanaan program paket C, maka peningkatan kompetensinya khususnya kompetensi pedagogik dan andragogik perlu diupayakan secara maksimal. Dengan demikian diharapkan para pengambil kebijakan yang terkait, untuk peningkatan profesionalitas tutor pendidikan kesetaraan khususnya paket C, melalui cara-cara yang efektif dan efesien. Di antara alternatifhya adalah mengembangkan model pelatihan berbasis kinerja, sekaligus sebagai pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik. Karena sepengetahuan peneliti dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan peningkatan kompetensi tutor kesetaraan antara lain melalui model pelatihan di tempat kerja (in house training) oleh Supriyatno (2008). Sedangkan pengembangan model pelatihan berbabsis kinerja untuk peningkatan kompetensi tutor paket C pada PKBM belum dilakukan penelitian secara mendalam, khususnya di Provinsi DKI Jakarta. Pengembangan model ini diharapkan dapat tervalidasi melalui penelitian, sehingga dihasilkan sebuah model pelatihan yang dapat direkomendasikan, sebagai model yang


(18)

lebih efektif dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor kesetaraan paket C.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan: (1) lemahnya kompetensi tutor program paket C yang berlatarbelakang non-kependidikan dalam melaksanakan tugas pembelajaran; (2) pelaksanaan pembelajaran program paket C masih terjadi miss-match bidang keahlian yg dimiliki tutor dengan bidang studi yang diajarkan; (3) pada umumnya tutor paket C belum memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai standar kompetensi yang disyaratkan; (4) kurangnya strategi, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tutor paket C; (5) lemahnya kemampuan tutor paket C dalam merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran dan (6) pelaksanaan pelatihan tutor yang dilakukan selama ini masih berlangsung dengan model konvensional dan belum secara proporsional adanya pelatihan untuk peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor oleh lembaga penyelenggara pelatihan.

Seiring dengan adanya beberapa permasalahan tersebut di atas, maka akan mengakibatkan rendahnya kualitas pembelajaran dalam penyelenggaraan program paket C, padahal salah satu faktor penting yang turut menentukan kualitas pembelajaran dalam program paket C adalah kompetensi tutor dalam kaitannya melaksanakan pembelajaran yang memadai sesuai dengan standar kompetensi yang ditentukan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dimana kompetensi pendidik/tutor meliputi empat jenis kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik dan andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.


(19)

Selanjutnya Direktorat PTK PNF Ditjen PMPTK Departemen Pendidikan Nasional (2006) telah merumuskan Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan termasuk untuk tutor paket C yang meliputi keempat jenis kompetensi tersebut.

Mengingat kondisi faktual bahwa tutor program paket C pada PKBM umumnya berlatar belakang non pendidikan dan terjadinya miss-match bidang keahlian dengan tugas dalam pembelajaran program pendidikan kesetaraan, maka menyebabkan kualitas dan kompetensi dalam pembelajaran lemah, serta belum memenuhi standar kompetensi sebagaimana yang dipersyaratkan. Di sisi lain, program-program pelatihan pengembangan kompetensi tutor secara umum yang dirancang dan dilaksanakan terfokus pada pengembangan kompetensi profesional. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor belum memperoleh perhatian secara khusus dan proporsional, padahal pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik sebagai hal penting manakala kita memandang tutor sebagai agen pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian itu difokuskan pada permasalahan ”Apakah pengembangan model pelatihan berbasis kinerja dapat meningkatkan kompetensi tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta?”. Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian ini, maka permasalahan tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimanakah kondisi awal kompetensi tutor paket C yang berada pada

PKBM di Provinsi DKI Jakarta?

2. Bagaimanakah model konseptual pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan kompetensi tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta?


(20)

3. Bagaimanakah implementasi model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan kompetensi tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta? 4. Bagaimanakah efektivitas model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan

kompetensi pedagogik dan andragogik tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk ”menemukan suatu model pelatihan dalam meningkatkan kompetensi tutor yang mampu memperbaiki kinerja pembelajaran” khususnya dalam pendidikan kesetaraan program paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka perlu dirumuskan tujuan penelitian secara spesifik dan terukur yaitu sebagai berikut:

1. Memetakan kondisi awal kompetensi tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta

2. Menyusun model konseptual pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan kompetensi tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta

3. Mengimplementasikan model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan kompetensi tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta

4. Menguji efektivitas model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan kompetensi tutor paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara positif dalam tataran teoritik maupun praksis. Dalam tataran teoritik penelitian ini dapat


(21)

memberikan tambahan wawasan tentang konsep pelatihan yang merupakan program pendidikan luar sekolah yang sangat populer untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada di masyarakat Indonesia. Selain itu penelitian juga memberikan tambahan satu model pelatihan untuk peningkatan kompetensi tutor pendidikan kesetaraan paket C di PKBM, manakala lembaga ini berupaya untuk meningkatkan kompetensi tutornya dalam memberikan layanan pembelajaran yang lebih berkualitas pada masyarakat. Secara khusus penelitian dapat bermanfaat bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Badung, dalam melakukan penelitian lanjutan.

Dalam tataran praksis penelitian ini dapat berguna bagi pemangku kepentingan pengembangan kompetensi tutor baik yang ada di pusat yaitu Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal Informal (PNFI) dan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan Nasional, maupun di daerah yaitu Bidang PNFI Dinas Pendidikan Provinsi. Secara khusus manfaat penelitian ini bagi lembaga pelatihan tutor pendidikan nonformal dalam mengembangkan model pelatihan berbasis kinerja untuk meningkatkan kompetensi tutor. Sehingga model pelatihan yang dikembangkan ini menjadi salah satu alternatif dalam penyelenggaraan pelatihan tutor di Balai Pengembangan dan Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah DKI Jakarta.


(22)

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development (R&D). Menurut Borg and Gall (1989: 782) “Research and development a process used develop and validate educational product” Prosedur penelitian terdiri dari sepuluh langkah yaitu (1) meneliti dan mengumpulkan informasi, (2) melakukan perencanaan prototipe, (3) mengembangkan prototipe awal untuk dijadikan model, (4) melakukan ujicoba produk awal, (5) merevisi model awal, berdasarkan hasil ujicoba dan analisis data (6) melakukan ujicoba lapangan produk utama, (7) melakukan revisi kembali hasil ujicoba lapangan, (8) melakukan ujicoba kembali, (9) menyempurnakan model untuk menyempurnakan model akhir, (10) melakukan sosialisasi dan diseminasi model kepada berbagai pihak. Sepuluh langkah tersebut dalam penelitian ini dimodifikasi menjadi enam tahap yaitu: (1) Studi Pendahuluan, (2) Pengembangan model konseptual, (3) Uji coba terbatas, (4) Implementasi model (ujicoba lapangan) dan (5) Penyusunan model akhir yang direkomendasikan.

Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di wilayah Provinsi DKI Jakarta, tepatnya pada PKBM 15 Cideng Jakarta Pusat, PKBM Al Ishlah Pasar Baru Jakarta Pusat, PKBM Miftahul Jannah Jakarta Timur dan PKBM 17 Penjaringan Jakarta Utara. Dengan Subjek penelitian ditentukan secara propursive sampling sebanyak 70 orang tutor paket C dimana 40 orang tutor pada studi pendahuluan dan 30 orang tutor pada eksperimen dalam implementasi model ( 15 orang sebagai kelompok perlakuan dan 15 orang untuk kelompok control). Penentuan subjek tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa, jumlah tutor pada empat PKBM tersebut memiliki jumlah


(23)

tutor yang cukup memadai, disamping dengan syarat-syarat; aktif sebagai tutor paket C pada kelompok belajar pendidikan keseataraan, latar belakang pendidikan non-kependidikan, kualifikasi S1, umur maksimal 35 tahun, tutor direkrut dari masyarakat yang belum berstatus pegawai negeri sipil. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini mulai Bulan Maret 2009 sampai dengan Bulan Desember 2009.

Instrumen penelitian ini terdiri dari empat bagian yaitu (1) seperangkat soal tes untuk mengetahui penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik dalam aspek kognitif, (2) pedoman observasi untuk menjaring data penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik dalam aspek keterampilan, (3) pedoman wawancara untuk mengetahui model pelatihan dan pelaksanaan program paket C dan (4) Kuesioner ada dua pertama untuk memperoleh profile kompetensi tutor paket C dan kedua untuk menggali pendapat tutor terhadap implementasi model pelatihan. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan (1) tes kompetensi pada tutor paket C, (2) observasi pada kegiatan pembelajaran tutor di PKBM tempat bertugas, (3) wawancara kepada Kasi Pelatihan BP3LS, Kasi Pendidikan Kesetaraan, Ketua Paguyuban Tutor, Penanggung jawab PKBM dilingkungan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan (4) penyebaran quesioner kepada tutor paket C.

Teknik analisis data dalam penelitian dan pengembangan sebagaimana yang diungkapkan oleh Borg & Gall (1996), terdiri atas beberapa langkah yaitu: (1) pekerjaan menuliskan data, (2) mengedit, (3) mengklasifikasikan data, (4) mereduksi, dan (5) interpretasi atau memberi tafsiran. Berdasakan langkah-langkah


(24)

tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:

1. Analisis data tahap pertama, terkait dengan studi pendahuluan, dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif dilakukan untuk memaknai deskripsi obyektif tentang implementasi pelatihan tutor pada kondisi aktual yang pernah dilakukan terkait penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan paket C.

2. Analisis data tahap kedua adalah faktor-faktor yang secara konseptual akan menjadi kendala dalam implementasi model pelatihan yang dirancang. Analisis data pada tahap ini untuk memaknai kondisi obyektif. Hasil analisis ini dapat dijadikan pedoman, dalam memverifikasi model awal pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor,

3. Analisis data tahap ketiga ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, terhadap implementasi model pelatihan. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil analisis kuantitatif terkait dengan keterlaksanaan dan pengaruh model yang dikembangkan. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis perbedaan (gain) penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor sesuai komponennya sebelum implementasi model (pretest), dengan penguasaan kompetensi pedagogik tutor setelah implementasi model (posttest). Selanjutnya dikomparasikan hasil pretest dan posttest antara tutor kelompok treatment dengan tutor kelompok kontrol. Dengan demikian akan dapat ditentukan besarnya "perbedaan murni" (net gain), gain dimaknai besamya peningkatan penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor yang lebih meyakinkan sebagai pengaruh dari implementasi model pelatihan yang


(25)

dikembangkan. Pengaruh implementasi model pelatihan terhadap peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik ditunjukkan berdasarkan perbandingan gain skor kelompok treatment dengan gain skor kelompok kontrol yaitu sebagai net gain (Kirkpatrick, 1996: 44-46).

Hasil analisis ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar untuk melihat efektivtidaknya model yang diimplentasikan, seberapa besar pengaruhnya terhadap peningkatan komptensi tutor. Di samping itu, hasil analisis tersebut juga menjadi landasan utama merumuskan model pelatihan berbasis kinerja yang dikembangkan, yaitu sebagai "model pelatihan yang direkomendasikan" untuk peningkatan kompetensi tutor program paket C.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian, yakni pengembangan model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik, pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development), dengan menggunakan teknik analisis data secara gabungan yakni analisis kualitatif dan kuantitatif. Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini sesuai dengan pendekatan sebagaimana dalam Research and Development (R&D) menurut Borg dan Gall (2003. 569) bahwa:

Research and Development is an industry-based development model in which the findings of research are used to design new products and procedures, which than are systematically field-tested, evaluated and refined until they meet specified criteria of effectiveness, quality, or similar standards.

Penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk merancang produk dan prosedur baru yang harus diuji lapangan secara sistematik, dievaluasi, diperbaiki sampai menemukan kriteria efektivitas tertentu. Borg dan Gall mengungkapkan bahwa produk dan prosedur baru dalam pendidikan, tidak semata-mata yang berupa wujud material tetapi juga mencakup secara keseluruhan termasuk proses atau prosedur seperti metode, pendekatan, strategi dan model pengorganisasian pembelajaran.

Dalam pendekatan model penelitian dan pengembangan (Research and Development), Borg dan Gall, (2003: 570) menempuh prosedur sepuluh langkah kegiatan yaitu: (1) research and information collection, penelitian survey dan


(27)

pengumpulan informasi, (2) planning melakukan perencanaan, (3) develop preliminary form of product mengembangkan rancangan model produk awal, (4) preliminary field testing melakukan ujicoba produk awal, (5) main product revision menyempurnakan produk, (6) main field testing melakukan uji lapangan produk utama, (7) operational product revision memperbaiki kembali hasil uji lapangan, (8) operational field testing melakukan ujicoba lapangan, (9) final product revision menyempurnakan model untuk mengembangkan model akhir, dan (10) dissemination and distribution diseminasi dan sosialisasi.

