Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume Tan

Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume, Tanaman Hutan Bernilai Ekologis Tinggi
Abban Putri Fiqa
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI
Jl. Raya Surabaya Malang Km. 65, Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur
abbanpf@gmail.com
Abstrak
Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume (bendo), merupakan salah satu ciri
tumbuhan hutan dataran rendah. Banyak dijumpai di kawasan sekitar mata air dan lerenglereng hutan. Bendo selain dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan, bijinya juga
dapat dimakan. Bendo diyakini masyarakat suku Jawa mampu mengkonservasi mata air.
Selain itu, tipe perakaran bendo juga sangat membantu dalam stabilisasi lereng alami di
pegunungan.
Kata kunci: Artocarpus elasticus, konservasi, mata air, lereng alami
PENDAHULUAN
Artocarpus elasticus Reinw. ex
Blume, merupakan salah satu anggota
marga Artocarpus. Pulau Jawa hanya
memiliki sekitar tujuh jenis dari marga
Artocarpus
salah
satunya
adalah

Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume
(Backer and van der Brink, 1968). Jenis
dari marga Artocarpus banyak tumbuh di
daerah-daerah dataran rendah, namun
ada pula yang mampu hidup hingga 1500
m dpl (Berg, et al., 2006). Artocarpus
elasticus memiliki beberapa nama
daerah,
suku
Jawa
menyebutnya
sebagai bendo atau bendo, dalam
Bahasa Sunda disebut teureup, serta
terap dalam Bahasa Sumatra dan
Kalimantan. Tumbuhan ini asli dari
kawasan Myanmar, Thailand, Malaysia,
Indonesia, Brunei dan Filipina (Teo and
Nasution, 2003).
Bendo, merupakan salah satu
tanaman hutan yang berada pada strata

tertinggi, yaitu strata A, dengan
ketinggian mencapai 65 m, dan diameter
pohon mencapai 2 m, berbanir hingga
ketinggian 3 m. Kulit luar berwarna abuabu gelap, permukaan licin hingga sedikit
bertekstur, kulit bagian dalam kekuningan
hingga coklat muda.. Memiliki getah
putih, berstipula. Daun tersusun spiral
berukuran panjang 15-60 cm dan lebar
10-35 cm, permukaan bawah berambut

halus. Daun pada pohon muda biasanya
bercangap, sedangkan pada pohon
besar
bertepi
rata.
Perbungaan
uniseksual,
soliter
dan
axilari,

kekuningan dan tergabung satu sama
lainnya. Buahnya berwarna kuning
kecoklatan berair, tergabung menjadi
satu dengan bentuk lonjong. Biji ellips
berukuran 10 mm x 6 mm dengan
selaput putih (Gambar 1) (Teo and
Nasution, 2003).

Gambar 1. Morfologi tumbuhan Artocarpus
elasticus Reinw. ex Blume

Bendo dapat ditemukan di hutan
hutan tropis yang hijau sepanjang tahun
maupun hutan semi guguran daun.
Tumbuh baik pada hutan primer maupun
sekunder, dengan ketinggian mencapai
1500 m dpl.
Sebagai tanaman hutan, bendo
jarang dimanfaatkan oleh masyarakat.
Kayunya dimanfaatkan untuk konstruksi

ringan, kulit kayu bagian dalam
dimanfaatkan untuk membuat baju
secara tradisional. Bagian daunnya juga
dimanfaatkan untuk obat, dan bijinya
dikonsumsi sebagai makanan kecil.
Hutan hujan tropis di dataran
rendah Pulau Jawa, tidak memiliki
spesies atau famili yang dominan dan
keragaman komposisi spesies sangat
tinggi sehingga tidak ada kombinasi
spesies yang umum. Pada hutan hujan
tropis dengan ketinggian di bawah 1200
m dpl dengan sedikitnya ada dua bulan
kering, pohon yang menjadi ciri antara
lain adalah pohon bendo (Artocarpus
elasticus) dan pohon duku (Lansium
domesticum) (Whitten dkk., 1999).
Nilai
ekonomisnya
yang

rendah,
membuat banyak orang memandang
kurangnya manfaat pohon bendo. Pohon
bendo ditebang dan dimanfaatkan
kayunya. Masyarakat kurang mengetahui
nilai ekologis pohon bendo yang besar.
Tulisan ini dibuat untuk mengungkap
kepada
masyarakat
mengenai
kemanfaatan pohon bendo bagi alam.

