PENGARUH ARUS PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA PENGELASAN BIMETAL (STAINLESS STEEL A 240 Type 304 DAN CARBON STEEL A 516 Grade 70) DENGAN ELEKTRODA E 309-16

(1)

harapan menggapai ridho Illahi Robbi

ku persembahkan skripsi ini untuk :

Keluargaku

Dan

Almamater tercinta


(2)

THE EFFECT OF ELECTRIC CURRENT TO THE TENSILE STRENGTH ON BIMETALLIC WELDING (STAINLESS STEEL A 240 Type 304 AND CARBON

STEEL A 516 Grade 70) WITH ELECTRODE E 309-16 By

Rino Indriyanto

Setting the welding current strength will affect the results of welding, for it needed a way for bimetallic welding is more acceptable and can eventually be applied properly in accordance with the desired. One way that might be done is setting the right amount of welding current.

This study aims to determine the effect of welding current on tensile strength, and microstructure. This study uses material yield of 0.1895% Carbon Steel C and Steel Stainless steel yield 0.026% C. Materials treated with a variety of welding current 90 Ampere, 120 Ampere and 150 Ampere using DC reverse polarity welding with SMAW electrode diameter of 3.2 mm E 309-16 DC reverse polarity of the electrode holder is connected to the positive pole and a metal stem is connected to the negative pole. This type of seam used is seam V at an angle of 60o.

The highest tensile strength of welded joints occurred in the specimens of 150 A that is equal to 644 MPa this means an increase of 3.2% of the raw material of stainless steel and an increase of 21.96% of the raw material carbon steel. The highest levels of violence occurred in the HAZ of 644 MPa from 150 A current variation, it is seen in the micro structure terihat softer than the other variations of the welding current. As per the research results can be concluded that the variation of welding current structure changes because to cooling and therefore contributes to the strength of the material that is an increase of raw materials.

Key words : Carbon steel A 516 Grade 70, Stainless steel A 240 Type 304, Electric current, E 309-16, and Tensile strength.


(3)

A. Latar Belakang

Dalam industri, teknologi konstruksi merupakan salah satu teknologi yang memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan manusia. Perkembangannya yang semakin pesat tidak bisa dipisahkan dari teknik pengelasan dalam merancang suatu produk konstruksi. Bisa kita lihat hampir semua produk konstruksi sangat bergantung pada unsur pengelasan terutama dalam rancang bangun, dikarenakan pengelasan merupakan teknik penyambungan yang relatif lebih murah dan mudah dalam operasionalnya. Teknik pengelasan secara sekilas begitu sederhana, akan tetapi sebenarnya membutuhkan pengetahuan yang komperhensif dalam melakukan pengelasan untuk menghasilkan sambungan yang berkualitas, terutama faktor sifat logam yang bergantung pada perubahan suhu. Apabila suhu tinggi maka struktur kristal suatu logam akan mengembang dan besar sehingga logam menjadi lunak, sebaliknya jika suhu didinginkan maka struktur kristal logam mengecil sehingga logam menjadi keras. Hal ini menuntut perencanaan yang matang dalam pengelasan terutama terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya,


(4)

yaitu besar kecilnya sumber panas yang digunakan, kecepatan pengelasan dan bahan yang digunakan, serta dimensi dan fungsi dari benda kerja sendiri.

Pengelasan logam menghasilkan konfigurasi tiga bagian daerah logam, yang pertama logam lasan, yang kedua daerah pengaruh panas yang disebut Heat Affected Zone (HAZ),dan ketiga yaitu logam induk. Logam lasan adalah bagian dari logam pengisi las yang pada saat pengelasan mencair dan membeku seiring turunnya suhu. HAZ adalah logam induk yang bersebelahan dengan daerah logam lasan dan mengalami perubahan mikrostruktur karena pengaruh panas dari logam lasan yang mencair saat pengelasan kemudian menjadi dingin secara cepat karena pengaruh pendinginan. Daerah pengaruh panas (HAZ) merupakan daerah kritis dimana sering terjadi kerusakan maupun cacat. Logam induk merupakan logam inti yang tidak mengalami perubahan mikrostruktur. Perbedaan ketiga daerah logam tersebut terlihat jelas bila dilihat dengan alat bantu mikroskop.

Proses Pengelasan bimetal yang dilakukan di PT. Multi Fabrindo Gemilang (Cilegon) diaplikasikan untuk proses pembuatan bejana tekan (pressure vessel). Dilihat dari segi ekonomisnya dapat menghemat biaya material baja tahan karat (stainless steel) yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan material baja karbon (carbon steel).

Penelitian yang telah dilakukan pada Pengelasan Bimetal adalah Pengelasan Antara Baja Karbon Rendah ST 37 dan Baja Tahan Karat (Austenitic), Proses


(5)

pengelasan yang digunakan adalah proses pengelasan (SMAW) dengan arus 60 A. Elektroda yang digunakan adalah E 309 dan R 990. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat mekaniknya. Dan hasilnya menunjukkan terjadi penggetasan baja tahan karat karena pengendapan krom yang disebabkan olehpreheat (terlalu lama), maka dari ituHeat inputdipertahankan rendah untuk menghindari retak atau embrittelment. (Widia Setiawan dan Nugroho Santoso, UGM : 2006).

Penelitian lainnya tentang Pengaruh Magnet External Terhadap Sifat Mekanik Pengelasan Bimetal Antara Baja SS 41 Dan AH 36, Proses pengelasan yang digunakan adalah proses pengelasan (SMAW). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat mekaniknya. Dan hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar medan magnet akan semakin memperkecil luas HAZ. Ini berarti bahwa dengan penambahan medan magnet pada pengelasan akan semakin memperkuat sifat mekanik sambungan las. (Deddy S. Utomo dan Mohammad Nurul Misbah, ITS : 2008).

Pada suatu proses pengelasan seringkali ditemui suatu masalah, apalagi pada pengelasan dua buah logam yang berbeda atau disebut bimetal. Proses pengelasan bimetal adalah proses pengelasan yang menyambungkan dua macam logam yang berbeda. Pengelasanbimetalmempunyai tingkat kerumitan yang lebih tinggi dibanding dengan pengelasan dengan logam yang sejenis. Karena logam yang tidak sejenis mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Sehingga proses pengelasan logam yang tidak sejenis


(6)

membutuhkan beberapa teknik tertentu, misalnya pemilihan logam yang akan disambung harus tepat, pemilihan elektroda yang sesuai, pengaturan heat input yang tepat, serta pemilihan perlakuan panas pengelasan yang tepat.

(Neonda, 2008).

Mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi tiga macam yaitu mesin las arus searah atau Direct Current (DC), mesin las arus bolak - balik atau Alternating Current (AC) dan mesin las arus ganda yang merupakan mesin las yang dapat digunakan untuk pengelasan dengan arus searah (DC) dan pengelasan dengan arus bolak-balik (AC). Mesin Las arus DC dapat digunakan dengan dua cara yaitu polaritas lurus dan polaritas terbalik. Mesin las DC polaritas lurus (DC-) digunakan bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas besar, untuk pemegang elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif dan logam induk dihubungkan dengan kutub positif, sedangkan untuk mesin las DC polaritas terbalik (DC+) digunakan bila titik cair bahan induk rendah dan kapasitas kecil, untuk pemegang elektrodanya dihubungkan dengan kutub positif dan logam induk dihubungkan dengan kutub negatif.

Pilihan ketika menggunakan DC polaritas negatif atau positif ditentukan oleh jenis elektroda yang digunakan. Beberapa elektroda SMAW di desain untuk digunakan hanya DC- atau DC+. Elektroda E 309-16 hanya dapat digunakan pada DC polaritas terbalik (DC+, DCEP). Pengelasan ini menggunakan elektroda E 309-16 dengan diameter 3,2 mm, maka arus yang digunakan 110–


(7)

130 Ampere dan tegangan 30 Volt. Dengan interval arus tersebut, pengelasan yang dihasilkan akan berbeda-beda,(Soetardjo, 1997).

Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila arus yang digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik. Busur listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Sebaliknya bila arus terlalu tinggi maka elektroda akan mencair terlalu cepat dan akan menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan yang dalam sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan menambah kerapuhan dari hasil pengelasan. Untuk itu dibutuhkan suatu cara agar pengelasanbimetal lebih dapat diterima dan pada akhirnya dapat diaplikasikan dengan baik sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah pengaturan besarnya arus pengelasan yang tepat. (Arifin, 1997).

Kekuatan hasil lasan dipengaruhi oleh tegangan busur, besar arus, kecepatan pengelasan, besarnya penembusan dan polaritas listrik. Penentuan besarnya arus dalam penyambungan logam menggunakan las busur mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan bahan las. Penentuan besar arus dalam pengelasan ini mengambil 90 A, 120 A dan 150 A.


(8)

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mengambil judul : ‘PengaruhArus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Pada PengelasanBimetal (Carbon Steel A 516 Grade 70 dan Stainless Steel A 240 Type 304) Dengan Elektroda E 309-16’.

B. Tujuan

Dengan permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik daerah las Carbon Steel (A 516 Grade 70) dan Stainless Steel (A 240 Type 304) hasil pengelasan SMAW dengan elektroda E 309-16.

2. Untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap struktur mikro daerah las Carbon Steel(A 516 Grade70) danStainless Steel (A 240Type 304) hasil pengelasan SMAW dengan elektroda E 309-16.

C. Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini penulis membatasinya hanya pada :

1. Material yang digunakan adalah plat baja karbon rendah (A 516Grade70) dan plat baja tahan karat (A 240Type304).

2. Elektroda yang digunakan adalah berjenis E 309-16 diameter elektroda 3,2 mm, standar ASTM (American Society for Testing Material) yang didasarkan pada standar asosiasi las Amerika Serikat AWS (American Welding Society).


(9)

3. Proses pengelasan dilakukan dengan menggunakan las busur listrik elektroda terlindung SMAW (shielded metal arc welding) pada posisi pengelasan datar/dibawah tangan (down hand).

