Multimedia Konvergensi dan Perkembangan (1)

Multimedia, Konvergensi, dan Perkembangan
Mutakhir Jurnalisme di Indonesia
Oleh Satrio Arismunandar

Pengantar
Perkembangan jurnalisme dan industri media di Indonesia akhir-akhir ini cukup pesat.
Di antara negara-negara anggota ASEAN, pers di Indonesia bersama Filipina, tampaknya
adalah yang paling menikmati kebebasan. Jauh lebih bebas daripada pers di negara seperti
Singapura atau Malaysia. Kebebasan pers merupakan ciri utama pers di negara demokratis.
Dari segi teknologi media sendiri, masyarakat Indonesia bisa menikmati hampir
semua jenis media. Sebagian masyarakat sudah bisa menikmati siaran berita televisi lewat
handphone. Media-media online semakin berkembang, sementara banyak media cetak –
seperti Harian Kompas atau Koran Tempo—juga memiliki versi online.
Sementara di dunia online sendiri, makin populer dan makin meningkat adanya situssitus berita, yang dikelola oleh warga dan menampilkan berita-berita yang dibuat oleh warga
sendiri, bukan oleh wartawan profesional. Akses internet yang semakin meluas dan semakin
murah memang memungkinkan setiap warga bisa berpartisipasi dalam dunia jurnalistik,
bukan lagi sebagai sekadar konsumen berita, tetapi juga sebagai pembuat berita. Antara lain,
lewat pembuatan weblog pribadi, yang bisa dibuat secara gratis, dan content-nya bisa diisi
semau kita.
Salah satu perkembangan mutakhir lain dalam industri media di Indonesia, adalah
munculnya apa yang disebut jurnalisme multimedia. Berbagai literatur yang membahas

multimedia saat ini semakin banyak. Namun, pengertian tentang multimedia dalam
jurnalisme itu sendiri masih agak simpang siur. Makalah singkat ini mencoba menjelaskan,
apa sebenarnya yang dimaksud dengan jurnalisme multimedia tersebut, dan bagaimana
perwujudannya dalam praktik jurnalisme sehari-hari.
Untuk pembahasan ini, penulis meminjam hasil penelitian Mark Deuze (2004),1 yang
telah melakukan studi meluas tentang topik terkait. Dalam upaya mencari sintesis, dari
berbagai pengertian multimedia dalam jurnalisme yang masih simpang siur itu, Deuze tidak
berangkat dari definisi teoretis, tetapi lebih melihat pada praktik umum yang dilakukan di
berbagai media di Eropa dan Amerika.
1

Deuze, Mark. 2004. “What is Multimedia Journalism?,” Journalism Studies, Volume 5, Number 2, hlm. 139152.

1

Pengertian Teknis tentang Multimedia
Apa yang dimaksud dengan multimedia? Multi artinya ―banyak.‖ Sedangkan media
adalah sarana untuk mendistribusikan dan merepresentasikan informasi, seperti lewat teks,
grafik, gambar, suara, musik, animasi, dan video.
Jadi multimedia merupakan pengalaman interaktif berbasiskan komputer, yang

memanfaatkan suara, animasi, video, dan realitas virtual, sebagai tambahan terhadap media
tradisional seperti teks, grafik, dan gambar.2
Multimedia terbagi dua: Linear dan non-linear. Multimedia yang linear, artinya,
content-nya bersifat aktif dan linear, serta proses penyampaiannya berlangsung tanpa kontrol
navigasi apapun terhadap penonton. Misalnya, seperti kita menonton bioskop atau televisi
siaran yang ada sekarang.3
Sedangkan, multimedia yang non-linear, artinya, ada penyampaian content yang nonlinear, yang menawarkan interaktivitas kepada si pengguna, untuk mengendalikan
keberlangsungan proses penyampaian informasi tersebut. Contohnya, seperti yang digunakan
pada game komputer sekarang, dan TV masa depan nantinya, di mana penonton bisa memilih
acara yang mau ditonton, bahkan memesan ulang acara yang sudah terlewat, atau belum
sempat ditonton (tentunya dengan bayaran ekstra).
Multimedia menjadi bagian dari evolusi media siaran. Evolusi media siaran itu sendiri dapat
kita bagi dalam empat tahap. Yaitu: Tahap 1, hanya ada sedikit layanan (yang semuanya
analog). Tahap 2, ada banyak layanan (kabel, satelit digital). Tahap 3, layanan multimedia
(broadcasting, Internet). Tahap 4, layanan-layanan sesuai permintaan (on-demand).

