Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg

dengan Penambahan Polimer Kombinasi

β

-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan

Metode Pencampuran Kneading

SKRIPSI

INDA FIRLIAH

108102000055

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg

dengan Penambahan Polimer Kombinasi

β

-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan

Metode Pencampuran Kneading

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

INDA FIRLIAH

108102000055

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua unsur baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Inda Firliah

NIM : 108102000055

Tanda Tangan :


(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Inda Firliah NIM : 108102000055 Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran Kneading


(5)

v

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Inda Firliah NIM : 108102000055 Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan

Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran

Kneading

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI


(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Inda Firliah Program Studi : Farmasi

Judul : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus

altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer

Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

Fraksi etil asetat daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang berkhasiat sebagai obat kardiovaskular merupakan senyawa obat yang bersifat sukar larut dalam air. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun (FEAS). Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan adalah dengan penambahan polimer siklodekstrin. Polivinil pirolidon (PVP) sebagai polimer larut air dapat berperan sebagai polimer kombinasi yang mampu meningkatkan kerja dari β-siklodesktrin (β-CD). Dibuat tiga campuran FEAS terhadap β-CD yaitu 1:2 (F1), 1:4 (F2), dan 1:6 (F3) dengan penambahan PVP 5% terhadap bobot total FEAS dan β-CD untuk tiap formula. Penambahan polimer β-CD+PVP dilakukan dengan menggunakan metode pencampuran

kneading. Tiap formula dikarakterisasi dengan Karl Fischer titration, Scanning Electron Microscopy dan uji kelarutan. Polimer kombinasi β-CD+PVP menghasilkan peningkatan kelarutan pada formula sebesar 5,09% (F1), 27,79% (F2), dan 73,26% (F3) dibandingkan dengan kelarutan FEAS dalam air yang menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan tingkat kepercayaan 95% (p

0,05).

Kata kunci : Fraksi Etil Asetat Daun Sukun, Metode Kneading, β-Siklodekstrin, Polivinil Pirolidon, Kelarutan.


(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Inda Firliah Program Study : Pharmacy

Title : Enhancement Solubility of Ethyl Acetate Fraction of

Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg Extract with the Addition of Combination Polymers of β-cyclodextrin and Polyvinyl Pyrollidone Using Kneading Method.

Ethyl acetate fraction of the Artocarpus altilis extract which have a potency to treat the cardiovascular diseases have poorly solubility in water. The purpose of this study was to improve the solubility of the extract. One of method to improve the solubility is mixing with cyclodextrins polymer. Polyvinyl pyrrolidone (PVP) as water-soluble polymer can enhance of the β-cyclodextrin (β-CD) activity. Three comparisons was made between extract and β-CD that were 1:2 (F1), 1:4 (F3), and 1:6 (F3) with the addition of PVP 5% of the total weight of extract and β-CD for each formula. The sample was prepared by kneading method. Each formula was characterized by Karl Fischer Titration, Scanning Electron Microscopy and Solubility Study. The Result showed that the addition polymer combination of β-CD+PVP caused increasing the solubility of extract in water 5.09% (F1), 27.79% (F2), and 73.26% (F3) compared to extract control with significant differences at level of confidence 95% (p≤ 0.05).

Keywords : Ethyl Acetate Fraction Breadfruit leaves, Kneading Method, β-Cyclodextrin, Polyvinyl Pyrollidone, Solubility.


(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus

altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β

-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran

Kneading. Shalawat serta salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita

Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.Ibu Sabrina, M.Farm., Apt, selaku pembimbing I dan Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt, selaku pembimbing II yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya, semoga segala bantuan dan bimbingan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

2.Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.Bapak. Drs. Umar Mansur M.Sc, selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di program studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5.Ayahanda tercinta Achmad Haruna, S.H, Adv dan Ibunda tersayang Farida Aliah, yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dan semangat. Tiada


(9)

ix

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan. “I’m really grateful being your daughter”.

6.Kak Abdul Haafidh, S.T, Kak Chaidar Harun, S.T, Kak Mahmuda Ulhaq Wibowo, S.T, Kak Muhammad Thoufan Noor Fajri, S.T, Muhammad Fachrul Alam dan Muhammad Iqbal atas doa dan kata-kata yang inspiratif.

7.Kepada sahabat sepenelitian Berty Puspitasari dan Sera Nur Agustin, terima kasih atas kebersamaan dan kesabaran dalam menjalani skripsi.” Finally, we can through together ”.

8.Terima kasih atas Adilla Anggiadinta, Eva Yuliani, Megawati, Mega Armayani, Zulfa Khoiruni’mah, Dina Permata Wijaya, Putri Rahmawati, Indah Prihandini, Dina Haryanti, Hesty Priska Aprina, Novayanti, Mudrikah Syaekhan, Novia Fitri Annisa, Agita Mayangsari, dan Srifatini Meilisvina, untuk kebersamaan, dukungan, motivasi, semangat serta bantuannya selama ini. Kebersamaan kita didalam suka dan duka akan selalu terkenang di dalam hati sanubari. “I’m nothing without my friends”.

9.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Jakarta, 10 Januari 2013 Penulis


(10)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Inda Firliah NIM : 108102000055 Program Studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

PENINGKATAN KELARUTAN FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SUKUN

Artocarpus altilis (Parkinson) FosbergDENGAN PENAMBAHAN

POLIMER KOMBINASI β-SIKLODEKSTRIN DAN POLIVINIL

PIROLIDON MENGGUNAKAN METODE PENCAMPURAN KNEADING

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 17 Januari 2013

Yang menyatakan,


(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sukun ... 5

2.1.1 Taksonomi ... 5

2.1.2 Morfologi ... 5

2.1.3 Nama Daerah ... 6

2.1.4 Kandungan Kimia ... 6

2.1.5 Khasiat ... 6

2.2 Flavonoid ... 6

2.3 Siklodekstrin ... 9

2.4 Polivinil Pirolidon ... 10

2.5 Komplek Inklusi ... 11

2.6 Kelarutan ... 16

2.7 Karakterisasi Kompleksasi ... 19

2.7.1 Scanning Electron Microscopy ... 20

2.7.2 Karl Fisher Titration ... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Alat ... 21

3.3 Bahan ... 21

3.4 Prosedur Kerja ... 21

3.4.1 Pembakuan Ekstrak FEAS ... 21

3.4.1.1 Parameter Non-Spesifik ... 21

3.4.1.2 Parameter Spesifik ... 22

3.4.2 Pembuatan Campuran FEAS dengan β-CD + PVP Menggunakan Metode Pencampuran Kneading.. ... 23


(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.3.1 Scanning Electron Microscopy ... 24

3.4.3.2 Uji Karl Fisher Titration ... 24

3.4.4 Uji Kelarutan ... 24

3.4.5 Analisa Data ... 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Karakterisasi FEAS ... 26

4.2 Hasil Campuran FEAS dengan β-CD+PVP Menggunakan Metode Pencampuran Kneading ... 28

4.3 Hasil Karakterisasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP ... 28

4.3.1 Scanning Electron Microscopy ... 28

4.3.2 Uji Karl Fischer Titration ... 29

4.4 Uji Kelarutan ... 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33


(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) ... 5

Gambar 2. Flavonoid ... 7

Gambar 3. DS6 ... 7

Gambar 4. 8-geranyl-4',5,7 trihydroxyflavone ... 8

Gambar 5. 2-geranyl-2',3,4,4'-tetrahydroxychalcone ... 8

Gambar 6. Struktur Rutin ... 8

Gambar 7. Struktur kimia ɑ, β, dan ɣ siklodekstrin ... 9

Gambar 8. Struktur Kimia dan Bentuk Conicalβ-CD ... 10

Gambar 9. Struktur Polivinil Pirolidon ... 11

Gambar 10. Skema interaksi siklodekstrin dan molekul tamu ... 12

Gambar 11. Campuran Polimer Kombinasiβ-CD+PVP ... 41

Gambar 12. Campuran FEAS dengan β-CD+PVP dalam bentuk pasta ... 41

Gambar 13 Hasil SEM FEAS ... 52

Gambar 14. Hasil SEM β-CD ... 52

Gambar 15. Hasil SEM β-CD + PVP ... 53

Gambar 16. Hasil SEM Campuran FEAS dengan β-CD+PVP ... 53

Gambar 17. FEAS ... 60

Gambar 18. Spektro UV/Vis ... 60

Gambar 19. Karl Fischer Titration ... 60


(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sifat Fisik Siklodekstrin Alami ... 9

3.1 Formulasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP ... 23

4.1 Hasil Karakterisasi FEAS ... 26

4.2 Hasil Uji Karl-Fischer Titration ... 29


(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ... 38

Lampiran 2. Surat Keterangan Rutin ... 39

Lampiran 3. Hasil Kadar Abu ... 40

Lampiran 4. Hasil Campuran dengan Metode Kneading ... 41

Lampiran 5. Kurva Absorbansi Rutin ... 42

Lampiran 6. Tabel Data Absorbansi Rutin ... 43

Lampiran 7. Kurva Kalibrasi Rutin... 43

Lampiran 8. Kadar Total Flavonoid FEAS ... 44

Lampiran 9. Perhitungan Penyetaraan FEAS dengan β-CD+PVP ... 45

Lampiran 10. Kurva Absorbansi β-CD ... 46

Lampiran 11. Kurva Absorbansi PVP... 47

Lampiran 12. Kadar Total Flavonoid yang Terlarut pada Uji Kelarutan ... 48

Lampiran 13. Hasil Uji Karl Fischer Titration FEAS ... 50

Lampiran 14. Hasil Uji Karl Fischer TitrationCampuran FEAS dengan β-CD+PVP ... 51

Lampiran 15. Hasil Scanning Electron Microscopy ... 52

Lampiran 16. Analisa Data Uji Kelarutan FEAS Terhadap Formula ... 54

Lampiran 17. Analisa Data Uji Kelarutan Formula dengan Formula ... 57


(16)

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISTILAH

FEAS Fraksi Etil Asetat Daun Sukun β-CD Betasiklodekstrin

PVP Polivinil Pirolidon

SEM Scanning Electron Microscopy

F1 Formula 1 F2 Formula 2 F3 Formula 3


(17)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat yang sering digunakan masyarakat Indonesia secara tradisional adalah Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg, termasuk famili Moraceae (Mulberry family) yang sering dikenal sebagai

breadfruit atau sukun. Sukun tumbuh pada daerah tropis dan banyak dijumpai di Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Buahnya mengandung karbohidrat, asam amino essensial seperti histidin, isoleusin, lisin, metionin, triptofan dan valin. Daun tanaman sukun mengandung β-sitosterol dan golongan flavonoid (Kan, 1978; Dalimartha, 2003).