4. Kampuh yang digunakan yaitu kampuh V dengan sudut 600.

5. Perlakuan pengelasan dengan variasi arus 90 Ampere, 120 Ampere dan 150 Ampere, serta tegangan sebesar 30 Volt.

6. Pengujian dilakukan dengan uji tarik untuk mengetahui kekuatannya dengan dimensi spesimen uji sesuai dengan standar ASTM E-8, selain itu dilakukan pengujian struktur mikro untuk melihat struktur mikronya. 7. Pendinginan pasca pengelasan dilakukan secara biasa di lingkungan

terbuka sehingga proses pendinginan terjadi dengan sendirinya.

D. Sistematika Penulisan Laporan

Laporan tugas akhir ini disusun menjadi lima Bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori dasar yang bersesuaian dengan materi yang diangkat pada laporan tugas akhir ini.


(10)

III. METODE PENELITIAN

Menjelaskan mengenai metode-metode yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi, dan menjabarkan tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan selama penelitian berlangsung sampai pada penyusunan laporan serta mejabarkan alur pengukuran dan pengujian.

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang data pengujian kekuatan tarik dan hasil foto struktur mikro dari hasil pengelasan yang telah dilakukan..

V. PENUTUP DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa dan pembahasan data hasil pengujian yang telah dilakukan, serta saran yang diberikan penulis untuk pengembangan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA


(11)

ELEKTRODA E 309-16

Oleh

RINO INDRIYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2011


(12)

V. SIMPULAN

A. SIMPULAN

Dari hasil pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro terhadap pengelasan bimetal (Carbon Steel A 516 Grade 70 dan Stainless Steel A 240 Type 304), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengelasan dengan arus 150 Amper mampu meningkatkan kekuatan tarik sebesar 4,2 % dari arus terendah yaitu pada arus 90 Amper. Meskipun berada diatas batas interval ideal elektroda E 309-16 yaitu (100-130) Amper, nyala busur tetap stabil sehingga proses pengelasan berjalan dengan baik.

2. Struktur mikro daerah HAZ pada perlakuan arus 90 Amper memiliki kandungan ferit yang dominan sehingga memiliki sifat ulet dan kekerasan sedang. Sedangkan pada perlakuan arus 150 Amper memiliki kandungan perlit yang dominan dibandingkan kandungan ferit dan bentuknya butirnya lebih halus daripada struktur pada arus 90 Amper. Struktur mikro arus 150 Amper memiliki ukuran butiran yang lebih halus sehingga memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada arus 90 Amper.


(13)

B. Saran

Adapun saran yang dapat diambil dari hasil penelitian ini antara lain :

Perlu dilakukan penelitian lanjutan setelah selesai pengelasan hendaknya benda kerja dilakukan pengujian kekerasan dan ketangguhan untuk mengetahui sifat mekanis hasil pengelasan.


(14)

A 240

Type

304 DAN

CARBON STEEL

A 516

Grade

70) DENGAN

ELEKTRODA E 309-16

(Skripsi)

Disusun Oleh : Rino Indriyanto

0615021108

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(15)

A. Baja

Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan nikel. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility).

Pengaruh utama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon yang besar dalam baja mengakibatkan meningkatnya kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh dan tidak mudah dibentuk [Davis, 1982].


(16)

1. Klasifikasi Baja Karbon(Carbon Steel)

Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, bila kadar karbon naik maka kekuatan dan kekerasan juga akan bertambah tinggi. Karena itu baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya [Wiryosumarto, 2004].

a. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel) atau baja perkakas. Jenis baja yang umum dan banyak digunakan adalah jenis cold roll steel dengan kandungan karbon 0,08% – 0,30% yang biasa digunakan untukbodykendaraan [Sack, 1997].

b. Baja Karbon Sedang

Baja karbon sedang merupakan baja yang memiliki kandungan karbon 0,30% - 0,60%. Baja karbon sedang mempunyai kekuatan yang lebih dari baja karbon rendah dan mempunyai kualitas perlakuan panas yang tinggi. Baja karbon sedang bisa dilas dengan las busur listrik elektroda terlindung dan proses pengelasan yang lain. Untuk hasil yang terbaik maka dilakukan pemanasan mula sebelum pengelasan dannormalizing setelah pengelasan [Sack, 1997].

c. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi jika dibandingkan dengan baja karbon yang lain yakni 0,60% - 1,7%. Kebanyakan baja karbon tinggi sukar untuk dilas jika dibandingkan dengan baja karbon rendah dan sedang [Sack, 1997].


(17)

Dalam Peneiltian ini jenis material yang digunakan adalah (A 516 Grade 70) merupakan baja karbon rendah dengan kadar karbon 0,1895%. Baja karbon rendah memiliki sifat mampu las yang baik, mempunyai kepekaan retak las yang rendah dibandingkan dengan baja karbon lainnya, memiliki kekuatan sedang dan keuletan yang baik. Dan digunakan untuk konstruksi umum, bodykendaraan, bejana tekan (pressure vessel), dan lain-lainnya.

Adapun yang dimaksud dengan (A 516 Grade 70) menurut ASTM (American Society for Testing Material) adalah:

A = Menunjukkan Pengkodean Material Standar Amerika. 516 = SpesifikasiNumber PlateBaja Karbon Rendah. Grade70 = Menujukkan kekuatan antara 70-90 Ksi dan material

yang digunakan pada penelitian ini adalah kekuatannya sebesar 76,6 Ksi (528 Mpa).

2. Klasifikasi Baja Tahan Karat(Stainless Stell)

Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi yang tahan terhadap korosi, suhu tinggi, ketangguhan dan suhu rendah. Karena sifatnya, maka baja ini banyak digunakan dalam pembuatan turbin, mesin jet, pesawat terbang, bejana tekan, alat rumah tangga dan lain-lainnya. Secara garis besar baja tahan karat dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu : jenis austenite, ferit, dan martensit seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1. berikut ini :


(18)

Tabel 1. Klasifikasi Baja Tahan Karat

Klasifikasi Komposisi Utama (%)

Sifat mampu keras Sifat tahan korosi Sifat mampu las

Cr Ni C

Baja Tahan Karat martensit

(11 - 15) - ≤ 1,20 Mengeras

sendiri kurang baik tidak baik Baja Tahan

Karat ferit (16 - 27) - ≤ 0,35 baik baik

kurang baik

Baja Tahan Karat austenite

≤ 16 ≤ 7 ≤ 0,25 baik baik sekali

baik sekali

(Wiryosumarto, 2004).

a) Baja Tahan Karat (Austenitic), kelompok ini adalah yang paling banyak ditemukan dalam aplikasi disekitar kita, contohnya: peralatan rumah tangga, tangki, pressure vessel (bajana tekan), pipa, struktur baik yang bersifat konstruksi maupun arsitektural. Memiliki kandungan Ni tidak kurang dari 7% yang mengakibatkan terbentuknya struktur austenite dan memberikan sifat ulet (ductile). Stainless Steel 304, 304L, 316, 316L termasuk ke dalam tipe ini. Stainless Steel austeniticbersifatnon magnetic.

b) Baja Tahan Karat (Ferritic), kolompok ini memiliki sifat yang mendekati baja umum (mild steel) tetapi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik. Didalam kelompok ini yang paling umum dipakai adalah tipe 12% Chromium yang banyak dipakai dalam aplikasi struktural dan tipe 17% Chromium yang banyak dipakai pada aplikasi peralatan rumah tangga, boiler, mesin cuci dan benda-benda arsitektural.


(19)

c) Baja Tahan Karat (Martensitic), tipe ini umumnya mengandung 11– 13% Chromium. Tipe ini memiliki kekuatan dan kekerasan yang tinggi, serta ketahanan terhadap korosi. Aplikasi terbanyak adalah untuk turbineblade.

Dalam peneiltian ini jenis material yang digunakan adalah (A 240Type 304) merupakan baja tahan karat austenit dengan kadar karbon 0,026%. Baja tahan karat austenit memiliki sifat mampu las yang baik, tahan terhadap korosi, dan tahan dalam keadaan suhu tinggi dan suhu rendah. Diaplikasikan untuk pembuatan turbin, mesin jet, pesawat terbang, bejana tekan (pressure vessel), dan alat-alat rumah tangga.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan (A 240Type304) menurut ASTM (American Society for Testing Material) adalah:

A = Menunjukkan Pengkodean Material Standar Amerika. 240 = SpesifikasiNumber PlateBaja Tahan Karat.

Type304 = Menujukkan material berjenisplate.

3. Standarisasi Baja Karbon

Standarisasi baja karbon digunakan untuk menggolongkan baja karbon berdasarkan komposisi kimia, penetapan standarisasi baja karbon menurut The American Society Of Mechanical Engineers (ASME, 2007) dan standar ASTM (American Society for Testing Material) yang didasarkan pada standar asosiasi las Amerika Serikat AWS (American Welding


(20)

Society) mempergunakan nomor atau angka dan huruf. Baja karbon yang digunakan adalah baja A 516 Grade 70, baja ini merupakan baja karbon rendah dengan kadar karbon 0,1895% dan baja tahan karat A 240 Type 304, baja ini merupakan baja tahan karat (austenitic) dengan kadar karbon 0,026%. Selain kandungan karbon juga terdapat unsur paduan yang lainnya. Unsur-unsur paduan ini dapat meningkatkan kesempurnaan dan juga kekuatan dari baja yang dibentuk. Jumlah persentase dari unsur-unsur paduan ini disesuaikan dengan kegunaan dan manfaat dari baja yang akan digunakan.