hutan. Diketahui dalam Ewusie (1990),
dibagi menjadi lima kelompok yaitu
tingkat-A adalah tumbuhan dengan tinggi
30-45 meter, tingkat B ditempati oleh
pohon dengan tinggi 18-27 meter, tingkat
C adalah tumbuhan dengan tinggi 8-14
meter. Perdu dengan tinggi kurang dari
10 meter menempati tingkat D, dan

tingkat E ditempati herba dengan tinggi
0-1 meter. Hutan dataran rendah di Jawa
khususnya, merupakan hutan hujan
tropis, yang memiliki strata lengkap
dengan lima strata, dengan pohon
tertinggi mencapai 30 m (Krebs, 1994).
Sistem
stratifikasi
ini
akan
membantu proteksi tanah dan air yang
optimal dan menghindari terjadinya erosi
yang diakibatkan daya jatuh butiran
hujan yang terlalu besar. Stratifikasi juga
sangat
diperlukan
dalam
upaya
peningkatan absorbsi air ke tanah dari
intersepsi

hujan
dan
efisiensi
pemanfaatan
sinar
matahari
oleh
tumbuhan
termasuk
pula
dalam
pemanfaatan unsur hara tanah dan
proteksi tanah. Tajuk tumbuhan yang
berlapis-lapis, dengan batang berbagai
dimensi, ruangan yang penuh terisi dari
lantai hutan hingga pucuk pohon
dominan, disertai lapisan serasah dan
humus berbagai tingkat kemasakan
merupakan ciri-ciri ekosistem yang
unggul dalam memelihara kualitas

lingkungan (Manan, 1992).

METODOLOGI
Penelitian dilakukan melalui studi
pustaka mengenai tumbuhan bendo dan
berbagai manfaatnya dalam kehidupan
masyarakat, serta potensi ekologisnya
dalam menjaga kestabilan ekosistem.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Artocarpus elasticus sebagai
“Emergent Tree”
Tumbuhan bendo, merupakan
salah satu tanaman yang banyak
dijumpai di hutan-hutan khas dataran
rendah.
Tinggi
tanamannya
yang

mencapai hingga 65m, menjadikan
tanaman ini sebagai salah satu tanaman
yang menduduki strata teratas di dalam

Gambar 2. Habitus Pohon Bendo muda

Ketiadaan salah satu unsur dalam
sistem stratifikasi ini, akan mengganggu
keseimbangan ekosistem di alam. Oleh
karena itu, keberadaan bendo sebagai
emergent tree harus tetap terjaga
keberadaannya di alam.

komponen siklus hidrologi. Flora sebagai
salah satu unsur penting dalam
ekosistem yang sangat berperan dalam
kehidupan dan pelestarian sumber daya
air.
C.


B. Artocarpus elasticus sebagai “Key
Species” di kawasan mata air
Pohon bendo juga dikenal
masyarakat Jawa sebagai tumbuhan
yang banyak dijumpai di sekitar mata air.
Beberapa mata air, bahkan dinamai
“Sumber Bendo”, karena keberadaan
tumbuhan ini di sekitarnya. Penelitian
yang dilakukan oleh Fiqa dkk., (2005),
menyatakan bahwa tanaman bendo
(Artocarpus elasticus) adalah salah satu
jenis tumbuhan lokal yang banyak
ditemui di sekitar mata air di daerah
dataran
rendah.
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, tanaman
bendo memiliki tipe perakaran tap root.
Tipe perakaran ini memiliki ciri-ciri
adanya satu akar tunggang yang

dominan dan akar lain dengan ukuran
yang lebih kecil (Gambar 3).