Hampir seluruh bagian dari tanaman ini telah dimanfaatkan sebagai obat (daun, buah, kulit, batang). Secara tradisional masyarakat menggunakan tanaman sukun sebagai obat karena memiliki khasiat terapeutik pada beberapa bagian di antaranya; bagian bunga dapat digunakan sebagai obat sakit gigi, kulit kayu dapat digunakan untuk mencairkan darah bagi wanita setelah melahirkan, sedangkan pada bagian daun dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit, jantung, ginjal maupun digunakan sebagai obat radang (Heyne, 1987).

Hasil elusidasi struktur senyawa aktif yang terdapat dalam fraksi etil asetat daun sukun adalah golongan sterol (β-sitosterol) dan flavonoid. Studi in vitro dan

in vivo yang telah dilakukan menunjukkan bahwa senyawa-senyawa flavonoid dari ekstrak daun sukun berpotensi sebagai obat kardiovaskular. Pengujian in vitro dengan menggunakan 3 sel model, yaitu sel U937- derived foam cells dan sel endotel yang terlibat dalam patogenesis atherosclerosis serta sel cardiomyocytes,

menunjukkan bahwa total flavonoid dari fraksi etil asetat daun sukun mempunyai aktivitas sitoprotektif terhadap sel-sel tersebut (Umar et al., 2007).

Senyawa-senyawa aktif dari golongan flavonoid yang ditemukan dalam fraksi etil asetat daun sukun (FEAS), diantaranya DS6 atau 1-(2,4-

Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanone, sebagai obat kardiovaskular, anti kanker dan 5-lipoksigenase inhibitor dengan kandungan senyawa aktif sebesar 0,15%,


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta geranyl-4',5,7 trihydroxyflavone sebagai obat kardiovaskular dan anti kanker dengan kandungan senyawa aktif sebesar 3,1%, 2-geranyl-2',3,4,4'-tetrahydroxychalcone sebagai obat kardiovaskular juga obat antikanker (carcinostatic) yang diberikan baik secara oral ataupun parenteral dengan kandungan senyawa aktif sebesar 6,5% (Syah et al, 2006; Umar et al., 2007).

Dari informasi di atas terlihat bahwa kandungan flavonoid dari daun sukun memiliki potensi yang besar untuk pengobatan. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap fraksi etil asetat daun sukun sebagai bahan baku obat yang berasal dari bahan alam.

Fraksi etil asetat daun sukun (FEAS) bersifat sukar larut dalam air. Hal ini sering menimbulkan permasalahan dalam formulasi. Absorpsi obat-obatan yang kelarutannya rendah dalam air berpengaruh terhadap rendahnya bioavaibilitas obat tersebut dalam tubuh (Lieberman, Lachman, Schwartz, 1989). Perbaikan kelarutan dan kecepatan disolusi obat yang sukar larut merupakan langkah pertama untuk perbaikan ketersediaan hayati (Bekers, 1991). Oleh karena itu perlu dicari metode yang tepat untuk meningkatkan kelarutan dari FEAS. Salah satu metode untuk meningkatkan kelarutan adalah dengan penambahan polimer kombinasi β-siklodektrin (β-CD) dan polivinil pirolidon (PVP) menggunakan metode pencampuran kneading (Lokamatha et al., 2010)

Dari berbagai pendekatan yang ada, penambahan siklodekstrin telah terbukti berhasil dalam meningkatkan kelarutan obat-obatan yang memiliki kelarutan rendah dalam air (Hiremath et al., 2008). Hal tersebut disebabkan interaksi antara molekul tamu dengan siklodekstrin. Akibat interaksi obat dalam rongga hidrofobiknya dan gugus hidrofilik di bagian luar permukaannya dapat menyebabkan modifikasi sifat kimia dan fisik dari molekul tamu (obat yang bersifat hidrofobik), sehingga terjadi peningkatan stabilitas, kelarutan dalam medium berair dan bioavailabilitas (Chandrakant et al., 2010; Shewale, Fursule, & Sapkal., 2008). Penelitian yang telah dilakukan pada lemongrass (Cymbopogon citratus) oleoresin dan ekstrak daun zaitun mengalami peningkatan kelarutan dengan penggunaan β-CD (Nur Ain, Diyana, & Zaibunnisa., 2011; Mourtzinos et al., 2007).


(19)

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Efisiensi kompleksasi dan efek kelarutan dari siklodekstrin dalam larutan air meningkat dengan penambahan polimer larut air (Corrigan et al.,1982). Penambahan PVP sebagai polimer-larut air menghasilkan efisiensi kompleksasi yang lebih tinggi dan nyata dalam meningkatkan kelarutan sehingga bisa menjadi strategi untuk meningkatkan manfaat dari siklodekstrin (Chowdary et al., 2006). Efek dari β-CD dan PVP K30 pada kelarutan nevirapine telah diteliti, di mana PVP K30 meningkatkan efek kelarutan β-CD dengan meningkatkan stabilitas konstan kompleks obat : β-CD. Sistem ternary dengan PVP K30 5% menunjukkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan kelarutan model obat (Lokamatha et al.,2010).

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk peningkatan kelarutan yaitu metode kneading. Pemilihan metode ini digunakan karena merupakan metode yang sederhana dalam skala laboratorium dan memperkecil biaya produksi (Patil, 2010). Metode kneading memiliki disolusi yang paling besar dibandingkan metode evaporasi pelarut, spray drying, dan pencampuran fisik pada ß-CD dengan bicalutamide (Srikanth et al., 2010).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kelarutan FEAS dengan penambahan polimer kombinasi β -CD+PVP menggunakan metode kneading. Ruang lingkup penelitian ini mencakup karakterisasi FEAS, pembuatan campuran FEAS dengan penambahan polimer β -CD+PVP melalui metode kneading, karakterisasi campuran FEAS dengan β -CD+PVP menggunakan karl fisher titration dan scanning electron microscopy

(SEM), uji kelarutan campuran FEAS dengan β-CD+PVP.

1.2

Rumusan Masalah

Apakah penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP dengan metode pencampuran kneading mampu meningkatkan kelarutan FEAS.

1.3

Tujuan Penelitian

Untuk Meningkatkan kelarutan FEAS dengan penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP menggunakan metode pencampuran kneading.


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4

Hipotesis

Campuran FEAS dengan β-CD+PVP dengan metode pencampuran

kneading mampu meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun.

1.5

Manfaat Penelitian

Mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP menggunakan metode pencampuran kneading

terhadap peningkatan kelarutan FEAS, sehingga nantinya diharapkan dapat mempermudah dalam formulasi dan memperoleh efek terapeutik yang lebih optimal.


(21)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sukun

2.1.1 Taksonomi (Dalimartha, 2003) : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Urticales Suku : Moraceae Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg.

Gambar 1. Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) (Rusmiyanti, 2006)

2.1.2 Morfologi

Habitus sukun berupa pohon dengan tinggi 10–25 m. Batang sukun berbentuk tegak, bulat, percabangan simpodial, bergetah, permukaan kasar cokelat. Daun sukun berbentuk tunggal, berseling, lonjong, runcing, pangkal meruncing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, pertulangan menyirip, tebal, permukaan kasar, dan berwarna hijau. Bunga sukun berbentuk tunggal, berumah satu, di ketiak daun, bunga jantan berbentuk silindris panjang 10-20 cm, berwarna kuning sedangkan bunga betina berbentuk bulat, garis tengah 2-5 cm, dan berwarna hijau. Buah sukun berbentuk semu majemuk, bulat, diameter 10-20 cm, berduri lunak dan berwarna hijau. Biji berbentuk ginjal memiliki panjang 3-5


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cm dan berwarna hitam. Akar sukun berbentuk tunggang dan berwarna cokelat (Dalimartha, 2003).

2.1.3 Nama daerah

Nama lain di Sumatera yaitu Gomu (Melayu), Kulu (Aceh), Kulur (Batak), Kalawi (Minangkabau), Kaluwih (Lampung). Di daerah Jawa yaitu Kelewih (Sunda), Kluwih (Jawa), Kolor (Madura). Di daerah Bali yaitu Kalewih (Bali). Di daerah Nusa tenggara yaitu Kolo (Bima), Lakuf (Timor). Di daerah Sulawesi yaitu Gamasi (Makassar), Kuloro (Selayar), Ulo (Bugis). Di daerah Maluku yaitu Limes, Unas (Seram), Dolai (Halmahera) (Dalimartha, 2003).