B. Pengelasan

Pengelasan berdasarkan sumber energi panasnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu mekanik, listrik dan kimia, sedangkan dari cara pengelasan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu pengelasan cair (Fusion Welding), pengelasan tekanan (Pressure Welding), dan pematrian (Wiryosumarto, 2004). Cara pengelasan dengan elektroda yang terbungkus fluks merupakan pengembangan lebih lanjut dari pengelasan menggunakan elektroda logam tanpa pelindung (Base Metal Electrode). Elektroda logam tanpa pelindung, busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan yang cepat sehingga O2 dan N2 dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida yang berakibat sambungan menjadi rapuh dan lemah. Pengelasan elektroda terbungkus pada prinsipnya adalah busur listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk mengakibatkan logam induk dan ujung elektroda mencair kemudian membeku bersama-sama.


(21)

Lapisan pembungkus elektroda terbakar bersamaan dengan meleburnya elektroda menghasilkan gas pelindung di sekitar busur dengan oksigen.

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.

Proses pengelasan bimetal adalah proses pengelasan yang menyambungkan dua macam logam yang berbeda. Pengelasan bimetal mempunyai tingkat kerumitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengelasan dengan logam yang sejenis. Karena logam yang tidak sejenis mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Sehingga proses pengelasan logam yang tidak sejenis membutuhkan beberapa teknik tertentu, misalnya pemilihan logam yang akan disambung harus tepat, pemilihan elektroda yang sesuai, pengaturan heat input yang tepat, serta pemilihan perlakuan panas pasca pengelasan yang tepat. (Neonda, 2008).

C. Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Pengelasan SMAW atau las busur listrik adalah proses penyambungan logam dengan pemanfaatan tenaga listrik sebagai sumber panasnya. Las busur listrik merupakan salah satu jenis las listrik dimana sumber pemanasan atau pelumeran bahan yang disambung atau dilas berasal dari busur nyala listrik. Las busur listrik dengan metode elektroda terbungkus adalah cara pengelasan


(22)

yang banyak digunakan pada masa ini, cara pengelasan ini menggunakan elektroda logam yang dibungkus dengan fluks. Las busur listrik terbentuk antara logam induk dan ujung elektroda, karena panas dari busur, maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama. (Arifin,1997).

Gambar 1. Las busur listrik dan elektroda terbungkus (Wiryosumarto dan Okumura, 2004)

Proses pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) dilakukan dengan menggunakan energi listrik (AC/DC), energi listrik dikonversi menjadi energi panas dengan membangkitkan busur listrik melalui sebuah elektroda. Busur listrik diperoleh dengan cara mendekatkan elektroda las ke benda kerja/logam yang akan dilas pada jarak beberapa milimeter, sehingga terjadi aliran arus listrik dari elektroda ke benda kerja, karena adanya perbedaan tegangan antara elektroda dan benda kerja (logam yang akan dilas). Panas yang dihasilkan dapat mencapai 5000oC, sehingga mampu melelehkan elektroda dan logam yang akan disambung untuk membentuk paduan [Bintoro, 1999].


(23)

Gambar 2. Skema kerja las busur listrik elektroda terlindung

Parameter yang harus diperhatikan untuk memperoleh hasil pengelasan yang maksimum dengan las SMAW, diantaranya yaitu [Bintoro, 1999] dan (Wiryosumarto, 2004) :

1. Elektroda

Bagian yang sangat penting dalam las busur listrik adalah elektroda las. Selama proses pengelasan elektroda akan meleleh dan akhirnya habis. Jenis elektroda yang digunakan akan sangat menentukan hasil pengelasan, sehingga sangat penting untuk mengetahui jenis dan sifat-sifat masing-masing elektroda sebagai dasar pemilihan elektroda yang tepat.

Macam dan jenis elektroda sangat banyak. Berdasarkan selaput pelindungnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu elektroda polos dan elektroda berselaput. Elektroda berselaput terdiri dari bagian inti dan zat pelindung atau fluks. Pelapisan fluks pada bagian inti dapat dilakukan dengan cara semprot atau celup. Selaput yang ada pada elektroda jika terbakar akan menghasilkan gas CO2 yang berfungsi untuk melindungi cairan las, busur listrik, dan sebagian benda kerja dari udara luar.


(24)

Untuk pemilihan jenis elektroda yang digunakan, maka harus memperhatikan beberapa langkah antara lain [Bintoro, 1999]:

a. Jenis logam yang akan dilas. b. Tebal bahan yang akan dilas.

c. Kekuatan mekanis yang diharapkan dari hasil pengelasan. d. Posisi pengelasan.

e. Bentuk kampuh benda kerja. 2. Arus Listrik

Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri sambungan, diameter inti elektroda, posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi. Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil.

3. Tegangan (Voltase) listrik

Tegangan listrik yang digunakan pada proses pengelasan SMAW berbanding lurus dengan panjang busur listrik. Panjang busur listrik yang dimaksud adalah jarak antara ujung elektroda dengan permukaan logam yang akan dilas.


(25)

4. Polaritas listrik

Polaritas listrik mempengaruhi hasil dari busur listrik. Sifat busur listrik pada arus searah (DC) akan lebih stabil daripada arus bolak-balik (AC). Terdapat dua jenis polaritas yaitu polaritas lurus (DC–), di mana benda kerja positif dan elektroda negatif, sedangkan polaritas balik (DC+) sebaliknya.

Gambar 3. Pengaruh pengkutuban pada hasil las

Karakteristik dari polaritas balik yaitu pemindahan logam terjadi dengan cara penyemburan, maka polaritas ini mempunyai hasil pengelasan yang lebih dalam dibanding dengan polaritas lurus.

Gambar 4. Karakteristik hasil pengelasan

Dari keterangan diatas tentang polaritas listrik mempengaruhi hasil dari busur listrik dapat disimpulkan seperti pada tabel 2. Berikut ini :


(26)

Tabel 2. Karakteristik hasil pengelasan

NO. Variabel Operasi

Karakterisitk Hasil Pengelasan Suara Busur Penetrasi Burn Off

Electrode Bentuk Bead A Normal Ampere, Normal Volts, Kec. Normal Percikan kecil Suara gemercak kuat Baik, dalam dan galengan normal Bentuk normal Fusionnya sangat baik, tidak ada overlap B Ampere Rendah, Normal Volts, Kec. Normal Percikan tidak beraturan, suara gemercak kecil

Dangkal Tidak besar, beda dengan yang diatas. Tonjolan tinggi C Ampere. Tinggi, Normal Volts, Kec. Normal Suaranya seperti ledakan, jarang beraturan Dalam dan panjang Coating tertinggal dan lebar serta panjang Luas bead tidak lebar. Fusionnya baik D Normal Ampere, Kec. Normal, Volts rendah Percikan kecil dan tenang Kecil Coating membentuk kawah dan porosity Tonjolan tinggi dan lebih lebar dari No. B

E Ampere. Normal, Kec. Normal, Volts Tinggi

Suaranya halus Lebar dan dangkal Rata dan membentuk kawah Lebar F Ampere. Normal, Normal Volts, Kec. Rendah Normal Kawah Normal

Normal Bead lebar

G Ampere. Normal, NormalVolts, Kec. Tinggi

Normal Kecil dan dangkal

Normal Bead kecil dan undercut

Sumber: Zamil, 1999.

Kolaborasi arus listrik pengelasan, tegangan (Voltase) listrik pengelasan, dan kecepatan pengelasan, menghasilkan energi panas yang dikenal dengan masukan panas (heat input). Kecepatan pengelasan ikut mempengaruhi energi panas pengelasan, karena proses pengelasan tidak diam ditempat, tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu.


(27)

5. Kecepatan pengelasan

Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan dan lain–lainnya. Dalam hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding lurus dengan arus las. Karena itu pengelasan yang rendah akan menyebabkan pencairan yang banyak dan pembentukan manik datar yang dapat menimbulkan terjadinya bentuk manik yang cekung dan takik.

5. Heat Input

Bila menggunakan heat input yang rendah, mengharuskan kecepatan pengelasan yang relatif pelan, maka energi panas banyak menyebar kebagian logam, sehingga semakin banyak daerah yang dipanasi, berarti lebih banyak daerah yang mengalami perubahan struktur kristal. Sebaliknya dengan heat input yang tinggi, baja mencair dengan cepat, sehingga kecepatan pengelasan lebih besar, yang berarti daerah yang dipengaruhi panas las sempit.

6. Besarnya penetrasi atau penembusan

Untuk mendapatkan kekuatan sambungan yang tinggi diperlukan penembusan atau penetrasi yang cukup. Sedangkan besarnya penembusan tergantung kepada sifat – sifat fluks, polaritas, kecepatan las dan tegangan yang digunakan. Pada dasarnya makin besar arus las makin besar pula daya tembusnya.


(28)

D. Elektroda Terbungkus

Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai bahan tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las.

Fungsi dari fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara atau menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur dan sebagai sumber paduan. Sifat mampu las fluks ini sangat baik maka biasa digunakan untuk konstruksi yang memerlukan tingkat pengaman tinggi. (Arifin, 1997).

Gambar 5. Elektroda terbungkus

Spesifikasi arus menurut tipe elektroda dan kuat arus dari elektroda untuk baja karbon (carbon steel) dan baja tahan karat (stainless steel) berdasarkan diameter yang digunakan, terdapat pada tabel 3. dibawah ini:

Logam lasan

Logam induk Terak

Elektroda

Fluks pembungkus

Kawat las

Cairan logam Busur Listrik kus


(29)

Tabel 3. Spesifikasi arus menurut tipe elektroda dan diameter dari Elektroda.

Diameter Tipe elektroda dan Ampere yang digunakan

(mm) E 309-16 E 309L-16 E 309LMo-16 E 309Nb-16

2,0 50–70 35–80 35–80 35–80

2.6 70–110 65–100 65–100 65–100

3.2 110–130 80–125 80–125 80–125

4,0 120–150 120–170 120–170 120–170

5,0 160–210 160–210 160–210 160–210

(Nikko Steel index, 1994).

Elektroda adalah bagian ujung (yang berhubungan dengan benda kerja) rangkaian penghantar arus listrik sebagai sumber panas (Alip, 1989). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan E 309-16 menurut ESAB (handbook of elektrode) adalah:

E = (Elektroda las listrik ).

