Pemanfaatan Analytical Network Process A

Pemanfaatan Analytical Network Process (ANP) dalam
Manajemen Strategi Differensiasi Marketing Mix pada
Asuransi Syariah/ Takaful di Indonesia
R. Bambang Budhijana *)
Abstract
This paper investigates management of the marketing mix differeciation toward marketing
strategy in Islamic Insurance widely known as takaful. The takaful is recommended by Hadits
and Al Quran. The Analytical Network Process (ANP) was used to measure relational between
Marketing mix strategy and its main components. The main components are cognitive, affective
and conative. The main components cover dominance factors, namely: product acceptability,
price affordability, place availability and promotion awareness.
The result shows that product acceptability and price affordability are really the important
factors in future of the Indonesia shariah insurance development. From this study concludes
that the takaful development is on the same line with the Government of Indonesia policies.

Keywords: Takaful, marketing mix, cognitive, affective, conative, circular causation, ANP

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan
Di tengah-tengah meningkatnya pertumbuhan industri asuransi syariah, sebelum tahun 2006,
tidak sampai 10 persen dari total populasi Indonesia, ini berarti tingkat pengetahuan masyarakat

untuk memiliki polis asuransi masih rendah.

Asuransi syariah yang berada di Indonesia

menyatakafuln bahwa rendahnya kesadaran berasuransi dalam masyarakat Indonesia disebabkan
karena berbagai faktor. Pertama, masyarakat lebih cenderung saving minded – menyimpan
dananya di bank – karena dana tersebut lebih mudah ditarik sewaktu-waktu bila dibutuhkan.
Contohnya dengan fasilitas ATM. Kedua, kebutuhan masyarakat akan proteksi asuransi belum
_______________________
*) Staf pengajar UNTAR

mendesak seperti kebutuhan akan mobil ataupun rekreasi. Masyarakat masih menganggap bahwa
manfaat asuransi tidak dapat dirasakan langsung setelah pembelian. Sedangkan mobil atau
rekreasi, meskipun konsumen mengeluarkan biaya besar, manfaatnya dapat langsung
dimanfaatkan.

Hal ini yang menyebabkan produk asuransi kurang menarik. Di samping itu,

sebagian pemegang polis mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan dalam
mengajukan klaim, misalnya


prosedurnya

berbelit-belit

dan tidak mudah.

Untuk

memasyarakatkan asuransi syariah dan menanamkan persepsi yang positif tentang takaful perlu
mempunyai misi untuk memasyarakatkan asuransi melalui tabungan dan investasi.
Beberapa ajaran islam yang mengajarkan takaful adalah sebagai berikut :
“Dan tolong menolonglah kamu (dalam mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS al-Maidah [5]:2)

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maysir, berhala, dan mengundi nasib
dengan anak panah adalah perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan
keuntungan."( QS al-Maidah [5]:90)

"Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya."(HR

Bukhari- Muslim)

Takaful berusaha mendidik masyarakat yang mempunyai kecenderungan saving-minded untuk
sadar berasuransi.
Tabel 1. Lembaga Asuransi Syariah di Indonesia 2005/2006
No

Perusahaan

Jenis
Asuransi

1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

29
30
31

Asuransi Takaful Keluarga
Asuransi Takaful Umum
Asuransi Syariah Al-Barokah
IIAA Life Assurance

Keluarga
Umum
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Umum
Umum
Umum

Umum
Umum
Umum
Umum
Umum
Umum
Umum
Umum
Reasuransi
Umum
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Keluarga
Umum
Umum
Reasuransi
Perantara
Perantara
Perantara


Asuransi Jiwa Asih Great Eastern

Asuransi Bringin Life
AJB Bumiputera 1912
Asuransi Jiwa BNI Jiwasraya
Asuransi Tripakarta
Asuransi Bringin Sejahtera Artha Makmur

IIAA General Assurance
Asuransi Central Asia
Asuransi Binagriya Upakara
Asuransi Jasindo Takaful
Adira Dinamika Insurance
Asuransi Umum Bumiputera 1961
Staco Jasa Pratama General Insurance

Asuransi Sinar Mas
Asuransi Tokio Marine Indonesia
Relado Syariat Unit

Asuransi Jiwa Ekalife
Asuransi Panin Life
Asuransi Jiwa AIA Indonesia
Tugu Pratama Indonesia
Asuransi Tugu Pratama Indoesia
Asuransi Astra Buana
Asuransi Ramayana
Reasuransi Nasional Indonesia
Fresnel Perdana Mandiri
Amanah Jamin Indonesia
Asiare Binajasa

Sumber: National Sharia Council, Indonesian Sharia Insurance Association (AASI), 2006

Mulai
Beropera
si
1994
1995
2001

2002
2002
2002
2002
2002
2002
2003
2003
2003
2003
2004
2004
2004
2004
2004
2004
2004
2004
2005
2005

2005
2005
2005
2005
2005
2005
2005
2006

Karena itu, strategi pemasaran yang diperlukan takaful adalah strategi diferensiasi. Dengan
menerapkan strategi diferensiasi, diharapkan persepsi masyarakat terhadap asuransi Syariah,
akan berbeda dengan persepsi masyarakat terhadap asuransi yang sudah ada sebelumnya. takaful
bukanlah produk murni asuransi, melainkan produk keuangan yang terintegrasi – dalam satu
produk terdiri dari asuransi, tabungan, dan investasi. Jika asuransi konvensional masih
dipersepsikan negatif oleh masyarakat, maka takaful merupakan produk yang sesungguhnya
dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian takaful dapat menjadi produk asuransi yang lebih
disukai konsumen, khususnya target market yang dibidiknya

