KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK IND

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN Rl
NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993
TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK
a.

Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan
farmasi, Perbekalan Kesehatan lainnya kepada masyarakat.

b.

Apoteker adalah Sarjana Farmasi Yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker mereka
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai Apoteker.

c.

Surat Izin Apotik atau SIA adalah Surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker
bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotik di suatu tempat tertentu.


d.
e.

Apoteker Pengelola Apotik adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotik (SIA).
Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotik disamping Apoteker Pengelola Apotik
dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotik.

f.

Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker pengelola Apotik selama Apoteker
Pengelola Apotik tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain.

g.

Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker;

h.


Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola
Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangundangan
yang berlaku.

i.

Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika.

j.

Alat Kesehatan adalah Instrumen Aparatus , mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
pemulihan kesehatan pada manusia, dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

k.

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.


l.

Perlengkapan Apotik adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan Apotik.

m.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan.

n.

Izin Apotik diberikan oleh Menteri;

o.

Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotik kepada Kepala DinasKesehatan Kabupaten / Kota;

p.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotik sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;

q.

Permohonan Izin Apotik diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan
contoh Formulir Model APT-1;

r.

Dengan menggunakan Formuiir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6
(enam ) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM
untuk melakukan perneriksaan setempat terhadap kesiapan apotik untuk melakukan kegiatan;

s.

Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja
setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan hasil
pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3;

t.


Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam. ayat (2) dan tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon
dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model
APT-4;

u.

Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud, ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat Izin Apotik dengan menggunakan contoh Formulir Model APT- 5;

v.

Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat
(3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu. 12
(dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT.6;

w. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi seiambat-lambatnya dalam jangka waktu. 1 (satu) bulan sejak

tanggal Surat Penundaan.

Syarat Obat Wajib Apoteker (OWA)
Permenkes No. 919 tahun 1993 juga mengatur tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep yakni sebagai
berikut:
1.

Tidak dikontaraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawa usia 2 tahun dan orang tua
diatas 65 tahun

2.

Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit

3.

Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

4.


Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia

5.

Obat dimaksud memiliki resiko khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan
sendiri.

Walaupun APA ( apoteker pengelolah apotek ) boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus
dilakukan dalam penyerahan OWA.
1.

Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur) serta
penyakit yang diderita.

2.

Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien. Contohnya
hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan 1 tube.

3.


Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara
pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan
bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.

Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai
Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam :
1.

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi Daftar
Obat Wajib Apotek No. 1

2.

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2

3.

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3


Lampiran Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor

: 347/MenKes/SK/VII/1990

Tanggal : 16 Juli 1990
DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.1

NAMA OBAT
Aminofilin Supp.
Asam Mefenamat
Asetilsistein
Betametason

JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER
PASIEN
maks 3 supp.
maks 20 tab
sirup 1 botol
maks 20 dus

maks 1 tube

Lampiran Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 924/MenKes/PER/X/1993
DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.2
NAMA OBAT
Albendazol
Bacitracin
Benorilate
Bismuth subcitrate
Carbinoxamin

JUMLAH TIAP JENIS
OBAT PER PASIEN
tab 200mg, 6 tab
tab 400mg, 3 tab
1 tube
10 tablet
10 tablet
10 tablet


Lampiran I Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor

: 1176/MenKes/SK/X/1999

Tanggal : 7 Oktober 1999
DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.3
JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER
PASIEN
Alopurinol
maks 10 tab 100mg
Aminofilin supositoria
maks 3 supositoria
Asam Azeleat
maks 1 tube 5g
Asam Fusidat
maks 1 tube 5g
maks 20 tab
Bromheksin
sirup 1 botol
Diazepam
maks 20 tab
Arti logo generik: Bulat berarti kebulatan tekad untuk memanfaatkan obat generik. Garis tebal ke tipis
NAMA OBAT

berarti menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Warna hijau berarti obat telah lulus dari segala pengujian.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 1998
TENTANG
PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
1.