309 = (Kandungan spesifik komposisi elektroda).

1 = Posisi pengelasan (angka 1 berarti dapat dipakai untuk semua posisi pengelasan).

6 = Menunjukkan jenis selaput fluks selulosa, jenis bahan fluks ini memiliki busur yang kuat dan penetrasi/penembusannya dalam. 16 = Menunjukkan arus yang digunakan berjenis AC atau DCEP.


(30)

E. Arus Listrik

Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri sambungan, diameter inti elektroda, posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi.

Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam serta peguatan matrik las tinggi.

Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila arus yang digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik. Busur listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Sebaliknya bila arus terlalu tinggi maka elektroda akan mencair terlalu cepat dan akan menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan yang dalam sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan menambah kerapuhan dari hasil pengelasan (Arifin, 1997).


(31)

F.Heat Input

Pencairan logam induk dan logam pengisi memerlukan energi yang cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan dihasilkan dari bermacam-macam sumber tergantung pada proses pengelasannya. Pada pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari listrik yang diubah menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya hasil kolaborasi dari arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Parameter ketiga yaitu kecepatan pengelasan ikut mempengaruhi energi pengelasan karena proses pemanasannya tidak diam akan tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu. Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti dipengaruhi tiga parameter yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelasan yang sering disebut heat input. Persamaan dari heat input hasil dari penggabungan ketiga parameter dapat dituliskan sebagai berikut:

HI (Heat Input)

=

( ) ( )

( )

……….(1)

Keterangan :

(HI) =Heat input (Joule)

(E) = Tegangan (Voltase)

(V) = Kecepatan Pengelasan (mm/min) (I) = Arus Pengelasan (Ampere)

Dari persamaan itu dapat dijelaskan beberapa pengertian antara lain, jika kita menginginkan masukan panas yang tinggi maka parameter yang dapat diukur


(32)

yaitu arus las dapat diperbesar atau kecepatan las diperlambat. Besar kecilnya arus las dapat diukur langsung pada mesin las. Tegangan las umumnya tidak dapat diatur secara langsung pada mesin las, tetapi pengaruhnya terhadap masukan panas tetap ada.

G. Daerah Pengaruh Panas (Heat Affected Zone)

Pengelasan logam akan menghasilkan konfigurasi logam lasan dengan tiga daerah pengelasan yaitu pertama daerah logam induk merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan mikrostruktur, kedua adalah daerah pengaruh panas atau disebut heat affected zone (HAZ) merupakan daerah terjadinya pencairan logam induk yang mengalami perubahan mikrostruktur karena pengaruh panas saat pengelasan dan pendinginan setelah pengelasan, daerah ketiga adalah daerah las merupakan daerah terjadinya pencairan logam dan dengan cepat kemudian mengalami pembekuaan.

Daerah pengaruh panas (HAZ) merupakan daerah yang paling kritis dari sambungan las, karena selain terjadi perubahan mikrostruktur juga terjadi perubahan sifat. Secara umum daerah pengaruh panas efektif dipengaruhi oleh lamanya pendinginan dan komposisi logam induk sendiri. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur logam las maka susunan struktur logamnya semakin kasar. Secara skematis hubungan tinggi suhu dan daerah pengaruh panas efektif terlihat dengan semakin menurunnya suhu atau semakin jauh dari logam cair las. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 6. Penampang lintang daerah HAZ di bawah ini:


(33)

Gambar 6. Penampang lintang daerah HAZ (Wiryosumarto dan Okumura, 2004)

H. Diagram CCT (continuous cooling transformation)

Pada proses pengelasan, transformasi austenit menjadi ferit merupakan tahap yang paling penting karena akan mempengaruhi struktur logam las, hal ini disebabkan karena sifat-sifat mekanis material ditentukan pada tahap tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi austenit menjadi ferit adalah masukan panas, komposisi kimia las, kecepatan pendinginan dan bentuk sambungan las.

Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenit sampai suhu kamar. Karena perubahan struktur ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki baja juga akan berubah. Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur mikro yang terbentuk biasanya digambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu, suhu dan transformasi, diagram tersebut dikenal dengan diagram CCT (continuous cooling transformation).


(34)

Gambar 7. Diagram CCT untuk baja ASTM 4340 (Wiryosumarto,2004)

Contoh diagram CCT ditunjukkan dalam gambar di atas, dari diagram diatas dapat dilihat bahwa bila kecepatan pendinginan naik berarti waktu pendinginan dari suhu austenit turun, struktur akhir yang terjadi berubah campuran ferit -perlit ke campuran ferit--perlit-bainit-martensit,ferit-bainit-martensit, kemudian bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggi sekali struktur akhirnya adalah martensit (Wiryosumarto, 2004).

I. Struktur Mikro Daerah Las-lasan

Daerah las-lasan terdiri dari tiga bagian yaitu: daerah logam las, daerah pengaruh panas atau heat affected zone disingkat menjadi HAZ dan logam induk yang tak terpengaruhi panas.

Menurut Abson dan Pargeter (1986), struktur mikro yang mungkin terbentuk dari pengelasan adalah :

a) Batas butir ferit, terbentuk pertama kali pada transformasi austenite ferit biasanya terbentuk sepanjang batas austenit pada suhu 1000-65000C.


(35)

b) Ferrit terbentuk pada proses pendinginan lambat dari austenite baja hipoeuctoid (baja dengan kandungan karbon < 0,8%), bersifat lunak, ulet, memiliki kekerasan (70-100) BHN.

c) Ferrit Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase, struktur mikro ini terbentuk pada suhu 750-6500 0C disepanjang batas butir austenit, ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga memenuhi permukaan butirnya.

d) Ferrit acicular, berbentuk intragranulardengan ukuran yang kecil dan mempunyai orientasi arah yang acak. Biasanya ferit acicular ini terbentuk sekitar suhu 6500 0C dan mempunyai ketangguhan paling tinggi dibandingkan struktur mikro yang lain.

e) Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan terbentuk pada suhu 400-5000 0C. Bainit mempunyai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan ferit, tetapi lebih rendah dibanding martensit. f) Martensit akan terbentuk, jika proses pengelasan dengan pendinginan

sangat cepat, Struktur mikro martensit seperti bentuk jarum-jarum halus, bersifat keras (20-67) HRC, dan getas.


(36)

Gambar 9. Struktur mikroacicular ferrite(AF) dangrain boundary ferrite(GF) atau ferit batas butir (Sonawan, 2004)

Gambar 10. Struktur mikro feritWidmanstatten(ASM, 1989)


(37)

Gambar 12. Struktur mikro ferit dan perlit (Sonawan, 2004).

Gambar 13. Struktur mikro bainit (ASM, 1989)


(38)

J. Klasifikasi Las Berdasarkan Sambungan dan Bentuk Alurnya.

1. Sambungan Las Dasar

Sambungan las pada konstruksi baja pada dasarnya dibagi menjadi sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar di atas terjadi sambungan silang, sambungan dengan penguat dan sambungan sisi yang ditunjukan pada gambar 15 di bawah ini :

Gambar 15. Jenis-jenis sambungan dasar (Wiryosumarto H, 2004).

2. Sambungan Tumpul

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan las yang paling efisien, sambungan ini terbagi menjadi dua yaitu :

1) Sambungan penetrasi penuh

2) Sambungan penetrasi sebagian

Sambungan penetrasi penuh terbagi lagi menjadi sambungan tanpa plat pembantu dan sambungan dengan plat pembantu. Bentuk alur dalam


(39)

sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan jaminan sambungan.

Tabel 4. Alur sambungan las tumpul

(Wiryosumarto dan Toshie okumura, 2004).

K. Pengujian Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang


(40)

diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda. Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut.

Untuk melaksanakan pengujian tarik dibutuhkan batang tarik. Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang dinormalisasikan, dibubut dari spesimen yang akan diuji. Uji tarik merupakan salah satu dari beberapa pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui sifat mekanik dari satu material. Dalam bentuk yang sederhana, uji tarik dilakukan dengan menjepit kedua ujung spesimen uji tarik pada rangka beban uji tarik. Gaya tarik terhadap spesimen uji tarik diberikan oleh mesin uji tarik (Universal Testing Machine) yang menyebabkan terjadinya pemanjangan spesimen uji dan sampai terjadi patah [Tony, 2005 ].

Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat dalam gambar 20 . Titik P menunjukkan batas dimana hukum Hooke masih berlaku dan disebut batas proporsi, dan titik E menunjukkan batas dimana bila beban diturunkan ke nol lagi tidak akan terjadi perpanjangan tetap pada batang uji dan disebut batas elastis. Titik E sukar ditentukan dengan tepat karena itu biasanya ditentukan batas elastis dengan perpanjangan tetap sebesar 0,005% sampai 0,01%. Titik S1 disebut titik luluh atas dan titik S2titik luluh bawah. Pada beberapa logam batas luluh ini tidak kelihatan dalam diagram tegangan-regangan, dan dalam hal ini tegangan luluhnya ditentukan sebagai tegangan dengan regangan sebesar 0,2% [Wiryosumarto, 1996].


(41)

Gambar 16. Kurva tegangan-regangan ( Wiryosumarto, 2004)

Pada pengujian tarik beban diberikan secara continue dan pelan–pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan-regangan. Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang mula benda uji.

=

………...(2

)

Dimana: σu = Tegangan Tarik(kg/mm2) Fu = Beban maksimal (kg)

Ao = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang ukur (Δ L) dengan panjang ukur mula-mula benda uji.

ε= 100% = x 100% . . (3)

Dimana: ε = Regangan (%) L = Panjang akhir (mm) Lo = Panjang awal (mm)


(42)

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berupa pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan kepatahan pada beban.

Uji tarik suatu material dapat dilakukan dengan menggunakanuniversal testing machine seperti yang ditunjukkan pada gambar 17. Benda uji dijepit pada mesin uji tarik, kemudian beban statik dinaikkan secara bertahap sampai spesimen putus. Besarnya beban dan pertambahan panjang dihubungkan langsung dengan plotter, sehingga diperoleh grafik tegangan (Mpa) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa teganganultimate(σult), modulus elastisitas bahan (E), ketangguhan dan keuletan sambungan las yang diuji tarik [Dowling, 1999].