2. Tujuan


Dalam paper ini permasalahan yang akan dibahas adalah pengaruh marketing mix takaful yang
terdiri dari product, price, place, promotion, terhadap consumer response pada komponen
cognitive, affective, conative. Sehubungan dengan adanya strategi diferensiasi yang diterapkan
dalam setiap dimensi pemasaran takaful, mulai dari strategi pemasaran yang terdiri dari
segmenting, targeting, positioning, maka pelaksanaannya melalui marketing mix juga melibatkan
dan mencerminkan penerapan strategi diferensiasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa adanya pengaruh strategi diferensiasi yang tertuang dalam marketing mix terhadap
consumer response pada komponen cognitive, affective, dan conative.

3. Hipotesis

Strategi diferensiasi pada faktor marketing mix takaful yang terdiri dari product, price, place,
promotion, diduga berpengaruh terhadap customer response yang terdiri dari komponen
cognitive, affective, conative

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Differentiation

Dalam industri yang tingkat persaingannya tinggi, kunci keunggulan dalam bersaing adalah
diferensiasi. Strategi diferensiasi memungkinkan suatu perusahaan menawarkan produk yang
memberikan nilai lebih kepada konsumen target market-nya. Pada dasarnya semua perusahaan
dapat melakukan diferensiasi pada setiap jenis produk yang ditawarkan. Diferensiasi dapat
dilakukan dengan memberikan merk yang berbeda, memilih target konsumen tertentu, kemudian
memposisikan sebagai produk yang punya nilai lebih, dan mewujudkan melalui penawaran,
sistem distribusi dan cara komunikasi yang unik.

Menurut Kotler (1997), diferensiasi merupakan tindakan perusahaan untuk menciptakan
perbedaan-perbedaan tertentu pada produk yang ditawarkan sehingga produknya dapat
dibedakan dari produk sejenis yang ditawarkan pesaingnya. Untuk dapat menemukan konsep
diferensiasi yang akan diterapkan untuk mencapai keunggulan bersaingnya, suatu perusahaan
hams dapat mengidentifikasi produk sendiri dan produk pesaing. Juga, Porter (1980)
menyatakafuln bahwa diferensiasi merupakan salah satu strategi generik perusahaan yang
membedakan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan dengan menciptakafuln sesuatu yang
barn yang dirasakan oleh keseluiuhan industri sebagai hal yang unik.

Perusahaan dapat mengaplikasikan strategi diferensiasi pada beberapa ataupun setiap aspekaspek pemasaran. Penerapan strategi diferensiasi pada strategi pernasaran nantinya akan terus
berlanjut pada pelaksanaan, karena pelaksanaan merupakan perwujudan dari strategi. Jika
strategi diferensiasi tertuang dalam strategi pemasaran yang terdiri dari segmenting, targeting,
positioning, maka pelaksanaan melalui marketing mix juga harus mencerminkan penerapan
strategi diferensiasi, sehingga dapat mendukung strategi pemasaran yang telah ditetapkan.

Pendekatan untuk melakukan diferensiasi, menurut Milind Lele (Kotler, 1997), dapat dilakukan
pada lima dimensi, yaitu target market, product, place, promotion, price. Sedangkan menurut
Michael Porter (1980), pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam
bentuknya, melalui merek, teknologi, karakteristik khusus, pelayanan pelanggan, jaringan
penyalur, atau pun dimensi-dimensi yang lainnya.

2. Marketing Mix

Pelaksanaan program pemasaran yang ditetapkan dalam marketing mix haruslah dapat
mendukung strategi pemasaran, karena marketing mix merupakan perwujudan dari strategi yang
telah ditetapkan. Jika strategi diferensiasi telah dituangkan dalam segmenting, targeting
positioning, maka marketing mix juga mencerminkan penerapan strategi diferensiasi.

Marketing mix atau bauran pemasaran merupakan seperangkat "marketing tools" yang digunakan
perusahaan menilai tujuan pemasarannya. Oleh McCarthy dalam Kinnear (1995) keempat faktor
marketing mix dipopulerkan dengan 4P, yaitu product, price, place, promotion. Sedangkan
Robert Lauterborn dalam Kinnear (1996) mempopulerkan faktor-faktor marketing mix sebagai
4C, Customer needs and wants, Cost to the customer, Convenience, Communication.
Menurutnya faktor-faktor 4P marketing mix: product, price, place, promotion merupakan
marketing tools yang dilihat dari sudut pandang penjual. Sedangkan dari sudut pandang pembeli,
marketing tools hendaknya dirancang untuk dapat memberikan manfaat bagi pelanggan.
Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang dapat menyesuaikan 4P dan 4C. Perusahaan
tersebut merupakan perusahaan "who can meet customer needs and wants economically and
conveniently and with effective communication" (Kotler, 1996 dan 1997).

