Evaluasi Program Kesetaraan Paket C pada Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 17 Penjaringan, Jakarta Utara

(1)

Penjaringan, North Jakarta. (Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO).

The purpose of this research was to evaluate the program Paket C at PKBM Negeri 17. Based on the results of research to the 30 residents studied at third grade, obtained results that the quality of the teachers significantly affect the level of attendance. While the factors related with the activity are the level of motivation, level of family support, and quality of teachers. The results of this study also showed that the level of knowledge did not affect significantly to the level of attendance and level of activity, whereas attitudes towards sustainability education has significant effect with the level of activity which means that more active the citizens studying in the following learning activities will be the attitude toward the sustainability of the higher education.


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Pendidikan sebagai sarana strategis pembangunan nasional memiliki peranan yang amat penting bagi pembangunan karena melalui pendidikanlah dapat dilakukan usaha dan proses peningkatan sumber daya manusia, agar diperoleh manusia yang berkualitas tinggi sehingga mampu berperan aktif sebagai subjek pembangunan terutama dalam menyambut era globalisasi yang akan datang. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.

Namun berkaitan dengan hal tersebut, kondisi pendidikan di Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan. Menurut data pada Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, Indonesia menunjukkan angka partisipasi pendidikan formal yang masih tergolong rendah, seperti yang dituang dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Persentase Angka Partisipasi Sekolah Formal Berdasarkan Umur Tahun 2008-2010

Indikator Partisipasi Pendidikan Formal 2008 2009 2010 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 th 97,83 97,95 97,96 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 th 84,41 85,43 86,11 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16-18 th 54,70 55,05 55,83 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 19-24 th 12,43 12,66 13,67 Sumber: www.bps.go.id (2011)


(3)

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa persentase partisipasi anak usia 16-24 tahun jauh berbeda dengan persentase partisipasi sekolah pada usia 7-15 tahun. Hal ini kemungkinan dikarenakan program gratis sekolah dasar sembilan tahun hanya mencakup pendidikan dasar dan menengah pertama, sedangkan untuk sekolah menengah ke atas dikenakan biaya yang cukup mahal. Tabel 1 di atas, menunjukkan persentase untuk usia sekolah menengah ke atas belum menyentuh 60 persen dari keseluruhan rakyat Indonesia.

Rendahnya persentase angka partisipasi sekolah formal, terutama bagi sekolah menengah ke atas, menunjukkan bahwa masih banyak warga negara yang belum dapat mengikuti pendidikan dengan baik. Haryati (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kondisi ekonomi, sosial dan geografis menyebabkan perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat yang berdampak pada bertambahnya jumlah anak putus sekolah.

Oleh karena itu, pemerintah menawarkan sebuah alternatif program untuk menangani masalah pendidikan tersebut. Program yang dimaksud adalah program Pendidikan Luar Sekolah atau Pendidikan Non-formal. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan salah satu jalur penyelenggaraan pendidikan nasional di samping pendidikan sekolah.

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan program yang diadakan untuk membina kegiatan pendidikan masyarakat di luar pendidikan formal. pendidikan jenis ini merupakan pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan masyarakat agar mempunyai jenis keterampilan dan pengetahuan yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal. Beberapa jenis program pendidikan yang dilakukan oleh PLS saat ini adalah Pendidikan Kecakapan Hidup, Pendidikan Anak Usia Dini,


(4)

Kepemudaan, Pemberdayaan Perempuan, Keaksaraan, Keterampilan dan Pelatihan Kerja, Kesetaraan dan pendidikan sejenis lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik (Tim FKIP, 2007).

Salah satu upaya yang dilakukan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dalam bentuk pendekatan terhadap masyarakat adalah dengan membentuk suatu wadah bernama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM inilah yang menjadi salah satu institusi yang berperan sebagai wadah untuk berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan budaya baik di pedesaan maupun di perkotaan yang dikelola oleh lembaga kemasyarakatan di daerah setempat.

Sihombing (1999) menyatakan, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa dengan membuat suatu wadah seperti PKBM, akan didapat potensi-potensi baru yang dapat ditumbuhkembangkan serta dimanfaatkan atau didayagunakan, melalui pendekatan-pendekatan kultural maupun persuasif.

Depdiknas (2006) menuliskan sejumlah program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Program-program tersebut terdiri atas: (1) Keaksaraan Fungsional, (2) Program Paket A setara SD, (3) Program Paket B setara SMP, (4) Program Paket C setara SMA, (5) Kelompok Belajar Usaha, (6) Magang, (7) Pendidikan Kesetaraan Gender (8) Kursus dan Pelatihan Keterampilan, (9) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan program-program lain yang dibutuhkan oleh masyarakat.


(5)

Dari sekian banyak program yang ada, program kesetaraan merupakan salah satu program unggulan Pendidikan Luar Sekolah yang dicanangkan pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar secara merata. Program kesetaraan ini dibagi atas 3 jenjang yaitu Kejar paket A yang setara dengan SD, Kejar Paket B yang setara dengan SMP, dan Kejar Paket C yang setara SMA. Dengan adanya Kejar Paket ini diharapkan orangtua lebih termotivasi untuk menyekolahkan anaknya serta menumbuhkembangkan niat belajar masyarakat.

Anak-anak dan masyarakat yang mengikuti program ini akan diberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang setara dengan kurikulum pendidikan formal dan dipadukan dengan mata pancaharian sehingga diharapkan dapat memberikan output yang memiliki kualitas kesadaran pendidikan yang lebih baik sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau masuk ke dalam masyarakat dengan kualitas yang lebih baik sehingga mampu bersaing.

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan kaitannya dengan PKBM telah dilakukan. Mardiana (2005) meneliti PKBM Adipura di Kecamatan Manggala, Makassar mengatakan bahwa tujuan penelitiannya adalah untuk melihat sejauh mana keefektifan proses pembelajaran pada PKBM tersebut. Hasil penelitian Mardiana (2005) menunjukkan bahwa keefektifan proses pembelajaran di PKBM tersebut berada pada kategori sedang. Hal ini berarti bahwa keefektifan proses pembelajaran pada PKBM Adipura ini masih belum optimal.

Fatimah (2008) yang mengambil tempat penelitian di PKBM Santika Kelurahan Bambu Apus Cipayung, Jakarta Timur mengatakan bahwa tujuan


(6)

umum penelitiannya adalah untuk mengkaji peranan PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat. Hasil penelitian Fatimah (2008) menemukan bahwa secara umum, PKBM telah dapat menjalankan peranannya sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang mendorong pengembangan masyarakat. Namun masih terdapat beberapa hambatan yang dihadapi, seperti keterbatasan waktu pembelajaran, dan minimnya atensi warga belajar terhadap proses pembelajaran.

Agung (2007) yang meneliti tentang hambatan birokratis dalam penyelenggaraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menemukan bahwa sejauh ini para penyelenggara PKBM masih memperlihatkan besarnya campur tangan unsur birokratis pemerintah yang bersifat top down dalam setiap penyelenggaraan PKBM. Hal tersebut bertolak belakang dengan konsep dasar PKBM. Selain itu, penelitian ini juga menemukan banyak penyalahgunaan program ini. Banyak PKBM-PKBM yang dibuat fiktif dan hanya bertujuan untuk mendapatkan block grant atau dana bantuan dari pemerintah. PKBM fiktif ini hanya yang memiliki ”nama” namun tidak terdapat kegiatan pembelajaran.

Setiap lembaga pendidikan memiliki sebuah sistem pendidikan yang membentuknya. Tak terkecuali dengan PKBM sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan memperluas kesempatan warga masyarakat khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah.

Sejalan dengan pemahaman tersebut, terkait dengan pentingnya peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai jawaban atas permasalahan pendidikan masyarakat dan kaitannya dengan peran PKBM dalam pengembangan


(7)

masyarakat khususnya di daerah yang angka partisipasi sekolahnya masih rendah maka peneliti terinspirasi untuk melakukan sebuah penelitian evaluasi terhadap sistem yang membentuk PKBM untuk mengkaji sejauh mana keberhasilan yang mampu dicapai Pusat Kegiatan Belajar Mayarakat terutama di wilayah yang sarat akan kemiskinan.

Penelitian ini mengambil tempat di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan data yang dimiliki peneliti, daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah penduduk miskin dan putus sekolah terbanyak di daerah Ibukota Jakarta. Penelitian ini mencoba mengkaji apakah program kesetaraan Paket C, dalam hal ini PKBM Negeri 17, yang ada sudah berjalan sesuai dengan fungsinya untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan terutama di daerah Penjaringan dan sekitarnya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan teori dan fakta mengenai PKBM yang terdapat pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor-faktor mempengaruhi proses pembelajaran pada paket C ini? 2. Bagaimana output dari proses pembelajaran Paket C ini?

3. Apakah Paket C pada PKBM ini sudah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik sebagai penyelenggara pendidikan kesetaraan?


(8)

1.3 Tujuan dan Kegunaan 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan penelitian ini, terkait dengan perumusan masalah di atas adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran pada Paket C.

2. Menganalisis output program berdasarkan proses pembelajaran.

3. Mengetahui keberhasilan Paket C berdasarkan tugasnya sebagai penyelenggara pendidikan kesetaraan.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Bagi penyelenggara PKBM, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk memperbaiki kualitas pengajar, syarat dalam perekruitan pengajar, serta memperbaiki peraturan yang telah ada, agar dapat memperbaiki mutu dan kualitas Paket C.

2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber literatur dalam kajian evaluatif terhadap Paket C dan PKBM.


(9)

2.1 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

2.1.1 Definisi dan Jenis Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Menurut Sihombing dan Gutama (2000) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan suatu wadah dimana seluruh kegiatan belajar masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi, atau bakatnya yang dikelola dan diselenggarakan sendiri oleh masyarakat. PKBM adalah sebagai wahana untuk mempersiapkan warga masyarakat agar bisa lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal meningkakan pendapatannya. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masalah-masalah pendidikan masyarakat serta kebutuhan akan pendidikan masyarakat, definisi PKBM terus disempurnakan terutama dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan lembaga, sasaran, kondisi daerah serta model pengelolaan.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa PKBM adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar kepada seluruh lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itulah PKBM berperan sebagai tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai pengetahuan atau keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana dan potensi yang ada di


(10)

sekitar lingkungannya (desa, kota), agar masyarakat memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup.

Dibentuknya PKBM adalah sebagai pemicu dan bersifat sementara, masyarakat sendirilah yang selanjutnya memiliki wewenang untuk mengembangkannya, karena itulah pendekatan dalam program PKBM ini disebut pendidikan berbasis masyarakat atau community-based education dengan harapan dapat dijadikan pijakan dan titik permulaan bagi semua komponen pembangunan untuk memberdayakan potensi-potensi yang ada di dalam masyarakat.