2.1.4 Kandungan Kimia

Bunga dan daun sukun mengandung asam amino esensial seperti histidin, isoleusin, lisin, metionin, triptofan, valin serta mengandung flavonoid, fitosterol, saponin, polifenol dan tanin (Dalimartha, 2003).

2.1.5 Khasiat

Tanaman sukun dapat digunakan sebagai pengobatan karena memiliki khasiat terapeutik pada beberapa bagian diantaranya; bagian bunga dapat digunakan sebagai obat sakit gigi, kulit kayu dapat digunakan untuk mencairkan darah bagi wanita setelah melahirkan, sedangkan pada bagian daun dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit, jantung, ginjal maupun digunakan sebagai obat radang, Abu daun yang dibakar dicampur dengan sedikit minyak kelapa dan kunyit digunakan untuk mengobati penyakit kulit pada penduduk didaerah Maluku. Campuran tersebut dioleskan pada kulit yang sakit (Heyne, 1987).

2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang terdapat di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid memiliki kerangka dasar 15


(23)

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan oleh rantai linear tiga karbon dan dapat dinyatakan ke dalam konfigurasi C6-C3-C6.

Gambar 2. Struktur Dasar Flavonoid (Harborne, 1987)

Flavonoid dalam tumbuhan terdapat sebagai campuran, seringkali terdiri atas flavonoid yang berbeda golongan. Penggolongan jenis flavonoid didasarkan pada sifat kelarutan dan reaksi warna. Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, maupun pelarut semipolar seperti etil asetat, atau campuran dari pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstraksi flavonoid dari jaringan tumbuhan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak (Markham, Mabry, Thomas, 1970).

Senyawa- senyawa aktif dari golongan flavonoid ditemukan pada FEAS diantaranya (Umar, et al., 2007) :

Gambar 3. DS6 atau 1-(2,4Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1 benzopyran-5-yl]-1-propanone (Umar, et al., 2007)


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4. 8-geranyl-4',5,7 trihydroxyflavone (Umar, et al., 2007)

Gambar 4. 2-geranyl-2',3,4,4'-tetrahydroxychalcone (Umar, et al., 2007)

Metode standar penentuan total flavonoid adalah dengan melakukan hidrolisis dan refluks terlebih dahulu kemudian beberapa kali partisi. Kurva baku yang digunakan umumnya adalah flavonoid rutin atau kuersetin (Azis, Rahayu, Teruna, 2011).

Gambar 6. Struktur Rutin (Kuntic et al., 2011)

Rutin (3,3’,4’,5,7-pentahydroxyflavone-3-rhamnoglucoside), C27H30O16

adalah flavonoid jenis flavonol, terdiri dari flavonol kuersetin dan disakarida rutinose (rhamnosa dan glukosa) (Kuntic et al., 2011). Rutin tidak larut dalam air akan tetapi memiliki kelarutan yang baik dalam metanol (Sun et al., 2011


(25)

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3 Siklodekstrin

Siklodekstrin terdiri dari (α-1,4) terhubung unit α- D-glukopiranosa dengan sebuah rongga yang bersifat lipofilik. Ada tiga jenis siklodekstrin alami yaitu ɑ, β, dan ɣ siklodekstrin yang masing-masing strukturnya mengandung 6, 7, dan 8 unit D-glukopiranosa (Rowe et al., 2006).

Gambar 7. Struktur kimia ɑ, β, dan ɣ siklodekstrin (Aleem et al., 2008)

Tabel 2.1 Sifat Fisik Siklodekstrin Alami (Aleem et al., 2008)

Siklodekstrin merupakan senyawa kristal, homogen, dan non -higroskopis yang berbentuk seperti cincin makro. Permukaan luar yang bersifat hidrofilik dan rongga bagian dalam yang bersifat lipofilik Struktur molekul yang demikian menyebabkan siklodekstrin memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan menjerat molekul lain yang bersifat hidrofob sehingga membentuk suatu kompleks inklusi (Aleem et al., 2008).

Siklodekstrin mampu membentuk kompleks inklusi dengan banyak obat dengan cara memasukkan seluruh obat atau beberapa bagiannya ke dalam rongga.

Karateristik ɑ β ɣ

Jumlah unit glukosa 6 7 8

Berat molekul 972 1135 1297 Kelarutan dalam air

(g/100ml) 14.5 1.85 23.2 Diameter rongga (A°) 4,7-5,3 6-6,5 7,5-8,5

Volume rongga (A°) 174 262 472 Bentuk kristal (dari air) Lempengan

Hexagonal

Parallelogram monoklonik

Prisma kuadratik Air kristal (%) 10,2 13,2-14,5 8,13-17,7

pKa (dengan


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Enkapsulasi molekular tersebut akan mempengaruhi sifat-sifat fisikokimia obat, seperti kelarutan dan laju disolusi. Dari berbagai jenis siklodekstrin yang ada, ukuran rongga ɑ-CD tidak cukup memadai untuk berbagai macam obat sedangkan ɣ-CD memiliki biaya yang mahal untuk produksi. Diantara siklodekstrin yang ada β-CD lebih sering digunakan karena rendahnya biaya produksi dan ukuran rongga yang sesuai untuk berbagai macam obat di medium berair (Radi, Eissa, 2010).

Gambar 8. Struktur Kimia dan Bentuk Conical Molekul β-siklodekstrin (Rowe et al., 2006)

β-CD (C42H70O3), memiliki berat molekul yaitu 1135. Pemerian β–CD ini berupa bubuk kristal putih, praktis tidak berbau, memiliki rasa sedikit manis. β– siklodekstrin memiliki kelarutan dalam 200 bagian propilen glikol, 1 dalam 50 bagian air pada suhu 20°C, 1 dalam 20 bagian air pada 50°C; praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), dan metilen klorida. β–CD memiliki titik lebur sebesar 255–265°C dan kandungan kelembaban sebesar 13,0–15,0% w/w (Rowe

et al., 2006).

2.4 Polivinil Pirolidon (PVP)

Polivinil Pirolidon (PVP) yang memiliki rumus molekul (C6H9NO)n dan

berat molekul berkisar 2500–3 000 000. Pemerian berupa serbuk putih atau krem putih, berbau atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis, inert. Memiliki kelarutan dalam asam, dalam kloroform, dalam etanol, dalam keton, dalam metanol, dan dalam air. Praktis tidak larut dalam hidrokarbon, dan dalam minyak mineral. pH sebesar 3,0–7,0 (5% w/v larutan) dan titik leleh sebesar 150°C (Rowe


(27)

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 9. Struktur Polivinil Pirolidon (Rowe et al., 2006)

Penambahan polivinil pirolidon yang berupa polimer-larut air dapat menghasilkan efisiensi kompleksasi yang lebih tinggi dan nyata dalam meningkatkan kelarutan. Oleh karena itu, penambahan polivinil pirolidon bisa menjadi strategi untuk meningkatkan manfaat dari siklodekstrin (Chowdary et al., 2006).

2.5 Kompleks Inklusi

Komplek inklusi merupakan kompleks di mana komponen tuan rumah (β -CD) membentuk rongga atau pada kristal merupakan kisi - kisi kristal yang memiliki ruangan dalam bentuk terowongan atau kanal di mana molekul tamu (obat) berada (IUPAC Compendium of Chemical Terminology, 1997).

Pada pembuatan kompleks, berbagai jenis pelarut dapat digunakan, tetapi umumnya air dipilih sebagai pelarut untuk kompleksasi. Rongga siklodekstrin bersifat non-polar dan menyerupai area non-polar molekul tamu. Air memberikan tekanan untuk pembentukan kompleksasi. Namun, tidak semua molekul tamu larut dalam air. Solubilisasi sempurna dari molekul tamu tidak penting dilakukan karena hanya sejumlah kecil molekul tamu saja yang harus larut untuk membentuk kompleks. Kadang pelarut yang larut air berguna untuk disolusi tamu sehingga dapat meningkatkan reaksi kompleksasi. Setelah penambahan molekul tamu ke dalam larutan siklodekstrin, campuran tersebut dapat dilarutkan atau disuspensikan menjadi bentuk presipitat. Jika sejumlah pelarut berlebih ditambahkan, akan dihasilkan pengurangan gaya pada reaksi kompleksasi dengan mengurangi perbedaan polaritas antara larutan bulk dan rongga siklodekstrin sehingga didapatkan kelarutan molekul tamu yang baik (Aleem et al., 2008).

Beberapa hipotesis ikatan telah ditemukan untuk kompleks inklusi yaitu interaksi van der Waals, interaksi antara bagian hidrofobik dari molekul tamu dan


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

rongga siklodekstrin, ikatan hidrogen antara gugus fungsional polar molekul tamu, gugus hidroksil siklodekstrin dan pelepasan “high energy water” dari rongga siklodekstrin selama proses inklusi. Diantara beberapa ikatan, Interaksi hidrofobik sering dianggap sebagai pendorong utama untuk kompleksasi dalam media berair antara rongga molekul tamu (Loftson et al., 2005; Radi, Eissa, 2010).