Tabel 2. Faktor Marketing Mix
Marketing Mix Factors
4 Ps

4 Cs

Product

Customer needs and wants

Price

Cost to the customer

Place

Convenience

Promotion

Communication

Surnber: Kotler (1997)

Sebuah produk yang diciptakafuln perusahaan akan mempunyai nilai bagi customer bila produk
tersebut memenuhi customer needs and wants. Dalam rangka memenuhi needs and wants,
konsumen mempertimbangkan harga produk yang ditetapkan perusahaan sebagai biaya yang
dikeluarkannya. Selain biaya, konsumen juga mempertimbangkan kemudahan dan kenyamanan
tempat untuk mendapatkan produk yang dibutuhkannya. Promosi produk akan lebih efektif jika
bersifat komunikatif – perusahaan tidak melulu mempromosikan produknya, namun
mengkomunikasikan nilai produk tersebut bagi konsumen.

Keempat faktor marketing mix tidak dapat berjalan sendiri sendiri, tetapi saling terkait, saling
menunjang dan merupakan satu kesatuan. Produk yang bagus dengan harga yang terjangkau, jika
tidak didukung oleh lokasi penyedia dan tidak dikomunikaskan, tidak akan diketahui oleh target
konsumennya.

Suatu perusahaan yang ingin produk penawarannya menarik, marketing mix yang dijalankan
tidak cukup hanya terintegrasi, namun juga harus dapat dibedakan dari merek lain. Apalagi jika
strategi diferensiasi tertuang dalam strategi pemasaran, maka marketing mix juga harus
mencerminkan penerapan strategi diferensiasi. Produk yang sama, diberi harga yang sama, dijual
lewat saluran distribusi dan dipromosikan dengan cara yang sama, tidak akan bisa merrimbulkan

daya tarik bagi konsumen, bahkan akan membingungkan konsumen, karena semuanya dianggap
sama hanya mereknya yang berbeda. Oleh karena itu, strategi diferensiasi harus dituangkan
dalam marketing mix agar mendukung positioning, menanamkan persepsi yang berbeda, dan
memiliki daya tarik,

3. Consumer Response

Keberhasilan dalam rnenerapkan strategi marketing ke dalam program marketing perusahaan
dapat dilakukan melalui evaluasi

consumer response. Consumer response merupakan

pencerminan dari sikap dan perilaku konsumen sebagai respon terhadap usaha-usaha pemasaran
yang dilaksanakan perusahaan.

Studi tentang perilaku konsumen mempelajari bagaimana seseorang membuat keputusan untuk
mengeluarkan uang, waktu, dan usaha dalam mengkonsumsi kebutuhannya, Studi ini
mempelajari juga apa yang konsumen beli; mengapa, bilamana, di mana, konsumen melakukan
pembelian; berapa kali konsumen membeli produk kebutuhannya; dan juga berapa kali seseorang
menggunakan produk tersebut. (Schiffman and Kanuk, 1997: Kinnear, Bernhardt, dan Krentler
(1995), juga Kotler dan Amstrong (1996), perilaku konsumen dapat dianalisis sebagai
serangkaian kegiatan konsumen dalam rangka memenuhi needs and wants.

Pada kenyataannya, proses keputusan pembelian tidaklah sesederhana itu, karena banyak faktor
yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Pengaruh eksternal adalah marketing mix
yang terdiri dari product, price, place, promotion, dan faktor ekonomi, teknologi, politik dan
kebudayaan. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
adalah karakter personal dan psikologis konsumen yang dipenaruhi oleh kondisi sosial dan
budayanya. Oleh Kotler proses keputusan pembelian yang dilakukan konsumen dikembangkan
dalam “Model of Buyer Behavioral” menunjukkan adanya hubungan antara marketing mix dari,
proses keputusan pembelian konsumen.

Marketing mix sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan pernbelian
konsumen. Lebih lanjut dikatakafuln oleh Schiffman dan Kanuk (1997) bahwa marketing mix
yang diterapkan perusahaan dalam kegiatan pemasaran tidak lain adalah untuk mempengaruhi
sikap dan perilaku konsumen sebagai respon atas usaha pemasaran perusahaan. Respon
konsumen memiliki tiga komponen yaitu cognitive, affective, conative.

Cognitive response dinyatakafuln dalam knowledge, dan perception konsumen terhadap suatu
produk. Knowledge, dan perception terbentuk karena awareness dan information. Konsumen
yang aware akan kebutuhannya akan mencari informasi mengenai produk kebutuhannya
(Schiffman dan Kanuk, 1997).

Proses yang terjadi dalam cognitive response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan
pembelian dalam tahap need recognition dan tahap information search menurut versi Kotler dan
Amstrong, atau tahap awareness dan tahap knowledge menurut versi Schiffrnan dan Kanuk.
Awareness konsumen terjadi pada tahap need recognition (versi Kotler dan Amstrong) atau tahap
awareness (versi Schiffman dan Kanuk). Knowledge konsumen yang terbentuk karena informasi
yang didapat terjadi pada tahap information search (versi Kotler dan Amstrong) atau tahap
knowledge (versi Schiffman dan Kanuk).