2.1.2 Tujuan dan Tugas-Tugas PKBM

Terdapat tiga tujuan penting dalam pengembangan PKBM: a) memberdayakan masyarakat agar mampu mandiri (berdaya), b) meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik dari segi sosial maupun ekonomi, c) meningkatkan kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi dilingkungannya sehingga mampu memecahkan permasalahan tersebut. Sihombing (1999) menyebutkan bahwa tujuan pelembagaan PKBM adalah untuk menggali, menumbuhkan, mengembangkan, dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat itu sendiri. Dalam arti memberdayakan seluruh potensi dan fasilitas pendidikan yang ada di desa sebagai upaya membelajarkan masyarakat yang diarahkan untuk mendukung pengentasan kemiskinan, dengan prinsip pengembangan dalam rangka mewujudkan demokrasi bidang pendidikan. Pada sisi lain tujuan PKBM adalah untuk lebih mendekatkan proses pelayanan pendidikan terutama proses pelayanan pembelajaran yang dipadukan dengan berbagai tuntutan, masalah-masalah yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat itu sendiri.


(11)

2.1.3 Fungsi PKBM

Peran serta masyarakat dalam pendidikan luar sekolah dapat dilakukan melalui Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM). Melalui pendidikan yang dilakukan di PKBM, masyarakat diharapkan dapat memberdayakan dirinya. Sihombing (1999) menyebutkan secara tegas fungsi PKBM adalah: a) tempat pusaran berbagai berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat, b) sebagai sumber informasi yang andal bagi masyarakat membutuhkan keterampilan fungsional, c) sebagai tempat tukar-menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional di antara warga masyarakat. Berdasar pada peran ideal PKBM teridentifikasi beberapa fungsi-fungsi tersebut merupakan karakteristik dasar yang harus menjadi acuan pengembangan kelembagaan PKBM sebagai wadah learning society. Karakteristik tersebut masih menurut Sihombing (1999) adalah sebagai berikut:

1) Tempat masyarakat belajar (learning society), PKBM merupakan tempat masyarakat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan bermacam ragam keterampilan fungsional sesuai dengan kebutuhannya, sehingga masyarakat berdaya dalam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya.

2) Tempat tukar belajar (learning exchange), PKBM memiliki fungsi sebagai tempat terjadi pertukaran berbagai informasi (pengalaman), ilmu pengetahuan dan keterampilan antar warga belajar, sehingga antara warga belajar yang satu dengan yang lainnya bisa saling mengisi. Sehingga setiap warga belajar sangat dimungkinkan dapat berperan sebagai sumber belajar bagi warga belajar lainnya (masyarakat lainnya).

3) Pusat pengetahuan dan informasi atau perpustakaan masyarakat, sebagai perpustakaan masyarakat PKBM harus mampu berfungsi sebagai bank


(12)

informasi, artinya PKBM dapat dijadikan tempat menyimpan berbagai informasi pengetahuan dan keterampilan secara aman dan kemudian disalurkan kepada seluruh masyarakat atau warga belajar yang membutuhkan. Disamping itu pula PKBM dapat berfungsi sebagai pengembang pengetahuan dan keterampilan secara inovatif, melalui penelitian, pengkajian dan pengembangan model.

4) Sebagai sentra pertemuan berbagai lapisan masyarakat, fungsi PKBM dalam hal ini, tidak hanya berfungsi sebagai tempat pertemuan antara pengelola dengan sumber belajar dan warga belajar serta dengan tokoh masyarakat atau dengan berbagai lembaga (pemerintah dan swasta/LSM, ormas), akan tetapi PKBM berfungsi sebagai tempat berkumpulnya seluruh komponen masyarakat dalam berbagai bidang sesuai dengan kepentingan, masalah dan kebutuhan masyarakat serta selaras dengan azas dan prinsip learning society atau pengembangan pendidikan dan pembelajaran (life long learning dan life long education).

5) Pusat penelitian masyarakat (community research centre) terutama dalam pengembangan pendidikan nonformal. Pada bagian ini PKBM berfungsi sebagai pusat pengkajian (studi, research) bagi pengembangan model-model pendidikan nonformal pada tingkat kecamatan dan kabupaten. Dalam hal ini PKBM dapat dijadikan tempat oleh masyarakat, kalangan akademisi, dll sebagai tempat menggali, mengkaji, menelaah (menganalisa) berbagai persoalan atau permasalahan dalam bidang pendidikan dan keterampilan masyarakat, terutama program yang berkaitan dengan program-program yang selaras dengan azas dan tujuan PKBM.


(13)

2.1.4 Prinsip Pengembangan Program PKBM

Beberapa prinsip dasar yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan dan menyusun program PKBM antara lain adalah: a) program yang dikembangkan PKBM harus meluas sehingga warga belajar memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan pengalaman tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang berkaitan dengan etika, estetika, logika dan kinestetika pada saat pembelajaran, b) program harus memiliki prinsip keseimbangan (balanced) dimana setiap kompetensi yang dikembangkan dalam program PKBM harus dicapai melalui alokasi waktu yang cukup untuk sebuah proses pembelajaran yang efektif, c) program yang dikembangkan PKBM harus relevan karena setiap program terkait dengan penyiapan warga belajar untuk meningkatkan mutu kehidupan melalui kesempatan, pengalaman, dan latihan dalam berperan dan bersikap secara bertanggung jawab dalam mewujudkan kedewasaan berfikirnya, d) program yang dikembangkan PKBM harus mampu mengedepankan konsep perbedaan (differentiated), prinsip ini merupakan upaya pelayanan individual dimana warga belajar harus memahami: apa yang perlu dipelajari; bagaimana berpikir, bagaimana belajar, dan berbuat untuk mengembangkan potensi dan kebutuhan dirinya masing-masing secara optimal.

Untuk mendukung terlaksananya prinsip-prinsip tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu menjadi patokan pengembang PKBM meliputi: a) kualitas sumberdaya manusia yang mengusung program, b) kemampuan bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu (masyarakat, pemerintah, dan sumber-sumber lainnya), c) kemampuan (kualitas, kompetensi) sumber belajar (tutor, fasilitator) terutama kesesuaian dengan program, d) warga belajar yang berminat dan butuh


(14)

dengan program yang dikembangkan, e) fasilitas pendukung program yang representatif sesuai dengan kebutuhan program, f) partisipasi masyarakat dalam pengembangan program, g) alat kontrol (supervisi monitoring, dan evaluasi) program, h) daya dukung lain seperti model yang akan dikembangkan, materi, modul, atau sumber lain yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan sasaran didik, i) anggaran untuk mendukung program, j) pemeliharaan program agar program tetap eksis, k) pengembangan program ke depan.

Sedangkan Sihombing dan Gutama (2000), menjelaskan bahwa beberapa faktor penunjang keberhasilan pengembangan program PKBM meliputi: a) kemampuan mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan masyarakat (warga belajar), b) melayani kebutuhan dan minat warga belajar dalam kegiatan yang bervariasi atau sesuai kebutuhan dan minatnya, c) memobilisasi sumberdaya yang ada di masyarakat, d) membangun kemitraan dan kerjasama secara terbuka secara terbuka dengan berbagai lembaga atau oranisasi, sehingga PKBM mampu mengembangkan berbagai aktivitas pembangunan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan lokal, e) memonitor perkembangan kegiatan serta keberhasilan sehingga dijadikan dasar pengembangan program ke depan, f) mencatat berbagai kelebihan dan kekurangan dari kegiatan yang dikelembagaan PKBM.

Langkah-langkah dalam penyusunan program PKBM dapat diikuti sebagai berikut: a) merencanakan program kegiatan, b) menentukan dan menetapkan berbagai sumber yang dibutuhkan baik sumber daya manusia, material maupun finansial, c) melakukan sosialisasi program ke masyarakat dan pemerintah daerah, d) menerima warga belajar, e) mencari kebutuhan warga belajar berkaitan dengan materi yang dikembangkan dalam program, f) menetapkan kebutuhan materi


(15)

pembelajaran (program), g) menetapkan target dan tujuan program, h) menyusun kurikulum dan materi pembelajaran, i) menjalankan program, j) melakukan monitoring dan evaluasi program, k) mengembangkan program berdasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi. Bidang pendidikan merupakan program andalan PKBM saat ini. Beberapa program pendidikan yang dikembangkan di antaranya adalah:

1) Program keaksaraan fungsional

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan keaksaraan dasar warga masyarakat yang masih buta aksara. Saat ini di Indonesia terdapat 5,2 juta orang usia 10 sampai 44 tahun yang masih buta huruf, apabila ditambah dengan anak yang putus sekolah (drop out) maka jumlah tersebut akan mencapai 6 juta orang (Depdiknas, 2006). Olah karena itu sasaran dari kegiatan ini adalah melayani warga masyarakat yang menyandang buta aksara berusia di antara 10 sampai 44 tahun, dengan prioritas usia antara 17 sampai 30 tahun. Materi pembelajaran dan bahan atau sarana pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan mata pencaharian warga belajar. Perkembangan kemampuan dan keterampilan warga belajar dicatat oleh tutor sebagai hasil evaluasi pembelajaran, terutama berhubungan dengan mata pencahariannya, baik dalam bentuk tulisan maupun perubahan tingkah laku warga belajar selama mengikuti (proses) pembelajaran. Sangat dimungkinkan tidak ada tes khusus hasil belajar.

2) Pengembangan anak dini usia (early childhood)

Salah satu program yang dikembangkan di PKBM adalah program pendidikan anak usia dini. Alasan dasar mengapa program ini dikembangkan karena sampai saat ini perhatian terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat


(16)

rendah. Padahal, konsep pembangunan sumber daya manusia (SDM) justru dimulai sejak masa usia dini. Rendahnya kualitas hasil pendidikan di Indonesia selama ini cerminan rendahnya kualitas SDM Indonesia. Oleh sebab itu PKBM memiliki kewajiban untuk mengembangkan program tersebut sejalan dengan tujuan dan fungsi PKBM di tengah-tengah masyarakat.

3) Program kesetaraan (equivalency education)

Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia salah satunya diakibatkan oleh tingginya angka putus sekolah, pada level pendidikan dasar dan level pendidikan menengah. Pada tingkat Sekolah Dasar 25 persen dari jumlah lulusannya tidak melanjutkan ke jenjang (level) yang lebih tinggi atau jenjang SMP/Mts, begitu pula 50 persen lulusan SMP/Mts tidak melanjutkan ke jenjang SMA/Ma. (Depdiknas 2006). Oleh karena permasalahan-permasalahan tersebut, program kesetaraan merupakan program yang sangat vital dalam menjawab permasalahan kualitas (mutu) sumber daya manusia. Sesuai dengan fungsi dan peranannya PKBM sebagai pusat kegiatan pembelajaran masyarakat memiliki peran penting dalam mengembangkan program-program kesetaraan di tengah-tengah masyarakatnya. Program kesetaraan melingkupi program Kelompok Belajar paket A setara SD/MI, Kelompok Belajar Paket B setara SMP/MTs dan Kelompok Belajar Paket C SMA/MA.