Gambar 3. Akar Pohon Bendo

Single
tap
root
memiliki
kemampuan untuk menyerap air dari
kedalaman tanah yang dalam dan
mencukupi kebutuhan air pada tanaman
tersebut
pada
musim
kemarau.
Kemampuannya menyerap air tanah
yang dalam akan mengurangi persaingan
dalam memperebutkan air permukaan.
Konservasi mata air yang paling
baik adalah dengan mengandalkan flora
sebagai salah satu bagian dari

Artocarpus elasticus sebagai
tanaman pengkonservasi lereng
alami

Tipe perakaran bendo, selain
cocok dalam mengkonservasi mata air,
juga cocok untuk mengkonservasi lereng
alami. Diketahui, spesies pohon yang
banyak dijumpai di lereng dataran rendah
di Kabupaten Malang adalah bendo
(Artocarpus elasticus) (Fiqa, dkk., 2005).
Akar
juga
berfungsi
“menggenggam” massa tanah sehingga
mempengaruhi nilai daya geser tanah
(shear strength). Dengan demikian,
tanah yang memiliki perakaran tumbuhan
baik di salah satu sisi kemampuan
meneruskan air ke lapisan tanah bawah
tinggi, di sisi lain ketahanan tanah
terhadap perusakan oleh air menjadi
tinggi
pula.
Stabilisasi
maupun
perlindungan oleh vegetasi bergantung
pada tipe tumbuhan maupun proses
degradasi lereng. Tumbuhan berkayu
berpengaruh dalam stabilisasi lereng
melalui : (1) Penguatan oleh akar, (2),
modifikasi kelembaban tanah melalui
evapotranspirasi dan intersepsi daun
membangun pembatasan terhadap stres
kelembaban tanah, (3) Penopangan dan
mekanisme penjangkaran yang dilakukan
oleh akar, (4) Pemantapan; berat dari
tumbuhan dapat meningkatkan stabilitas
lereng (Menashe, 2005). Selain itu,
vegetasi mampu menguatkan lereng
karena interaksi atau jalinan akar-akar
yang menempati seluruh lapisan pada
tanah selanjutnya kanopi yang beraneka
ragam akan membuat efisiensi dalam
pemanfaatan sinar matahari sehingga
tiap vegetasi yang tumbuh mendapatkan
sinar
matahari
sesuai
dengan
karakternya (Gambar 4).

Gambar 4. Interaksi jalinan akar tumbuhan
untuk stabilisasi lereng alami

Penguatan lereng dengan vegetasi,
terutama yang berupa pohon, memang
tidak dapat dilakukan hanya dengan satu
jenis tumbuhan saja. Diversitas tanaman
dengan berbagai tipe perakarannya,
akan mampu mencengkeram tanah lebih
kuat, sehingga stabilitas lereng tetap
terjaga. Ketiadaan salah satu unsur
tumbuhan dalam penjagaan stabilitas
lereng,akan mengganggu kestabilan
lereng alami itu sendiri.
D.

Artocarpus elasticus
habitat fauna hutan

sebagai

Stratifikasi
tumbuhan
sangat
penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem sebab tiap strata pohon
merupakan habitat bagi beberapa
spesies
hewan
terutama
spesies
serangga, burung dan mamalia kecil.
Diketahui, pohon bendo berada pada
strata A dalam hutan dataran rendah.
Pohon dengan strata A yang merupakan
emergent tree adalah tempat hidup bagi
beberapa spesies burung predator
seperti Elang. Menurut Partasasmita
(2003), setiap spesies burung di suatu
hutan umumnya memiliki preferensi pada
tingkatan kanopi yang berbeda. Hal itu
membentuk stratifikasi vertikal sesuai
stratifikasi yang terdapat pada tanaman.
Selain sebagai tempat hidup, biji
pohon bendo menurut masyarakat
tradisional, sangat disukai oleh beberapa
jenis burung di hutan. Meskipun, kadang
burung-burung tersebut terjerat, karena
diketahui daging buah bendo sangat
lengket. Buah bendo berukuran tidak
terlalu besar, dengan getah putih yang
sangat lengket, terutama bagi hewanhewan kecil (Gambar 5).