Affective response dinyatakafuln dalam feeling atau emosi konsumen melalui sikap suka atau
tidaknya ataupun penilaian bagus tidaknya terhadap suatu produk. Sikap ini merupakan hasil dari
evaluasi konsumen terhadap suatu produk (Schiffman dan Kanuk, 1997). Jika pada tahap
cognitive response, konsumen memiliki knowledge dan perception yang positif terhadap suatu
merek produk tertentu, maka pada tahap affective response, konsumen akan membentuk suatu
sikap yang positif pula.
Proses dalam affective response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan pembelian pada
tahap evaluation. Pada tahap evaluation dalam buying decision process, konsumen melakukan

evaluasi terhadap berbagai merek, membentuk sikap yang berbeda-beda terhadap masing-masing
merek. Salah satu merek yang dianggapnya bagus dan disukai itulah yang akan dipilih dan dibeli.

Conative response menyangkut tindakan atau perilaku konsumen yang dinyatakafuln dengan
intention to buy dan purchase (Schiffman dan Kanuk, 1997). Proses yang terjadi dalam conative
response memiliki kesamaan dengan tahap purchase pada proses keputusan pembelian.

Oleh Schiffman dan Kanuk (1997), consumer response yang terdiri komponen cognitive,
affective, conative ditabelkan dalam models of cognitive learning sebagai berikut:
Tabel 3. Model Cognitive Learning dari Respon Konsumen
Model
Komponen

Model Promosi

Cognitive

Attention

Affective

Interest
Desire
Action

Conative

Model
Pengambilan
Keputusan
Awareness
Knowedge
Evaluation
Purchase
Post-Purchase
Evaluation

Model Inovasi

Awareness
Interest
Evaluation
Trial
Adoption

Model
Keputusan
Inovasi
Knowledge
Persuasion
Decision
Confirmation

Sumter: Schiffman and Kanuk (1997).
Consumer response yang mempunyai urutan cognitive, affective, conative merupakan
salah satu bentuk urutan dari response hierarchy model. Dalam model ini, urutan
cognitive, affective, conative merupakan urutan yang dialanti konsumen dalam
high involvement purchase process (Kotler, 1997).

Dari penjelasan mengenai proses keputusan pembelian konsumen dan consumer response yang
terdiri dari cognitive, affective, conative, ada dua kesamaan. Pertama, adanya kesamaan antara
proses keputusan pembelian konsumen dan proses yang terjadi dalam consumer response yang
terdiri dari komponen cognitive, affective, conative. Kedua, adanya kesamaan antara urutan

proses keputusan pembelian konsumen dan urutan cognitive, affective, conative. Urutan ini
dialami konsumen dalam high involvement purchase process.
Dengan demikian, jika marketing mix mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen,
maka marketing mix juga mempengaruhi consumer response dalam ketiga komponen cognitive,
affective, conative. Marketing mix merupakan salah satu dari independent variables yang dapat
dikontrol oleh perusahaan. Perusahaan dapat membuat keputusan mengenai product, price,
place, promotion, dan dapat mengubah atau memperbaharui keputusan tersebut. Misalnya
penentuan kenaikan atau penurunan harga.

III.

METODA RISET

Dalam proses pemasaran strategi pemasaran yang terdiri dari segmenting, targeting, positioning
dikonkritkan dalam pelaksanaan program marketing melalui marketing mix. Marketing mix
terdiri dari faktor product, price, place, promotion, merupakan satu kesatuan, terintegrasi, dan
saling terkait. Jika strategi diferensiasi tertuang dalam strategi pemasaran, maka marketing mix
sebagai implementasi strategi tidak hanya terintegrasi tetapi juga harus mencerminkan penerapan
strategi diferensiasi.

Pada dasarnya, marketing mix yang dijalankan perusahaan adalah untuk mempengaruhi respon
konsumen, yaitu sikap dan perilaku konsumen dalam memberikan tanggapan atas usaha
pemasaran perusahaan. Namun, suatu perusahaan perlu menciptakan suatu program pemasaran
yang berbeda dari program pemasaran pesaing supaya perusahaan tersebut mampu memberi
konsumennya value lebih daripada value yang diberikan pesaing. Dengan demikian, perusahaan
dapat memperoleh respon yang lebih baik dari konsumennya.

Dengan demikian, menurut Kinnear dan Taylor (1996) dan Kotler (1997) interaksi marketing mix
yang terdiri dari faktor product, price, place, promotion, terhadap consumer response dengan
urutan cognitive, affective, conative, berdasarkan kajian teoritis dapat disusun dalam model of
stimulus and response.

Stimulus and Response menunjukkan bahwa marketing mix sebagai stimulus merupakan
independen variabel. Masing-masing faktor marketing mix yang terdiri dari product, price, place,
dan promotion memiliki variabel-variabel. Pada kasus takaful, strategi diferensiasi yang tertuang
dalam marketing mix, menghasilkan product acceptability, price affordability, place availability,
dan promotion awareness.

Sedangkan Consumer response terdiri dari komponen cognitive, affective, dan conative.
Komponen cognitive terdiri dari awarenes dan knowledge, affective terdiri dari liking dan
preference, conative terdiri dari intention to buy dan purchase.
Tabel 4. Independen Variabel : Definisi dan Operasional
Variabel

Product

Definisi

suatu penawaran atau suatu solusi
bagi konsumen, yang terdiri dari
berbagai variabel misalnya:
product variety, quality, design,
features, brand name, return,
services.