Kesepuluh langkah tersebut di atas, selanjutnya di bagi menjadi enam langkah utama, yaitu: (1) studi pendahuluan, langkah ini meliputi analisis kebutuhan, studi literatur dan survey terbatas. Analisis kebutuhan meliputi kegiatan mengukur dan menganalisis kebutuhan terhadap produk yang akan dihasilkan, kelayakan produk, tenaga, serta waktu yang tersedia; (2) pengembangan model konseptual, kegiatan ini berkaitan dengan perumusan tujuan penggunaan produk, sasaran, dan deskripsi komponen-komponen produk, serta bagaimana menggunakannya; (3) uji coba terbatas, kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan evaluasi kualitatif awal tentang produk yang baru. Evaluasi didasarkan atas balikan yang diperoleh dari para akademisi dan praktisi; (4) implementasi model (ujicoba lapangan), langkah kegiatan ini bertujuan untuk menentukan apakah produk yang dikembangkan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana, dan (5) Model akhir yang direkomendasikan, langkah ini untuk menentukan apakah produk yang dihasilkan telah betul-betul dapat dilaksanakan oleh pelaksana pelatihan tanpa kehadiran pengembang. Sekaligus sebagai proses


(28)

tentang produk yang telah dihasilkan. Merekomendasikan merupakan kegiatan pengembang produk membantu para pengguna, mengadopsi produk yang telah dikembangkan. Institusionalisasi merupakan proses menerapkan produk yang telah dikembangkan dalam keseluruhan kegiatan dan organisasi pelatihan yang menggunakannya.

Dalam penelitian dan pengembangan utamanya menggunakan tiga metode, yaitu survey, evaluatif, dan eksperimen (Sugiyono, 2007: 316). Survey digunakan dalam penelitian pendahuluan untuk mengetahui kondisi pendukung dan praktek yang terkait dengan produk yang akan dikembangkan. Sedangkan penggunaan metode eksperimen dalam penelitian ini merujuk pada desain eksperimen quasi melalui non equivalent group pretest-posttest design dimana pretest dan posttest diberlakukan baik pada kelompok perlakuan (treatment), maupun pada kelompok kontrol. Dijelaskan oleh Creswell (2008: 313) bahwa: di dalam desain eksperimen, terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kedua kelompok tersebut dipilih tanpa penetapan secara random. Untuk lebih jelasnya desain quasi eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.4

Desian Quasi Ekperimen

Kelompok Eksperimen T1 X T2

Kelompok Kontrol T1 - T2

Sumber: Educational Research (Creswell: 314) Keterangan: T1 = Tes awal (Pretest)

T2 = Tes akhir (Posttest) X = Perlakuan (Treatment)


(29)

Pada kedua kelompok diberikan pretest dan postest, dan hanya kelompok eksperimen yang menerima perlakuan (treatment). Desain eksperimen quasi dilaksanakan pada tahapan uji lapangan dari model pelatihan yang dikembangkan. Uji lapangan model pelatihan dikenakan hanya pada kelompok perlakuan yang ditentukan, serta pengumpulan dan analisis data hasil uji lapangan di desain dengan teknik analisis kuantitatif untuk melihat pengaruh implementasi model, sedangkan untuk memvalidasi dan menyempurnakan model yang dikembangkan dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisis data digunakan teknik analisis kualitatif.

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan suatu model pelatihan, dan dalam implementasinya merupakan rangkaian kegiatan ujicoba untuk menghasilkan model akhir sebagai model yang direkomendasikan. Dengan demikian dalam implementasi model (uji lapangan), yang relevan digunakan metode eksperimen quasi melalui desain pretest dan posttest. Pretest dan posttest dikenakan pada kelompok ujicoba (treatment), dan pada kelompok kontrol tanpa perlakuan.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Provinsi DKI Jakarta, tepatnya pada PKBM 15 Cideng Jakarta Pusat, PKBM Al Ishlah Pasar Baru Jakarta Pusat, PKBM Miftahul Jannah Jakarta Timur dan PKBM 17 Penjaringan Jakarta Utara. Empat PKBM tersebut dalam penilaian Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta sangar bervariasi dimana PKBM 15


(30)

PKBM ”baik”, dan PKBM 17 Penjaringan Jakarta Utara masuk predikat ”sedang”. Sedangkan PKBM Al Ishlah Pasar Baru Jakarta Pusat masuk predikat ”kurang”. Adapun fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor. Pengembangan model pelatihan ini bertujuan untuk menghasilkan model yang tervalidasi untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor kesetaraan paket C di Provinsi DKI Jakarta.

Atas dasar fokus dan tujuan penelitian tersebut, maka subyek penelitian ditentukan secara propursive sampling sebanyak 70 orang tutor pendidikan kesetaraan paket C, pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Provinsi DKI Jakarta, dimana 40 orang tutor sebagai responden dalam studi pendahuluan dan 30 orang tutor sebagai responden dalam implementasi model, masing-masing 15 orang sebagai kelompok perlakuan (treatment) dan 15 orang untuk kelompok kontrol. Penentuan subyek tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa, jumlah tutor pada PKBM tersebut memiliki jumlah tutor yang cukup memadai, dan dengan syarat-syarat sebagai berikut: (1) aktif sebagai tutor paket C pada kelompok belajar pendidikan keseataraan, (2) latar belakang pendidikan non-kependidikan, (3) kualifikasi S1, (4) umur maksimal 35 tahun dan (5) tutor direkrut dari masyarakat yang belum berstatus pegawai negeri sipil. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini mulai Bulan Maret 2009 sampai dengan Bulan Desember 2009.

Pertimbangan lain ditentukannya kelompok tutor pada empat PKBM di Provinsi DKI Jakarta sebagai kelompok treatment dan kelompok kontrol antara lain adalah: (1) penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan yang sudah


(31)

cukup mapan sejak lima tahun terakhir; (2) tutor melaksanakan pembelajaran secara aktif, rutin dan intensif pada program paket C; (3) tutor tetap dan konsisten sebagai pengajar di program paket C; (4) sarana dan prasarana yang ada cukup memadai; dan (5) Penanggung jawab PKBM dan tutor terbuka menerima dilakukannya penelitian di lingkungannya. Atas dasar pertimbangan tersebut memungkinkan pelaksanaan penelitian berjalan lancar sesuai dengan tujuannya.

Penentuan sampel dengan menggunakan teknik purposive, karena peneliti mempunyai pertimbangan tertentu dalam menetapkan sample subyek penelitian sesuai dengan tujuan penelitiannya. Pertimbangan peneliti menetapkan subyek penelitian dengan teknik ini adalah, bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model, yaitu mengembangkan model pelatihan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kelompok tutor kesetaraan paket C sebagai subyek kelompok eksperimen dalam ujicoba model pada penelitian ini dianggap memadai.