4) Kelompok belajar usaha

Program kelompok belajar usaha (KBU) diperuntukkan bagi masyarakat (warga belajar) yang minimal telah bebas buta aksara dan atau selesai program kesetaraan. Juga masyarakat lainnya yang merasa perlu untuk meningkatkan dan memperoleh pengetahuan serta keterampilan baru. Warga belajar dikelompok


(17)

belajar usaha dapat memilih berbagai alternatif jenis keterampilan dan jenis usaha yang akan dikembangkan dalam kelompoknya sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

5) Pengembangan program magang pada PKBM

Salah satu program yang teridentifikasi dikembangkan PKBM adalah program magang. Dalam PKBM magang dibagi dalam dua kegiatan ada magang individual dan ada magang kelompok. Magang individual adalah magang yang dilakukan oleh satu orang warga belajar pada kegiatan-kegiatan pelatihan atau keterampilan tertentu. Sedangkan magang kelompok adalah pemagangnya lebih dari 1 orang biasanya 2 sampai dengan 5 orang. Jenis keterampilan yang dimagangkan sangat bervariasi dan tergantung kebutuhan dan kesiapan warga belajar serta kesiapan PKBM dalam meyiapkan program-program yang sesuai dengan dunia industri. Sasaran magang adalah warga belajar yang minimal sudah terbebas dari buta huruf atau telah menyelesaikan pendidikan dasar (Paket A dan B, SD/MI, SMP/MTs) serta memiliki dasar keterampilan tertentu.

Program magang merupakan program khusus yang dikembangkan PKBM, dan tidak semua PKBM menyelenggarakan program ini karena menuntut kesiapan dan kerjasama dengan mitra (industri) atau bengkel kerja tertentu. Kegiatan magang yang diselenggarakan PKBM umumnya disesuaikan dengan daerah tertentu, seperti Bali, banyak warga belajar yang magang di galeri (lukisan), perhotelan atau menjadi guide (pengantar), serta magang pada industri kerajinan khas Bali seperti souvenir. Begitu pula di daerah lainnya seperti di Jawa Barat di daerah Tasikmalaya dan Ciamis magang banyak dilakukan pada industri pakaian


(18)

khususnya border. Di Jawa Tengah magang keterampilan banyak dilakukan di industri batik baik yang berskala kecil maupun menengah.

6) Kursus keterampilan

Beberapa jenis keterampilan yang teridentifikasi dan dikembangkan dalam PKBM adalah: keterampilan komputer (software dan hardware), kursus keterampilan bahasa (Inggris, tata busana, Mandarin, Arab dan lain-lainl). Kursus mekanik otomotif, elektronika, perhotelan, tata busana, tata boga, tata kecantikan, gunting rambut, akupuntur, memasak, pijat dan lain-lain. Program-program tersebut dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mendukung profesi (profesional).

Program-program PKBM dikembangkan secara bervariasi dan tergantung pada kebutuhan sasaran didik atau warga belajar. Jarang sekali ditemukan satu PKBM yang mengembangkan lebih dari 4 program kegiatan, paling dominan 2 sampai 3 program kegiatan dengan sasaran yang bervariasi, baik dari usia maupun latar belakang pendidikan dan ekonomi. Beberapa PKBM lebih banyak mengembangkan program yang sesuai dengan program pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah atau program daerah seperti dari Dinas Pendidikan (Sub Dinas PLS).

Beragam satuan pendidikan nonformal yang terdapat pada PKBM harus menghadapi berbagai hambatan terkait dengan kinerja program-program yang dijalankan di dalamnya. Berbagai hambatan pendidikan masyarakat, menurut Sihombing (1999) dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai. Misalnya, penilik Dikmas masih ada beberapa yang menangani lebih dari


(19)

satu kecamatan. Begitu pula dengan kebutuhan akan tutor, sebagai contoh untuk paket B setara SLTP, seharusnya membutuhkan rata-rata delapan orang tutor, kenyataannya baru dapat dipenuhi lima orang tutor untuk setiap kelompok belajar.

2. Rasio modul untuk warga belajar program kesetaraan yang masih jauh dari mencukupi. Rasio modul baru mencapai 1 : 3. Hal ini terjadi arena pengadaan modul murni dari pemerintah.

3. Tidak ada tempat belajar yang pasti. Hal ini menyebabkan adanya kesukaran pemantauan kebenaran pelaksanaan program pembelajaran.

4. Kualitas hasil belajar sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat keberhasilannya. Secara teoritis memang terdapat pembelajaran, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dipertanggung jawabkan.

5. Lemahnya akurasi data tentang sasaran program.kondisi ini disebabkan terbatasnya tenaga di lapangan baik secara kuantitas maupun kualitas serta sarana pendukung yang belum memadai.

6. Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dilaksanakan tepat waktu.

2.2 Evaluasi program

Evaluasi oleh Gunardi (n.d) dalam modul mata kuliah Perencanaan Evaluasi Partisipatif didefinisikan sebagai proses penaksiran nilai atau nilai potensial yang berkelanjutan dan sistematik. Menurut Gunardi, evaluasi program adalah suatu rangkaian yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat keberhasilan program. Ada beragam evaluasi. Ditinjau dari substansi evaluasi, evaluasi dapat


(20)

dilakukan terhadap proses pelaksanaan kegiatan dan dapat pula dilakukan hasil (tercapainya tujuan) pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi proses berarti mempelajari apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanaan sesuai dengan rencana, apa kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan, adakah tindakan yang berbeda dari apa yang direncanakan, apakah tindakan yang berbeda ini berakibat baik atau buruk. Dalam mengevaluasi hasil, pengukuran dapat dilakukan pada aras:

a. Output, yaitu mempelajari apakah hasilnya sesuai dengan yang direncanakan; misalnya berapa kali latihan dilakukan, berapa petani yang bisa dijangkau, dan lain-lain.

b. Effect, yaitu melihat dampak pertama (atau kedua atau lebih) yang masih dekat dengan output; misalnya berapa banyak pertambahan pengetahuan, berapa tinggi perubahan keterampilan, berapa jauh perubahan sikap peserta pelatihan.

c. Impact, yaitu mempelajari konsekuensi lebih lanjut dari effect, misalnya adakah peningkatan produksi padi, atau adakah pertambahan penyerapan tenaga kerja, atau adakah peningkatan pendapatan petani dan sebagainya.

Di bidang pendidikan, dikenal pula dua jenis lain dari evaluasi, yaitu:

a. Evaluasi formatif ; yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil yang berupa perubahan perilaku sesudah setiap bagian seluruh pelajaran dilakukan. b. Evaluasi sumatif ; yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui hasil

berupa perubahan perilaku sesudah seluruh pelajaran diselesaikan.


(21)

a. Evaluasi ex-ante, yaitu evaluasi yang dilakukan sebelum suatu proyek dilaksanakan, dengan maksud mengetahui apakah proyek itu layak dilakukan. Evaluasi yang termasuk jenis ini antara lain adalah studi kelayakan, analisis dampak lingkungan, dan sejenisnya.

b. Evaluasi ex-post, yaitu evaluasi yang dilakukan sesudah proyek dilaksanakan. Evaluasi jenis ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan dan akibat dari pelaksanaan proyek tersebut. Dengan demikian evaluasi ex-post ini dapat dibagi lagi menjadi (a) evaluasi proyek sedang berjalan (on-going evaluation), (b) evaluasi akhir proyek (terminal evaluation), dan (c) evaluasi dampak. Evaluasi mempunyai beberapa tujuan. Dalam bidang pendidikan penyuluhan pertanian, Gunardi (n.d) menyatakan ada enam maksud evaluasi, yaitu:

a. Menguji secara berkala pelaksanaan kegiatan, yang mengarahkan perbaikan yang berkelanjutan

b. Memperjelas tujuan dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu tercapai

c. Menjadi pengukur keefektifan metode penyuluhan d. Menyediakan bukti tentang pentingnya program

e. Menyediakan bukti tentang keberhasilan, untuk memberikan rasa puas dan kepercayaan kepada mereka yang terlibat dalam program

f. Menyediakan data dan informasi untuk perencanaan.

Gunardi (n.d) menyatakan bahwa untuk melakukan evaluasi yang ilmiah, langkah-langkahnya adalah:

a. Merumuskan tujuan; dimaksud untuk memerinci secara spesifik apa yang akan dilihat dengan evaluasi yang bersangkutan


(22)

b. Merumuskan indikator dan data yang akan dikumpulkan. Indikator adalah penunjuk suatu kegiatan atau keadaan. Data yang dikumpulkan merupakan satuan yang dapat ditangkap pancaindra oleh pengamat yang melaksanakan pengumpulan data.

c. Mengembangkan metode untuk mengumpulkan data. Mencakup penyiapan instrument pengumpulan data, seperti pedoman wawancara, kuesioner, dan sebagainya. Perlu pula ditentukan orang yang akan diwawancarai, peserta diskusi kelompok terarah, lokasi, dan sebagainya.

d. Mengumpulkan data. Berkisar pada pengumpulan data dari berbagai pihak melalui wawancara, pengamatan, dan diskusi.

e. Menganalisis data. Merupakan kegiatan memberi kode, skor dan nilai pada data yang telah terkumpul. Pada saat ini, dilakukan perhitungan secara sistematik, dan menafsirkan hasil perhitungan.

f. Menarik kesimpulan. Pada tahap ini dirumuskan kesimpulan yang tegas setelah mempertimbangkan hubungan-hubungan dari berbagai hasil penafsiran olahan perhitugan dan pengujian.

Tata urutan di atas dapat diterapkan pada evaluasi yang konvensional maupun evaluasi partisipatif. Pada evaluasi konvensional, semua langkah evaluasi di atas dilakukan oleh pihak luar dan biasanya dilakukan untuk kepentingan pihak luar, terutama pihak proyek. Sebaliknya pada evaluasi partisipatif seluruh tahapan di atas dilakukan oleh masyarakat, pihak luar hanya bertugas memfasilitasi proses tersebut.

Sedangkan evaluasi program menurut Musa dalam Widiamega (2010) adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran tentang suatu keadaan objek


(23)

yang dilakukan secara terencana, sistematik, dengan arah dan tujuan yang jelas. Secara umum evaluasi dapat diartikan sebagai upaya seksama untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah dan menganalisa fakta, data, dan informasi untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja, dan lain-lain mengenai sesuatu yang kemudian dibuat kesimpulan sebagai proses bagi pengambilan keputusan.

Fungsi evaluasi program di antaranya adalah:

1) Memberikan data dan informasi tentang pelaksanaan suatu program 2) Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program

3) Melakukan pengendalian pelaksanaan program

4) Memberi umpan balik bagi perbaikan pelaksanaan program

Departemen Pertanian dikutip dalam Widiamega (2010) mengemukakan jenis evaluasi untuk mengevaluasi program, yaitu:

1. Evaluasi input

Evaluasi input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program

2. Evaluasi output

Evaluasi output adalah penilaian terhadap output-output yang dihasilkan oleh program. Output adalah produk atau jasa tetentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia untuk mencapai proyek atau program. Contoh output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif),


(24)

perubahan sikap (aras afektif), kesediaan perilaku (aras konatif), dan perubahan perilaku (aras psikomotorik).

Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaannya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berperilaku tertentu yang perilakunya dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari sehingga membentuk suatu pola.

3. Evaluasi effect

Evaluasi effect adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari penggunaan output-output program, sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah mulai muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuh biasanya baru tampak setelah program berakhir.

4. Evaluasi impact (dampak)

Evaluasi impact adalah penilaian yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan yang sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang. Evaluasi dampak dapat dipertimbangkan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif.

2.3 Komponen, dan Proses Program yang Dievaluasi dalam Pendidikan Luar Sekolah

Evaluasi program adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data secara sistematis tentang program penidikan luar sekolah, sebagai


(25)

masukan bagi pengambilan alternative keputusan. Alternatif keputusan itu antara lain untuk perhentian, perbaikan, modifikasi, perluasan, peningkatan, atau tindak lanjut program pendidikan luar sekolah.

Secara rinci komponen, proses dan tujuan program pendidikan luar sekolah yang sistemik menurut Sudjana (2006) adalah:

1. Masukan lingkungan (environmental input) meliputi lingkungan alam, sosial budaya, dan kelembagaan. Lingkungan alam terdiri atas lingkungan alam hayati dan lingkungan non hayati. Lingkungan sosial-budaya meliputi kondisi kependudukan dengan berbagai potensinya seperti kebiasaan, tradisi, lapangan pekerjaan, kebutuhan, ideologi dan aspirasi masyarakat. Lingkungan kelembagaan terdiri atas instansi-instansi pemerintah, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang terkait dengan program.

2. Masukan sarana (instrumental input) terdiri atas kurikulum atau program pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya.

3. Masukan individu ialah peserta didik yang terdiri atas warga belajar, peserta pelatihan, peserta penyuluhan, pemagang, santri, dan sebagainya. Peserta didik ini mempunyai karakteristik internal, yaitu atribut fisik, atribut psikis dan fungsional. Atribut fisik berupa usia, jenis kelamin, kondisi panca indera, dan lain-lain. Atribut psikis mencakup kesiapan belajar, motivsi, kemampuan mental, dan struktur kognisi. Sedangkan atribut fungsional meliputi pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan status sosial ekonomi keluarga.

4. Proses pendidikan melalui pembelajaran (processes) adalah interaksi edukatif antara seluruh masukan. Proses ini menyangkut pembelajaran, bimbingan atau


(26)

latihan. Proses pembelajaran yang perlu dievaluasi adalah interaksi edukasi antara peserta didik dan pendidik. Oleh karena itu, perlu diketahui partisipasi dan teknik pembelajaran yang digunakan.

5. Keluaran (output) adalah lulusan program pendidikan luar sekolah. Keluaran yang dievaluasi adalah kuantitas dan kualitas lulusan program setelah mengalami proses pembelajaran. Kuantitas adalah jumlah lulusan yang berhasil menyelesaikan proses pembelajaran sedangkan kualitas adalah perubahan tingkah laku peserta didik atau lulusan meliputi ranah afeksi (sikap), ranah kognisi (pengetahuan), dan ranah psikomotor (keterampilan). 6. Masukan lain (other input) adalah sumber-sumber atau daya dukung yang

memungkinkan lulusan dapat menerapkan hasil belajar (keluaran) dalam kehidupannya. Masukan lain ini dapat digolongkan ke dalam bidang bisnis, pekerjaan, dan aktivitas kemasyarakatan.

7. Pengaruh (outcome) adalah dampak yang dialami peserta didik atau lulusan setelah memperoleh dukungan dari masukan lain. Pengaruh ini dapat diukur dalam tiga aspek kehidupan, yaitu peningkatan taraf atau atau kesejahteraan hidup, upaya membelajarkan orang lain baik kepada perorangan, kelompok dan atau komunitas, dan keikutsertaan dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat.

2.4 Penelitian Terdahulu tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Pendidikan

Sebelum ini telah dilakukan beberapa penelitian-penelitian yang berhubungan dengan program-program pendidikan. Seperti yang telah dilakukan oleh Yuliantoro (2008) dalam tesisnya yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat


(27)

Melalui Kelompok Belajar Usaha (KBU) di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang mengkaji permasalahan yang menyebabkan kurang berkembangnya program Kelompok Belajar Usaha (KBU) dalam penelitian ini kurang berkembang. Menurut Yuliantoro (2008) kurang berkembangnya KBU dalam penelitian ini adalah dikarenakan (1) kurangnya minat dan motivasi warga belajar dikarenakan jenis keterampilan yang diajarkan kurang variatif. (2) pemasaran yang tidak berkembang. (3) keterbatasan modal. (4) masih banyaknya warga miskin dan pengangguran yang belum mengetahui tentang KBU.

Upaya pengembangan yang dilakukan KBU dalam penelitian Yuliantoro (2008) adalah dengan menampung aspirasi warga belajar, pengelola dan instruktur melalui diskusi. Selanjutnya, hasil diskusi tersebut disepakati untuk mengembangkan KBU yang lebih aspiratif dan partisipatif yang melibatkan seluruh stake holder dengan mengembangkan konsep good governance (tata kelola pemerintahan yang baik).

Berbeda dengan penelitian Bakhtiar (2003) yang menggunakan kelulusan, input dan peranan pihak sekolah sebagai indikator dan input dalam melakukan evaluasi program pendidikan mutu pendidikan di SLTP 3 Bengkalis. Bakhtiar (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa permasalahan yang terjadi pada SLTP 3 Bengkalis adalah dikarenakan kompetensi guru yang masih kurang, pengadaan buku dan alat pelajaran yang kurang memadai, kurang optimalnya peranan komite sekolah dan rendahnya peran serta masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di SLTPN 3 Bengkalis. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Bakhtiar (2003) mengemukakan bahwa Focus Group Discusion (FGD) merupakan pemecahan masalah untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.


(28)

Setelah menlakukan FGD, hasil FGD tersebut akan dijadikan pedoman dalam meningkatkan mutu pendidikan di SLTPN 3 Bengkalis. Adapun hasil FGD yang telah dilakukan adalah dengan melakukan program peningkatan mutu manajemen pendidikan yang akan dilaksanakan secara partisipatif oleh komite sekolah dan masyarakat naik secara langsung maupun tidak langsung.

Haryati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektifan Pembelajaran Kejar Paket B Setara SLTP menemukan bahwa terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran kejar Paket B. Faktor internal yang berhubungan dengan keefektifan adalah status sosial ekonomi warga belajar. Sedangkan faktor eksternal yang memiliki hubungan nyata degan keefektifan pembelajaran kejar Paket B adalah tersebut adalah materi, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orang tua, dan peluang kerja.

2.5 Kerangka Pemikiran

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan salah satu jalur pendidikan nonformal disamping pendidikan formal di sekolah. Adanya istilah belajar sepanjang hayat yang pada intinya menekankan bahwa tidak pernah ada kata terlambat bagi seseorang untuk belajar serta didasari adanya permasalahan pendidikan, maka pemerintah merintis sebuah wadah untuk menampung kegiatan belajar masyarakat untuk jalur nonformal yang diberi nama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Beragam program dikembangkan oleh PKBM, salah satunya adalah program kesetaraan (Paket A, B, dan C). Terkait dengan rendahnya angka partisipasi sekolah pada usia sekolah menengah maka penelitian ini akan


(29)

mengkaji lebih lanjut program kesetaraan Paket C. Secara umum, PKBM terbagi menjadi dua tipe, yaitu: PKBM negeri dan PKBM swasta. Sesuai dengan peranan PKBM sebagai jawaban pemerintah atas masalah pendidikan yang terjadi maka dalam penelitian ini tipe PKBM yang dikaji adalah PKBM negeri.

Evaluasi program menurut Sudjana (2006) dapat didefinisikan sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Sudjana (2006) juga menyebutkan komponen yang merupakan unsur-unsur terpenting dalam mengevaluasi Pendidikan Luar Sekolah. Unsur-unsur tersebut adalah: (a) masukan individu, (b) masukan lingkungan, (c) masukan sarana, (d) keluaran (output), (e) masukan lain, dan (f) pengaruh (outcome). Namun dalam penelitian kali ini peneliti hanya akan mengevaluasi sampai keluaran (output) dikarenakan batasan waktu yang dimiliki peneliti tidak memungkinkan untuk meneliti lebih jauh.

Peranan yang dikaji pada penelitian ini adalah keberhasilan PKBM Negeri 17 dalam mengembangkan karakteristik dasar bagi pengembangan PKBM sebagai wadah belajar masyarakat. Karakteristik yang dasar yang harus dikembangkan oleh PKBM sebagai wadah belajar masyarakat adalah PKBM sebagai tempat belajar, PKBM sebagai tempat tukar belajar bagi sesama warga belajar, PKBM sebagai sentra bertemunya segala lapisan masyarakat untuk saling bertukar ilmu, PKBM sebagai sumber pertukaran informasi bagi sesama warga belajar dan PKBM sebagai pusat penelitian masyarakat terkait dengan pendidikan nonformal.

Selain itu, penelitian ini juga mengevaluasi keberhasilan program Paket Cpada PKBM Negeri 17 dengan menghubungkan antara masukan, proses dan keluaran yang dimiliki oleh PKBM ini. Unsur-unsur yang dimiliki oleh masukan dan proses akan dikaitkan dengan keluaran yang keberhasilannya ditandai oleh tingkat pengetahuan dan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan.


(30)

Evaluasi akan dimulai dengan memasukkan faktor-faktor input yang dibagi kedalam tiga masukan yaitu masukan individu, masukan lingkungan dan masukan sarana. Masukan individu dibagi ke dalam empat sub variabel, yaitu usia, jenis kelamin, kondisi sosial-ekonomi, dan motivasi warga belajar. Masukan lingkungan adalah dukungan keluarga, dukungan lingkungan pergaulan serta lokasi pembelajaran. Sedangkan masukan sarana adalah kualitas pengajar yang disediakan oleh PKBM.

Selanjutnya peneliti akan mengevaluasi proses pembelajaran yang akan diukur melalui interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Menurut Sudjana (2006) interaksi ini menyangkut kehadiran peserta didik, serta keaktifan peserta baik di dalam maupun di luar kelas. Setelah itu, peneliti akan mencoba mengkaji keluaran (output) yang diterima oleh peserta didik. Keluaran yang dapat dievaluasi menurut Sudjana (2006) ada dua, yaitu kuantitas dan kualitas lulusan. Namun dalam penelitian ini hanya membahas kualitas peserta didik dilihat dari pengetahuan, yang akan dilihat berdasarkan nilai ujian, dan sikap terhadap keberlanjutan pendidikan.