Operasional

takaful merupakan solusi yang ditawarkan
kepada konsumen yang didukung oleh variabel:
1.features, berupa manfaat takaful
Untuk konsumen adalah sebagai
asuransi tabungan, dan investasi.
2. brand

takaful.

name berupa image

3. return adalah keuntungan yang diperoleh
konsumen dari takaful berupa jumlah
tabungan, return/ bagi hasil dan bonus.
4.services berupa layanan, kemudah
-an, dan fasilitas yang diberikan.
Price
biaya
yang
dikeluarkan Tabarru yang dibayar konsumen.
konsumen untuk membayar harga
Keunggulan tabarru takaful
produk
adalah :
1. bersifat
fleksibel, konsumen boleh
menentukan sendiri cara pembayaran
Tabarru/ sesuai dgn kemampuannya
2. price level harga/tabarru disusun sebesar 5
Persen per unit.
3. credit terms: pembayaran premi
Place
Tempat yang menyediakan produk Tempat yang menyediakan takaful, terdiri dari:
1. Takaful mempunyai beberapa cabang di kota.
2 Channels Takaful memanfaatkan sinergi
dengan Sharia Bank
3. Financial Advisor
Promotion pesan yang dikomunikasikan
pesan mengenai value takaful yang dikomunikasikan melalui:
1. advertising
2. direct mail
3. Financial Advisory

Tabel 5. Dependen Variabel: Definisi dan Operasional
Variabel

Definisi

Operasional

Cognitive

Perhatian,
pengetahuan, danrespon
konsumen terhadap
persepsi konsumen akan suatu
takaful dalam bentuk perhatian,
produk.
pengetahuan, dan persepsi
konsumen akan takaful.

Affective

ketertarikan
konsumen akanrespon
konsumen terhadap
suatu
produk
dengan takaful dalam bentuk sikap
melakukan evaluasi produk.
tertarik,
menyenangi
dan
keinginan
untuk
memilih
takaful.

Conative

tindakan
yang
diambil respon konsumen dalam bentuk
konsumen dalam bentuk intent
perilaku pembelian takaful.
to buy dan purchase

Consumer
response

respon konsumen yang terdiri
respon konsumen yang terdiri
dan
komponen
cognitive, dari gabungan ketiga komponen
affective, conative
cognitive, affective, conative.

Metoda riset paper ini menggunakan Model Choudhury.

Model ini diawali dari Proses

Epistemologi Tawhidi yang diturunkan dari Allah SWT yang memiliki kekuasaan pada alam
semesta dan sumber semua ilmu, sebagaimana tersurat dalam Al Quran An Nahl (16): 48-50 dan
melalui proses diskusi (shuratic process) dengan para ahli asuransi Islam/ takaful maka fungsi
Consumer Response (CR) sebagai fungsi Social Wellbeing dirumuskan menjadi:

CR= { Pd, Pr,Pl, Pm } [ Q ]
Dimana:
CR = consumer response pada komponen cognitive, Affective dan Conative
Pd = variabel product pada marketing mix
Pr = variabel price pada marketing mix
Pl = variabel place pada marketing mix
Pm = variabel promotion pada marketing mix
[ Q ]= Knowledge datang dari Allah

Fungsi CR akan disimulasikan dalam saling keterikatan (circular causation) sebagai berikut :

Pd= { Pr,Pl, Pm, CR } [ Q ]
Pr= { Pd, Pl, Pm, CR } [ Q ]
Pl= { Pd, Pr, Pm, CR } [ Q ]
Pm= { Pd, Pr, Pl, CR } [ Q ]
[ Q ] = { Pd, Pr,Pl, Pm, CR }
Berdasarkan circular causation ini maka perhitungan simulasi Social Wellbeing akan memiliki
pasangan (pairness) sebagaimana tersurat dalam Az Zukhruf (43): 12 dan Yassin (36): 33-36.
Respon konsumen akan memiliki kekuatan dengan dasar saling melengkapi (pervasive
complementarities). Cara ini akan memberikan landasan konsep tidak adanya keterbatasan
(scarcity, marginality dan opportunity cost) (Choudhury, 2000, 2003, 2004). Sumber data
penelitian ini adalah data primer, yang diperoleh dan dikumpulkan dari jawaban responden,
sumber-sumber disclosures dan Annual report dari berbagai asuransi syariah/takaful.

Data primer tersebut diperoleh dengan menggunakan semantic differential scale.

Skala

pengukuran data dinyatakan dengan nilai 1-9 yang terdapat dalam Analytical Network Process
(ANP) (Saaty, 1999; Aziz, 2003; Ascarya,2004; ). Analisa Social Wellbeing terhadap Circular
Causation (Choudhury, 2000, 2003, 2004) yang dimiliki dapat digambarkan dengan model
berikut ini :

Gambar 1. Circular Causation dalam model ANP

Berdasarkan skema tersebut, secara lengkap keterkaitan antara faktor-faktor yang terlibat dapat
digambarkan dalam model berikut :
Gambar 2. Model Circular Causation secara detail dalam ANP