Gambar 17. Mesin uji tarik (universal testing machine) [Dowling, 1999]

L. Pengujian Struktur Mikro

Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya.


(43)

Persiapan yang dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pemontingan spesimen, pengampelasan, pemolesan dan pengetsaan. Setelah dipilih, bahan uji diratakan kedua permukaannya dengan menggunakan mesin kikir dan ampelas, proses perataan harus selalu terjaga agar tidak timbul panas yang mempengaruhi struktur mikro. Setelah rata digosok dengan menggunakan ampelas mulai dari yang kasar sampai yang halus. Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. Bahan yang halus dan rata itu diberi autosol untuk membersihkan noda yang menempel pada bahan. Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan spesimen kedalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan menghadap keatas. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat stuktur mikronya.

Gambar 18. Alat struktur mikro

Keterangan gambar :

1. Landasan spesimen 4. Lensa untuk melihat

2. Lengan pengatur kedudukan 5. Tuas pengatur perbesaran. 3. Lensa pengatur perbesaran


(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DATA PENELITIAN

1. Material Penelitian

a. Tipe Baja : A 516Grade70

Bentuk : Plat

Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516Grade70

Komposisi Kimia Persentase (%)

C 0,1895

Si 0,0354

S 0,0041

P 0,0147

Mn 0.11

Ni 0,0001

Cr 0,0002

Mo

-Co


(45)

b. Tipe Baja : A 240 Tipe 304

Bentuk : Plat

Tabel 8. Komposisi Kimia Baja A 240 Tipe 304

Komposisi Kimia Persentase (%)

C 0,026

Si 0,430

S 0,003

P 0,023

Mn 1,380

Ni 8,060

Cr 17,750

Mo 0,026

Co 0,020

Cu 0,100

2. Data Proses Pengelasan

Data pengelasan yang digunakan dalam pengelasan ini adalah sebagai berikut:

a. Perlakuan pengelasan dengan arus 90 Amper.


(46)

Arus Pengelasan : 90 Amper Tegangan Pengelasan : 30 Volt

Posisi Pengelasan : Mendatar,Downhand(1G) Elektroda Las : E 309 - 16

Lapisan Las :Multypass

Jumlah Lapisan Las : 7 Lapisan las

b. Perlakuan pengelasan dengan arus 120 Amper.

Gambar 27. JumlahMultypassPada Elektroda 3.2 mm

Arus Pengelasan : 120 Amper Tegangan Pengelasan : 30 Volt

Posisi Pengelasan : Mendatar,Downhand(1G) Elektroda Las : E 309 - 16

Lapisan Las :Multypass


(47)

c. Perlakuan pengelasan dengan arus 150 Amper.

Gambar 28. JumlahMultypassPada Elektroda 3,2 mm

Arus Pengelasan : 150 Amper Tegangan Pengelasan : 30 Volt

Posisi Pengelasan : Mendatar,Downhand(1G) Elektroda Las : E 309 - 16

Lapisan Las :Multypass


(48)

B. Data Hasil Pengujian

1. Kekuatan Tarik Maksimum

Data mengenai kekuatan tarik maksimum dengan variasi arus pengelasan dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Nilai kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Jenis Elektroda Las Arus Pengelasan Diameter Elektroda Nomor Spesimen Kekuatan Tarik (MPa) Rata-rata Kekuatan Tarik (MPa)

E 309 -16

90 A 3.2 mm

1 611

618

2 613

3 632

120 A 3.2 mm

1 624

621

2 627

3 611

150 A 3.2 mm

1 616

644

2 666

3 650

Raw MaterialA 516

Grade70 528 Mpa

Raw MaterialA 240Type


(49)

2. Hasil Foto Struktur Mikro

Foto struktur mikro yang diambil pada hasil pengelasan, yaitu mencakup daerah logam induk , dan daerah HAZ.

a. Foto Struktur MikroBase Metal Carbon Steel (A 516Grade70)

Gambar 29. Foto struktur mikroBase metal perbesaran 500X.

Struktur mikro pada gambar di atas didominasi oleh struktur ferit yang berwarna putih (terang), sedangkan struktur perlit (berwarna gelap) lebih sedikit. Struktur ferit cenderung bersifat ulet dan memiliki kekerasan yang rendah.

b. Fhoto Struktur Mikro daerah HAZCarbon Steel

Gambar 30. Foto struktur mikro daerah HAZ arus 90 Amper perbesaran 500X.


(50)

Gambar pada foto struktur mikro arus 90 Amper menunjukkan struktur yang terbentuk adalah struktur ferit. Gambar tersebut menunjukkan bahwa struktur mikro didominasi oleh struktur ferit sehingga struktur ini memiliki sifat ulet dan memiliki kekerasan yang lebih rendah daripada struktur pada arus 150 A.

Gambar 31. Foto struktur mikro daerah HAZ arus 150 Amper Perbesaran 500X.

Gambar diatas menunjukkan adanya struktur ferit yang relatif sedikit dibandingkan dengan struktur perlit yang relatif banyak. Dan pada gambar sangat jelas terlihat bahwa struktur mikro pada arus 150 Amper didominasi oleh struktur perlit yang berwanga gelap karena mengandung kadar karbon.

C. Grafik Hasil Pengujian Dan Pembahasan

Pengujian ini dilakukan pada mesin uji tarik UPM-1000 (kapasitas 100 ton). Dari pengolahan data hasil pengujian yang diambil maka dapat dilihat nilai kekuatan tarik rata-rata dari masing-masing spesimen pengelasan dilihat pada tabel sebagai berikut :


(51)

Tabel 10. Data Tegangan Tarik

Jenis

Elektroda Las Arus Pengelasan

Diameter Elektroda

Rata-rata Kekuatan Tarik (MPa)

E 309 -16

90 A 3.2 mm 618

120 A 3.2 mm 621

150 A 3.2 mm 644

Raw Material SA 516Grade70 528 Mpa

Raw Material SA 240Type304 L 624 Mpa

Dari data tabel 10, hasil pengujian tarik rata-rata selanjutnya dimasukkan kedalam diagram batang seperti dibawah ini :

Gambar 32. Diagram batang nilai kekuatan tarik terhadapbase metal sebelum dilakukan pengelasan.

450 500 550 600 650 Base Metal Carbon Steel Base Metal Stainless Steel 528 624


(52)

Gambar 33. Diagram batang nilai kekuatan tarik terhadap perbedaan perlakuan arus pengelasan.

Dari data tabel diatas menunjukkan nilai kekuatan tarik untuk kelompok raw materials adalah Stainless Steel (624 Mpa) dan Carbon Steel (528 Mpa). Nilai kekuatan tarik untuk kelompok 90 Amper adalah 618 MPa, ini berarti mengalami penurunan sebesar 0,97 % dari kelompok raw material stainless steel dan kenaikan 17,04 % dariraw material carbon steel.

Nilai kekuatan tarik untuk kelompok 120 A adalah sebesar 621 MPa, hal ini berarti mengalami penurunan sebesar 0,48% dari kelompokraw material stainless steel,mengalami kenaikan 17,61 % dariraw material carbon steeldan mengalami kenaikan sebesar 0,48 % dari kelompok 90 Amper.

400 450 500 550 600 650

Arus 90 A Arus 120 A Arus 150 A

6 1 8 6 2 1


(53)

Nilai kekuatan tarik untuk kelompok 150 Amper adalah sebesar 644 MPa, hal ini berarti mengalami kenaikan sebesar 3,2 % dari kelompok raw material stainless steeldan kenaikan sebesar 21,96 % dariraw material carbon steel.Nilai kekuatan tarik pada arus 150 Amper juga mengalami kenaikan sebesar 26 MPa dari kelompok 90 Amper dan juga mengalami kenaikan sebesar 23 MPa dari kelompok 120 Amper.

Pengujian yang pertama adalah pengujian tarik untuk variasi arus pengelasan 90 Amper. Nilai kekuatan tarik pada arus 90 Amper mempunyai nilai yang paling kecil diantara variasi arus pengelasan dan raw materials. Pada kelompok variasi 90 Amper, arus yang terjadi terlalu rendah menyebabkan sulitnya penyalaan busur sehingga proses pengelasan dilakukan lebih lama daripada proses pengelasan dengan perlakuan arus 120 dan 150 Amper.

Pengujian yang kedua adalah pengujian tarik untuk variasi arus pengelasan 120 Amper. Nilai kekuatan tarik untuk kualitas hasil pengelasan pada arus 120 Amper mempunyai nilai yang yang lebih besar dibandingkan kelompok variasi arus 90 Amper. Menurut hasil pengamatan di lapangan, pada arus 120 Amper busur listrik yang terjadi cukup stabil dibandingkan kelompok 90 Amper. Nyala busur stabil dan tidak terputus-putus saat proses pengelasan sehingga hasil pengelasan dapat dilakukan dengan lancar dan hasilnya cukup baik. Arus pengelasan 120 Amper termasuk dalam interval arus yang diijinkan untuk elektroda E 309-16 diameter 3,2 mm yaitu antara 100 Amper sampai 130 Amper.


(54)

Pengujian yang ketiga adalah pengujian tarik untuk variasi arus pengelasan 150 Amper. Nilai kekuatan tarik untuk kualitas hasil pengelasan pada arus 150 Amper mempunyai nilai yang paling tinggi diantara variasi arus pengelasan dan raw materials. Menurut hasil pengamatan di lapangan, pada pengelasan ini busur yang terjadi lebih besar dibandingkan arus 90 Amper dan 120 Amper. Tetapi nyala busur masih tetap stabil, dan panas yang terjadi menyebabkan fusion welding lebih merata dalam daerah pengelasan sehingga menghasilkan nilai kekuatan tarik yang lebih besar daripada arus 90 A dan arus 120 A.