Gambar 10. Skema interaksi siklodekstrin dan molekul tamu (Agrawal, Gupta., 2012)

Ada empat interaksi yang menguntungkan antara siklodekstrin dan molekul tamu yang menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan kompleks inklusi (Gambar-5) (Agrawal, Gupta, 2012) :

1. Perpindahan molekul air dari sebuah rongga siklodekstrin.

2. Peningkatan jumlah ikatan hidrogen yang terbentuk sebagai hasil air yang dipindahkan ke kelompok yang lebih besar,

3. Penurunan interaksi berlawanan antara obat aktif yang bersifat hidrofobik dengan lingkungan berair,

4. Peningkatan interaksi hidrofobik antara sisipan obat aktif itu sendiri ke dalam rongga siklodekstrin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kompleks :

1. Tipe siklodekstrin dapat mempengaruhi pembentukan dan penampilan kompleks obat-siklodekstrin. Untuk kompleksasi, ukuran rongga siklodekstrin sebaiknya sesuai untuk mengakomodasi molekul obat ukuran tertentu.

2. Perubahan temperatur dapat mempengaruhi kompleksasi obat-siklodekstrin. Pada banyak kasus, peningkatan temperatur menurunkan besarnya konstanta


(29)

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

stabilitas kompleks obat-siklodekstrin dan efeknya dilaporkan merupakan hasil dari penurunan kekuatan interaksi obat-siklodekstrin, seperti ikatan van der Waals dan hidrofobik akibat peningkatan temperatur.

3. Metode pembuatan, seperti co-grinding, kneading, dispersi padat, evaporasi pelarut, co-presipitasi, spray drying dan freeze drying dapat mempengaruhi kompleksasi obat-siklodekstrin. Efektifitas metode tergantung pada sifat obat dan siklodekstrin (Challa et al., 2005).

Beberapa teknologi telah diadopsi untuk membuat kompleks inklusi antara obat yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dengan siklodekstrin, di antaranya :

1. Pembentukan kompleks dalam bentuk larutan

Cara yang paling umum yaitu dengan pengadukan molekul obat dalam larutan siklodekstrin pada keadaan panas atau dingin, netral, asam atau basa tergantung pada sifat molekul tamu yang akan diinklusi.

2. Pembentukan kompleks dalam bentuk suspensi

Siklodekstrin tidak perlu larut sempurna. Siklodekstrin dibuat menjadi suspensi kemudian molekul tamu diaduk dalam suspensi siklodekstrin. 3. Pembentukan kompleks dalam bentuk padatan.

a. Metode Pencampuran Fisik

Siklodekstrin dan zat aktif secara fisik dicampur kemudian digiling menggunakan mass rapid granulator (Agrawal, Gupta, 2012). Dalam skala laboratorium siklodekstrin dan obat dicampur bersama secara menyeluruh oleh triturasi dalam mortar dan melewati saringan yang tepat untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan dalam produk akhir (Patil et al., 2010).

b. Metode Kneading

Metode Kneading secara harfiah adalah pencampuran melalui pengadukan. Siklodekstrin dengan penambahan air atau larutan hidro-alkohol diaduk sampai terbentuk pasta kemudian obat ditambahkan kedalam pasta yang terbentuk sampai waktu yang cukup. Campuran kemudian dikeringkan dan dilewatkan melalui ukuran saringan yang sesuai (Agrawal, Gupta, 2012). Parik et al telah melaporkan peningkatan


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kelarutan Nimesulide menggunakan metode kompleksasi. Dalam skala laboratorium, metode kneading dapat dicapai dengan menggunakan mortar dan alu. Dalam skala besar adonan bisa dilakukan dengan memanfaatkan pengekstrusi dan mesin lain. Metode yang digunakan untuk mempersiapkan kompleks inklusi ini merupakan yang paling umum dan sederhana dengan biaya yang relatif murah dalam produksi (Patil et al., 2010).

c. Teknik Co-grinding

Sebuah senyawa biner inklusi padat dapat dibuat dengan grinding dan penggilingan obat-siklodekstrin dengan bantuan perangkat mekanis. Obat dan siklodekstrin dicampur dan campuran fisik dimasukkan dalam penggilingan oscillatory dan digiling untuk waktu yang sesuai (Patil et al., 2010).

d. Teknik Co-presipitat

Siklodekstrin dan obat yang ditambahkan ke air atau alkohol rantai pendek (misalnya etanol atau isopropanol) pada 40°-60°C untuk membentuk larutan jenuh. Endapan kompleks yang terbentuk selanjutnya diisolasi dengan filtrasi atau sentrifugasi. Dalam metode ini, waktu kompleksasi dapat bervariasi yaitu 24-48 jam (Agrawal, Gupta, 2012). Namun, karena hasil yang rendah, risiko menggunakan pelarut organik, dan waktu yang lama diperlukan untuk persiapan dalam skala yang lebih besar (Patil et al., 2010).

e. Presipitasi Netral

Metode ini didasarkan pada pengendapan senyawa inklusi dengan teknik netralisasi dengan cara melarutkan obat dalam larutan alkali seperti natrium/amonium hidroksida dan pencampuran dengan larutan berair dari siklodekstrin. Larutan yang dihasilkan ini kemudian dinetralkan dibawah pengadukan menggunakan larutan asam klorida sampai mencapai titik ekivalen. Pada titik ekuivalen, terbentuk endapan putih hal ini mengkonfirmasi pembentukan kompleks inklusi. Endapan kemudian disaring dan dikeringkan. Kekurangan metode ini adalah asam dan basa


(31)

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dari obat rentan mengalami degradasi selama proses pengerjaan (Patil et al., 2010).

f. Evaporasi Pelarut

Metode ini melibatkan pelarutan obat dan siklodekstrin secara terpisah dalam dua pelarut yang berbeda, pencampuran kedua larutan untuk mendapatkan dispersi obat - ß-siklodekstrin dan akhirnya penguapan pelarut di bawah kondisi vakum untuk mendapatkan kompleks inklusi berupa bubuk padat. Umumnya, larutan berair dari siklodekstrin hanya ditambahkan ke dalam larutan alkohol dari obat. Campuran yang dihasilkan diaduk selama 24 jam dan menguap dibawah vakum pada 45ºC. Massa kering ditumbuk dan dilewatkan melalui ayakan ukuran no. 60. Cara ini cukup sederhana dan ekonomis baik di laboratorium maupun produksi skala besar dan dianggap alternatif dari teknik spray drying (Patil et al., 2010).

g. Freeze Drying

Freeze drying dapat menghasilkan bubuk amorf dengan tingkat interaksi tinggi antara obat dan siklodesktrin. Dalam teknik ini, sistem pelarut dari larutan dieliminasi melalui pembekuan primer dan selanjutnya pengeringan dari larutan yang mengandung kedua obat dan siklodekstrin akan mengurangi tekanan. Zat yang bersifat termolabil telah berhasil dibuat menjadi bentuk kompleks inklusi dengan metode ini. Keterbatasan dari teknik ini adalah proses waktu yang lama dan menghasilkan produk dengan laju alir yang rendah (Patil et al., 2010).

h. Spray Drying

Spray drying merupakan teknik yang umum digunakan dalam farmasi untuk menghasilkan bubuk kering dari fase cair. Aplikasi lain adalah untuk meningkatkan stabilitas penyimpanan karena eliminasi air. Metode ini merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk menghasilkan kompleks inklusi mulai dari tahap larutan. Campuran berlalu dengan cepat dalam sistem eliminasi pelarut dan menunjukkan efisiensi tinggi dalam pembentukan kompleks. Selain itu, produk yang diperoleh dengan metode ini menghasilkan partikel yang terkontrol


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam meningkatkan disolusi obat dalam bentuk kompleks. Interaksi yang cukup dan efisien antara obat dengan siklodekstrin untuk membentuk kompleks sempurna adalah keuntungan tambahan dari metode atomisasi/spray drying. Akan tetapi tekanan panas dan hasil yang rendah dari produk akhir adalah keterbatasan terkait dengan teknik ini (Patil et al., 2010).

i. Metode Iradiasi Gelombang Mikro

Teknik ini melibatkan reaksi iradiasi gelombang mikro antara obat dan zat pengompleks menggunakan oven gelombang mikro. Obat dan siklodekstrin dalam rasio molar tertentu dilarutkan dalam campuran air dan pelarut organik ke dalam labu dasar bulat. Campuran direaksikan untuk waktu yang singkat sekitar satu sampai dua menit pada 60ºC dalam oven gelombang mikro. Setelah reaksi selesai, sejumlah campuran pelarut ditambahkan ke campuran reaksi di atas untuk menghapus sisa tak terkomplekskan dari obat bebas dan siklodekstrin. Sehingga endapan yang diperoleh dipisahkan menggunakan kertas filter whatman dan dikeringkan dalam oven vakum pada 40ºC selama 48 jam. Metode iradiasi gelombang mikro merupakan metode baru untuk persiapan skala industri, keuntungan utamanya adalah waktu reaksi yang lebih singkat dan hasil produk lebih tinggi (Patil et al., 2010).

j. Teknik Supercritical Antisolvent

Metode ini merupakan salah satu metode paling inovasi untuk mempersiapkan kompleks inklusi obat dengan siklodekstrin dalam keadaan padat. Metode ini tidak beracun karena tidak menggunakan berbagai pelarut organik, proses cepat, biaya pemeliharaan yang rendah dengan hasil yang menjanjikan, tetapi membutuhkan biaya awal yang cukup tinggi (Patil et al., 2010).

2.6 Kelarutan

Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu dan secara kualitatif


(33)

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen (Martin et al., 1990).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah : 1. Pengaruh pH

Zat akif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah.

Hubungan antara pH dengan kelarutan asam dan basa lemah digambarkan melalui persamaan berikut :

a. Asam lemah : = pKa + b. Basa lemah : = pKw – pKb +

pHp merupakan harga terendah/tertinggi pada pH tersebut zat yang

berbentuk asam/basa lemah masih dapat larut. Dibawah/diatas pH tersebut akan membentuk zat yang tidak terdisosiasi, S merupakan konsentrasi molar zat dalam g yang ditambahkan, S0 merupakan kelarutan fraksi asam/basa yang tidak terdisosiasi (Martin et al., 1990).