Gambar 5. Buah bendo

KESIMPULAN
Pohon bendo, sebagai tumbuhan
hutan yang kurang diperhatikan, memiliki
banyak manfaat ekologis bagi alam. Tipe
perakarannya
yang
khas
dan
kedudukannya sebagai emergent tree di
hutan, bermanfaat bagi kelestarian
sumber air dan stabilisasi lereng alami.
Bijinya, yang dikonsumsi oleh hewanhewan di hutan, secara tidak langsung
juga membantu kelestarian fauna hutan.
Keberadaannya sebagai salah satu
komponen dalam sistem stratifikasi
hutan, akan membantu mengurangi
resiko kerusakan yang terjadi di alam
seperti habisnya mata air, longsor di
lereng-lereng alami dan punahnya fauna
liar di alam.
DAFTAR PUSTAKA
Backer, C.A. and R.C. Bakhuizen
van.der Brink. Jr.,1968, Flora of
Java III, Noordhoff, Groningen,
The Netherlands.
Berg, C.C., E.J.H. Corner and F.M.
Jarrett. 2006. Flora Malesiana
Series I-Volume 17/ Part 1.
Moraceae (genera other than
Ficus). Nationaal Herbarium,
Nederland.
Ewusie, J.Y. 1980. Pengantar Ekologi
Tropika.
Terjemahan:
U.
Tanuwidjaja. 1990. Penerbit ITB.
Bandung. Hal 249-272.
Fiqa, A.P., L.Astari, E. Arisoesilaningsih,
Soejono dan S. Isniningsih. 2005.
Arsitektur Flora Lokal Berpotensi
dalam Konservasi Mata Air dan
Stabilisasi Lereng Alami di DAS

Brantas.
disampaikan
pada
Seminar Nasional dan Kongres
Biologi
XIII.
PBI
Cabang
Yogyakarta dan Panitia Lustrum X
Fakultas
Biologi
UGM
Yogyakarta. 16-17 September
2005.
Krebs, CJ. 1994. Ecology 4th Edition.
Harper
Collins
College
Publishers. New York.
Manan, S. 1992. Silvikultur. Dalam
Manual Kehutanan. Departemen
Kehutanan Republik Indonesia.
Jakarta.
Menashe, E. 2005. Vegetation and
Erotion, A Literature Survey.
Greenbelt
Consulting.
Washington.http://www.greenbeltc
onsuting.com/ctp/pdf/vegetationa
nderotion.Pdf tanggal akses 1
Juli 2005.
Partasasmita, R. 2003. Ekologi Burung
Pemakan Buah dan Peranannya
Sebagai Penyebar Biji. Institut
Pertanian
Bogor.
http://rudyct.tripod.com/sem1_023
/
ruhyat_partasasmita.htm,
tanggal akses 17 Juli 2005.
Teo, S.P. and R.E. Nasution. 2003.
Artocarpus elasticus Reinw. ex
Blume. In RM. Brink and R.P.
Escobin
(Editors),
Plant
Resources of South-East Asia No.
17.
Fibre
Plants.
Prosea
Foundation. Bogor
Whitten, T., R.E. Soeriaatmadja, S.A.
Afiff. 1997. Ekologi Jawa dan Bali.
S.N. Kartikasari (Ed.).
Terjemahan: S.N. Kartikasari, T.B.
Utami, A. Widyantoro. 1999.
Prenhallindo. Jakarta. Hal 463522.

Dokumen yang terkait

PENDUGAAN CADANGAN KARBON (C) TERSIMPAN DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA TEGAKAN HUTAN TANAMAN EUCALYPTUS (Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden)

1 32 15

DINAMIKA POPULASI AKASIA DURI (Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del.) DAN BIDURI (Calotropis gigantea (Willd.) Dryand. ex Ait. f.)DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN BANYUWANGI

0 8 12

UJI EFEKTIFITAS SARI LABU MERAH (Cucurbita moschata Duch. ex Poir) UNTUK MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

0 3 1

Efektifitas Ekstrak Kulit Batang Aglaia Odoratissima Blume Terhadap Serangga Hama Gudang (Sitophilus SPP) (Coleoptera: Curculionidae) Dan Pengaruhnya Terhadap Biji Simpanan

0 3 6

IDENTIFIKASI DAN DENSITAS SERANGGA HAMA PADA POLONG AKASIA (Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del.) SEBAGAI BASIS KONSERVASI SAVANA DI TAMAN NASIONAL BALURAN

1 9 19

The students english achievement based on their learning styles : an ex post facto second-grade student sma negeri 1 sepatan tangerang

1 7 37

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

1 12 76

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer β-siklodekstrin Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

5 15 70

Sistem informasi penjualan dan pembelian ikan hias di Toko Tan Karawang

21 117 144

Pengaruh Kepercayaan dan Kenyamanan Terhadap Keputusan Pembelian Ikan Hias Secara Online Di Facebook Sebagai Media Promosi (Studi pada konsumen Tan Aquarium Bandung)

11 67 75