Menurut data dari hasil pengujian tarik, kekuatan tarik pada base metal carbon steel mempunyai nilai kekuatan tarik yang lebih kecil daripada hasil pengelasan, hal ini disebabkan oleh jenis carbon steel yang digunakan adalah jenis baja karbon rendah dan kandungan karbonya hanya 0,1895%. Menurut sifat karakteristiknya, baja karbon rendah memiliki tingkat kekerasan yang rendah dikarenakan kandungan karbonya yang relatif lebih kecil dan untukstainless steelyang sifatnya tahan terhadap korosi, memiliki keuletan yang baik, dan kekerasan yang rendah(Wiryosumarto, 2004).

Adanya pengaruh elektroda sebagai unsur paduan yang berfungsi memberikan penambahan kekuatan pada spesimen yang dilas, adapun unsur paduan pada elektroda jenis E 309-16 antara lain ; kandungan karbon yang befungsi untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan baja, krom berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi dan menigkatkan kekerasan, dan nikel berfungsi untuk meningkatkan ketangguhan pada hasil pengelasan. Oleh karena itu, nilai kekuatan tarik pada hasil pengelasan relatif lebih besar daripada Base Metal. (Department of Metallurgy and Materials University of Indonesia, 2007).


(55)

Daerah pengaruh panas atau disebut heat affected zone (HAZ) merupakan daerah terjadinya pencairan logam induk yang mengalami perubahan mikro struktur karena pengaruh panas saat pengelasan dan pendinginan setelah pengelasan. Adapun hasil pengujian struktur mikro adalah :

(A) (B) (C)

Gambar Foto struktur mikro : (A) Base Metal Carbon Steel,(B) Pengelasan arus 90 Amper,(C) Pengelasan arus 150 Amper. Dengan etsa nital Perbesaran 500X

Gambar (A) diatas didominasi oleh struktur ferit yang berwarna putih (terang), sedangkan struktur perlit (berwarna gelap) lebih sedikit. Struktur perlit cenderung bersifat keras karena mengandung unsur karbon, sedangkan struktur ferit cenderung bersifat ulet dan memiliki kekerasan yang rendah.

Gambar (B) menunjukkan struktur yang terbentuk adalah ferit. Struktur ferit (warna putih) lebih dominan pada gambar. Karena ukuran butirnya lebih kecil dibandingakan raw material sehingga memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkanraw material carbon steel.

Ferit Perlit

Perlit Ferit


(56)

Menurut hasil pengamatan pada gambar (C), menunjukkan struktur yang terbentuk adalah ferit,dan perlit. Karena ukuran butirnya lebih halus daripada foto struktur mikro pada arus 90 Amper dan raw material sehingga memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripadaraw material carbon steeldan struktur mikro arus 90 Amper. Pada perlakuan arus 150 Amper difusi yang terjadi lebih banyak dan merata, daripada perlakuan arus 90 A dan 120 A sehingga nilai kekuatan tarik dan kekerasannya lebih tinggi daripada arus 90 A dan 120 A.

Struktur mikro pada daerah HAZ yang memiliki nilai kekerasan paling tinggi terdapat pada arus pengelasan 150 Amper, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh penambahan arus sehingga meningkatkan energi panas, difusi yang terjadi lebih banyak dan merata, ukuran butiran lebih halus dan matriks lebih rapat daripada arus pengelasan yang lebih rendah yaitu arus 90 A dan 120 A.


(57)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Las busur listrik dan elektroda terbungkus ... 16 2. Skema kerja las busur listrik elektroda terlindung ... 17 3. Pengaruh pengkutuban pada hasil las ... 19 4. Karakteristik hasil pengelasan... 19 5. Elektroda terbungkus ... 22 6. Penampang lintang daerah HAZ ... 27 7. Diagram CCT untuk baja ASTM 4340... 28 8. Struktur mikroferrite... 29 9. Struktur mikroacicular ferritedangrain boundary ferrite ... 30 10. Struktur mikro feritWidmanstatten... 30 11. Struktur mikro martensit ... 30 12. Struktur mikro ferit dan perlit ... 31 13. Struktur mikro bainit ... 31 14. Struktur mikro daerahcolumnar... 31 15. Jenis-jenis sambungan dasar ... 32 16. Kurva tegangan-regangan ... 35 17. Mesin uji tarik (universal testing machine) ... 36


(58)

20. Langkah kerja pembuatan spesimen uji tarik... 43 21. Spesimen uji tarik (standar ASTM E-8)... 43 22. Mesin uji tarik. ... 45 23. Alat struktur mikro... 46 24. Pengujian pada foto mikro ... 48 25. Diagram alir (flow chart) penelitian... 51 26. JumlahMultypassPada Elektroda 3,2 mm ... 53 27. JumlahMultypassPada Elektroda 3.2 mm ... 54 28. JumlahMultypassPada Elektroda 3,2 mm ... 55 29. Foto struktur mikroraw materials carbon steel... 57 30. Foto struktur mikro daerah HAZ arus 90 Amper... 57 31. Foto struktur mikro daerah HAZ arus 150 Amper... 58 32. Diagram batang nilai kekuatan tarik base metal ... 59 33. Diagram batang nilai kekuatan tarik……...………...60


(59)

Halaman

DAFTAR ISI...i

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR...iv

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN ... 6 C. BATASAN MASALAH ... 7 D. SISTEMATIKA PENULISAN ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Baja ... 9 B. Pengelasan... 14 C. Pengelasan SMAW ... 15 D. Elektroda Terbungkus ... 22 E. Arus Listrik ... 24 F. Heat Input... 25 G. Daerah Pengaruh Panas (Heat Affected Zone) ... 26 H. Diagram CCT (continuous cooling transformation)... 27 I. Struktur Mikro Daerah Las-lasan... 28 J. Klasifikasi Las Berdasarkan Sambungan dan Bentuk Alurnya... 32 K. Pengujian Tarik ... 33 L. Pengujian Struktur Mikro ... 36


(60)

B. Alat Dan Bahan ... 38 C. PROSEDUR PENELITIAN... 39 1. Persiapan Bahan ... 40 2. Proses Pengelasan Spesimen Uji... 41 3. Pembuatan Spesimen Uji Tarik... 43 4. Pembuatan Spesimen Uji Foto Mikro ... 45 5. Jumlah Spesimen... 47 6. Pengujian... 47 7. Tabel Pengambilan Data ... 48 8. Analisis... 49 D. DIAGRAM ALIR PENELITIAN ... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DATA PENELITIAN ... 52 B. DATA HASIL PENGUJIAN... 56 C. GRAFIK HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN ... 65 B. SARAN ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(61)

ASME. 2007.An International Code ASME Boiler & Pressure Vessel Code.Penerbit The American Society Of Mechanical Engineers, Amerika Serikat.

Bintoro, G.A. 1999. Dasar-Dasar Pekerjaan Las. Jilid 1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Davis, Troxell, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Materials. Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York.

Neonda(September 2008). "Pengaruh Penambahan Magnet Eksternal Terhadap Laju Korosi Hasil Pengelasan Antara Baja ST 37 Dan Baja EMS 45". Indoskripsi (1). http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/metodologipenelitian

pengaruh-penambahan-magnet-eksternal-terhadap-laju-korosi-hasilpengelasan.

NIKKO STEEL,. Manufacture Of Diverse Range Of Welding Comsumable. Penerbit PT Alam Laestari Unggul. Tanggerang.

Sack, Raymond J. 1997.I”Welding: Principles and Prantices. Mc Graw Hill. USA

Sonawan H., 2004.Pengelasan Logam. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Suratman, R. 1994. Panduan Proses Perlakuan Panas. Penerbit Lembaga Penelitian ITB. Bandung.


(62)

Zamil F. M., 1999. Makalah Pengelasan Proses SMAW (Las Busur Listrik). PT. Crossfiled Ind. Pasuruan, Jawa Timur.

____. 1996. http://www.itb.ac.id.07 Mei 2010.

____. www.indonesia-mekanikal.com. 12.30 WIB. 12 Maret 2011. ____. www.migas-indonesia.com. 14.00 WIB. 12 Maret 2011.


(63)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Baja Tahan Karat ... 12 2. Karakteristik hasil pengelasan... 20 . 3. Spesifikasi Arus Elektroda dan Diameter (Nikko Steel)... 23 4. Alur sambungan las tumpul ... 33 5. Jumlah spesimen uji ... 47 6. Contoh tabel data kekuatan tarik... 49 7. Komposisi Kimia Baja A 516Grade70 ... 52 . 8. Komposisi Kimia Baja A 240 Tipe 304... 53 9. Nilai kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength) ... 56 10. Data Tegangan Tarik... 59


(64)

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

1. Proses pembuatan spesimen dan proses pengelasan dilakukan di PT. Multi Fabrindo Gemilang, Cilegon.

2. Proses pengujian tarik dilakukan di BPPT-B2TKS PUSPIPTEK Serpong, dan pengujian struktur mikro dilakukan di Universitas Tirtayasa, Cilegon.

B. Alat Dan Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Plat baja karbon rendah (A 516Grade70) dan plat baja tahan karat (A 240 Type304).

2. Elektroda yang digunakan adalah berjenis E 309-16 diameter elektroda 3,2 mm, standar ASTM (American Society for Testing Material) dan AWS (American Welding Society).


(65)

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Mesin bever

Digunakan untuk pemotongan spesimen uji dan pembuatan kampuh sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.

2. Mesin gerinda

Digunakan untuk memotong/membuang sisa logam las pada bagian bawah/akar.

3. Peralatan las SMAW DC

Digunakan untuk mengelas material / spesimen uji. 4. Mesin uji tarik (Universal Testing Machine)

Digunakan untuk menentukan tegangan tarik sambungan las. 5. Mikroskop

Digunakan untuk melihat struktur mikro dari logam 6. Mistar dan Jangka sorong

Digunakan untuk membantu dalam pengukuran spesimen uji. 7. Alat bantu dan keamanan pengelasan

Digunakan untuk membantu dan menjaga keamanan dalam proses pengelasan dan pembuatan spesimen uji, misalnya palu, sikat baja, kikir, stopwatch,helmlas, sarung tangan, dll.