2. Pengaruh Suhu

Kelarutan zat padat dalam larutan ideal bergantung pada temperatur, titik leleh zat padat, panas peleburan molar zat tersebut. Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat dalam larutan ideal diberikan oleh persamaan Van’t Hoff sebagai berikut :

Log =

merupakan kelarutan ideal zat terlarut yang dinyatakan dalam fraksi mol, T merupakan suhu mutlak larutan, To merupakan titik leleh zat dalam suhu mutlak, Hf merupakan panas pelarutan molar.

Pada suhu diatas titik leleh, zat berada dalam keadaan cair sehingga dapat bercampur dengan pelarut dalam setiap perbandingan. Oleh karena itu, persamaan Van’t Hoff tidaki berlaku bila T > To. Persamaan ini juga tidak berlaku pada suhu


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang diperkirakan dibawah titik leleh dimana tidak dapat digunakan lagi (Martin et al., 1990).

3. Pengaruh Jenis Pelarut

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan zat-zat polar dan ionik. Kelarutan zat juga tergantung pada struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan non-polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non-polar dari suatu zat maka kelarutan zat tersebut dalam air akan berkurang.

Menurut Hildebrane, kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih penting daripada kepolaran suatu zat.

Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut : a. Mengurangi gaya tarik- menarik antara ion yang berlawanan dalam

kristal.

b. Memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan reaksi asam basa karena pelarut ini bersifat amfiprotik.

c. Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.

Pelarut non-polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta dielektriknya rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.

Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non-polar. Pelarut semi polar bertindak sebagai pelarut perantara (intermediate solvent) untuk mencampurkan pelarut polar dan non-polar (Martin

et al., 1990).

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel

Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel zat tersebut, sesuai dengan persamaan berikut :

=

S adalah kelarutan partikel halus,So adalah kelarutan partikel zat padat yang terdiri dari partikel-partikel besar, ɣ adalah tegangan permukaan partikel zat, V


(35)

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

adalah volume partikel ( ), r adalah jari-jari akhir partikel (cm), R adalah konstanta gas (8,34 x erg/der mol), dan T adalah suhu mutlak.

Konfigurasi molekul dan bentuk kristal mempunyai pengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel berbentuk tidak simetris lebih mudah larut dibandingkan dengan partikel berbenruk simetris (Martin et al., 1990).

5. Pengaruh Penambahan Zat-zat Lain

Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non-polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kearah air dan bagian non-polar kearah udara. Kumpulan surfaktan itu akan membentuk suatu lapisan mono molekular. Bila permukaan cairan telah jenuh dengan permukaan surfaktan, maka molekul-molekul yang berada dalam cairan akan membentuk agregat yang disebut misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK). Sifat penting misel adalah kemampuannya dalam menaikkan kelarutan zat-zat yang sukar larut dalam air, proses inilah yang disebut solubilisasi miselar. Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk suatu larutan jernih dan stabil secara termodinamika (Martin et al., 1990).

Selain penambahan surfaktan, dapat juga dilakukan penambahan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu obat yaitu siklodektrin. Kompleks yang terbentuk antara siklodekstrin dengan obat yang bersifat lipofilik akan membentuk suatu kompleks inklusi. Hal yang mendorong terbentuknya kompleks yaitu : perpindahan molekul air yang berenergi tinggi dari rongga siklodekstrin, interaksi van der walls, dan terbentuknya ikatan hidrogen dan hidrofobik (Sharma et al., 2009).

2.7 Karakterisasi Kompleksasi

Kompleksasi sangat bergantung pada dimensi dari siklodekstrin dan pengaturan sterik tertentu dari gugus fungsional molekul, yang di dalam rongga molekul bersifat hidrofobik. Kompleksasi yang terbentuk antara molekul tamu


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan molekul siklodekstrin dapat dikarakterisasi dengan teknik-teknik berikut (Singh et al., 2010) :

2.7.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis aspek morfologi dari material padat (siklodekstrin dan molekul tamu, secara masing-masing) dan produk yang dihasilkan dari pencampuran siklodekstrin dengan molekul tamu (Singh et al., 2010)

Scanning electron microscopy (SEM) menggunakan sinar terfokus energi tinggi elektron untuk menghasilkan berbagai sinyal pada permukaan spesimen padat. Sinyal yang berasal dari interaksi elektron-sampel mengungkapkan informasi tentang sampel termasuk morfologi eksternal (tekstur), struktur kristal dan orientasi dari bahan yang membentuk sampel. Dalam sebagian besar aplikasi, data yang dikumpulkan melalui area tertentu dari permukaan sampel, dan gambar 2 dimensi yang dihasilkan menampilkan variasi jarak dalam properti. Daerah lebar mulai ± 1 cm sampai 5 mikron dapat dicitrakan dalam modus pemindaian menggunakan teknik konvensional Scanning Electron Microscopy (perbesaran mulai dari 20X menjadi sekitar 30.000 X, resolusi jarak dari 50 sampai 100 nm) (Swapp).

2.7.2 Karl Fischer Titration

Metode karl fischer titration untuk mengevaluasi hanya kadar air dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk evaluasi kandungan air/kelembaban (misalnya analisis termogravimetri, yang menentukan semua volatil, termasuk air) (Hadaruga, 2012).

Analisis kadar air kompleks siklodekstrin adalah uji yang penting untuk evaluasi kualitas proses kompleksasi: jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin sesuai maka molekul air dari rongga bagian dalam siklodekstrin berikatan dengan molekul tamu sehingga kadar air menurun. Molekul-molekul air tetap berada di kompleks dan kandungan air yang terdapat pada kompleks siklodekstrin-molekul tamu dapat ditentukan (Hadaruga, 2012).


(37)

21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium PMC (Pharmacy Medicinal Chemistry), PNA (Pharmacy Natural Analysis) dan PSO (Pharmacy Solid Preparation Technology), FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, LAPTIAB BPPT Serpong dan Building Science Centre (BSC) ITB. Penelitian ini dimulai dari bulan Juni 2012 sampai dengan Desember 2012.

3.2 Alat

Peralatan gelas, mortar dan alu, ayakan no. 100, desikator, neraca analitik, filter membran 0,20 µm (Sartorius, Jerman), tanur (Thermolyne, Jerman),

moisture analyzer (Wigan, Jerman), shaking waterbath (Advance, Jerman), Oven (France etuves C3000, Perancis), Spektrofotometer UV/Vis Lambda 25 (Perkin Elmer, Jerman), Karl fischer moisture titrator MKS 520 (KEM), Scanning electron microscopy (JEOL, Jepang).

3.3 Bahan

Fraksi etil asetat daun sukun kering (LIPI-Serpong), ß-siklodekstrin grade analysis (Wako, Jepang), PVP K30 grade analysis (Wako, Jepang), Rutin (LIPI - Cibinong), metanol HPLC grade (JT Beker, Jerman), aquabidest.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembakuan Ekstrak FEAS

3.4.1.1Parameter Non-Spesifik

a. Kadar Abu Total ( Depkes RI, 2000)

Sebanyak 2 gram serbuk FEAS ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus telah dipijarkan dan ditara. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan dipijarkan hingga bobot tetap. Sampel diangkat, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dihilangkan, tambahkan air panas lalu saring dengan kertas saring bebas abu. Residu dan kertas saring dalam krus yang sama dipijarkan. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dan dipijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

b. Kadar Air

Kadar air dilakukan dengan menggunakan alat karl fischer titration. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram (W1). Mengalibrasi alat dengan menetralisir pelarut metanol kering menggunakan pelarut hydranal, kemudian sampel dimasukkan apabila alat sudah netral. Sampel dimasukkan sedikit ke dalam pelarut metanol kering. Sampel yang tersisa ditimbang kembali sehingga diperoleh bobot akhir (W2). Data W1 dan W2 yang diperoleh dimasukkan ke alat karl fischer titration kemudian dicatat hasil persentasi kadar air dari sampel.

c. Susut Pengeringan

Cakram yang ada dalam alat moisture balance ditara, kemudian masukkan sebanyak 5 gram serbuk fraksi etil asetat daun sukun pada cakram yang telah ditara pada suhu 105°C. Lakukan pengukuran susut pengeringan, catat hasil pengukuran.

3.4.1.2Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)

a. Organoleptis

Mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari fraksi etil asetat daun sukun. b. Penentuan Kadar Total Flavonoid

 Penentuan Panjang Gelombang Rutin

Sebanyak 10 mg rutin kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 10 mL untuk memperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm. Diukur serapannya dari panjang gelombang 200 nm sampai dengan 400 nm kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya.

 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dibuat larutan rutin standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm dengan pengenceran dari larutan induk. Kurva kalibrasi dibuat dengan cara memplot konsentrasi menggunakan spektrofotometer


(39)

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UV/Vis dengan panjang gelombang maksimum. Kemudian dibuat kurva kalibrasi (y = a + bx) dengan absorbansi sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x serta dicari persamaan regresinya (Rohyami, 2000).

 Penentuan Kadar Total Flavonoid

Serbuk FEAS ditimbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan dalam 10 mL metanol sebagai larutan induk (1000 ppm) kemudian dipipet sebanyak 0,1 mL dan ditambahkan dengan metanol hingga 10 mL lalu diplot terhadap kurva kalibrasi, pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali.