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

2.

Alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit
serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

3.

Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengemas,
dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan.

4.

Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan sediaan farmasi
dan alat kesehatan baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindahtanganan;

5.

Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dari satu tempat ke tempat lain, dengan cara atau moda atau sarana angkutan
apapun dalam rangka produksi, peredaran, dan/atau perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

6.

Kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau
membungkus sediaan farmasi dan alat kesehatan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.

7.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

PERSYARATAN MUTU, KEAMANAN DAN KEMANFAATAN
Pasal 2
1.

Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan.

2.

Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk:
a.

sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai dengan persyaratan dalam buku Farmakope
atau buku standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri;

b.

sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai dengan persyaratan dalam buku Materia Medika
Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri;

c.

sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan persyaratan dalam buku Kodeks Kosmetika
Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri;

d.

alat kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008
TENTANG
REGISTRASI OBAT
1.

lzin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah lndonesia.

2.

Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk biologi dan
kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan
kesehatan.

3.

Produk biologi adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk darah dan produk hasil
fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan produk yang berasal dari teknologi rekombinan
DNA) yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan

4.

Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin edar

5.

Obat kontrak adalah obat yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri farmasi lain.

6.

Pemberi kontrak adalah industri farmasi yang melimpahkan pekerjaan pembuatan obat berdasarkan
kontrak.

7.

Penerima kontrak adalah industri farmasi yang menerima pekerjaan pembuatan obat berdasarkan kontrak.

8.

Obat impor adalah obat hasil produksi industri farmasi luar negeri.

Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar;
(1) Izin Edar diberikan oleh Menteri;
(2) Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala Badan;
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.

SURAT KEPUTUSAN
MENTERKI ESEHATANR EPUBLIKIN DONESIA
NOMOR: 2380/A/Sl(Vl/83
TENTANG
TANDA KHUSUS UNTUK
OBATFEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS
MENTERKI ESEHATANR EPUBLIKIN DONESI

a.

Tandak husus adalah tanda berupa warna dengan bentuk tertentu yang harus tertera secara jelas dalam
etiket dan bungkus luar obat jadi sehingga penggolongan obat jadi tersebut dapat segera dikenali .

b.

Wadah adalah kemasan terkecil yang berhubungan dengan obat jadi.

c.

Bungkus luar adalah kotak atau penmbungkus lainnya yang membungkus wadah.

d.

Penggolongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan
p enggunaan serta pengamanan lalu lintas obat d –engan membedakannya atas narkotika psikhotropik obat
keras,obat bebas & obat bebas terbatasd

e.

Kemasan terkecil adalah k emasan yang dimaksudkan untuk dapat dijual secara lepas kepada konsumen.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 02396/A/SK/ lll/86
TENTANG
TANDA KHUSUS OBAT KERAS DAFTAR G
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong obat keras harus dicantumkan secara jelas tanda khusus
untuk obat keras.
1.

Ketentuan dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelengkap dar i keharusan mencantumkan kalimat" Harus
dengan resep dokter " yang di tetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 197/A/Sl(77 ta nggal 15
Maret 1977).

2.

Tanda khusus dapat tidak dicantumkan pada blisters, trip aluminium/selofan ,vial, ampul ,tube atau bentuk
wadah lain,apabila wadah tersebut dikemas dalam bungkus luar.

Pasal 3
1.

Tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam
dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.

2.

Tanda khusus untuk obat keras dimaksud dalam ayat (1) harus diletakkan sedemikian rupa sehingga jelas
terlihat dan mudah dikenali.

3.

Ukuran lingkaran tanda khusus d imaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan ukuran dan desain etiket dan
bungkus luar yang bersangkutan dengan ukuran diameter lingkaran terluar tebal, garis tebal dan tebal huruf K
yang proporsional, berturut-turmut minimal satu cm dan satu mm .

4.

Penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (4) harus mendapatkan persetujuan khusus dari Menteri
Kesehatan cq .Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990
TENTANG
OBAT WAJIB APOTIK

PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 919/MENKES/PER/X/1993
TENTANG
KRITERIA OBAT YANG DAPAT DISERAHKAN
TANPA RESEP
1.

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang undangan yang
berlaku.

2.

Rasio khasiat keamanan adalah perbandingan relative dari keuntungan penggunaannya dengan
mempertimbangkan risiko bahaya penggunaannya.

3.

Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi criteria :
a.

Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua
diatas 65 tahun.

b.

Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit

c.

Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan olh tenaga kesehatan.

d.

Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

e.

Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan
sendiri.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN
Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993
TENTANG
KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK
PELIMPAHAN WEWENANG PEMBERIAN IJIN APOTIK
1.

Ijin Apotik diberikan oleh Menteri.

2.

Menteri melimpahkan wewenang pemberian ijin Apotik kepada Direktur Jenderal.

3.

Direktur Jenderal melimpahkan wewenang pemberian ijin Apotik kepada Kepala Kantor Wilayah.

4.

Kepala Kantor Wilayah wajib melaporkan pelaksanaan pemberian ijin, pembekuan ijin, pencarian ijin dan
pencabutan ijin Apotik sekali setahun kepada Direktur Jenderal.

5.

Dalam melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut dalam ayat (3), Kepala Kantor Wilayah tidak
diijinkan mengadakan pengaturan yang membatasi pemberian ijin.

PERSYARATAN APOTEKER PENGELOLA APOTIK
Untuk menjadi Apoteker Pngelola Apotik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan Sumpah / Janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat Ijin Kerja dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
Nomor : 924/ MENKES/PER/X/1993
TENTANG
DAFTAR OBAT WAJIB Apotik No. 2
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
Nomor : 1176/ MENKES/PER/X/1993
TENTANG
DAFTAR OBAT WAJIB APOTIK NO. 3
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2014
TENTANG
KLINIK
1.

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik.

2.

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

3.

Instalasi Farmasi adalah bagian dari Klinik yang bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan, mengatur,
dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di
Klinik.

Prasarana Klinik meliputi:
a. instalasi sanitasi;
b. instalasi listrik;
c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

d. ambulans, khusus untuk Klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
e. sistem gas medis;
f. sistem tata udara;
g. sistem pencahayaan;
h. prasarana lainnya sesuai kebutuhan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011
TENTANG
PEDAGANG BESAR FARMASI
1. Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.

PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

3.

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

4.

Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan
obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku pembanding.

5.

Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat
dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG
PEDAGANG BESAR FARMASI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR: 919/MENKES/PER/X/1993
T E N TAN G

KRITERIA OBAT YANG DAPAT DISERAHKAN
TANPA RESEP

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PESAN IKLAN TEH SARIWANGI DI TELEVISI SWASTA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA IBU-IBU RUMAH TANGGA KOTA JEMBER

8 187 15

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA S1–KEPERAWATAN DI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

9 108 28

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN PEMBENTUKAN CITRA POSITIF RUMAH SAKIT Studi pada Keluarga Pasien Rawat Jalan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang tentang Pelayanan Poliklinik

2 56 65

PELATIHAN KESEHATAN REPRODUKSI UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA KEPADA ANAK

8 135 22

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PELANGGAN DALAM PEMBELIAN KARTU PRABAYAR AXIS

5 36 17

INTENSI ORANG TUA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENIKAHKAN ANAK PEREMPUAN DI BAWAH USIA 20 TAHUN DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

10 104 107

Judul penelitian adalah: PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN LAKI-LAKI MENJADI WARIA (Decision Making Process Becomes Male Transvestites)

1 43 18

PENGARUH WORD OF MOUTH, KESADARAN MEREK DAN KUALITAS PRODUKTERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN(Studi pada MIE AKHIRAT di SURABAYA)

0 1 16