C. Prosedur Penelitian

Persiapan spesimen uji adalah langkah awal dari penelitian ini, ada tiga tahap dalam melakukan persiapan spesimen uji, yaitu pemilihan material, pemilihan elektroda dan pembuatan kampuh las.


(66)

1. Persiapan spesimen

a). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Carbon Steel(A 516 Grade 70) dan Stainless Steel (A 240 Type P 304) dengan ukuran panjang 200 mm, lebar 20 mm, tebal 12 mm.

b). Elektroda yang digunakan adalah jenis E 309-16 dengan diameter 3,2 mm.

c). Pembuatan bahan dan kampuh las

1. Membuat sket bahan dasar dengan alat ukur dan penitik di material dengan ukuran 200 mm x 20 mm x 12 mm sejumlah 9 set.

2. Memasang material pada ragum mesin pemotong (bever), selanjutnya atur alat otomatis pemotongan dengan sudut yang diinginkan dan nyalakan mesin dengan menekan tombol on/off dan lakukan pemotongan pada garis pemotongan yang telah ditentukan dengan perlahan - lahan dan hati–hati.

3. Lakukan langkah tersebut sesuai dengan garis pemotongan yang telah dibuat hingga terbentuk sesuai ukuran.

4. Membuat kampuh V terbuka dengan ukuran yang telah ditentukan menggunakan mesin bever sesuai prosedur pengoperasian mesin. 5. Meratakan sisi–sisi pemotongan dengan mesin gerinda agar rapi dan


(67)

2. Proses Pengelasan Spesimen Uji

Standar pengelasan yang digunakan dalam pembuatan bahan adalah sebagai berikut :

a. Pengelasan posisi mendatar (1 G) .

b. Elektroda jenis E 309-16 dengan diameter 3,2 mm.

c. Arus listrik yang digunakan sebesar 90 A, 120 A, dan 150 A. d. Pendinginan dengan udara ruangan.

e. Kampuh yang digunakan adalah kampuh V terbuka dengan jarak antara plat 2 mm, tinggi ujung kampuh 2 mm, dan sudut kampuh 600. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 19. Kampuh V terbuka di bawah ini.

Ganbar 19. Kampuh V terbuka.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah:

1. Mempersiapkan mesin las SMAW DCEP (Elektroda positif) sesuai dengan pemasangan polaritas terbalik.

2. Mempersiapkan benda kerja yang akan dilas pada meja las.

3. Posisi pengelasan dengan menggunakan posisi pengelasan mendatar atau bawah tangan.

4. Kampuh yang digunakan jenis kampuh V terbuka, dengan sudut 600 dengan lebar celah 2 mm.


(68)

5. Mempersiapkan elektroda sesuai dengan arus dan ketebalan plat, dalam penelitian ini dipilih elektroda jenis E 309-16 dengan diameter elektroda 3,2 mm.

6. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol dan menyetel tegangan sebesar 30 V, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 90 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk specimen dengan arus 90 A, bersamaan dengan hal itu dilakukan pencatatan waktu pengelasan.

7. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol dan menyetel tegangan sebesar 30 V, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 120 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 120 A, bersamaan dengan hal itu dilakukan pencatatan waktu pengelasan.

8. Menyetel ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol dan menyetel tegangan sebesar 30 V, kemudian salah satu penjepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 150 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 150 A, bersamaan dengan hal itu dilakukan pencatatan waktu pengelasan.


(69)

3. Pembuatan Spesimen Uji Tarik

Setelah semua proses pengelasan selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan pembuatan spesimen uji tarik sesuai standar. Standar yang digunakan untuk pengujian tarik ini adalah ASTM E-8 seperti pada gambar 25. Panjang awal spesimen uji (Lo) adalah 60 mm, lebar awal (Wo) adalah 12,5 mm, dan panjang keseluruhan spesimen uji adalah 200 mm.

Gambar 20. Langkah kerja pembuatan spesimen uji tarik

Keterangan: (1). Material uji dibuat kampuh las (2). Pengelasan material uji

(3). Setelah dilas, material uji kemudian di potong (4). Setelah di potong, dibentuk spesimen uji tarik

Gambar 21. Spesimen uji tarik (standar ASTM E-8) Keterangan: Lo = Panjang Spesimen Uji = 60 mm

Wo = Lebar Awal = 12,5 mm

t = Tebal Pelat Baja = 12 mm


(70)

Prosedur dan pembacaan hasil pada pengujian tarik adalah sebagai berikut. Benda uji dijepit pada ragum uji tarik, setelah sebelumnya diketahui penampangnya, panjang awalnya dan ketebalannya.

Langkah pengujian kekuatan tarik sebagai berikut :

a. Menyiapkan kertas milimeter block dan letakkan kertas tersebut pada plotter.

b. Benda uji mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan tenaga hidrolik diawali 0 kg hingga benda putus pada beban maksimum yang dapat ditahan benda tersebut.

c. Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji setelah putus.

d. Gaya atau beban yang maksimum ditandai dengan putusnya benda uji terdapat pada layar digital dan dicatat sebagai data.

e. Hasil diagram terdapat pada kertas milimeter block yang ada pada meja plotter.

f. Hal terakhir yaitu menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, perpanjangan, reduksi penampang dari data yang telah didapat dengan menggunakan persamaan yang ada.


(71)

Gambar 22. Mesin uji tarik. Keterangan gambar :

1. Batang hidrolik 3. Ragum atas 5. Pembacaan skala 2. Dudukan ragum 4. Ragum bawah 6. Mejaplotter.

4. Pembuatan Spesimen Uji Foto Mikro

Dengan menggunakan mesin gergaji, spesimen dibentuk dengan panjang permukaan 5 mm, lebar 5 mm pada daerah lasan. Dengan resin dan katalis dibentuk dudukan spesimen untuk alat Grinder-Polisher. Dengan menggunakan ampelas yang diawali dari kekasaran 320, 500, 800, 1000, 1500, hingga 2000 sampai permukaan spesimen halus dan rata.

Langkah–langkah pengujian sebagai berikut :

1. Spesimen dibersihkan menggunakan kain, karena spesimen lebih besar dari tempat etsa maka pengetsaan menggunakan kapas yang dibasahi cairan etsa kemudian dioleskan pada permukaan yang dikehendaki. Setelah selesai dioles dengan cairan etsa kemudian dibilas dengan alkohol.

2. Letakkan spesimen pada landasan mikroskop optik, aktifkan mesin, dekatkan lensa pembesar untuk melihat permukaan spesimen.


(72)

Pengambilan foto struktur mikro dengan perbesaran 200x dan 500x. Lihatlah struktur mikro apabila kurang jelas atau kabur, fokuskan lensa agar terlihat dengan jelas.

3. Sebelum gambar diambil, film dipasang pada kamera yang telah disetel sedemikian rupa dengan menggunakan film asa 200. Usahakan pada saat pengambilan foto tidak ada hal apapun yang membuat mikroskop optik bergerak, karena apabila mikroskop optik bergerak akan mempengaruhi hasilnya.

Gambar 23. Alat struktur mikro Keterangan gambar :

1. Landasan spesimen

2. Lengan pengatur kedudukan 3. Lensa pengatur perbesaran 4. Lensa untuk melihat 5. Tuas pengatur perbesaran.


(73)

5. Jumlah Spesimen

Jumlah Spesimen uji yang digunakan pada tugas akhir ini ditampilkan pada tabel 5. Jumlah spesimen uji tarik keseluruhan adalah 9 spesimen, dimana setiap perlakuan uji tarik terdiri dari 3 spesimen. Sedangkan pada uji foto mikro, total spesimen yang digunakan adalah 2 spesimen.

Tabel 5. Jumlah spesimen uji

Spesimen Jenis

Kampuh

Jumlah Spesimen

Uji Tarik Uji Foto Mikro

Pengelasan dengan pemberian arus 90 A

Kampuh V 3 1

Pengelasan dengan pemberian arus 120 A

Kampuh V 3

-Pengelasan dengan pemberian arus 150 A

Kampuh V 3 1

Total Spesimen Uji 9 2

6. Pengujian

Uji tarik yang dilakukan menggunakan Universal Testing Machine yang dihubungkan langsung dengan plotter, sehingga diperoleh grafik tegangan (Mpa) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa tegangan ultimate (σult), modulus elastisitas bahan (E). Pengujian tarik dilakukan dengan menyiapkan spesimen uji yang sudah di las dan dibentuk sesuai dengan standar ASTM E-8, kemudian spesimen uji di pasang pada alat pencekam (grip) pada upper crosshead dan mencekam pencekam agar


(74)

spesimen tersebut tidak tergelincir/lepas. Langkah selanjutnya adalah menghidupkan mesin pengujian sehingga pada layar komputer akan tampil koordinat x-y. Pada saat pengujian berlangsung perhatikan perubahan besar beban, hingga terdengar bunyi suara atau melihat spesimen putus. Setelah membaca hasil pengujian, spesimen tersebut dilepas dan dilakukan pengujian untuk spesimen berikutnya hingga selesai. Sedangkan pada pengujian foto mikro, setelah spesimen halus dan rata dilakukan pengambilan foto spesimen menggunakan mikroskop optik dengan pembesaran 200X dan 500X. Hal tersebut dilakukan pada semua spesimen yang akan diuji hingga selesai.