Rumusan Multimedia dalam Jurnalisme
Kata multimedia newsrooms kini sudah semakin diterima, sebagai bagian dari kamus
dunia jurnalisme kontemporer. Seperti juga kata konvergensi (convergence), kepemilikansilang media (media cross ownership), dan sebagainya. Jurnalisme yang dimaksud di sini
bukan cuma dalam praktik yang dilakukan seorang jurnalis sehari-hari, tetapi juga

penerapannya dalam dunia pendidikan dan riset.4
2

Kusuma, Tb Maulana. 2008. Multimedia Technology in Broadcasting. Makalah untuk Seminar “Multimedia
dalam Jurnalisme Pertelevisian, kampus Graha Simatupang, 11 Agustus 2008.
3
Ibid. Untuk semua penjelasan teknis tentang multimedia di bawah, penulis berutang banyak pada Tb.
Maulana Kusuma.
4
Sudah banyak universitas atau lembaga pendidikan lain, yang memberikan paket kuliah jurnalisme
multimedia. Istilah multi-skill menjelaskan karakter yang ditekankan pada kuliah di lembaga pendidikan
tersebut. Mahasiswa atau peserta pendidikan diharapkan mampu mengedit video, audio, dan teks ke dalam
paket-paket yang sesuai standar broadcast internasional. Lulusan juga mampu meliput berita untuk media
apapun, seperti media web, televisi, dan radio. Lihat
http://courses.bournemouth.ac.uk/Course.aspx?course=95

2

Sejauh ini ada dua cara untuk merumuskan multimedia dalam jurnalisme. Pertama, sebagai
presentasi dari paket berita (news story) di situs web, yang menggunakan dua atau lebih

format media. Seperti (namun tidak terbatas pada), kata yang dituliskan dan diucapkan,
musik, gambar diam dan bergerak, animasi grafis, termasuk unsur-unsur interaktif dan
hipertekstual (jurnalisme online).5
Contohnya, di sebuah situs web terdapat berita tentang perdebatan seru antara calon
presiden dari Partai Demokrat di Amerika, Barack Obama, melawan calon presiden dari
Partai Republik, John McCain. Nah, selain teks berita yang bisa dibaca, pada situs web itu
kita juga bisa mengklik rekaman suara perdebatan (audio), bahkan mungkin lengkap dengan
gambar suasana perdebatan pula (audio-visual).
Untuk yang lebih interaktif, terdapat jajak pendapat di internet, tentang siapa yang
layak disebut pemenang dalam debat Obama vs. McCain. Cukup dengan mengklik, kita bisa
berpartisipasi dalam jajak pendapat itu, memasukkan pilihan kita, dan mengetahui
(perubahan) hasilnya dalam beberapa detik.
Kedua, sebagai presentasi paket berita yang terpadu (walau tidak harus serentak)
melalui media-media yang berbeda. Seperti (namun tidak terbatas pada), situs web, e-mail,
SMS, MMS, radio, televisi, teleteks, suratkabar, dan majalah cetak (integrasi horizontal dari
media-media).
Contohnya, suratkabar Kompas memuat berita tentang gempa bumi, yang melanda
daerah Yogyakarta. Pada saat yang berdekatan, situs berita http://www.kompas.com yang
dimiliki oleh grup perusahaan media yang sama, juga menghadirkan berita bencana gempa
yang sama. Dengan modifikasi format berita, berita gempa juga dikirimkan ke handphone

sejumlah pelanggan Kompas dalam bentuk SMS atau e-mail.