Variabel-variabel yang dievaluasi pada penelitian ini merupakan variabel-variabel yang sebelumnya sudah pernah digunakan oleh peneliti lain. Digunakannya kembali variabel-variabel yang pernah digunakan oleh peneliti lain dalam penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan yang terdapat pada PKBM Negeri 17 yang didominasi masyarakat putus sekolah dan nelayan urban dengan PKBM lain yang berbeda komunitas.


(31)

MASUKAN

PROSES KELUARAN

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Evaluasi Pendidikan Program Kesetaraan Paket C

 30  PROSES

- Tingkat kehadiran - Tingkat keaktifan

Faktor Individu 

- Usia

- Jenis kelamin

‐ Tingkat sosial ekonomi

‐ Motivasi

OUTPUT 

‐ Tinkat pengetahuan

‐ Sikap terhadap keberlanjutan

pendidikan

Faktor Sarana 

‐ Kualitas pengajar

Faktor Lingkungan 

‐ Tingkat dukungan keluarga

‐ Tingkat dukungan

pergaulan


(32)

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat kehadiran

2. Diduga terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan tingkat

kehadiran

3. Diduga terdapat hubungan nyata antara sosial ekonomi dengan tingkat

kehadiran

4. Diduga terdapat hubungan nyata antara motivasi dengan tingkat kehadiran

5. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat dukungan keluarga dengan

tingkat kehadiran

6. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat dukungan lingkungan

pergaulan dengan tingkat kehadiran

7. Diduga terdapat hubungan nyata antara jarak lokasi pembelajaran dengan

tingkat kehadiran

8. Diduga terdapat hubungan nyata antara kualitas pengajar dengan tingkat

kehadiran

9. Diduga terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat keaktifan

10. Diduga terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan tingkat

keaktifan

11. Diduga terdapat hubungan nyata antara sosial ekonomi dengan tingkat

keaktifan

12. Diduga terdapat hubungan nyata antara motivasi dengan tingkat keaktifan

13. Diduga terdapat hubungan nyata antara dukungan keluarga dengan tingkat

keaktifan

14. Diduga terdapat hubungan nyata antara lingkungan pergaulan dengan tingkat


(33)

15. Diduga terdapat hubungan nyata antara lokasi pembelajaran dengan tingkat keaktifan

16. Diduga terdapat hubungan nyata antara kualitas pengajar dengan tingkat

keaktifan

17. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat kehadiran dengan tingkat

pengetahuan

18. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat keaktifan dengan tingkat

pengetahuan

19. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat kehadiran dengan sikap

terhadap keberlanjutan pendidikan

20. Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat keaktifan dengan sikap

terhadap keberlanjutan pendidikan

2.7 Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa definisi operasional yang digunakan untuk mencegah terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang ditetapkan dalam mengukur variabel, sehingga pengukuran tehadap variabel dapat dilakukan secara jelas dan terukur. Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

(I) Masukan 1. Faktor individu

Faktor individu merupakan karakter internal peserta didik, karakter internal tersebut meliputi usia, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi dan motivasi peserta.

1. Usia merupakan lamanya tahun selama warga belajar hidup yang di hitung


(34)

warga belajar dikategorikan menjadi dua, yaitu: rendah < 20 tahun, dan tinggi

≥20 tahun.

2. Jenis kelamin adalah jenis kelamin warga belajar yang dikategorikan 1=

laki-laki dan 2= perempuan.

3. Sosial ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi warga belajar yang terdiri atas

gabungan beberapa jenis pertanyaan seputar kondisi ekonomi dan sosial. Gabungan pertanyaan ini akan menghasilkan jumlah skor paling tinggi 24 dan paling rendah 0. Kemudian berdasarkan jumlah skor gabungan tersebut maka data hasil pengukuran diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu: rendah < 12

dan tinggi ≥ 12

4. Motivasi adalah dorongan yang timbul dalam diri warga belajar yang disadari

karena adanya kebutuhan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk mengukur motivasi, peneliti mengajukan pernyataan yang dipilih oleh warga belajar berdasarkan tingkat persetujuan masing-masing warga belajar. Setiap pernyataan memiliki lima skala dari yang Sangat Tidak Setuju, skor=1 hingga Sangat Setuju, skor=5. Motivasi warga belajar dikategorikan menjadi dua,

yaitu; rendah< 55 dan tinggi ≥55

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan karakteristik eksternal peserta didik berkaitan dengan lingkungan kehidupan peserta didik meliputi dukungan keluarga, lingkungan pergaulan, serta lokasi pembelajaran.

1. Tingkat dukungan keluarga adalah dorongan yang diberikan anggota keluarga

terhadap warga belajar untuk mengikuti paket C. Dorongan dapat berupa biaya, motivasi, semangat, dan perhatian. Pertanyaan ini menggunakan


(35)

pengukuran ordinal dengan memberikan pernyataan berskala, dengan nilai sangat tidak setuju skor=1 hingga sangat setuju skor=5. Tingkat dukungan

keluarga dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah< 34 dan tinggi ≥ 34

2. Tingkat dukungan lingkungan pergaulan adalah dukungan dan dorongan yang

didapat oleh peserta didik dari lingkungan pergaulannya. Pertanyaan untuk mengukur variabel ini meliputi jumlah teman yang sebelumnya pernah mengikuti Paket C, tanggapan teman-teman dan tindakan apa yang dilakukan oleh teman warga belajar jika mereka mendukung. Tingkat dukungan

lingkungan pergaulan dikategorikan menjadi dua, yaitu: rendah≤ 6 dan

tinggi> 6

3. Jarak lokasi pembelajaran adalah jarak antara tempat tinggal peserta didik

dengan tempat dimana proses belajar mengajar berlangsung. Pertanyaan mengenai lokasi pembelajaran meliputi jarak antara rumah peserta didik dengan lokasi pembelajaran, alat transportasi yang digunakan peserta didik dan besarnya ongkos yang dikeluarkan oleh peserta didik. Skor tertinggi untuk variabel ini adalah 10. Jarak lokasi pembelajaran dibagi menjadi dua

kategori, yaitu: dekat< 7 dan jauh≥ 7.

3. Faktor Sarana

Faktor sarana adalah sarana maupun prasarana yang tersedia di dalam Kelompok Belajar Paket C. Dalam hal ini yang dinilai hanyalah kualitas pengajar karena minimnya sarana yang terdapat di PKBM ini.

1. Kualitas pengajar adalah kemampuan tutor untuk menjalankan tugas dan

peranannya sebagai pengajar. Kualitas pengajar ini dinilai oleh responden berdasarkan kedisplinan tutor, penguasaan materi, cara mengajar, dan motivasi


(36)

terhadap siswa. Kualitas pengajar diukur kepada masing-masing tutor dengan menggunakan skala ordinal dengan skala sangat tidak setuju, skor=1 sampai sangat setuju, skor=5. Kualitas pengajar dikategorikan menjadi dua, yaitu;

rendah< 86 dan tinggi ≥ 86

(II) PROSES

1. Tingkat kehadiran

Kehadiran adalah jumlah total kehadiran peserta selama 6 bulan terakhir selama proses pembelajaran berlangsung. Untukmendapatkan data yang lebih

valid, selain menanyakan kepada responden, peneliti juga menggunakan absen dari sekretariat. Dari keseluruhan pertemuan dalam 6 bulan terdapat 90 kali pertemuan, namun pada prakteknya paling banyak peserta yang datang hanya 60 kali dalam 6 bulan. Berdasarkan itu maka peneliti merumuskan bahwa tingkat kehadiran dikategorikan rendah jika responden memiliki total kehadiran 30 kebawah dan dikategorikan tinggi jika responden memiliki kehadiran diatas 30 kali dalam 6 bulan terakhir

2. Tingkat keaktifan

Keaktifan adalah intensitas peserta didik dalam bertanya, berdiskusi, mengerjakan tugas yang diberikan oleh tutor maupun sesama peserta didik yang dilakukan di dalam proses pembelajaran maupun di luar jam pembelajaran. Pertanyaan untuk mengukur variabel ini menggunakan jenis pertanyaan ordinal dengan skala nilai 1-5. Tidak pernah, skor=1 sampai Selalu, skor=5. Berdasarkan rata-rata total dari jawaban setiap responden, diperoleh hasil sebesar 43,5.


(37)

Berdasarkan hasil rata-rata tersebut, maka peneliti mengkategorikan tingkat

keaktifan menjadi tinggi dan rendah. Rendah < 43 dan tinggi ≥ 43

(III) OUTPUT

1. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil evaluasi dari nilai hasil ujian sebagai bukti adanya peningkatan pengetahuan. Indikator yang digunakan adalah nilai hasil ujian mereka yang meliputi dua mata pelajaran UAN (Matematika dan Bahasa Inggris) dan dua mata pelajaran UAS (Pkn dan Geografi). Tingkat pengetahuan

dikategorikan menjadi dua, yaitu; rendah < 26 dan tinggi ≥ 26

2. Sikap terhadap keberlanjutan pendidikan

Sikap adalah perubahan pola pikir, perasaan, nilai, dan dorongan yang terpancar dari perilaku terhadap keinginan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Variabel ini diukur menggunakan skala ordinal dengan skala sangat tidak setuju, skor=1 sampai sangat setuju, skor=5. Berdasarkan nilai tersebut didapatkan hasil rata-rata total dari seluruh responden sebesar 46. Berdasarkan jumlah rata-rata tersebut, maka peneliti mengkategorikan sikap


(38)

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei. Dalam penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Umumnya, penelitian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Hal ini berbeda dari sensus yang informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi (Singarimbun dan Effendi, 1989).

Metode survei digunakan dalam evaluasi program dengan maksud menjajagi, mengumpulkan, menggambarkan, dan menerangkan aspek-aspek yang dievaluasi. Dalam kegiatan menjajagi, mengumpulkan dan menggambarkan data, metode ini berguna mengungkap situasi atau peristiwa dari akumulasi informasi yang deskriptif. Metode survei dapat menjadi bagian dari metode deskriptif, dan digunakan dalam evaluasi dengan mengumpulkan data dari sampel dengan menggunakan instrumen pengumpulan data, yaitu angket dan wawancara sehingga hasil pengolahan data dapat mewakili populasi yang relatif besar jumlahnya (Sudjana, 2006).

Metode survei menurut Singarimbun (1989), adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang berkaitan dengan identitas individu, penilaian tentang motivasi, kondisi sosial ekonomi, dukungan keluarga,


(39)

kualitas pengajar, partisipasi dalam proses pembelajaran, dan output berupa hasil ujian dan sikap yang terlihat setelah mengikuti proses pembelajaran dengan maksud untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelompok belajar Paket C PKBM Negeri 17 Penjaringan, Jakarta Utara. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara

sengaja (purposive) berdasarkan beberapa pertimbangan bahwa: (1) Tingginya

jumlah masyarakat miskin dan putus sekolah di sekitar wilayah Kelurahan Penjaringan, (2) Kemudahan dalam mengakses tempat penelitian.