C. Definisi Operasional Penelitian

Berkenaan dengan penelitian tentang pengembangan model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatan kompetensi tutor, peneliti perlu menjabarkan secara mendetail variabel penelitian sebagai fokus permasalahan yang menjadi titik sentra pengungkapan. Beberapa variabel yang merupakan fokus garapan penelitian ini adalah (1) model pelatihan, (2) pelatihan berbasis kinerja dan (3) kompetensi tutor. Adapun definisi operasional dari ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut:


(32)

1. Model adalah suatu penyajian fisik atau konseptual dari suatu objek atau sistem yang mengkombinasikan bagian-bagian khusus tertentu dari objek aslinya, Fred 1984 dalam Hamalik (2000: 2). Sedangkan pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu atau kelompok dalam menjalankan tugasnya (Simamora, 1995: 287). Jadi model pelatihan adalah suatu konsep atau sistem instruksional atau pembelajaran untuk mengembangkan pola perilaku seseorang dalam bidang pengetahuan, keterampilan atau sikap untuk mencapai standar yang ditentukan.

2. Pelatihan berbasis kinerja adalah pelatihan yang menitikberatkan pada pengembangan performans dalam melakukan tugas tertentu sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Pelatihan berbasis kinerja merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pelatihan berbasis kompetensi (Dubois: 1993) yang dikenal dengan model lima tahap yaitu (1) analisis kebutuhan, penilaian dan perencanaan, (2) pengembangan model kompetensi yang memperhatikan tujuan, strategi, sasaran dan rencana organisasi, (3) perencanaan kurikulum, (4) perencanaan dan pengembangan intervensi pembelajaran, dan (5) evaluasi pelatihan. Sedangkan untuk mengukur kinerja pembelajaran yang dilakukan oleh tutor menggunakan lembaran observasi yang mengacu pada indikator-indikator sebagai berikut: (a) penyampaian metode sesuai rencana pembelajaran (RPP), (b) penjelasan mudah dipahami, (c) motivasi yang diberikan, (d) kesiapan dalam mengajar, (e) kemampuan menarik minat belajar, (f) sistematika dalam pembelajaran, (g) menciptakan suasana belajar yang kondusif, (h) penguasaan materi pelajaran, (i) disiplin


(33)

waktu mengajar, (j) kemampuan pemberian contoh aplikatif, (k) kemampuan membimbing warga belajar, (l) kemampuan memberikan penjelasan, (m) pemberian kesempatan bertanya dan berdiskusi, (n) penampilan selama melaksanakan mengajar, dan (o) kualitas secara keseluruhan dalam pembelajaran.

3. Kompetensi, merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Suatu kompetensi ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja (performance) yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dalam upaya mencapai tujuan (Sanjaya, 2005: 108). Kompetensi tutor meliputi: (1) kompetensi pedagogik dan andragogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi sosial. Sedangkan yang dimaksud kompetensi pedagogik dan andragogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi (a) pemahaman terhadap peserta didik, (b) penguasan landasan pendidikan untuk digunakan dalam praktek pembelajaran, (c) perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, (d) evaluasi hasil belajar, dan (e) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sehingga untuk mendapatkan data tentang kompetensi tutor digunakan tes dua dimensi yaitu tes kompetensi dimensi pengetahuan dan tes kompetensi dimensi keterampilan. 4. Tutor adalah pendidik profesional yang memiliki tugas utama membimbing,

memotivasi, dan memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik pada jalur pendidikan nonformal (PP No.19/2005). Sehingga kinerja tutor merupakan performans yang ditunjukkan oleh seorang tutor dalam melaksanakan tugas


(34)

tanggung jawab yang menggambarkan pola perilaku dan aktualisasi dari kompentensi yang dimiliki.

D. Teknik Pengumpul Data, Instrumen Penelitian dan Pengembanganya

Dalam pelaksanaan penelitian ini, dari studi pendahuluan dan implementasi ujicoba model, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: (1) tes, (2) observasi, (3) wawancara, dan (4) kuesioner. Tes diberikan sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (pastiest). Observasi dilakukan terhadap aktivitas aktual tutor dalam pembelajaran. Observasi yang dilakukan bersifat observasi partisipatif mengingat peneliti sendiri menjadi instrumen penelitian, karena proses perumusan hasil penelitian berbasis pada proses. Oleh karena itu, sepanjang proses penelitian berlangsung, peneliti terlibat aktif dalam setting penelitian. Wawancara dilakukan pada studi pendahuluan terhadap pihak terkait dalam hubungannya dengan penyelenggaraan program paket C, dan program pelatihan tutor. Sedangkan kuesioner yang digunakan ada dua macam, yang pertama memotret data tentang profil kompetensi tutor pada studi pendahuluan, dan yang kedua digunakan untuk menggali pendapat tutor (peserta) tentang model yang dikembangkan dalam pelaksanaan implementasi model (uji lapangan).

Instrumen dalam penelitian ini dikembangkan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menjaring data, baik data dalam memotret profil kompetensi tutor, maupun data pendukung untuk memvalidasi model yang dikembangkan, dan data penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor dalam kaitannya dengan pengembangan model. Penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik didasarkan pada komponen yang meliputi: (1) memahami warga belajar, dengan


(35)

indikator esensial; memahami warga belajar dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami dengan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi kebutuhan belajar warga belajar, (2), memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. Komponen ini memiliki indikator esensial: menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik warga belajar, menerapkan prinsip-prinsip andragogi; (3) melaksanakan pembelajaran. Komponen ini memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif, serta menerapkan prinsip-prinsip andragogi; (4) merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Komponen ini memiliki indikator esensial: melaksanakan penilaian (assessment) terhadap proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran, dan (5) mengembangkan warga belajar untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Komponen ini memiliki indikator esensial: memfasilitasi warga belajar untuk mengembangkan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi warga belajar untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik.

Pengembangan instrumen penelitian yang digunakan, ditujukan untuk mengefektifkan proses penelitian. Ada empat jenis alat pengumpul data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, yakni:

1. Tes, dikembangkan dan digunakan untuk menjaring data yang bersifat pengetahuan dalam penguasaan kompetensi pedagogik tutor meliputi komponen:


(36)

memahami warga belajar yang mendukung kemampuan tutor melakukan pembelajaran; (3) mengembangkan warga belajar. Tes dilakukan terhadap tutor subyek penelitian sebelum treatment implementasi model (pretest), dan sesudah treatment implementasi model (posttest). Pretest dan Posttest tersebut diberlakukan baik terhadap kelompok treatment, maupun terhadap kelompok kontrol. Jawaban atas butir tes merupakan skor, yang selanjutnya dianalisis dan dideskripsikan secara kuantitatif.

2. Observasi dikembangkan dengan menggunakan skala ordinal, digunakan untuk menjaring data yang dikuantifikasi (berupa skor) penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor berdasarkan praktek pembelajaran aktual tutor, yang meliputi komponen kompetensi: (1) merancang pembelajaran, (2) mengorganisasikan pembelajaran, (3) melaksanakan proses pembelajaran, dan (4) merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Observasi dilaksanakan sebelum dan sesudah treatment implementasi model yang dikembangkan. Obeservasi dilakukan baik terhadap kelompok treatment maupun terhadap kelompok kontrol. Data hasil observasi setiap butir di skor yang selanjutnya dianalisis dan dideskripsikan secara kuantitaif.