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisa diolah dengan menggunakan program ANP. Hasil pengujian menunjukan adanya
hubungan yang cukup baik antara strategi diferensiasi yang tertuang dalam marketing mix pada
takaful terhadap consumer response pada komponen cognitive terdapat pada table Limitasi
Matrix. Besarnya koefisien menunjukkan bahwa strategi diferensiasi marketing mix pada takaful
yang terdiri dari product acceptability, price affordability, place availability, dan promotion
awareness memiliki hubungan consumer response pada komponen cognitive, conative, dan
affective masing –masing sebesar 4,85 persen, 1,78 persen dan 1,19 persen.
Merujuk Tabel 6, pada nilai analisa product brand dan services (return, insurance, investment,
saving) 16 persen dan 17 persen, ini berarti hanya faktor product acceptability memiliki
keterkaitan saling mendukung yang paling kuat diantara semua faktor yang masuk dalam model.
Jadi dapat diketahui bahwa faktor marketing mix pada takaful yang memiliki pengaruh dominan
terhadap consumer response adalah product acceptability. Berdasarkan analisis Product Brand
yang “compliance to sharia rules (kesesuaian dengan aturan syariah)”memiliki nilai cukup
dominan sebesar 16 persen. Nilai ini merefleksikan bahwa marketer sharia insurance memiliki
nilai-nilai moral yaitu teistis (religius), etis (beretika), realistis (fleksibel), dan humanistis
(manusiawi).

Dua sifat yang menonjol dan saling berkaitan adalah teistis dan etis. Pertama,

teistis, artinya seorang marketer syariah insurance senantiasa membentengi dirinya dengan nilainilai spiritual, karena lingkungan pemasaran memang selalu 'akrab' dengan suap (risywah),
perempuan, korupsi, dan kolusi. Mengutip sebuah hadis sahih, bahwasanya beliau, 'melaknat
penyuap dan orang yang menyuap' (HR Ahmad, -at-Tarmidzi, dan Ibn Majah). Dalam hadis
yang lain, dikatakan termasuk yang dilaknat adalah ar-ra'isy, yaitu perantara antara keduanya,
mungkin yang dimaksud di sini oknum-oknum broker, makelar, lawyer yang melakukan praktikpraktik pelanggaran hukum. Dalam sebuah kitab kumpulan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang berjudul Syar'iyyah Fi al-Masail al-'Ashriyyah Min Fatawa 'Ulama alBalad al-Haram (Fatwa-Fatwa Syariah terhadap para Ulama Kota); suap adalah sesuatu yang

diberikan kepada seorang/hakim/ penegak hukum untuk melanggar al-haq (kebenaran) dan
memberikan putusan yang berpihak kepada pemberinya sesuai dengan keinginan maupun
nafsunya.
Tabel 6. Hasil Pengolahan ANP Limitting Super Matrix

Karena itu, marketer syariah perlu ketahanan moral. Ia harus senantiasa mendekatkan diri kepada
Allah. Ia harus selalu mengingat masa depan istri dan anaknya. Dia pun harus meyakini jikalau
seluruh gerak-geriknya senantiasa diawasi Sang Khalik. Kedua, etis (beretika), artinya mengedepankan masalah akhlak. Etika dan moral menjadi sangat penting bagi para marketer.
Product development and acceptability memiliki nilai persentase yang cukup tinggi.

Product

development dapat dikaitkan produk asuransi dengan wakalah. Kontrak wakalah (perwakilan)
mulai banyak dipilih, karena dipercaya lebih cocok untuk seluruh produk asuransi syariah di
Indonesia.

Kontrak tersebut dipilih karena dinilai lebih menguntungkan bagi pihak tertanggung maupun

penanggung. Melalui skema ini, asuransi berhak mendapatkan imbalan (ujrah) sekitar 20-30
persen dari dana tolong-menolong (ta'awun fund). Kontrak wakalah berarti tertanggung sebagai
pemilik kolektif dana menunjuk satu atau beberapa asuransi sebagai wakil (operator)—yang
bertindak atas nama tertanggung—untuk mengelola dana sekaligus sebagai manajer investasi. Jika
ada anggota yang mengalami musibah, dana klaim akan diambil dari dana tolong menolong yang
terkumpul.

Setelah masa pertanggungan berakhir, jika terjadi surplus hasil investasi, akan dibagikan baik
kepada asuransi—sebagai performance fee—maupun tertanggung, sesuai perjanjian di awal
kontrak.

Masalah services/pelayanan sangat erat kaitan dengan pelatihan sumber daya manusia.
Perusahaan asuransi idealnya perlu mempunyai ahli asuransi yang disertifikasi secara
internasional.

Asuransi syariah Indonesia dalam perkembangannya telah melakukan kegiatan

pendidikan berkelanjutan yang merupakan hasil kerjasama Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia
(AASI) dengan anak usaha Islamic Development Bank (IsDB). AASI memfokuskan program
kerja pada kegiatan sertifikasi serta pendidikan dan pelatihan tenaga ahli yang dimiliki unit usaha
asuransi syariah.