Konvergensi dan Multimedia
Penjelasan tentang multimedia tadi terkait dengan konsep konvergensi, yang secara
umum bisa diartikan dengan menyatunya berbagai layanan dan teknologi komunikasi serta
informasi. Konvergensi berarti hilangnya berbagai sekat penghalang, yang sebelumnya
memisahkan layanan dan teknologi informasi dan telekomunikasi menurut sejumlah dimensi:
antara industri dan industri, antara aplikasi dan aplikasi, antara produser dan konsumen,
antara negara dan negara.
Kedua rumusan tentang multimedia dalam jurnalisme tadi mengasumsikan proses
konvergensi sebagai sebuah proses yang linear. Kedua definisi itu harus dipahami sebagai
―titik-titik ujung,‖ yang dimungkinkan pada sebuah garis lurus. Yaitu, pada salah satu ujung

5

Deuze, Mark. 2003. “The Web and its Journalism: considering the consequences of different types of news
media online,” New Media & Society 5(2), hlm. 203-30.

3


tidak terdapat konvergensi sama sekali (no convergence). Sedangkan, pada ujung lain terjadi
konvergensi sepenuhnya (full convergence).
Dari sejumlah literatur, ada perbedaan tentang tahapan-tahapan yang harus dilalui
oleh perusahaan media, dari tahap tak ada konvergensi sama sekali, ke arah tahap
konvergensi penuh.
Namun, semuanya mengasumsikan cepat atau lambat, seluruh organisasi media akan
bergerak ke tahapan, di mana integrasi dari bagian-bagian yang berbeda dalam proses
pembuatan berita (news making process) bisa tercapai. Bagian-bagian itu termasuk audio,
video, teks, gambar, grafis, dan juga langkah pemasaran, promosi-silang, penjualan,
redistribusi, dan interaktivitas dengan publik.
Bicara tentang jurnalisme multimedia akan terkait dengan konvergensi di perusahaanperusahaan media berita. Konvergensi umumnya dipandang dalam bentuk (meningkatnya)
kerjasama dan kolaborasi antara berbagai newsroom media yang awalnya berbeda/terpisah,
dengan bagian-bagian lain dari suatu perusahaan media modern.
Contoh-contoh konvergensi ini bermunculan di Web. Pengoperasian berita
multimedia sering dimulai dengan situs web bersama, dan pada beberapa titik tertentu meluas
ke jenis-jenis pertukaran lain. Seperti, saling promosi proyek-proyek, penjualan iklan lintas
media, pertukaran berita, integrasi parsial dari newsroom, dan sebagainya.
Proyek-proyek multimedia terpadu kini sudah menjadi praktik umum, khususnya di
industri hiburan. Film Star Wars besutan sutradara George Lucas, misalnya, dengan sangat
cermat dan terinci dikembangkan, disiapkan untuk peluncuran, dan saling dipromosikan

lewat berbagai platform, saluran, dan pasar media.

Contoh Praktik Jurnalisme Multimedia
Berikut di bawah ini adalah contoh-contoh jurnalisme multimedia, dari tahapan yang
paling awal ke tahapan yang lebih maju:
Pertama, aksi stand-up yang dilakukan jurnalis media cetak, untuk menghadirkan
beberapa aspek dari berita di depan kamera, bagi perusahaan televisi yang menjadi mitra
perusahaan media cetaknya.
Kedua, galeri atau pertunjukan slide foto-foto, yang dilakukan oleh jurnalis foto
(media cetak) untuk situs web dari perusahaan suratkabarnya. Termasuk yang dipertunjukkan
di situs web itu adalah foto-foto yang tak punya ruang untuk dimuat di media cetak.
Ketiga, berita singkat atau rangkuman, yang ditulis oleh reporter media cetak, media
siaran, dan media online, yang kemudian digunakan untuk berita lewat e-mail atau SMS.

4

Keempat, proyek gabungan bersama di antara operasi media-media yang berbeda,
untuk mengumpulkan, menyunting, dan menyampaikan berita, lewat format-format yang
berbeda.
Kelima, newsroom multimedia yang terintegrasi secara penuh, di mana tim-tim dari

pekerja berita –dari media cetak, media siaran, dan media online—secara bersama-sama
mengumpulkan informasi, menggali data, dan merencanakan paket berita, yang ditujukan
bagi distribusi di seluruh lintas media.
Berbagai riset di sejumlah negara menunjukkan, penggunaan kontemporer atas
proyek-proyek multimedia dan proses-proses di dalam organisasi berita, cenderung
memproduksi kembali praktik dan budaya ―jurnalisme gaya lama‖ yang sudah ada.
Misalnya, sebagian besar situs web dan paket berita tidak menggunakan opsi
interaktif. Sebagian besar opsi multimedia tetap sangat minimal dimanfaatkan. Sedangkan,
sebagian besar contoh penggunaan yang inovatif atas hiperteks, multimedia, dan
interaktivitas umumnya justru ditemukan di luar media berita online yang mainstream.