Kegiatan yang dilakukan selama rentang waktu penelitian ini berlangsung meliputi kegiatan pra-studi lapang, studi lapang dan pasca studi lapang.Kegiatan

pra-studi lapang dengan melakukan survey atau penjajagan di PKBM

tersebutuntuk mengetahui gambaran kondisi tempat penelitian sebelum dilaksanakan penelitian.Penjajagan ini dilaksanakan pada bulan April 2011. Kegiatan ini juga berguna untuk penyusunan instrumen penelitian berupa kuesioner, sehingga didapatkan gambaran yang lebih nyata dan akurat mengenai variabel-variabel yang akan diukur. Selanjutnya, kegiatan studi lapang merupakan kegiatan inti penelitian dan pengambilan data di lapangan dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan observasi (pengamatan). Waktu pelaksanaan penelitian dan pengambilan data di lapangan dilakukan selama satu bulan yaitu Juni-Juli 2011. Setelah kegiatan penelitian dan pengambilan data, peneliti melakukan kegiatan pasca studi lapang berupa penulisan laporan penelitian (skripsi).


(40)

3.3 Metode Penentuan Responden

Populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun, 1989). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga belajar Paket C yang duduk di kelas III. Unit analisis dari responden yang dipilih adalah individu. Penentuan Sampel dilakukan dengan pengambilan sampel non probabilitas. Teknik non probabilitas yang digunakan adalah sampel aksidental. Sampel aksidental didefinisikan sebagai pencarian sejumlah unsur dengan memilih unsur yang paling mudah diperoleh peneliti dan unsur tersebut tidak memiliki suatu karakteristik tertentu (Black, 1992). Masih menurut Black (1992), pengambilan sampel dengan menggunakan teknik ini benar-benar dipandu hanya berdasarkan kemudahan dan faktor biaya. Kerugian utama dengan menggunakan metode penarikan sampel ini adalah temuan yang didapat tidak dapat digenerilisasikan.

Dari data yang tersedia, jumlah peserta yang terdaftar untuk mengikuti Paket C kelas III berjumlah 75 orang. Dari 75 orang tersebut dipilih 30 orang

sebagai sampel. Responden dipilih secara accidental berdasarkan jumlah warga

belajar yang hadir pada saat pembelajaran.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan serta pedoman wawancara untuk kepentingan kelengkapan penjelasan (eksplanasi) data primer, termasuk untuk kepentingan pengamatan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi dalam 2 sumber, yaitu data primer dan data sekunder. Data-data tersebut adalah sebagai berikut:


(41)

1. Data primer, yaitu data mengenai variabel utama yang meliputi beberapa indikator variabel-variabel yang diteliti. Data atau informasi ini diperoleh melalui wawancara (panduan kuesioner) dengan responden. Selain itu data juga digali dari pengelola PKBM.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi, atau lembaga terkait,

serta hasil penelitian yang telah dipublikasikan. Data ini meliputi: (1) absensi tutor dan responden (2) data mengenai daftar nama tutor PKBM Negeri 17 Penjaringan (3) hasil-hasil penelitian sebelumnya dan (4) hasil ujian UAS dan UAN responden

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Jawaban yang diperoleh dari kuesioner berupa raw data kemudian

dikelompokkan berdasarkan variabelnya dalam bentuk transfer sheet. Adapun

variabel yang dikelompokkan yaitu: variabel input, proses, dan output.

Selanjutnya data yang terkumpul diolah dengan menghitung jumlah dan persentase responden menurut kategori variabel-variabel tersebut.

Pengolahan data kuantitatif dilakukan degan Uji Korelasi Chi-Square. Uji

Korelasi Chi-Square digunakan untuk mengukur variabel pengaruh dengan

terpengaruh. Dalam penelitian ini, yaitu antara masukan dengan proses dan proses dengan output. Hasil uji juga ditampilkan dalam bentuk tabel silang antara variabel pengaruh dengan terpengaruh. Pengujian ini menggunakan program


(42)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah dan Organisasi PKBM Negeri 17

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 17 yang berada di wilayah Penjaringan ini pada awalnya merupakan Lembaga Pendidikan dan Kursus (LPK) yang didirikan oleh pemerintah pada tahun 1992. Melalui LPK ini pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah LPK melalui proses pendidikan. Saat didirikan, LPK ini memiliki beberapa bidang pendidikan keterampilan, antara lain menjahit, perbaikan mesin, dan merias wajah.

Pada saat didirikan, LPK ini merupakan salah satu LPK percontohan di Jakarta. Saat itu, lulusannya banyak diterima bekerja di perusahaan besar seperti P.T. Astra. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas LPK ini tergolong baik.

Pada tahun 2000, pemerintah mengubah LPK ini menjadi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai bagian dari pengembangan program Pendidikan Luar Sekolah (PLS) oleh pemerintah pusat. Program pendidikan luar sekolah ini pada dasarnya memiliki tujuan yang tidak jauh berbeda dengan LPK yang sebelumnya telah ada, hanya terdapat beberapa penambahan dan penyesuaian program yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Lingkup pendidikan luar sekolah meliputi:

a. Pendidikan anak usia dini yang dilakukan melalui kelompok bermain dan

taman pendidikan anak,

b. Pendidikan keaksaraan yang merupakan garapan utama program keaksaaraan


(43)

c. Pendidikan kesetaraan yang dilakukam melalui program paket A setara SD, paket B setara SLTP, dan paket C setara SMU,

d. Pendidikan kecakapan hidup yang menjadi bidang garapan program kelompok

belajar usaha (KBU), kursus-kursus, pelatihan keterampilan, magang, sanggar, padepokan, dan sebagainya.

Saat ini, PKBM Negeri 17 merupakan satu-satunya PKBM yang berstatus ‘negeri’ di wilayah Kecamatan Penjaringan. Untuk saat ini, PKBM Negeri 17 hanya memiliki program kesetaraan A, B dan C. Adapun program lain seperti kursus keterampilan, PAUD, dan KF tidak berada dalam asuhan PKBM melainkan Program Luar Sekolah yang memiliki manajemen yang berbeda dari

PKBM. Program kesetaraan yang dimiliki oleh PKBM Negeri 17 ini berada di

bawah pimpinan Bpk. Maringan Purba selaku penanggung jawab (Penjab) dan

Kepala Seksi Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) Kecamatan

Penjaringan, yaitu Ibu Fitri Suryawati.

Program kesetaraan pada PKBM ini merupakan upaya pemerintah untuk pemerataan pendidikan bagi warga masyarakat, khususnya masyarakat putus sekolah dari kalangan ekonomi menengah ke bawah di dalam komunitas Penjaringan. Sasaran penyelenggaraan PKBM adalah agar seluruh masyarakat

mendapatkan pendidikan yang layak dan memiliki skill (keterampilan) yang lebih

baik sebagai bekal untuk melanjutkan hidupnya yang menghasilkan pendapatan yang layak di masa datang sesuai dengan kondisi warga belajar. Selain itu, PKBM ini juga ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa saat ini sekolah tidak mahal dan dapat diikuti oleh berbagai kalangan usia. Setelah berubah menjadi PKBM, lembaga ini sudah menghasilkan beberapa lulusan yang telah terjun ke masyarakat. Namun PKBM ini tidak memiliki arsip atau dokumentasi lengkap


(44)

yang dapat menunjukkan bagaimana perkembangan lulusannya setelah menyelesaikan Paket C di tempat ini.

Dari sisi pengorganisasian, PKBM ini juga telah beberapa kali berganti penanggung jawab, namun, sekali lagi disayangkan, tidak terdapat arsip yang dapat menggambarkan perkembangan keorganisasian lembaga ini setelah berdiri. Pemanfaatan program Paket C oleh masyarakat hanya dapat dibuktikan dengan bertambahnya jumlah peserta program kesetaraan setiap tahunnya.

4.1.1 Struktur Organisasi PKBM Negeri 17

PKBM Negeri 17 memiliki struktur personal yang tersusun dari beberapa

tingkat jabatan yang mencerminkan tugas masing-masing komponen di dalamnya. Struktur organisasi PKBM Negeri 17 secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan berikut.

Gambar 2. Struktur Organisasi PKBM Negeri 17 Warga Belajar

Tutor Sekertaris

Indra Bendahara

Karep

Penanggung Jawab Maringan Purba

Tata Usaha M.Ridwan  Kasi dikmenti


(45)

Gambar 2 menunjukkan struktur organisasi PKBM Negeri 17 Penjaringan. Dari gambar tersebut diketahui bahwa susunan paling atas dikepalai oleh Penilik kasi dikmenti yang selain mengepalai PKBM juga mengepalai semua bidang pendidikan menengah dan tinggi baik secara formal maupun informal di daerah Penjaringan. Di bawah Kasi Dikmenti terdapat Penanggung Jawab yang mengepalai sekretaris, bendahara dan termasuk tutor dan warga belajar.

Tugas penanggung jawab pada PKBM tidak ada ubahnya seperti kepala sekolah pada sekolah formal. Namun sangat disayangkan berdasarkan hasil pengamatan peneliti, penanggung jawab di PKBM ini tidak hadir dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Beliau menyerahkan hampir seluruh kegiatan operasional PKBM kepada sekretarisnya, sehingga penanggung jawab hanya sesekali hadir mengontrol. Penanggung jawab pada PKBM Negeri 17 ini juga bukan berasal dari kalangan pengajar seperti layaknya kepala sekolah pada umumnya. Beliau adalah pegawai negeri sipil yang bekerja pada pemerintah daerah Jakarta Utara. Berdasarkan pengamatan penulis, yang lebih aktif mengatur dan menjalankan PKBM adalah Indra, Sekretaris Penjab. Sekretaris Penjab pada PKBM ini datang dari pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore dan hadir lagi pada saat mulai pembelajaran dari pukul 7 hingga setengah 10 malam hari.

4.1.2 Visi dan Misi PKBM Negeri 17

Sejalan dengan visi dan misi PKBM secara umum, PKBM Negeri 17 memiliki visi prima dalam pelayanan, unggul dalam prestasi. Sedangkan misi yang dianut oleh PKBM Negeri 17 dalam upaya mewujudkan visinya adalah sebagai berikut:


(46)

1. Peningkatan keimanan, ketaqwaan dan profesionalisme penyelenggara dan pengelola pendidikan

2. Peningkatan akses dan pencapaian standar nasional layanan pendidikan

3. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing global

4. Pemantapan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publikasi pendidikan

5. Peningkatan peran serta masyarakat dalam masyarakat

Visi dan misi ini adalah acuan bagi PKBM Negeri 17 dalam menjalankan program-programnya sebagai upaya untuk meningkatkan serta menjalankan amanat yang dimiliki oleh PKBM secara umum.