3. Pedoman wawancara, dikembangkan untuk mengumpulkan informasi dalam studi pendahuluan terkait dengan penyelenggaraan program paket C, dan program pelatihan tutor dengan sasaran utamanya adalah pihak BP3LS dan Subdis Pendidikan Kesetaraan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Pedoman wawancara untuk menggali informasi tersebut, adalah pedoman wawancara terbuka disusun untuk memberikan keleluasaan kepada sumber informasi (data) dalam memberikan jawaban yang lebih terbuka, sesuai dengan pendapat


(37)

masing-masing. Jawaban yang diperoleh dari setiap butir pertanyaan dideskripsikan secara kualitatif. Sedangkan wawancara untuk mengumpulkan informasi pelengkap dan menjadi faktor-faktor pendukung ataupun kendala dalam proses ujicoba dan implementasi model yang dikembangkan, peneliti sendiri bertindak sebagai instrumennya jawaban yang diperoleh dideskripsikan secara kualitatif.

4. Kuesioner, dikembangkan ada dua jenis kuesioner, yakni: pertama, kuesioner yang dikembangkan untuk memperoleh data pendukung dalam memotret profil kompetensi tutor pada kegiatan studi pendahuluan. kedua, kuesioner yang dikembangkan untuk menggali pendapat tutor terhadap model yang diimplementasikan (uji lapangan). Kedua jenis kuesioner tersebut dikembangkan, adalah kuesioner bentuk skala sikap dan tertutup. Jawaban atas butir-butir kedua kuesioner tersebut selanjutnya di skor dan dianalisis dan dideskripsikan secara kuantitatif.

E. Langkah-langkah Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan model pelatihan berbasis kinerja untuk peningkatkan kompetensi tutor, khususnya kompetensi pedagogik dan andragogik bagi tutor kesetaraan paket C. Penelitian merupakan kegiatan penelaahan terhadap suatu masalah secara terancang dengan menggunakan metode dan langkah-langkah sistematis, "Metode itu sendiri merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah yang sistematis" (Sumantri, 1998: 19). Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu menghasilkan sebuah model pelatihan berbasis kinerja yang tervalidasi


(38)

kegiatan utama, meliptu: (1) studi pendahuluan, (2) pengembangan model konsep, (3) melakukan ujicoba terbatas, (4) implementasi model (ujicoba lapangan), (5) penyusunan model yang direkomendasikan. Setiap tahap dari kegiatan penelitian ini selanjutnya diuraikan sebagai berikut.

1. Studi Pendahuluan

Kegiatan yang ditempuh pada studi pendahuluan melalui langkah-langkah:

a. Melakukan kajian teoritik yang meliputi kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) Mengkaji konsep, model, asas dan manfaat pelatihan, teori, konsep-konsep pembelajaran, teori belajar orang dewasa, dan konsep kompetensi ideal tutor dalam pembelajaran.

2) Mengkaji hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penerapan model Pelatihan.

3) Analisis yuridis dan kebijakan implementasi program pelatihan tutor yang selama ini dilaksanakan baik oleh PTK PNF maupun lembaga pelatihan di Provinsi DKI Jakarta :

4) Memenetapkan konsep dan teori pokok, sebagai landasan pengembangan model, meliputi: pengertian, model, asas pelatihan, profil kompetensi tutor paket C, konsep pembelajaran partisipatif, pendekatan teori pembelajaran dalam pelatihan.

b. Melakukan survey terkait penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta, kegiatan yang dilaksanakan adalah:


(39)

1) Melakukan kajian awal tentang profil kompetensi tutor pendidikan kesetaraan paket C.

2) Melakukan potret awal tentang kondisi pelaksanaan pembelajaran pendidikan kesetaraan paket C pada PKBM di Provinsi DKI Jakarta

3) Melakukan kajian awal program pelaksanaan pelatihan tutor, di BP3LS Propinsi DKI Jakarta.

4) Mendeskripsikan temuan penelitian pendahuluan tentang ketiga komponen kegiatan tersebut di atas.

2. Pengembangan Model Konseptual

Kegiatan yang ditempuh pada tahap pengembangan model konsep ini, meliputi:

a. Penyusunan draf model, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: 1) Merancang model hipotetik pelatihan berbasis kinerja berdasarkan hasil

kajian teoritik, kondisi obyektif lapangan, hasil-hasil kajian penelitian terdahulu yang relevan, serta ketentuan-ketentuan formal tentang pelaksanaan program tutor paket C.

2) Menganalisis kesenjangan antara profil kompetensi tutor dalam melaksanakan pembelajaran program kesetaraan paket C dengan kompetensi ideal sesuai ketentuan formal (standar kompetensi tutor kesetaraan paket C).

3) Mendeskripsikan struktur program model pelatihan untuk peningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor, dan kerangka model pelatihannya dilakukan atas dasar masukan dari praktisi dan pakar, dalam


(40)

b. Verifikasi model hipotetik, kegiatan yang dilakukan adalah:

1) Dilakukan validasi teoretik konseptual model hipotetik kepada para ahli. 2) Dilakukan validasi kelayakan model hipotetik kepada para praktisi di

lapangan.

3) Revisi model hipotetik, dan siap untuk dilakukan ujicoba model secara terbatas (uji terbatas)

3. Melakukan Ujicoba Terbatas

Melakukan ujicoba model terbatas, kegiatan yang ditempuh pada tahap ini adalah:

1) Melaksanakan ujicoba model secara terbatas sebagai ujicoba oleh peneliti terhadap tutor di PKBM.

2) Melakukan diskusi tentang hasil ujicoba untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dalam komponen model yang telah didesain dan divalidasi melalui uji kelayakan pakar dan praktisi.

3) Merumuskan upaya-upaya mengatasi kelemahan-kelemahan dalam rangka penyempurnaan model, didasarkan pada temuan, saran, pendapat peserta selama uji terbatas.

4) Mendeskripsikan hasil pelaksanaan ujicoba model, dan sekaligus , melakukan revisi/penyempurnaan model.

5) Hasil revisi/penyempurnaan model, dianggap sudah siap untuk diimplementasikan dalam uji lapangan/uji empirik.

4. Implementasi Model (Ujicoba Lapangan)

Pada implementasi model tahap kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(41)

a. Pelaksanaan implementasi model pelatihan dilakukan pada kelompok treatment, melalui eksperimen quasi, dengan langkah kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:

1) Sebelum pelaksanaan pelatihan (implementasi model), melakukan pengujian awal penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor (peserta) melalui observasi tutor mengajar, dan pretest dikenakan pada kelompok treatment dan kelompok kontrol.