3.4.2 Pembuatan Campuran FEAS dengan β-CD+PVP Menggunakan

Metode Pencampuran Kneading

Pencampuran dilakukan dengan 3 variasi perbandingan berdasar pada peningkatan jumlah siklodestrin tiap formulasi. Perbandingan FEAS : β-CD yaitu 1:2 (formula 1), 1:4 (formula 2), 1:6 (formula 3). Penambahan PVP sebanyak 5% b/b untuk masing-masing formulasi.

Tabel 3.1 Formulasi pembuatan campuran FEAS dengan β-CD+PVP Metode

Kneading

Perbandingan FEAS (mg) ß- CD (mg) PVP 5% b/b (mg)

Formula 1 (F1)

1 : 2 500 1000 75

Formula 2 (F2)

1 : 4 500 2000 125

Formula 3 (F3)

1 : 6 500 3000 175

FEAS, β-CD, dan PVP seperti pada formula 1, 2 dan 3 ditimbang. β-CD dan PVP dicampur secara homogen dalam mortar lalu ditambahkan alkohol 50% kemudian dilakukan pengadukan dalam mortar sampai terbentuk pasta. Selanjutnya FEAS ditambahkan secara perlahan diatas pasta kemudian lakukan pengadukan selama 45 menit. Campuran kemudian dikeringkan pada suhu 40°C selama 48 jam dalam oven, dipulverisasi, dilewatkan diayakan no.100 dan disimpan di dalam desikator (Vikesh, Rajashree, Ashok, Fakkirappa, 2009).


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.3 Karakterisasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP

Campuran kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan karl fischer titration dan scanning electron microscopy.

3.4.3.1 Scanning Electron Microscopy ( SEM )

Uji dilakukan terhadap FEAS, β-CD, campuran polimer β-CD+PVP, Campuran FEAS dengan β-CD+PVP. Siapkan sebuah sample holder yang bagian bawahnya telah ditempelkan dengan plat tembaga. Sejumlah serbuk sampel direkatkan pada sebuah perekat berupa selotip karbon kemudian sampel yang telah merekat diberikan sebuah tekanan udara. Sample holder ditempelkan pada selotip karbon yang telah bertabur serbuk sampel kemudian dicoating dan diuji menggunakan scanning electron microscopy. Dengan tegangan 25 kv x 300 x 3000 x besarnya untuk tingkat, dan fokus dari 10-14,1 mm.

3.4.3.2 Karl Fischer Titration

Uji dilakukan terhadap campuran fisik FEAS dengan β-CD+PVP tanpa perlakuan kneading sebagai kontrol formula, F1, F2, dan F3. Prosedur pengerjaan sesuai dengan poin 3.4.1.1 (b).

3.4.4 Uji Kelarutan

FEAS ditimbang sejumlah ± 10 mg, Formula 1, 2, dan 3 yang setara dengan FEAS ± 10 mg secara berurutan ditimbang kemudian dilarutkan dalam10 mL medium aquadest dan dishaker selama 72 jam pada suhu 37oC (Ferdianan et al., 2006). Larutan yang diperoleh disaring dengan menggunakan filter membran 0,20 µm. Dari setiap formula dipipet 0,1 mL kemudian di ad sampai 10 mL menggunakan metanol dan dianalisa dengan spektrofotometer UV/Vis. Konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh pada pembuatan kurva kalibrasi rutin dengan memasukkan nilai absorbansi sebagai fungsi y (Corciovia, Cascaval, 2011).

3.4.5 Analisis Data

Data-data uji kelarutan untuk melihat adanya peningkatan kelarutan pada FEAS terhadap formula dan formula terhadap formula. Data dianalisa


(41)

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan program pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji T

paired sample dan uji T independent sample.

Hipotesis :

H0 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan

antara FEAS dengan formula.

H1= terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan antara

FEAS dengan formula.

Kriteria Pengujian :

Bila nilai Sig ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Bila nilai Sig ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan


(42)

26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi FEAS

Hasil karakterisasi FEAS dilakukan dengan parameter spesifik dan non-spesifik.

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi FEAS

FEAS yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, yang diperoleh dengan cara melakukan ekstraksi daun sukun tua dan kering menggunakan etanol 70%, ekstrak etanol dipartisi dengan n-heksan selanjutnya fase air di partisi dengan etil asetat (Umar et al, 2007).

Karakterisasi merupakan proses penjaminan produk akhir (obat, ekstrak, atau produk ekstrak) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (Azis, Rahayu, Teruna, 2011; Depkes, 2000). Untuk menjamin mutu dari ekstrak tanaman obat, perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan non-spesifik (Depkes 2000). Parameter spesifik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

Karakteristik Hasil Persyaratan

Non-spesifik

Kadar Abu Total (%b/b) 0,99%

Kadar Air (% b/b) 3,3119% ≤ 10% (Kepmenkes, 1994)

Susut Pengeringan (%b/b) 4,79% ≤ 10% (Anonim, 2007)

Spesifik

Organoleptik

(Bentuk, Warna, Rasa)

FEAS berbentuk padat, berwarna coklat kehijauan, Rasa tawar


(43)

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pengujian organoleptik dan pengujian kadar total flavonoid dalam fraksi etil asetat daun sukun (FEAS).

Parameter organoleptik bertujuan memberikan pengenalan awal bahan secara objektif berupa bentuk warna, bau, dan rasa yang dapat dipengaruhi oleh penyimpanan sehingga mempengaruhi khasiatnya (Depkes 2000). Hasil parameter spesifik FEAS secara organoleptik adalah berbentuk padat, berwarna hijau kecoklatan, berbau tajam, dan berasa tawar.

FEAS memiliki kandungan flavonoid yang berpotensi sebagai kardiovaskular. Untuk mengetahui total kandungan flavonoid yang terkandung di dalam FEAS dilakukan penentuan kadar total flavonoid.

Penentuan kadar total flavonoid menggunakan standar rutin sebagai senyawa penanda. Hal ini dikarenakan golongan flavonoid yang tersebar di alam sebagian besar adalah golongan flavonol yaitu rutin (Markham, Mabry, Thomas, 1970). Tujuan penentuan senyawa kimia penanda dari suatu ekstrak tanaman dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia spesifik yang terdapat di dalam ekstrak tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Azis, Rahayu, Teruna, 2011). Spektrum penyerapan flavonoid terdiri dari dua pita yang berbeda dalam luas kisaran 240-400 nm. Pita I meliputi kisaran 300-380 nm, dikaitkan pada cincin B, sementara pita II meliputi kisaran 240-280 nm yang dikaitkan dengan sistem benzoil A-C (Cvetkovic, Markovic, Radovanovic, 2011). Pada panjang gelombang maksimum rutin dalam metanol yang diperoleh terdapat dua serapan panjang gelombang yaitu pada 257,3 nm dan 358,2 nm (terdapat pada lampiran 5). Pemilihan panjang gelombang 358,2 nm sebagai pembacaan larutan standar dikarenakan pada panjang gelombang 257,2 nm memiliki rentang panjang gelombang yang sama dengan polimer β-CD pada 240,3 nm dan PVP pada 252,7 nm sehingga dikhawatirkan absorbansi yang terbaca bukan absorbansi dari flavonoid (kurva absorbansi β-CD dan PVP terdapat pada lampiran 10 dan lampiran 11).

Dari kurva kalibrasi rutin diperoleh persamaan garis y = -0,0154 + 0,0307x dengan nilai R = 0,9998, yang menunjukkan garis regresi linear.

Dari perhitungan diperoleh kadar total flavonoid dalam FEAS sebesar 32,79% (contoh perhitungan pada lampiran 8).


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Parameter nonspesifik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kadar air, kadar abu total, dan susut pengeringan. Data kadar air yang diperoleh sebesar 3,3119% telah memenuhi syarat sebagai bahan baku obat yang berasal dari bahan alam yaitu ≤ 10% dan diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan mikroba dalam FEAS (Kepmenkes, 1994).

Kadar abu total menentukan sisa kadar abu non-organik setelah pengabuan (Azis, Rahayu, Teruna, 2011). Kadar abu total dalam serbuk FEAS sebesar 0,99% (Lampiran 3).

Penetapan kadar susut pengeringan bertujuan untuk mengetahui rentang batas maksimal banyaknya senyawa yang hilang pada proses pengeringan dengan batas maksimal yaitu ≤ 10% (Anonim, 2007). Hasil penetapan susut pengeringan sebesar 4,79% dan masih sesuai dengan persyaratan.

4.2 Hasil Campuran FEAS dengan β-CD+PVP Menggunakan Metode

Pencampuran Kneading

Pencampuran dengan metode kneading dilakukan dengan 3 variasi perbandingan polimer yang dapat dilihat pada tabel 3.1. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah polimer terhadap peningkatan kelarutan obat. Hasil campuran FEAS dengan β-CD+PVP berupa serbuk yang berwarna kuning kecoklatan (Lampiran 4).

4.3 Hasil Karakterisasi Campuran FEAS dengan β-CD+PVP

Peningkatan kelarutan suatu obat dapat dilakukan dengan penambahan polimer larut air. Penambahan polimer dengan β-CD biasanya terjadi dengan adanya pembentukan kompleks inklusi

Karakterisasi campuran FEAS dengan β-CD+PVP bertujuan untuk mengetahui interaksi penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP terhadap FEAS sebagai data penunjang terbentuknya kompleks inklusi dengan menggunakan

scanning electron microscopy dan karl fischer titration (Hadaruga, 2012)

4.3.1 Scanning Electron Microscopy

Uji scanning electron microscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui perbedaan morfologi antara FEAS dan campuran FEAS dengan β-CD+PVP.