Gambar 24. Pengujian pada foto mikro

Keterangan : (a). Material di potong pada bagian yang di las (b). Daerah yang akan di uji foto mikro (daerah HAZ)

7. Tabel Pengambilan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen yaitu mencari hubungan sebab akibat antara 2 faktor atau lebih yang sengaja dimunculkan dalam setiap perlakuan (Arikunto, 1998:4). Pengambilan data yang dilakukan adalah dengan meneliti (mengukur) nilai kekuatan tarik di daerah pengaruh panas (HAZ) material hasil pengelasan dengan pengelasan busur listrik menggunakan pemberian arus pengelasan


(75)

sebesar 90 A, 120 A, dan 150 A, yang kemudian sebagai kelompok eksperimen. Pengamatan eksperimen menggunakan lembar tabel eksperimen untuk mempermudahkan dalam pendataan hasil pengujian.

Tabel 6. Contoh tabel data kekuatan tarik sebagai berikut :

8. Analisis

Dari pengujian tarik di dapat data-data yang berupa grafik tegangan (Mpa) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa teganganultimate (σult), dan modulus elastisitas bahan (E). Data-data tersebut dapat dianalisis dengan cara melihat hubungan tegangan tarik, dan regangan yang terjadi pada spesimen uji dengan variasi kampuh dan perlakuan pada saat pengelasan. Data dari tiap-tiap spesimen dirata-ratakan dan dimasukkan ke dalam tabel data hasil uji tarik untuk keperluan analisis.

Parameter Arus

Pengelasan No. Spesimen

Tegangan

Tarik σu (Mpa)

Rata - rata Kekuatan Tarik (Mpa)

Arus 90 A

1 2 3

Arus 120 A

2 1 3

Arus 150 A

1 2 3


(76)

D. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Spesimen Uji

• Pemilihan material spesimen uji baja karbon rendah (A 516Grade 70) dan baja tahan karat (A 240Type304)

• Pemilihan elektroda las berjenis E 309-16 diameter 3,2 mm.

• Pembuatan kampuh las, dengan alur bentuk kampuh V tunggal dengan sudut 600.

Proses Pengelasan SMAW

• Pengelasan dengan menggunakan elektroda tipe E 309-16 pada semua spesimen kampuh V.

• Pengelasan SMAW menggunakan polaritas terbalik (DCEP). • Perlakuan pengelasan dengan variasi arus pengelasan sebesar 90 A,

120 A, dan 150 A.

Pembuatan Spesimen Uji Tarik • Pengukuran spesimen uji sesuai

dengan standar ASTM E-8. • Pemotongan spesimen uji.

A


(77)

Gambar 25. Diagram alir (flow chart) penelitian Data hasil pengujian

Analisis data dan Pembahasan

Simpulan dan Saran

Selesai

Pengujian foto struktur mikro A


(78)

A 516GRADE70) DENGAN ELEKTRODA E 309-16 .

Nama Mahasiswa :

Rino Indriyanto

Nomor Pokok Mahasiswa :0615021108

Jurusan : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Tarkono, S.T., M.T. Zulhanif, S.T., M.T.

NIP. 197004151998021001 NIP. 197304022000031002

2. Ketua Jurusan Teknik Mesin

Harmen Burhanuddin, S.T.,M.T. NIP.19690620 200003 1001


(79)

1. Tim Penguji

Ketua Penguji : Tarkono, S.T., M.T. ...

Anggota Penguji : Zulhanif, S.T., M.T. ...

Penguji Utama : Dr. M. Badaruddin, M.T. ...

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.

NIP. 196505101993032008


(80)

SKRIPSI INI DIBUAT SENDIRI OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL PLAGIAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 27 PERATURAN AKADAEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR No.3187/H26/PP/2010.

YANG MEMBUAT PERNYATAAN

RINO INDRIYANTO NPM. 0615021108


(1)

Penulis dilahirkan di Way Jepara Lampung Timur pada tanggal 16 Januari 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Joko Mulyanto dan Ibu Sayekti Endra Mulyati.

Penulis menyelesaikan Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Way jepara Lampung Timur pada tahun 2000, SLTP YPI 3 Way Jepara Lampung Timur pada tahun 2003, SMU Negeri 1 Way Jepara Lampung Timur pada tahun 2006. Sejak tahun 2006 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) untuk periode 2007-2008 sebagai Wakil Dana Usaha (HIMATEM). Kemudian pada bidang akademik, penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT. Multi Fabrindo Gemilang, Cilegon pada tahun 2010. Sejak bulan Maret 2011 penulis mulai melakukan penelitian untuk merancang, membuat, dan kemudian menguji hasil pengelasan bimetalantara (Stainless SteelA 240Type304 danCarbon SteelA 516 Grade70) dengan perlakuan variasi arus pengelasan dibawah bimbingan Bapak Tarkono, S.T.,M.T. selaku pembimbing utama dan Bapak Zulhanif, S.T., M.T. sebagai pembimbing pendamping.


(2)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi besar ALLAH, Muhammad SAW yang telah membimbing dan menghantarkan kita pada zaman yang terang benderang pada saat sekarang ini.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Pada Pengelasan Bimetal (Stainless SteelA 240 Type304 DanCarbon Steel A 516Grade70) Dengan Elektroda E 309-16.”

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, sabar menunggu dan mendoakan atas harapan akan kesuksesan penulis hingga dapat menyelesaikan studi.

2. Kepada kakak-kakak ku: Rina Andriyanti dan Rini Endrayani S.E. Atas nasehat, dukungan, motivasi, pengertian, doa dan kasih sayangnya (wish we all the best).


(3)

4. Bapak Harmen Burhanuddin, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung dan selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan kepada penulis selama masa studi di Universitas Lampung.

5. Bapak Tarkono, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing utama tugas akhir, terima kasih atas semua arahan, bimbingan dan ilmu yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir penulis.

6. Bapak Zulhanif, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing pendamping tugas akhir, terima kasih atas semua arahan, bimbingan dan ilmu yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir penulis.

7. Bapak Dr. Muhammad Badaruddin, M.T., selaku dosen pembahas dalam seminar tugas akhir dan penguji dalam sidang sarjana, terima kasih atas semua saran-saran, bimbingan, dan juga atas segala nasehat dan motivasinya terhadap penulis.

8. Bapak Martinus, S.T., M.Sc., selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan kepada penulis selama masa studi di Universitas Lampung.

9. Seluruh staf pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Mesin.


(4)

10. Kepada Mas Dadang selaku staf administrasi Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak banyak membantu penulis dalam menyiapkan peralatan seminar.

11. Kepada Bapak Mujiyanto selaku Pimpinan PT. Multi Fabrindo Gemilang, Cilegon-Banten. Kepada Bapak Mugiyatna selaku Manajer Fabrikasi di PT. Multi Fabrindo Gemilang, Kepada Bapak Tuwuh Wijanarko selaku Manajer Quality Control (QC) yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian tugas akhir kepada penulis dan staf administrasi yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian, terima kasih atas semua saran-saran, bimbingan, dan juga atas segala nasehat dan motivasinya terhadap penulis.

12. Kepada Mbak Reni, Mbak Wina, Pak Kodri, Pak Sukri, Pak Herman, Pak Umar, Pak Andi, Pak Sofyan, Pak Kusmadi, Pak Roful, Pak Gatot, Pak Elman, Pak Amrullah, Pak Edi, Pak Nana, Pak Mulyanto, Pak Elman, Pak Atma, Pak Heri, selaku staf karyawan di PT. Multifabrinda Gemilang Cilegon-Banten, yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian, terima kasih atas semua saran-saran, bimbingan, dan juga atas segala nasehat dan motivasinya terhadap penulis.

13. Segenap keluarga besar ku, Pakde Sugiono dan Bude Ponijem, serta Almarhumah nenek dan kakek ku. terimakasih atas dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayang.

14. Keponakan-keponakan ku tercinta Adika Paksi Rahmanda, Aprilia Andine Restu Putri, Arya Bakti Rahmanda. Kakak-kakak sepupu ku, Jupriadi dan Tri Subagio. Serta kakak-kakak ipar ku, Abdul Rachman dan Restu


(5)

15. Kekasih tersayang Mita Fitriani, S.Sos., terima kasih atas dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayang, kesabaran, pengertian, serta doa yang diberikan (thank you for the sincerity and love)

16. Teman-teman seperjuangan Gians Aditya Gumelar, S.T., Ismail, S.T., Mei Indra Kusuma, S.T., Nurhadi, Lucky Cahyadi, Dedi Iskandar, Hadi Prayitno, Subekti Bagus, Puji Firmansyah, Cholian Perwira, Edo Trinando, Danan Purnajaya, Dodi Suharto, Hanif, Prima Kumbara, Imron Oktariawan, Sutrisno, Alex Setiawan, Almarhum Alfuadi, Budi Waluyo, Heru, Wayan, Dimas Rilham, Dimas Cahyo, Ketut Diwantara, Rahmat iskandar, Rahmat Fansuri, Rizal Ferdiansyah, Yoga Pratama (gundam), Yoga Adi Nugraha, Sulistiyono, Agung Palembang, Alfrino Biantoro, Adit Triatmaja, S.T., Sonic Niwatama, S.T., Bambang Sulaksana, Yudo, Zaki, Yusman, Dian Fadli, Alfis, Fauzi, Dino, Zaenal, Joni Parizal, Doni Sigit, Habib, Arman, Bongsu, S.T., Jonatan, S.T., Yusmar (Adeknya Gians A.G.), Isnain (07’), Apridona (07’), Bagus (07’), Gembel (07’), ilham (10’), Dea putri pintaranata, S.T., Panji Satrio WG, S.T., Nur Ismanto, S.T., Rabi’ah (10’) dan rekan-rekan Teknik Mesin 2006 lainnya yang telah membantu dan memberikan dukungannya. Semoga persaudaraan kita tetap terjaga dengan slogan“SolidarityForever”.

17. Rekan-rekan angkatan 1998-2004 dan 2005-2010 Teknik Mesin Unila dan semua pihak yang telah membantu penulis.


(6)

18. Teman-teman ku, Dimas Fryhdian Putra, Angga, Jaja, Yanuar (Untirta), Cut (Tekim) dan semua teman-temanku yang telah banyak membantu penulis.

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih penulis ucapkan atas bantuan yang diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, 31 Desember 2011 Penulis