2) Melaksanakan pelatihan, yaitu menerapkan model pelatihan berbasis kinerja yang dikembangkan pada kelompok treatment.

3) Kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam pelaksanaan implementasi model meliputi: evaluasi proses pelatihan (keterlaksanaan model), evaluasi hasil pelatihan pasca implementasi pelatihan melalui posttest, dan observasi pembelajaran tutor dalam kegiatan refleksi hasil pelatihan.

b. Analisa terhadap hasil implementasi model pelatihan yang dikembangkan, dengan langkah kegiatan yang dilakukannya adalah:

1) Melakukan analisis data sebelum pelaksanaan pelatihan/implementasi model pretest (data test dan data observasi pembelajaran tutor sebelum pelatihan) dengan sesudah pelaksanaan pelatihan/implementasi model posttest (data test dan data observasi pembelajaran tutor pasca pelatihan) pada kelompok treatment, terkait dengan ada tidaknya perubahan penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik.

2) Melakukan analisis data pretest dan posttest tutor kelompok kontrol untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara hasil pretest dengan hasil


(42)

posttest terhadap penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik kelompok kontrol.

3) Melakukan analisis data perbedaan hasil pretest dan posttest (gain) kelompok treatment dengan perbedaan hasil pretest dan posttest (gain) kelompok kontrol. Analisis dari kedua gain tersebut, dimaksudkan untuk mengkomparasikan perbedaannya sebagai dasar dalam menguji signifikansi peningkatan penguasaan kompetensi tutor (kelompok treatment) yang dianggap sebagai pengaruh dari implementasi model pelatihan.

4) Melakukan analisis data perbedaan gain antara kelompok treatment dengan gain kelompok kontrol berdasarkan pada uji signifikansi, maksudnya untuk mengetahui signifikansi perbedaan gain antara kelompok treatment dengan kelompok kontrol.

5) Analisis data yang ditempuh seperti tersebut di atas, dimaksudkan untuk mengetahui apakah model pelatihan yang dikembangkan tersebut efektif untuk peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor pendidikan kesetaraan paket C.

5. Penyusunan Model yang Direkomendasikan.

Pengembangan model pelatihan berbasis kinerja pada konteks untuk peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor kesetaraan paket C, dideskripsikan sebagai berikut: Pertama, dilakukan pengkajian berbagai teori yang relevan dengan pelatihan utamanya terkait dengan model pelatihan berbasis kinerja, teori pendidikan orang dewasa, konsep dasar kompetensi dan khususnya teori yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik dan andragogik. Agar peneliti memiliki gambaran awal yang lebih lengkap tentang model yang akan


(43)

dikembangkan, peneliti juga melakukan pengkajian hasil-hasil penelitian lain yang dianggap relevan. Kedua, dilakukan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan upaya peningkatan kinerja tutor program paket C. Survey pada studi pendahuluan dilakukan melalui pihak terkait pada penylenggaraan program pendidikan kesetaraan, dan pelaksanaan program pelatihan tutor. Survey pada penyelenggaraan pembelajaran pada program paket C dan pihak yang terkait pada penyelenggaraan pelatihan tutor. Seluruh informasi diperoleh dari pihak-pihak terkait tersebut, serta landasan yuridis formal yang relevan, dan kajian teoretis dijadikan acuan dalam studi pendahuluan untuk merumuskan model dan pengembangan selanjutnya.

Ketiga, merancang model hipotetik pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor, peneliti melakukan analisis kesenjangan antara model hipotetik dengan kondisi aktual pelatihan yang dilakukan tutor di lapangan. Selanjutnya hasil analisis tersebut digunakan sebagai acuan dalam merumuskan model hipotetik. Keempat, melakukan uji kelayakan model hipotetik melalui judgement pakar untuk perbaikan konseptual dan kesesuaian model hipotetik tersebut. Uji kelayakan model hipotetik tersebut dilakukan melalui penilaian oleh praktisi dan sejawat peneliti, untuk memberikan masukan kesesuaian model tersebut di tingkat lapangan. Uji kelayakan dimaksudkan untuk memperbaiki draf model hipotetik yang telah dirumuskan, sehingga model hipotetik tersebut siap untuk diujicobakan secara terbatas.

Kelima, melakukan ujicoba terbatas model hipotetik hasil uji kelayakan yang melibatkan tutor program paket C. Ujicoba model secara terbatas ini,


(44)

yang telah diuji kelayakannya oleh pakar dan praktisi, berdasarkan temuan-temuan dalam ujicoba tersebut, sehingga siap untuk dilakukan implementasi model dalam uji lapangan. Keenam, melakukan uji penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor kelompok treatment sebelum implementasi model, uji penguasaan kompetensi dilakukan melalui tes dan observasi (sebagai pretest) sebelum implementasi model. Uji penguasaan kompetensi tutor sebelum implementasi model tersebut, dimaksudkan untuk memperoleh data penguasaan kompetensi tutor untuk dikomparasikan dengan penguasaan kompetensi tutor pasca implementasi model/pasca pelatihan (sebagai posttest). Analisis komparasi kedua macam data tersebut digunakan untuk menguji efektivitas model yang dikembangkan.

Ketujuh, implementasi model/uji lapangan, kegiatan implementasi model pada tahap ini dilakukan terhadap kelompok treatment, yaitu kelompok tutor kesetaraan paket C. Implementasi model pelatihan dilangsungkan di Lab Pelatihan Jurusan PLS Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun muka No. 1 Jakarta Timur. Kedelapan, evaluasi hasil implementasi model, kegiatan pada tahap ini, dilakukan melalui kegiatan pengujian pasca pelatihan (Posttest) dilakukan untuk memperoleh data penguasaan kompetensi tutor pasca implementasi model. Data yang diperoleh adalah data hasil tes pasca pelatihan, dan data observasi pelaksanaan tutor mengajar pasca pelatihan. Data hasil posttest dalam analisisnya dikomparasikan dengan data hasil pretest sebagai dasar analisis efektivitas model yang dikembangkan.

Selanjutnya, untuk mengetahui bahwa model yang dikembangkan efektif dan berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi tutor, lebih lanjut dilakukan analisis model berdasarkan hasil implementasi model/uji lapangan tersebut. Analisis


(45)

dilakukan berdasarkan data pretest dan data posttest kelompok treatment, dan dikomparasikan dengan data pretest dan posttest kelompok kontrol. Dari hasil analisis ini dirancang model "akhir" pelatihan berbasis kinerja sebagai "model yang akan direkomendasikan".