4.2 Profil Wilayah dan Komunitas Penjaringan

Secara geografis, Kelurahan Penjaringan memiliki dataran yang sangat rendah yaitu sekitar 1 meter di bawah permukaan air laut, dan di lewati tiga sungai yang mengalir ke laut sehingga menyebabkan daerah ini rawan banjir. Sebagai salah satu kelurahan yang berada di bawah wilayah administratif Kecamatan Penjaringan, Kelurahan ini merupakan salah satu daerah kawasan industri, pergudangan dan pusat perdagangan di daerah Jakarta Utara.

Peruntukan tanah di wilayah ini terdiri dari industri, perdagangan,

pelabuhan, ruko, apartemen, mall, perhotelan, rumah susun, properti dan

pemukiman penduduk. Sebagian besar mata pencahariaan penduduk di daerah ini menengah ke bawah, yang terdiri dari buruh, karyawan, dan pedagang. Lapangan pekerjaan yang sulit menyebabkan pengangguran dan kemiskinan meningkat.


(47)

4.2.1 Kependudukan 4.2.1.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kelurahan Penjaringan sampai dengan bulan Mei 2011 adalah 78.136 jiwa dengan luas pemukiman penduduk ± 168,43 ha dan jumlah kepadatan penduduk 20.067/km.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Penjaringan

Jakarta Utara, 2011

No Umur WNI WNA Jumlah

keseluruhan

Lk Pr Jumlah Lk Pr Jumlah

1 0-4 3.617 3.564 7.181 - - - 7.181

2 5-9 2.926 2.845 5.771 - - - 5.771

3 10-14 2.735 2.622 5.357 - - - 5.357

4 15-19 3.750 2.961 6.711 - - - 6.711

5 20-24 4.586 3.470 8.056 1 1 2 8.058

6 25-29 4.209 2.720 6.929 1 1 2 6.931

7 30-34 3.930 2.136 6.066 1 1 2 6.068

8 35-39 3.708 2.380 6.088 1 1 2 6.090

9 40-44 3.470 2.367 5.837 - - - 5.837

10 45-49 3.385 1.950 5.335 - - - 5.335

11 50-54 2.948 1.627 4.575 - - - 4.575

12 55-59 2.753 1.185 3.938 1 1 2 3.940

13 60-64 2.003 1.042 3.045 - - - 3.405

14 65-69 926 582 1.508 - - - 1.508

15 70-74 785 395 1.182 - - - 1.182

16 75> 330 217 547 - - - 547

17 jumlah 46.061 32.065 78.126 5 5 10 78.136

Sumber: Laporan Bulanan Kantor Kelurahan Penjaringan Bulan Mei 2011

Data Tabel 2 di atas dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, yaitu: (1) usia belum produktif, yaitu antara 0 sampai 14 tahun sebanyak 18.309 orang;


(48)

(2) usia produktif, yaitu antara 15 sampai 59 tahun sebanyak 53.545; dan (3) usia tidak produktif, yaitu antara 60 tahun ke atas sebanyak 6.642

4.2.1.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pendudukan Kelurahan Penjaringan terdiri atas 13.559 orang tidak sekolah, 13.190 orang tidak tamat SD, 3.354 orang putus sekolah SMP, 3.057 orang putus sekolah SMA dan 2.471 putus akademi. Secara lengkapnya terdapat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kelurahan Penjaringan Jakarta, 2011

Pendidikan Jenis kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

Status Pendidikan

Tidak sekolah 8.261 5.298 13.559

Tidak tamat SD 8.060 5.130 13.190

Tamat SD 8.413 5.530 13.943

Tamat SMP 8.880 7.280 16.160

Tamat SMA 9.090 7.737 16.827

Tamat akademi 3.370 2.098 5.468

Putus sekolah

Tidak sekolah 2.060 2.016 4.076

SD 1.842 1.830 3.672

SMP 1.627 1.727 3.354

SMA 1.530 1.527 3.057

Akademi 1.268 1.203 2.471

Sumber: Laporan Bulanan Kantor Kelurahan Penjaringan Bulan Mei 2011

Angka di atas menunjukkan bahwa masalah pendidikan, terutama putus sekolah, di Kelurahan Penjaringan merupakan masalah yang cukup serius bagi komunitas daerah ini. Faktor utama penyebab rendahnya tingkat pendidikan di wilayah ini adalah rendahnya kondisi ekonomi masyarakat yang didominasi oleh


(49)

warga yang kebanyakan adalah nelayan urban dan orang perantauan dari daerah yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan. Oleh karena itu, keberadaan wadah pendidikan nonformal di daerah ini sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar agar dapat memperbaiki kualitas hidup.

Keberadaan PKBM Negeri 17 ini sebenarnya merupakan jawaban atas permasalahan pendidikan dalam rangka memberdayakan masyarakat Penjaringan. PKBM sebagai sumber informasi, diharapkan mampu memperbaiki kualitas pendidikan dan kemampuan dalam bidang keterampilan fungsional yang berorientasi pada pemberdayaan potensi masyarakat setempat melalui pendekatan pendidikan berbasis masyarakat sehingga dapat menaikkan taraf hidup masyarakat daerah ini.

4.3 Paket C

4.3.1 Proses Pembelajaran

Warga belajar yang mengikuti proses pembelajaran di Paket C PKBM Negeri 17 ini adalah warga masyarakat yang memiliki karakteristik sebagai berikut; (1) berusia antara 15-44 tahun yang belum mengikuti pendidikan SMA/MA, (2) sudah lulus SMP/ Paket B/ sederajat, (3) anak putus sekolah SMA/

dropped out, (4) diutamakan masyarakat yang berasal dari wilayah sekitar tetapi tidak menutup kemungkinan masyarakat dari luar lingkungan.

Pada umumnya, Paket C memiliki jam pertemuan pagi dan sore hari tergantung dari ketersediaan waktu yang dimiliki warga belajar. Namun pada Paket C di PKBM ini mayoritas warga belajar telah memiliki pekerjaan, sehingga waktu belajar disesuaikan dengan warga belajar yang telah bekerja yaitu hanya pada sore hingga malam hari. Ketika hal ini ditanyakan kepada pihak pengelola


(50)

PKBM, mereka menjawab bahwa hanya terdapat pertemuan pada sore hari dikarenakan hanya beberapa orang yang dapat mengikuti Paket C pada siang hari, sehingga demi keefisienan waktu maka hanya diadakan pertemuan pada sore hari, mengikuti mayoritas warga belajar. Peserta paket C ini pada umumnya adalah warga belajar yang telah memiliki pekerjaan walaupun ada juga sebagian warga belajar yang belum memiliki pekerjaan atau tidak bekerja seperti, ibu rumah tangga.

Proses pembelajaran Paket C ini berlangsung yaitu pada sore hingga malam hari, terjadwal dari hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu. Pada pukul 19.00 hingga 21.00 WIB. Tetapi jadwal tersebut dibagi lagi untuk Paket A kelas I, II, dan III. Untuk Paket C kelas I dan II, kegiatan pembelajaran terjadwal dari hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis. Sedangkan untuk kelas III pembelajaran dimulai dari hari Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu. Berdasarkan program pembelajaran di Paket C terdapat kelompok mata pelajaran dan kelompok kecakapan hidup berupa kursus-kursus. Namun kelompok kecakapan hidup saat ini bukan merupakan program yang wajib diikuti oleh warga belajar sehingga untuk sementara program ini ditiadakan dikarenakan kurangnya minat dari peserta. Adapun kursus yang tersedia pada PKBM ini, berada diluar pengelolaan Paket Kesetaraan. Sedangkan untuk kelompok mata pelajaran, saat ini hanya tersedia kelas IPS untuk Paket C sehingga mata pelajaran yang dipelajari hanya meliputi mata pelajaran yang diujiankan pada saat ujian nasional, yaitu: PKN, Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Ekonomi, Sosiologi dan Geografi.


(51)

Pada program pembelajaran Paket C pada PKBM ini, setiap warga belajar diwajibkan membayar iuran sebesar Rp. 25.000 per bulan dan uang ujian sebesar Rp. 600.000 yang dibayarkan secara dicicil tanpa tenggang waktu. Menurut informan, adanya iuran tersebut dikarenakan saat ini pemerintah sudah tidak lagi mensubsidi anggaran untuk dana bantuan Paket C. Pemerintah hanya mensubsidi anggaran untuk program kesetaraan PKBM lainnya seperti Paket A dan B. Namun ketika ditanyakan apakah para warga belajar di ikutsertakan dalam membuat keputusan tentang biaya yang harus dibayarkan tersebut, tidak ada satu warga belajar pun yang merasa pernah dimintai pendapat tentang kebijakan apapun baik soal biaya yang harus dibayarkan per bulan maupun soal ketentuan jam belajar.

Berdasarkan fungsinya sebagai learning society, PKBM Negeri 17 belum

menjalankan kelima fungsi yang ada. PKBM, Paket C pada khususnya, hanya menjalankan salah satu fungsi dari lima fungsi yang ada. PKBM ini hanya menjalankan fungsinya sebagai tempat masyarakat belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Namun PKBM Negeri 17 ini belum dapat menjalankan fungsi-fungsi lainya seperti, tempat tukar belajar, pusat pengetahuan dan informasi atau perpustakaan masyarakat, sebagai sentra pertemuan berbagai lapisan masyarakat, ataupun pusat penelitian masyarakat karena penulis merupakan peneliti pertama yang mengkaji tentang evaluasi program Paket C pada PKBM Negeri 17 ini.

4.3.2 Kurikulum

Berdasarkan buku Acuan Proses Pelaksanaan dan Pembelajaran Pendidikan Kesetaraan kurikulum tingkat satuan Pendidikan Kesetaraan, program Paket A, Paket B, dan Paket C dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip


(52)

berikut; berpusat pada kehidupan, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, menyeluruh dan berkesinambungan, dan prinsip belajar sepanjang hayat. Namun, pada penerapannya hal tersebut diserahkan kepada masing-masing dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangannya.

Paket C pada PKBM Negeri 17 sendiri menerapkan jenis kurikulum yang umum digunakan oleh sekolah negeri ataupun program kesetaraan di tempat lain. Tidak terdapat kekhususan dalam metode mengajar yang digunakan pada PKBM ini. Seluruh tutor menggunakan metode mengajar dengan cara ceramah di depan kelas. Metode tanya jawab maupun diskusi jarang dilakukan oleh tutor.

4.3.3 Sarana dan Prasarana

Jenis dan jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki PKBM ini dapat dilihat berdasarkan daftar berikut:

Daftar 1. Jenis dan Jumlah Sarana Prasarana PKBM Negeri 17 Penjaringan, 2011

Jenis Jumlah Gedung ruang PKBM 1 lantai

Ruang kantor 1 ruang

Ruang kelas 3 ruang

Ruang guru 1 ruang

Kamar kecil/WC 1 ruang

Ruang computer 1 ruang

Komputer 10 buah

Meja kantor 4 buah

Kursi kantor 4 buah

Meja belajar 48 buah

Kursi belajar 80 buah

Papan tulis 4 buah

Lemari 2 buah

Rak buku 2 buah

Modul Paket C 78 buah


(53)

Dari daftar yang terdapat di atas dapat dilihat bahwa PKBM Negeri 17 ini masih memiliki sarana dan prasarana yang seadanya. Kelas yang ditunjukkan oleh Gambar 3 adalah kelas yang biasa digunakan oleh warga belajar Paket C kelas 3 untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Kelas ini juga merupakan kelas utama

yang terdapat di PKBM ini. Ruang kelas lain yang tersedia lebih sempit dan

pengap bila dibandingkan kelas yang terdapat di gambar.