(45)

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perbedaan morfologi bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara FEAS dengan penambahan polimer kombinasi yang diperkirakan terjadinya kompleks inklusi.

Hasil uji yang telah dilakukan FEAS memiliki bentuk partikel iregular sedangkan pada formulasi campuran FEAS dengan β-CD+PVP memiliki bentuk polimer dominan menyelimuti partikel FEAS (Lampiran 15). Akan tetapi dari hasil pengamatan scanning electron microscopy tidak dapat memberikan informasi yang cukup mengenai interaksi antara perubahan morfologi FEAS terhadap campuran FEAS dengan β-CD+PVP berkaitan dengan peningkatan kelarutan.

4.3.2 Uji Karl Fischer Titration

Tabel 4.2 Hasil Uji Karl Fischer Titration

Keterangan :

Kontrol F1 merupakan pencampuran fisik FEAS:β-CD (1:2) dengan penambahan PVP 5%

terhadap bobot total FEAS dan β-CD tanpa perlakuan kneading. F1 merupakan Campuran

FEAS:β-CD (1:2) + PVP 5% dengan perlakuan kneading. F2 merupakan Campuran FEAS:β-CD

(1:4) + PVP 5% dengan perlakuan kneading. F3 merupakan Campuran FEAS:β-CD (1:6) + PVP

5% dengan perlakuan kneading.

Uji karl fischer titration dilakukan untuk mengevaluasi kualitas proses kompleksasi, jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin sesuai maka rongga bagian dalam siklodekstrin yang bersifat hidrofobik membentuk ikatan hidrogen dengan molekul tamu diikuti dengan terjadinya penurunan interaksi berlawanan antara molekul tamu yang bersifat hidrofobik dengan medium berair kemudian terjadi peningkatan interaksi hidrofobik antara sisipan molekul tamu ke rongga bagian dalam siklodekstrin sehingga kadar airnya menurun dan diperkirakan terbentuk kompleks inklusi (Agrawal, Gupta, 2012; Hadaruga, 2012).

Kontrol F1 yang merupakan campuran FEAS dengan β-CD+PVP tanpa perlakuan kneading mengalami penurunan kadar air dibandingkan F1 yang diberi perlakuan kneading sebesar 4,8482%. Sebuah kandungan air yang lebih rendah

Sampel

Kadar Air Penurunan Kadar Air terhadap Kontrol

Kontrol F1 12,0980 % -

F1 7,2498 % 4,8482%

F2 8,1298 % -


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada campuran siklodekstrin dengan molekul tamu menunjukkan bahwa kompleks inklusi diperoleh karena sebagian molekul air yang terdapat pada rongga bagian dalam β-CD digantikan oleh molekul tamu seperti flavonoid yang terdapat pada ekstrak yang diperkirakan membentuk ikatan hidrogen. Seperti pada penelitian yang pernah dilakukan terhadap campuran ekstrak daun Ficaria verna Huds.- β-CD menggunakan metode kneading menunjukkan penurunan kadar air dibandingkan dengan β-CD tunggal, hal ini dipengaruhi adanya interaksi molekul tamu-siklodekstrin yang sesuai maka molekul air dari rongga bagian dalam siklodekstrin berikatan dengan molekul tamu sehingga kadar air menurun yang menunjukkan terbentuknya kompleks inklusi (Hadaruga, 2012).

Pembuatan kontrol formula hanya dilakukan pada F1 sedangkan untuk kontrol F2 dan kontrol F3 tidak diuji karena keterbatasan biaya penelitian dan keterbatasan sampel. Hal ini menyebabkan kontrol F2 dan kontrol F3 dianggap sama dengan kontrol F1 karena penambahan polimer β-CD pada setiap formulasi dianggap tidak akan memberikan perbedaan kadar air yang jauh berbeda dibandingkan dengan kontrol F1 yang di uji. Sehingga pada F2 dan F3 diperkirakan menunjukkan penurunan kadar air seperti pada F1.

Hasil karl fischer titration mendukung karakterisasi mengenai interaksi β -CD dengan molekul tamu untuk terbentuknya kompleks inklusi diamati dari penurunan kadar air formula terhadap kontrol formula namun dari hasil penelitian yang diperoleh hanya dapat memperkirakan terjadi kompleks inklusi pada campuran FEAS dengan β-CD+PVP. Sedangkan pengamatan pada uji scanning electron microscopy tidak dapat menunjukkan perbedaan morfologi antara FEAS terhadap campuran FEAS dengan β-CD+PVP. Selain itu, data penunjang lain yang dibutuhkan untuk membuktikan terbentuknya kompleks inklusi tidak disertai dalam penelitian ini seperti QM (quantum mechanic) yang dapat memberikan informasi struktur 3 dimensi dari kompleks dan NMR yang dapat digunakan untuk menentukan arah penetrasi molekul tamu ke rongga bagian dalam siklodekstrin (Yan et al., 2006; Singh et al., 2010).


(47)

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4 Uji Kelarutan

Tabel 4.3Hasil Uji Kelarutan pada Suhu 37˚C Sampel Kadar Total Flavonoid

yang Terlarut

% Peningkatan Kadar Total Flavonoid yang

Terlarut *

F1 14,03% 5,09%

F2 17,06% 27,79%

F3 23,13% 73,26%

FEAS 13,35%

*keterangan :

Peningkatan kadar total flavonoid yang terlarut pada formula dalam air terhadap kadar total flavonoid yang terlarut pada FEAS dalam air.

Uji kelarutan bertujuan untuk mengetahui peningkatan kelarutan total flavonoid yang terlarut pada FEAS dalam air yang tidak diberikan penambahan polimer kombinasi terhadap F1, F2, dan F3 yang telah diberi perlakuan kneading, dimana konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan linear pada kurva kalibrasi rutin (untuk perhitungan selengkapnya pada lampiran 12).

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan penambahan polimer kombinasi (β -CD+PVP) terhadap FEAS menyebabkan peningkatan kadar total flavonoid formula yang terlarut dalam air pada F1 sebesar 5,09 %, F2 sebesar 27,79%, dan F3 sebesar 73,26% dibandingkan terhadap kadar total flavonoid FEAS yang terlarut dalam air sebesar 13,35%. Namun dengan peningkatan kelarutan tersebut campuran FEAS dengan β-CD+PVP masih termasuk rentang kategori sukar larut dalam air yaitu 1:1000.

Uji T paired sample pada peningkatan kadar total flavonoid yang terlarut terhadap FEAS dengan formula dan Uji T independent sample pada peningkatan kelarutan kadar total flavonoid yang terlarut terhadap formula dengan formula menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p≤ 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95% (Analisa data dapat dilihat pada lampiran 16 dan 17).

Pada penelitian yang telah dilakukan semakin banyak jumlah β-CD maka semakin tinggi kelarutan FEAS dalam air dan diikuti dengan kombinasi PVP sebagai polimer hidrofilik.Umumnya penambahan polimer kombinasi β-CD+PVP terbukti dapat meningkatkan kelarutan dari obat yang sukar larut dalam air.


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penambahan PVP pada campuran FEAS dengan β-CD memberikan efektivitas kerja dari β-CD untuk meningkatkan kadar kelarutan FEAS karena kemampuan molekul-molekul PVP untuk mengisi kekosongan ruang dalam rongga siklodekstrin. Oleh karena itu, PVP bisa berinteraksi dengan rantai samping molekul tamu (obat), meningkatkan volume dan menjadikan bagian dari molekul tamu lebih cocok untuk masuk kedalam rongga ß-CD. Hal ini dimungkinkan bahwa PVP bertindak sebagai penghubung (jembatan) antara β-CD dengan molekul tamu (Valero, Tejedor, &Rodrıguez., 2007).

Pada penelitian yang telah dilakukan terjadinya peningkatan kelarutan kadar total flavonoid yang terlarut pada tiap formula terhadap kelarutan kadar total flavonoid FEAS yang terlarut dalam air diikuti penurunan kadar air pada F1 terhadap kontrol F1 dimungkinkan terbentuknya kompleks inklusi karena molekul tamu yaitu FEAS berinteraksi kedalam rongga β-CD sehingga membentuk kompleks yang bersifat hidrofilik. Akan tetapi perlu dilakukan karakterisasi yang lain sebagai data penunjang terbentuknya kompleks inklusi yang menggunakan molekul tamu berupa ekstrak bahan alam yang terdiri dari senyawa multikomponen.


(49)

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Campuran FEAS dengan β-CD+PVP mampu meningkatkan kelarutan pada fraksi etil asetat daun sukun, dimana terjadi peningkatan antar formula pada F1, F2 dan F3 sebesar 5,09 %, 27,79%, dan 73,26% .

5.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk karakterisasi terhadap campuran fraksi etil asetat daun sukun dengan penambahan polimer β-siklodekstrin + polivinil pirolidon.


(50)

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, R., Gupta, V. (2012). Cyclodextrins – A Review on Pharmaceutical Application for Drug Delivery. IJPFR, 2(1): 95-112.

Anonim. (2007). United States Pharmacopoeia 30th Edition. USA : The Official Compendia of Standards.

Aleem, O. M, Patil, A. L., Pore, Y.V., Kuchekar, B.S. (2008). Cyclodextrin in Pharmaceuticals: An overview. (http: //www.pharmainfo.net /pharma-student-magazine/cyclodextrins-pharmaceutical-overview-0, diakses tanggal 2 Mei 2012 , pukul 8.35 WIB).

Azis, S., Rahayu, V., Teruna, H.Y. (2011). Standardisasi Bahan Obat Alam. Jakarta: Graha Ilmu.