Keseluruhan tahapan dalam pengembangan model akhir pelatihan berbasis kinerja ini mulai dari langkah pertama sampai dengan langkah ke lima dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

STUDI PENDAHULUAN

Kualifikasi Pendidikan, Profile Kompetensi, Pelaksanaan Pelatihan, Penyelenggara Program

Paket C & Analisis Kebutuhan Model

VALIDASI MODEL HIPOTETIK

UJICOBA TERBATAS

IMPLEMENTASI MODEL

MODEL YANG DIREKOMENDASIKAN MODEL KONSEPTUAL

Rasionalisasi, Asumsi Pengemb. Model Tujuan Pengemb., Komponen Pengemb. Indikator Keberhasilan & Prosedur Pelaksanaan

PAKAR PRAKTISI

1

3

4

5

2


(46)

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan dalam proses penelitian dan pengembangan dikenal sebagai siklus research and development sebagaimana yang diungkapkan oleh Borg & Gall (2003), terdiri atas langkah: (1) meneliti hasil penelitian berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan, (2) mengembangkan produk berdasarkan hasil penelitian, (3) uji lapangan, dan (4) mengurangi devisiensi yang ditemukan dalam tahap uji coba lapangan.

Merujuk pada tahapan dari Borg & Gall tersebut maka dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan dibagi ke dalam beberapa tahap yaitu: (1) pekerjaan menuliskan data, (2) mengedit, (3) mengklasifikasikan data, (4) mereduksi, dan (5) interpretasi atau memberi tafsiran. Berdasakan pada rencana analisis data tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:

1. Analisis Data Tahap Pertama

Analisis data penelitian tahap pertama, terkait dengan studi pendahuluan, dilakukan secara kualitatif, dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif dilakukan untuk memaknai deskripsi obyektif tentang implementasi pelatihan tutor pada kondisi aktual dan kontekstual yang pernah dilakukan terkait penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan paket C. Analisis data kuantitatif hasil studi pendahuluan dilakukan untuk memaknai kondisi profil kompetensi pedagogik dan andragogik tutor pendidikan kesetaraan paket C.

Analisis data secara kualitatif yang dimaksudkan di atas, secara keseluruhan untuk mendeskripsikan hasil studi pendahuluan sebagai salah satu komponen penting untuk terumuskannya model pelatihan yang dikembangkan.


(47)

Sedangkan analisis data kuantitatif pada studi pendahuluan untuk memotret profil kompetensi tutor, sebagai komponen penting sebagai dasar memperoleh gambaran kondisi kompetensi tutor sebagai faktor pendukung pentingnya peningkatan kompetensi melalui model yang dikembangkan

2. Analisis Data Tahap Kedua

Analisis data pada tahap ini digunakan prosedur kualitatif, dan bentuknya adalah menelaah faktor-faktor yang secara konseptual akan menjadi kendala dalam mengimplementasikan model pelatihan yang dirancang. Analisis data pada tahap ini untuk memaknai kondisi obyektif atas pandangan para pengelola program paket C, praktisi, dan para pakar (pembimbing). Hasil analisis ini dapat dijadikan pedoman, dalam memverifikasi model awal pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor.

3. Analisis Data Tahap Ketiga

Analisis data pada tahap ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, terhadap implementasi model pelatihan. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian pendahuluan, analisis kuantitatif terkait dengan keterlaksanaan dan pengaruh model yang dikembangkan. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis perbedaan (gain) penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor sesuai komponennya sebelum implementasi model (pretest), dengan penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor setelah implementasi model (posttest). Selanjutnya dikomparasikan hasil pretest dan posttest antara tutor kelompok treatment dengan tutor kelompok kontrol. Dengan demikian akan dapat ditentukan besarnya "perbedaan murni" (net gain), gain


(1)

Kedua: Rekomendasi Penelitian Lebih Lanjut

Penelitian tentang pengembangan model pelatihan berbasi kinerja (performance based training), telah memberikan bukti efektif meningkatkan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor pendidikan kesetaraan paket C di PKBM. Namun tentu masih terdapat kelemahan, serta keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini yang tidak bisa dihindari, terlebih berkaitan dengan metode penelitian ini bersifat riset pengembangan sehaingga hasilnya tidak bisa digenaralisasi. Oleh sebab itu penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang memungkinkan dihasilkannya model baru yang lebih efektif dan perlu terus dikembangkan. Dari hasil kajian teori dan implementasi penelitian ini ada beberapa variabel yang memungkinkan dilakukan penelitian lebih mendalam, terkait dengan implementasi pendidikan kesetaraan di PKBM, di antaranya yakni pengaruhnya kualifikasi pendidikan S1 non kependidikan dan kompetensi tutor terhadap kinerja pembelajaran tutor pendidikan kesetaraan di PKBM.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Z. (1981). Andragogi, Bandung : Angkasa

Blanchard, P. N. and James, W. T. (2004), Effective Training, system, strategies,

and practices, New Jersey : Pearson Prentice Hall.

BSNP. (2008). Draf Standar Tutor Pendidikan Kesetaraan, Jakarta: Depdiknas. Burke, W. J. (2005), Competency Based Education and Training, The Falmer

Press: London

Cranton, P. A. (1992). Working with Adult Learners. Toronto: Wall & Emerson, Inc.

Creswell, J. W. (2008), Educational Reseaerch, Planning, Conducting,

Evaluating Qualitative and Quantitative researchers, New Jersey :

Pearson Merrill prentice hall.

Depdiknas, (2006). Pedoman Evaluasi Kinerja SDM Diklat. Direktorat Pembinaan Diklat. Ditjen. PMPTK.

---, (2006) Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Ditjen. PLS

---, (2006). Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Direktorat PTK PNF Ditjen. PMPTK.

Dinas Pendidikan. (2008). Kualifikasi Pendidikan Tutor Paket C. Jakarta: Disdik Provinsi DKI Jakarta.

Dubois, D. and Rothwell, W. (2004), Competency Based or Traditional Approach

to Training. [Online]. Tersedia http://www.eric.ed.gov [4 Maret 2009]

Dubois, D. (1993), Competency Based Performance Improvement: A Strategy for

Organization Change, United Stated by HRD Press. Inc.

Finger, M. & Asun, J. M. (2004). Quo Vadis Pendidikan Orang Dewasa (Alih Bahasa:Nining Fatikasari) Yogyakarta : Pustaka Kendi

Friedman, P. G., & Elaine, A. Y. (1985). Training Strategies. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey

Gall, M. D., Gall J. P., & Borg W. R. (2003), Educational Research An


(3)

Goad. T. W. (1982). Delivering Effective Training. San Diago California Inc. : University Assoiciate

Halim, A & Ali M. M. (1993). Training and Profesional Development [On-line]. http://www.fao.org [12 Desember 2008]

Hamalik, O. (2000). Model-model Pengembangan Kurikulum. Bandung: SPs Universitas Pendidikan Indonesia.