Perbedaan dengan Jurnalisme Online
Dengan adanya internasionalisasi dan ekspansi global pada industri dan pasar media,
kepemilikan silang media menjadi dimungkinkan oleh meningkatnya deregulasi di banyak
negara. Terutama, dalam upaya-upaya perusahaan media cetak dan siaran mengembangkan
mitra online-nya.
Dari uraian tersebut, perwujudan jurnalisme multimedia terkesan mirip atau sama saja
dengan jurnalisme online.6 Yakni, memproduksi digital content (termasuk audio, video, dan
teks) yang bisa dibilang eksklusif, semata-mata untuk presentasi dan distribusi di World
Wide Web. Namun, sebenarnya ada perbedaan antara keduanya. Perbedaannya terletak pada

niat atau tujuan jurnalisme bersangkutan.
Secara prinsip, kehadiran jurnalisme online tidaklah didorong oleh kepentingan
multimedia. Pada jurnalisme online, penyampaian berita secara digital, dengan menggunakan
sejumlah media sekaligus (multiple media), dapat dilihat sebagai potensi. Tetapi penggunaan
sejumlah media sekaligus bukanlah unsur yang mutlak dibutuhkan, untuk nilai tambah bagi
sebuah presentasi jurnalistik online. Maka, singkatnya, Jurnalisme online tidaklah sama
dengan jurnalisme multimedia.
Sebagai penutup, patut juga kita pertanyakan beberapa hal. Dari seluruh uraian di
atas, terkesan proses konvergensi pada perusahaan media akan berlangsung lurus dan mulus.
Namun, apakah betul konvergensi harus dipahami sebagai suatu proses yang linear?

6

Jurnalisme online juga sering disebut sebagai cyberjournalism, e-journalism, atau jurnalisme internet.

5

Konvergensi bisa saja gagal, atau ada sebagian dari organisasi media yang tetap tak tersentuh
oleh proses konvergensi.
Asumsi lain yang agak mengganggu adalah, apakah benar proses konvergensi itu

sesuatu yang tidak terhindarkan (inevitability)? Apakah betul-betul sudah ada konsensus di
kalangan para praktisi media yang terlibat dan pihak-pihak yang berkepentingan, tentang apa
arti konvergensi itu bagi mereka, atau pekerjaan mereka, atau keterlibatan dalam perusahaan?
Masalahnya adalah, konvergensi –dalam arti kolaborasi dan integrasi sebagian operasi
media-media yang berbeda-- tidak selalu berjalan mulus. Khususnya jika kita mengamati
praktik yang ditunjukkan media cetak dan media siaran, dalam hubungan dengan mitra online
yang dibentuknya.
Berbagai pertanyaan ini sepatutnya kita ingat, sebagai salah satu acuan dalam
mengamati perkembangan industri dan teknologi media yang sangat pesat. Perkembangan itu
memang melahirkan peluang-peluang baru, tetapi sekaligus juga tantangan-tantangan baru.
Salah satu hal baru yang patut dicatat adalah perkembangan di pihak audiens atau
pengguna media itu sendiri. Survey tahun 2002 terhadap lebih dari 7.800 orang dewasa di
Amerika menunjukkan, lebih dari separuh mereka menggunakan beberapa media (multiple
media) sekaligus pada saat yang sama.7 Ini merupakan tren terpenting dalam ritual cara
penggunaan media, yang akan semakin mewarnai perkembangan industri media. ***

Depok, 20 Oktober 2008

Biodata Penulis:
* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI (199597), anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia

(SBSI) 1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (19972000), Harian Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli
2012), dan Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2 Pengkajian
Ketahanan Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.

Kontak Satrio Arismunandar:
E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com
Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com
Mobile: 081286299061

7

Deuze, op cit.

6