Selama beberapa tahun terakhir telah bekerjasama dengan Departemen Keuangan dalam program
diklat asuransi syariah yang terdiri dari 12 diklat dasar, 5 diklat tingkat ajun dan 1 tingkat ahli.
Secara keseluruhan dari program ini telah dihasilkan sekitar 210 alumni dari diklat ini.
Berdasarkan faktor ini serta pengalaman memberikan pendidikan dan pelatihan, selanjutnya
Indonesia dipilih menjadi pusat pelatihan dan sertifikasi asuransi syariah internasional. Untuk
asuransi syariah sertifikasi akan dipusatkan di Indonesia meskipun pasarnya masih kurang dari satu
persen.(Republika, 17 November 2006). Kebijakan ini dirasakan suatu yang tepat dan sesuai

dengan pendekatan emperis dalam riset paper ini. Bila kita perhatikan perkembangan asuransi
syariah telah meningkat kinerjanya sebagai mana tergambar dalam tabel berikut ini:

Tertanggung Premi

Klaim

Aset
(Rp miliar)
Jiwa
2,27 Juta
148,7
Pangsa
7,20 %
0,84 %
Kerugian
---66,31
Pangsa
---0,44 %
Sumber : Departemen Keuangan dalam Republika, 17 November 2006

Investasi
(Rp miliar)
417,9
47,2 %

Meski industri asuransi jiwa berhasil menarik minat jumlah tertanggung yang tercatat terakhir
sebesar 2,27 juta polis, total premi yang dibukukan beranjak ke posisi di bawah 1%. Di sisi lain
berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Depkeu (2006) total investasi asuransi syariah sepanjang 2006 naik 47,2% menjadi Rp417,9 miliar dibandingkan tahun
sebelumnya, masih kalah jauh ketimbang asuransi konvensional yang menempatkan Rp50 triliun
di sejumlah lahan investasi.

Minimnya investasi asuransi syariah sejalan dengan kecilnya

perolehan premi yang diperoleh. Data terakhir Depkeu menyebutkan asuransi jiwa syariah hanya
mampu meraup Rp148,7 miliar atau 0,8% dari total industri sedangkan asuransi kerugian syariah
sebesar Rp66,31 miliar atau pangsa pasarnya sebesar 0,4% dari industri. Terbatasnya jumlah
tenaga ahli yang memadai merupakan salah satu kelemahan asuransi syariah, perkembangan
SDMnya tidak sepesat pertumbuhan jumlah perusahaan yang melonjak menjadi 27 sepanjang
2005 dan sekitar 31 perusahaan asuransi syariah di tahun 2006.

Padahal, berdasarkan pengamatan kita, minat nasabah yang tinggi telah dibarengi beroperasinya
dua pialang asuransi syariah yakni PT Fresnel Indonesia dan PT Amanah Jamin Indonesia serta
PT Asia Re selaku broker reasuransi syariah. Selanjutnya Consumer Response amat bergantung
dari faktor manajemen penetapan harga/ Cost and pricing policies dengan nilai masing-masing

6,7 persen dan 10,2 persen; dalam hal ini dapat di gambarkan sebagai penetapan modal utama,
tabarru/premi dan alokasi shares terhadap resiko terhadap customer.

Masalah modal utama menjadi suatu permasalahan dalam persaingan asuransi syariah dan
konvensional. Perusahaan asuransi yang membuka usaha syariah sebaiknya menyediakan modal
minimal Rp 5 miliar. Saat ini pangsa pasar asuransi syariah, diperkirakan hanya 1,5 persen dari
industri asuransi konvensional{sektor asuransi jiwa dan kerugian (umum)}yang lebih dari Rp30
triliun. Kondisi ini merupakan refleksi dari kecilnya modal unit usaha asuransi syariah yang
menurut UU No.2/1992 dapat didirikan dengan setoran dana Rp2-Rp3 miliar. Dengan modal
sekecil ini, perusahaan asuransi syariah diperkirakan akan menghadapi kesulitan meraih titik
impas dalam jangka waktu yang normal seperti asuransi konvensional. Menurut Ahmad (2006)
bahwa asuransi jiwa konvensional titik impasnya dua-tiga tahun tapi kalau modalnya di bawah
Rp 5 miliar mungkin lima sampai tujuh tahun. Selanjutnya, menurut M Syakir Sula dalam
Anonimous (2006) pagu minimal yang ideal dimiliki dalam asuransi syariah adalah sekitar Rp 10
miliar. Berdasarkan data Takaful Indonesia tahun dalam Ahmad (2006), tercatat ada 31 perusahaan asuransi yang membuka unit syariah, termasuk tiga perusahaan yang beroperasi secara
penuh yaitu Takaful Keluarga, Takaful Umum dan Mubarokah.
M. Syakir Sula dalam Fahmi Ahmad (2006), mengatakan bahwa banyak perusahaan asuransi
yang membuka unit usaha syariah belum maksimal menyiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Merujuk pada faktor risk shares, dirasakan kelemahan pada managemen asuransi
syariah adalah dalam penyiapan tenaga ahli underwriter (penilai risiko) yang bersertifikat dan
memahami perbedaan prinsip syariah dengan konvensional.
asuransi syariah sulit berkembang pesat.

Inilah yang membuat industri

V. KESIMPULAN

Secara umum strategi diferensiasi marketing mix memiliki hubungan dengan beragam
dominasi dengan product acceptability, price affordability, place availability, dan promotion
awareness terhadap consumer response pada ketiga komponen cognitive, affective, dan conative.

Secara khususnya product acceptability dan price affordability

perlu dijadikan

penekanan pada strategi diferensiasi marketing mix dalam kebijakan pengembangan shariah
insurance dimasa mendatang.

Perlu komitmen untuk melindungi kepentingan nasabah serta memberi ruang gerak dan
iklim kompetisi yang sehat industri asuransi syariah.

Dibutuhkan sejumlah regulasi pendukung yang disiapkan oleh Departemen Keuangan
dalam hal permodalan, produk, pengukuran tingkat kesehatan, dan pengembangan sumber daya
manusia.