Havelock, R. G. (1991), Change The Agent’s Guide. New Jersey, Educational Technologi Publications, Inc.

Jacius, M. J. (1968). Personal Manajement. Tokyo : Charles E. Tutle Company Kamil, M. (2007). Teori Andragogi, dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.

Bandung. Pedagogiana Press.

---. (2009). Pendidikan Non Formal, Pengembangan Melalui Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat di Indonesia, Sebuah Pembelajaran dari Kominkan Jepang. Bandung Alfabeta.

Kepmen. Pendidikan Nasional Nomor 0132/U/2004 tentang Program Paket C

Setara SMA/MA. Jakarta: Depdiknas.

Kirkpatrick, D. L. (1996). Evaluatig Training Programs. San Fransisco: Berret-Kohler Publisher.

King, P. (1993). Performance Planning & Appraisal, A How-To Book for

Manager. New York: McGraw-Hill Book Company.

Knowles, M. S., (1986), The Adut Learner, A Neglected Species. Houston: Gulf Publishing Company.

Knowles, M. S. (1984). Andragogy in Action: Applying Modern Principles of

Adult Learning. San Francisco: Jossey Bass Inc.

Leatherman, D. (2007), The Training Trilogy Third Edition, Conducting Needs

Assessments Designing Programs Training Skills. HRD Press, Inc.

Amhers, Massachusetts.

Mangkunegara, A. P. (1986) Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung. Rosdakarya.

--- (2005). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung. Refika Aditama.

Mayo & Dubois, D. (1987). The Complete Book of Training, California : University CSU


(4)

Mitrani, A., Daziel, M., And Fitt, D. (1992), Competency Based Human Resource

Management: Value-Driven Strategies for Recruitment, Development and Reward, Kogan Page Limited:London.

Mc. Ashan, M. W. (1981), Competency Based Education and Bahavioral

Objective, Englewood Cliffs, Education Technologycal Publication Inc.

New Jersey.

Moekijat. (1993). Evaluasi Pelatihan dalang Rangka Peningkatan Produktivitas. Bandung : Mandar Maju

Nawawi, H. (1997). Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang

Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogyakarta :

Gajah Mada University Press.

Nasution, S. (1986). Didaktik Azas-azas Mengajar, Bandung : Jemmar

Nedler, L. (1982) Designing Training Programs, The Criticl events Model London: Addison Wesley Publishing Company

Nitisemito, A.S. (1982) Menejemen Personalia, Jakarta : PT. Gramedia

Permen. Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan untuk SD/MI/Paket A, SMP/MTs/Paket B dan SMA/MA/Paket C. Jakarta: Depdiknas.

Permen. Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi

Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas.

Permen. Pendidikan Nasional Nomor 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses

Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas.

PP. Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Depdiknas.

Rasyid, A. (2008), Profil Balai Pengengembangan dan Pelatihan Pendidikan

Luar Sekolah Provinsi DKI Jakarta, Jakarta: BP3LS.

Robinson, D.G. (1981) Training for Impact. San Fransisco : Josey Bass Publishers.

Rothwell, W. J. and Kazanas H.C. (1996), Improving on-the-job Training, How

to Establish and Operate a Comprehensive OJT Program, Second

Edition :John Wiley & Son Inc. San Fransisco.


(5)

Sanghi, S. (2007). The Hanbook of Competency Mapping, Understanding,

Designing, and Implementing Competency Models in Organizations.

Sage Publications. Asia-Pasific, Ltd.

Sanjaya. W. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta : Pernada Media

Siegel, S. (1994), Statistiik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Siagian, S. P., (1998), Menejemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara Simamora, H. (1997), Manajemen Sumber daya Manusia, Jakarta: STIE YPKN Simon, M. and Jacinta, C. (2005), Step on the Road Toward Competency based

Training Development ICAI’s Education and Training Process.

Tersedia http://www.eric.ed.gov [4 Maret 2009]

Smith R.M., (1982), Learning How to Learn Applied Theory for Adults, Chicago, Follet Publishing Company.

Spencer, M. L., and Spencer, M. S. (1993), Competence at Work:Models for

Superrior Performance, John Wily and Son. Inc. New York, USA.

Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung, Alfabeta.

Sudjana D., (2005), Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: Nusantara Press.

---, (2005), Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung, Fallah production.

---, (1992), Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal

dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, Bandung: Fallah Production.

---, (2007), Sistem & Manajemen Pelatihan Teori & Aplikasi,, Bandung : Fallah Production.

Supriyatno, N. (2008), Pengembangan Model Pembelajaran dalam Pelatihan di

Tempat Kerja untuk Peningkatan Kompetensi Tutor Kesetaraan Paket B di Pondok Pesantren, Disertasi, Pendidikan Luar Sekolah, SPs:UPI

Suriasumantri, J.S., (2005), Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.


(6)

Suryono, Y. dkk. (2008), Model Pelatihan Tutor Pendidikan Kesetaraan dalam

Peningkatan Kualifikasi Pendidikan melalui Konversi Hasil Pelatihan ke Perguruan Tinggi. (Laporan Kegiatan Pelatihan ), Jurusan PLS:UNY,

Supriadi, D. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Bandung: Adicita Karya Nusa.

Suryadi, A. (2006), Peningkatan Layanan Berbagai Program Pendidikan

Nonformal (Makalah disampaikan dalam pertemuan dengan Mitra PLS),

Jakarta: Depdiknas.

Syamsudin, E. (2008), Percepatan Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik dan

Kependidikan Pendidikan Nonformal, sesuai BSNP (Makalah

disampaikan dalam pertemuan dengan Perguruan Tinggi) di Yogyakarta, Terence, M. (1978). People in Organisations Understanding Their Behavior.

Kogaksha: McGraw-Hill Book Company.

Trisnamansyah, S. (2007). Pendidikan Orang Dewasa dan Usia Lanjut. (Hand Out Kuliah PLS UPI). Bandung. SPS UPI

UNESCO, (1993). Appeal Training Materials for Continuing Education Personal, Bangkok: UNESCO Principal Regional Office for Asia Pasific.

UPI. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung: UPI Pres

Wariyanto, (2005), Hubungan antara Hasil Pelatihan, Motivasi Kerja, dan

Pemberian Kompensasi dengan Kinerja Tutor dalam Pengelolaan Pembelajaran Kejar Paket C, Thesis Magister Pendidikan Luar Sekolah,

SPs:UPI

Widyasari Suzy, (2004). Competency Based Education and Training Training

(CBET). Tersedia http://www.id-jurnal.blogspot.com [4 Maret 2009]