Laporan Pendahuluan Hematemesis I docx

LAPORAN PENDAHULUAN
HEMATEMESIS MELENA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja yang
berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan. Warna
hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan
asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti
kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal gumpa (Nurarif, 2013).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran
nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran
pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan
hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan
perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey,
2005).
Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung
campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace &

Borley, 2007).
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari

konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005 ).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer,
2000 : 634)
2. Etiologi
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas :
a. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
b. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan
dan lain-lain.
c. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
e. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan

bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan
bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises
esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian
atas (Hilmy 1971: 58 %)
f. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lai-lain. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal
perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha
penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia

adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan
saluran makan bagian atas.(Nurarif. 2013)
3. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau

merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. (Abadi. 2010).
Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkan nya untuk diasimilasi tubuh. Selain itu mulut memuat gigi untuk
mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk cita rasa dan menelan.

Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencerna penting ke
dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan dibatasi selaput lendir
(membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisanlapisan epitelium. (Pearce. 2009)
Organ

saluran

pencernaan

dari

mulut,

tenggorokan


(faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,
yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.( Kus. 2004)
1) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. (Abadi. 2010)
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan
lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. (Pearce. 2009)
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara

sadar dan berlanjut secara otomatis. (Abadi. 2010)

2) Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil
( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi. (Kus. 2004)
3) Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
(Syaifudin. 2006)
4) Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. (Kus. 2004).
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi

lambung menghasilkan 3 zat penting :
a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

b) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri. (Kus. 2004)
c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5) Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. (Syaifudin. 2006)
6) Usus besar

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare. (Kus. 2004)
7) Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan

beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8) Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). (Kus. 2004).

9) Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB) (Kus.
2004)
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi. (Syaifudin. 2006)

10) Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan
mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein
ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk
inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi
melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. (Kus. 2004)
11) Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki

berbagai

fungsi,

beberapa

diantaranya

berhubungan


dengan

pencernaan.Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis
protein plasma, dan penetralan obat. (Kus. 2004)
b. Fisiologi Sistem Pencernaan
Proses pencernaan dimulai ketika makanan masuk ke dalam organ
pencernaan dan berakhir sampai sisa-sisa zat makanan dikeluarkan dari organ
pencernaan melalui proses defekasi. Makanan masuk melalui rongga oral
(mulut). Langkah awal adalah proses mestikasi (mengunyah). Terjadi proses
pemotongan, perobekan, penggilingan, dan pencampuran makanan yang
dilakukan oleh gigi. (Syaifudin. 2006)

Tujuan mengunyah adalah:
1) Menggiling dan memecah makanan
2) Mencampur makanan dengan air liur
3) Merangsang papil pengecap. Ketika merangsang papil pengecap maka akan
menimbulkan sensasi rasa dan secara refleks akan memicu sekresi saliva. Di
dalam saliva terkandung protein air liur seperti amilase, mukus, dan lisozim.

Fungsi saliva dalam proses pencernaan adalah :
a) Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase.
b) Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel
makanan dengan adanya mukus sebagai pelumas.
c) Memiliki efek antibakteri oleh lisozim.
d) Pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang pupil pengecap.
e) Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam
yang dihasilkan bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies.
Selanjutnya adalah proses deglutition (menelan). Menelan dimulai ketika
bolus di dorong oleh lidah menuju faring. Tekanan bolus di faring
merangsang reseptor tekanan yang kemudian mengirim impuls aferen ke
pusat menelan di medula. Pusat menelan secara refleks akan mengaktifkan
otot-otot yang berperan dalam proses menelan. Tahap menelan dapat
dibagi menjadi 2, yaitu:
Tahap orofaring: berlangsung sekitar satu detik. Pada tahap ini bolus
diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke saluran lain
yang berhubungan dengan faring.
Tahap esofagus: pada tahap ini, pusat menelan memulai gerakan
peristaltik primer yang mendorong bolus menuju lambung. Gelombang