Bekers, U. (1991). Cyclodextrins. In: The Pharmaceutical Field, Drug Dev. Ind. Pharm,17(11): 1503-49.

Chandrakant, D. S., Danki, L. S., Sayeed, A., Kinagi, M. B. (2011). Preparation and Evaluation of Inclusion Complexes of Water Insoluble Drug. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. ISSN: 2229-3701.

Challa R, Ahuja A, Ali J, Khar RK. (2005). Cyclodextrins in drug delivery: an updated review.AAPS PharmSciTech. 6(2):E329-57.

Chowdary K, Srinivas SV. (2006). Effect of polyvinylpyrrolidone on complexation and dissolution rate of β- and hydroxypropyl-β-cyclodextrin complexes of celecoxib. Indian J Pharm Sci 68:631-4.

Corciovăl, A., Caşcaval, D. (2011). Characterization Of Rutin-Cyclodextrin Inclusion Compounds.St. CICBIA 12 (4), pp. 341 – 346.

Corrigan, O.I., and C.T. Stanley. (1982). Mechanism of drug dissolution rate enhancementfrom β-cyclodextrin-drug systems. Journal of Pharmaceutical and Pharmacology 34:621-626.

Cvetkovic, D., Markovic, D., Radovanovic, B. (2011). Effects of continuous UV-irradiation on the antioxidant activities of quercetin and rutin in solution in the presence of lecithin as the protective target. J. Serb. Chem. Soc. 76 (7) 973–985. Dalimartha, S. (2003). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3. Jakarta : Puspa Swara.


(51)

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta.

Ferdianan A, Yuwono T, Wahyuninhsih I. (2006). Peningkatan kelarutan Piroksikam Melalui Pembentukan Kompleks dengan ß-cyclodextrins. Media Farmasi Vol.5, No.2, 7-14.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Hadaruga, N.G. (2012). Ficaria verna Huds. extracts and their β-cyclodextrin supramolecular systems. Chemistry Central Journal 2012, 6:16

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia II (diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta). Jakarta: Penerbit Yayasan Sarana Wana Jaya. 670-672.

Hiremath, S. N., Raghavendra, R. K.., Sunil, F., Danki, L. S., Rampure, M. V., Swamy, P. V., Bhosale, U. V. (2008). Dissolution Enhancement of Glicazide by Preparation of Inclusion Complex with ß-cyclodextrins. Asian Journal of Pharmaceutics, 73-76.

IUPAC Compendium of Chemical Terminology. (1997). Inclusion Compound (Inclusion Complex), http://old.iupac.org/goldbook/I02998.pdf, (diakses tanggal 2 Mei 2012, pukul 10.14 WIB)

Kan, W. S. Pharmaceutical Botany. Taipei : National Research Institute of Chinese Medicine, 1978.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 661/Menkes/SK/VII tentang Persyaratan Obat Tradisional, 1994.

Kuntić, V., Filipović, I., Vujić, Z. (2011). Effects of Rutin and Hesperidin and their Al(III) and Cu(II) Complexes on in Vitro Plasma Coagulation Assays. Molecules, 16 :1378-1388.

Lieberman, H. A., Lachman, L., & Schwatz,J.B. (Eds.). (1989). Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets Volume 1 Second edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, 5, 17.

Loftsson,T., Jarho, P., Másson., Järvinen, T. (2005). Cyclodextrins in drug delivery. Ashley Publications Ltd ISSN 1742-5247.

Lokamatha, K.M., Bharati, A., Kumar, S., Rama ,R. (2010). Effect of PVP K30 On Complexation and Dissolution Rate of Nevirapine–β Cyclodextrin Complexes. International Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol 2, Issue 4, 169-176.


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Markham K.R., Mabry, A.J., Thomas, M.B. (1970). The systemic Identification of Flavonoids. Berlin.

Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : UI-Press.

Mourtzinos I, Salta F, Yannakopoulou K, Chiou A, Karathanos VT. (2007).

Encapsulation of olive leaf extract in beta-cyclodextrin. J Agric Food Chem 55(20):8088-94.

Nur Ain A.H., Farah Diyana M.H.,Zaibunnisa A.H. (2011). Encapsulation of Lemongrass (Cymbopogon citratus) Oleoresin With β-Cyclodextrin; Phase Solubility Study and Its Characterisation. Singapore : IACSIT Press, IPCBEE vol.7.

Patil, J. S., Kadam, D. V., Marapur, S. C., Kamalapur, M. V. (2010). Inclusion Complex System : A Novel Techniques to Improve Solubility And Bioavailability of Poorly Soluble Drugs : A Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences Reviews and Research, 29-32

Radi, A. E., Eissa, S. (2010). Electrochemistry of Cyclodextrin Inclusion Complexes of Pharmaceutical Compounds. The Open Chemical and Biomedical Methods Journal 3: 74-85.

Rohyami, Y. (2008). Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Logika Volume 5, Nomor 1, hal. 1‐8.

Rowe, R, C., Sheskey, P, J., & Owen, S.C. (Ed). (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipients Fifth Edition. London: The Pharmaceutical Press, 217:611.

Rusmiyanti. I. (2006). Optimasi Pengeringan Sukun (Artocarpus Altilis) dan Karakterisasi Tepung Sukun. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Sharma, A., Jain, C. P. (2010). Techniques To Enhance Solubility Of Poorly Soluble Drugs : A Review. Journal Of Global Pharma Technology, 18-28.

Singh, R., Bharti, N., Madan, J., Hiremath, SN. (2010). Characterization of Cyclodextrin Inclusion Complexes – A Review. Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol. 2 (3), 2010, 171-183

Shewale, B. D., Fursule, R. A., & Sapkal, N. P. (2008). Effects of pH and Hydroxypropyl – ß- Cyclodextrin on Solubility and Stability of Gliclazide. International Journal and Health Research , 1, (2), 95-99.


(1)

Sampel FEAS- Formula2

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 FEAS 13.3567 3 .18230 .10525

Formula2 17.0667 3 .06506 .03756

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 FEAS & Formula2 3 .993 .073

Paired Samples Test

Paired Differences

T df Sig. (2-tailed) Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair

1

FEAS -

Formula2 -3.71000 .11790 .06807 -4.00288 -3.41712 -54.504 2 .000

Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00

≤ 0,05,

maka Ho di tolak atau terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan

kelarutan antara fraksi etil asetat daun sukun dengan formula.


(2)

(lanjutan)

Sampel FEAS

Formula3

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 FEAS 13.3567 3 .18230 .10525

Formula3 23.1267 3 .09504 .05487

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 FEAS & Formula3 3 .992 .082

Paired Samples Test

Paired Differences

T df Sig. (2-tailed) Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair

1

FEAS -

Formula3 -9.77000 .08888 .05132 -9.99079 -9.54921 -190.389 2 .000

Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00

≤ 0,05,

maka Ho di tolak atau terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan

kelarutan antara fraksi etil asetat daun sukun dengan formula.


(3)

H

0

= tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan

fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.

H

1

= terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan fraksi

etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.

Formula 1- Formula 2

Group Statistics

VAR00002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

VAR00001 Formula1 3 14.0300 .11533 .06658

Formula2 3 17.0667 .06506 .03756

Independent Samples Test

Levene's

Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

VAR00001

Equal variances

assumed

.295 .616

-91.128 4 .000 -6.06000 .06650 -6.24463 -5.87537 Equal variances not assumed

-91.128 3.537 .000 -6.06000 .06650 -6.25457

-5.86543

Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00

≤ 0,05,

maka Ho di tolak atau perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan

fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.


(4)

(lanjutan)

Formula 1- Formula 3

Group Statistics

VAR00002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

VAR00001 Formula1 3 14.0300 .11533 .06658

Formula3 3 23.1267 .09504 .05487

Independent Samples Test

Levene's

Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

VAR00001

Equal variances

assumed

.112 .755

-105.430 4 .000 -9.09667 .08628 -9.33622

-8.85711 Equal

variances not assumed

-105.430 3.859 .000 -9.09667 .08628 -9.33971

-8.85362

Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00

≤ 0,05,

maka Ho di tolak atau perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan

fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.


(5)

Formula 2 - Formula 3

Group Statistics

VAR00002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

VAR00001 Formula2 3 17.0667 .06506 .03756

Formula3 3 23.1267 .09504 .05487

Independent Samples Test

Levene's

Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

VAR00001

Equal variances

assumed

.295 .616

-91.128 4 .000 -6.06000 .06650 -6.24463

-5.87537 Equal

variances not assumed

-91.128 3.537 .000 -6.06000 .06650 -6.25457

-5.86543

Tabel di atas menunjukkan nilai probabilitas (Sig.2 tailed) 0,00

≤ 0,05,

maka Ho di tolak atau perbedaan yang signifikan pada peningkatan kelarutan

fraksi etil asetat daun sukun antara formula dengan formula.


(6)

Lampiran 18. Alat dan Bahan

Gambar 17. FEAS

Gambar 18.Spektro UV/Vis


Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Pertumbuhan Stek Akar Sukun (Artocarpus communis Forst.) Berdasarkan Perbedaan Jarak Akar Dari Batang Pohon

4 84 47

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Hidroksi Propil Metilselulosa Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

1 12 70

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer β-siklodekstrin Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

5 15 70

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

3 26 115

Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) pada tikus terinduksi streptozotosin.

1 8 97

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol-Air Daun Sukun (Artocarpus altilis Parkinson Fosberg) - Ubaya Repository

0 0 1

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

0 9 15

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

0 3 2

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

0 7 4