Melihat dari data-data hasil penelitian emperis dalam paper ini dapat dinyatakafuln
bahwa Program pemasaran Sharia Insurance/takaful saat ini, telah mempertimbangkan faktor
marketing mix. Dalam pengembangan dimasa mendatang, dapat direkomendasikan untuk tetap
menitikberatkan pada faktor produk dan harga. Selanjutnya diperlukan riset yang lebih focus
dan komprehensif pada permasalahan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Fahmi. 2006. Unit Asuransi Syariah Perlu Tambah Modal. Bisnis Indonesia :15
November 2006, Jakarta
Achmad, Fahmi. 2006. AASI Garap Tenaga Ahli Asuransi Syariah. Bisnis Indonesia : 17
November 2006. Jakarta
Anonimous. 2006. Shariah Banking and Other Shariah Financial Institution. Government of
Indonesia.
Anonimous. 2006. Shariah Insurance Performance in Indonesia. National Sharia Council,
Indonesian Sharia Insurance Association (AASI).
Ascarya et.al 2004, "Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia",
Bank Indonesia Working Paper, No. WP/04/01, Bank Indonesia.
Aziz,Iwan J. 2003, "Analytic Network Process with Feedback Influence: A New Approach to
Impact Study, mimeo, paper presented in seminar organized by the Department of
Urban and Regional Planning, University of lullinois, Urbana-Campaign.
Azis,lwan J. 1990, "Analytic Hierarchy Process in the Benefit Cost Framework: A Postevaluation of the Trans-Sumatra Highway Project", Europenan Journal of
Operational Research, vol. 48, no. 1, September 5, 1990.
Chouwdury, M.A. 2002.

The

Islamic

Worldview

Socio-Scientific

Perspectives, London: Kegan Paul International.
Chouwdury, M.A. Mohammed Ziaul Hague 2004. An Advanced Exposition of Islamic
Economics and Finance. Mellon Studies in Economics Vol 25. The Edwin Mellon
Press. Lewiston, Queenston, Lampeter.
Choudhury , Masudul Alam and Mohammad Hadji Alias.2003 Political Economy of Structural
Transformation (Comparative Islamic Perspective). Wisdom House
Churchil Jr., Gilbert A.1995. Marketing Research: Methodological Foundations. 6 th Edition. The
Dryden Press, Orlando-Florida,

Crask, Melvin, Richard J. Fox, Roy G. Stout.1995. Marketing Research: Principle and
Applications. Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey,
Davis, Duene, Robert M. Consenza.1988. Business Research for Decision Making. 2nd Edition.
PWS-KENT Publishing Company, Boston, Massachusets.
Engel, James F., Roger D. Blackwell, dan Paul W. Miniard,1993.Consumer Behavior. 7 th
Edition. The Dryden Press, Fort Worth.
Investor Daily.2005. Asuransi Syariah Wajib Pakai Reasuransi Syaria Senin, 31 Oktober 2005.
Jakarta
Keegan, Warren, Sandra Moriaty, dan Stout Duncan,1995 Marketing. Prentice Hall Englewood
Cliffs, New Jersey,
Kinnear, Thomas C., Kenneth L. Benhardt, ds Kathleen 1995. A. Krentler. Principles of
Marketing. 4th Edition, HarperCollins Publisher, New York,
Kinnear, Thomas C., dan James R. Taylor.1996. Marketing Research: An Applied Approach.
5th Edition. McGraw-Hill, Inc., New York.
Kotler, Philip.1997. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control.
9 th Edition. Prentice Hall International, Inc., Upper Saddle River, New Jersey,
Kotler, Philip, dan Gary Amstrong. Principles of Marketing.1996 7th Edition. Prentice-Hall
International Inc., New Jersey.
Media Indonesia. 2005. Marketing' Syariah Junjung Moralita. 7 November 2005. Jakarta
Mowen, John C.1995. Consumer Behavior. 4 th Edition. Prentice Hall International Inc.,
Engelwood Cliffs, New Jersey, 1995.
Porter, Michael E.1980. Competitive Strategy. The Free Press, New York.
Republika. 2005. Bringin Life Luncurkan Unit Link Awal 2006. 7 Oktober 2005. Jakarta
Republika. 2005. Segera Dicabut Fatwa Darurat Reasuransi. 14 November 2005. Jakarta
Republika.

2005.

Kehadiran Reasuransi Syariah Sangat Diperlukan. 15 November 2005.

Jakarta
Republika. 2005. Indonesia Jadi Pusat Sertifikasi Asuransi Syariah Dunia . 21 November 2005.
Jakarta

Republika. 2006. Perkembangan Asuransi Syariah dan Kinerjanya. 17 November 2006. Jakarta
Saaty, Thomas L. 1996, "Fundamentals of Decision Making and Priority Theory with The
Analytic Hierarchy Process", RWS Publication, Pittsburgh.
Saaty, Thomas L. 1999, "Fundamentals of The Analytic Network Process", paper presented in
ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk.1997. Consumer Behavior. 6th Edition. Prentice Hall
International Inc., New Jersey.
Yef. 2005. Kontrak Wakalah Diminati Asuransi Syariah. Investor Daily. 17 Nov 2005. Jakarta

Daftar websites

www.takaful2005.com

www.bma.gov.bh
[email protected]