Gambar 3. Situasi kelas yang digunakan warga belajar Paket C

Dari gambar di atas jelas terlihat bahwa sarana dan prasarana yang tersedia di PKBM Negeri 17 ini tergolong dalam kondisi yang cukup baik walupun tata letaknya kurang rapi dan banyak coretan namun, secara umum kondisinya masih sangat layak pakai. Permasalahan yang dihadapi adalah seiring dengan meningkatnya jumlah peserta program kesetaraan setiap tahunnya, kursi dan meja yang sekarang tersedia menjadi kurang memadai untuk mencukupi kebutuhan warga belajar. Pemerintah sebenarnya sudah menawarkan untuk menambah sarana seperti kursi dan meja namun karena keterbatasan ruang maka hal tersebut urung dilakukan.


(54)

4.3.4 Tutor

Terdapat beberapa tutor yag mengajar secara tetap di PKBM Negeri 17 ini.

Berdasarkan peraturan pemerintah yang tertuang pada buku acuan program kesetaraan, syarat minimal untuk menjadi tutor program kesetaraan di wilayah perkotaan adalah lulusan S-1. Persyaratan tersebut berusaha untuk diikuti oleh seluruh PKBM yang terdapat di seluruh ibukota Jakarta termasuk di PKBM Negeri 17 ini. Namun karena terbatasnya sumber daya manusia yang ada, maka tidak seluruh tutor di PKBM ini merupakan lulusan S-1. Tabel 2 menyajikan jumlah dan persentase tutor yang mengajar pada PKBM ini.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Tutor Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan di PKBM Negeri 17 Jakarta, 2011

Jenis Kelamin

Pendidikan Jumlah Persentase

S-1 D-3

Laki-Laki 8 2 10 76,9

Perempuan 1 2 3 23,1

Total 9 4 13 100,0

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar tutor yang ada di PKBM ini merupakan lulusan S-1. Menurut informasi yang didapat peneliti, sebagian besar tutor tersebut adalah guru di sekolah formal. Tutor-tutor tersebut juga tidak hanya mengajar di sekolah formal dan di PKBM ini saja, namun mereka mengajar di tiga sekolah di daerah berbeda. Ketika hal ini dikonfirmasi langsung ke salah tutor, tutor tersebut menjawab hal itu dilakukan untuk menambah penghasilan karena sebagian besar tutor yang mengajar di PKBM ini belum menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).


(55)

Kondisi ini sebenarnya sangat tidak menguntungkan bagi warga belajar karena padatnya jadwal yang dimiliki oleh para tutor akan mempengaruhi kualitas pengajaran yang diberikan oleh tutor kepada warga belajar. Hal tersebut dapat dimaklumi karena kondisi fisik para tutor pasti telah mengalami keletihan setelah mengajar dari tempat ke tempat lain. Hal ini secara tidak langsung akan membuat para tutor tidak lagi merasa cukup punya tenaga untuk mengajar sehingga para tutor akan mengajar dengan ‘seadanya’. Namun begitu, penulis bisa mengerti kondisi yang harus dihadapi para tutor. Mereka terpaksa melakukan pengajaran di berbagai tempat karena gaji yang kurang memadai.


(56)

BAB V

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17

5.1 Faktor Individu

Sesuai dengan pemaparan pada metodologi, yang menjadi responden pada penelitian ini adalah warga belajar pada PKBM Negeri 17 Penjaringan yang sedang mengikuti Program Kesetaraan Paket C di kelas III. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam dengan beberapa warga belajar, adapun warga belajar di PKBM ini memiliki beberapa karakteristik yang akan diurai dalam sub-sub bab berikutnya.

5.1.1 Jenis Kelamin

Mayoritas warga belajar, yaitu sebanyak 59 persen adalah laki-laki dan sisanya sebanyak 41 persen adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah bahwa Paket C diperuntukkan bagi masyarakat dengan golongan dan jenis kelamin apapun.

5.1.2 Usia

Usia adalah lamanya tahun selama warga belajar hidup yang dihitung sejak lahir sampai menjadi warga belajar dalam penelitian ini. Rata-rata warga belajar pada PKBM ini memiliki usia di atas standar usia anak sekolah pada tingkat SMA pada umumnya. Pada penelitian ini, usia warga belajar dibagi ke dalam 2 kategori yaitu rendah dan tinggi. Dikategorikan tinggi bila umur warga


(1)

kehadiran * Jenis Kelamin

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .814a 1 .367

Continuity Correctionb .277 1 .599

Likelihood Ratio .824 1 .364

Fisher's Exact Test .465 .301

Linear-by-Linear Association

.787 1 .375

N of Valid Cases 30

kehadiran *sosial ekonomi

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .002a 1 .961

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .002 1 .961

Fisher's Exact Test 1.000 .626

Linear-by-Linear Association

.002 1 .961

N of Valid Cases 30

kehadiran * motivasi

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .023a 1 .880

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .023 1 .880

Fisher's Exact Test 1.000 .590

Linear-by-Linear Association

.022 1 .882


(2)

kehadiran * dukungan keluarga

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .136a 1 .713

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .136 1 .712

Fisher's Exact Test 1.000 .500

Linear-by-Linear Association

.131 1 .717

N of Valid Cases 30

kehadiran * lingkungan pergaulan

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .136a 1 .713

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .136 1 .712

Fisher's Exact Test 1.000 .500

Linear-by-Linear Association

.131 1 .717

N of Valid Cases 30

kehadiran * lokasi pembelajaran

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .222a 1 .638

Continuity Correctionb .010 1 .921

Likelihood Ratio .223 1 .637

Fisher's Exact Test .721 .462

Linear-by-Linear Association

.214 1 .643


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .222a 1 .638

Continuity Correctionb .010 1 .921

Likelihood Ratio .223 1 .637

Fisher's Exact Test .721 .462

Linear-by-Linear Association

.214 1 .643

N of Valid Cases 30

kehadiran * kualitas pengajar

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.394a 1 .065

Continuity Correctionb 2.172 1 .141

Likelihood Ratio 3.466 1 .063

Fisher's Exact Test .139 .070

Linear-by-Linear Association

3.281 1 .070


(4)

kehadiran * sikap

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .136a 1 .713

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .139 1 .709

Fisher's Exact Test 1.000 .603

Linear-by-Linear Association

.131 1 .717

N of Valid Cases 30

kehadiran * pengetahuan

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .006a 1 .936

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .006 1 .936

Fisher's Exact Test 1.000 .623

Linear-by-Linear Association

.006 1 .937


(5)

RINGKASAN

DINA RETTHA. Evaluasi Program Kesetaraan Paket C pada Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 17 Penjaringan, Jakarta

Utara. (Dibawah bimbingan SARWITITI SARWOPRASODJO).

Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan adalah memberikan pelayanan

pendidikan yang baik dan merata kepada masyarakat terutama pada masyarakat

umur 16 tahun ke atas yang berdasarkan data BPS, angka persentase partisipasi

sekolahnya berada di bawah 60 persen. Oleh karena itu, pemerintah mengadakan

program Paket C yang diselenggarakan untuk memberikan jawaban atas

terjadinya masalah dalam pendidikan tersebut. Pelayanan Paket C diprioritaskan

kepada usia 16 sampai 44 tahun bagi masyarakat yang terkendala, baik itu secara

ekonomi, geografi dan hukum. Kegiatan pendidikan yang diadakan pada Paket C

adalah 80 persen pelajaran yang juga diajarkan di sekolah formal. Tujuan program

Paket C setara SMA selain untuk meratakan pendidikan, juga untuk mendapatkan

peluang melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi program Paket C

berdasarkan input, proses dan outputnya. Input yang terdapat pada penelitian ini

adalah faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor sarana. Faktor individu

adalah usia, jenis kelamin, sosial ekonomi, dan motivasi warga belajar. Faktor

lingkungan adalah dukungan keluarga, lingkungan pergaulan, dan lokasi

pembelajaran. Sedangkan faktor sarana adalah kualitas pengajar.

Penentuan lokasi dilakukan dengan sengaja, yaitu di Paket C PKBM

Negeri 17, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Penelitian dilaksanakan bulan


(6)

sampel diambil secara

accidental

berdasarkan kemudahan mewawancarai

sebanyak 30 orang.Uji analisis menggunakan analisis

Pearson

untuk melihat

hubungan antara faktor-faktor input, proses, dan output.

Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor input yang berhubungan secara

nyata dengan kehadiran adalah kualitas pengajar dengan nilai signifikansi sebesar

0,065. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan adalah

motivasi dengan nilai hasil uji sebesar 0,015, dukungan keluarga dengan nilai

hasil uji sebesar 0,025, dan kualitas pengajar dengan nilai signifikansi sebesar

0,025. Penelitian ini juga menghasilkan bahwa tingkat pengetahuan tidak

memiliki hubungan nyata dengan tingkat kehadiran maupun tingkat keaktifan.

Sikap memiliki hubungan nyata dengan keaktifan namun tidak berhubungan

terhadap kehadiran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Dokumen yang terkait

Hubungan motivasi belajar peserta didik pada program pendidikan Paket C terhadap prestasi belajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Negeri 27 Jakarta

2 24 178

Sistem Informasi Akademik Dalam Ujian Kesetaraan Paket C Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial Pada Sub Bagian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Lembaga Pendidikan Rama Putra

0 28 180

MOTIVASI WARGA BELAJAR DALAM MENGIKUTI PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM KELOMPOK BELAJAR PAKET C DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT TUNAS BANGSA BREBES

2 21 160

HASIL PENERAPAN PEMBELAJARAN PARTISIPATIF DALAM PROGRAM KEJAR PAKET C DI PKBM (PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT) MERAH PUTIH MEDAN.

0 4 30

PENGELOLAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) MANDIRI KECAMATAN KRETEK KABUPATEN BANTUL.

1 10 209

STUDI EKSPLORASI PELAKSANAAN PROGRAM PAKET C DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) KECAMATAN KERTEK KABUPATEN WONOSOBO.

0 6 199

PARTISIPASI BELAJAR PESERTA DIDIK PROGRAM PAKET C DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT(PKBM) MANDIRI KECAMATAN KRETEK KABUPATEN BANTUL.

0 1 245

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENJAHIT PADA PROGRAM PAKET B DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) WIYATASARI.

0 6 154

IMPLEMENTASI EVALUASI PROGRAM KURSUS DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) CITRA ILMU KABUPATEN SEMARANG -

0 0 56

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN PAKET C KESETARAAN SMA DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT AL-KHAIRIYAH PANJANG BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 145