peristaltik berlangsung sekitar 5-9 detik untuk mencapai ujung
esofagus. Selanjutnya, makanan akan mengalami pencernaan di
lambung. Di lambung terjadi proses motilita. Terdapat empat aspek
proses motilitas di lambung, yaitu:
o Pengisian lambung (gastric filling): volume lambung kosong adalah
50 ml sedangkan lambung dapat mengembang hingga kapasitasnya
1 liter
o Penyimpanan lambung (gastric storage): pada bagian fundus dan
korpus lambung, makanan yang masuk tersimpan relatif tenang
tanpa adanya pencampuran. Makanan secara bertahap akan
disalurkan dari korpus ke antrum.
o Pencampuran lambung (gastric mixing): kontraksi peristaltik yang
kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi
lambung dan menghasilkan kimus. Dengan gerakan retropulsi
menyebankan kimus bercampur dengan rata di antrum. Gelombang
peristaltik di antrum akan mendorong kimus menuju sfingter
pilorus.
o Pengosongan lambung (gastric emptying): kontraksi peristaltik
antrum menyebabkan juga gaya pendorong untuk mengosongkan
lambung. (Syaifudin. 2006)
Selain melaksanakan proses motilitas, lambung juga mensekresi
getah lambung. Beberapa sekret lambung diantaranya:
1. HCL: sel-sel partikel secara aktif mengeluarkan HCL ke dalam
lumen lambung. Fungsi HCL dalam proses pencernaan adalah :

 mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi pepsin dan
membentuk lingkungan asam untuk aktivitas pepsin
 membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat
 bersama dengan lisozim bertugas mematikan mikroorganisme
dalam makanan.
2. Pepsinogen: pada saat di ekresikan ke dalam lambiung,
pepsinogen mengalami penguraian oleh HCL menjadi bentuk
aktif, pepsin. Pepsin berfungsi dalam pencernaan protein untuk
menghasilkan fragmen-fragmen peptida. Karena fungsinya
memecah protein, maka peptin dalam lambung harus disimpan
dan disekresikan dalam bentuk inaktif (pepsinogen) agar tidak
mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk.
3. Sekresi mukus: Mukus berfungsi sebagai sawar protektif untuk
mengatasi beberapa cedera pada mukosa lambung.
4. Faktor intrinsik: faktor intrinsik sangat penting dalam penyerapan
vitamin B12. vitamin B12 penting dalam pembentukan eritrosit.
Apabila tidak ada faktor intrinsik, maka vitamin B12 tidak dapat
diserap.
5. Sekresi Gastrin
Di daerah kelenjar pilorus (PGA) lambung terdapat sel
G yang mensekresikan gastrin. (Syaifudin. 2006). Aliran sekresi
getah lambung akan dihentikan secara bertahap seiring dengan
mengalirnya makanan ke dalam usus. Di dalam lambung telah
terjadi pencernaan karbohidrat dan mulai tejadi pencernaan
protein. Makanan tidak diserap di lambung. Zat yang diserap di

lambung adalah etil alkohol dan aspirin. (Pearce. 2009). Makanan
selanjutnya memasuki usus halus. Usus halus merupakan tempat
berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di bagi
menjadi tiga segmen, yaitu:
a. Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di
bantu oleh enzim-enzim pankreas. Garam-garam empedu
mempermudah pencernaan dan penyerapan lemak.
b. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)
c. Ileum (3,6 m/12 kaki)
Organ pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari
kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima
500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon
terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna, komponen empedu yang
tidak diserap, dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk dieliminasi merupakan
feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum
defekasi. (Syaifudin. 2006).
Feses akan dikeluarkan oleh refleks defekasi yang disebabkan oleh
sfingter anus internus (terdiri dari otot polos) untuk melemas dan rektum serta
kolon sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Apabila sfingter anus eksternus
(terdiri dari otot rangka) juga melemas maka akan terjadi defekasi. Peregangan
awal di dinding rektum menimbulkan rasa ingin buang air besar. Ketika terjaid
defekasi biasanya dibantu oleh mengejan volunter yang melibatkan kontraksi
simultan otot-otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis dalam posisi
tertutup sehingga meningkatkan tekanan intra-abdomen yang membantu
pengeluaran feses. (Abadi. 2010)

4. Fatofisiologi
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu
juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi
alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus
peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah
lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke
gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang
varises.
Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan
yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan
kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya
meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan
riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai
kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi
Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat
menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey,
2005).
Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan
kepada factor-faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah
(vasculopathy) seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor
trombosit (thrombopathy) seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat pembentuk
darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-lain. Malahan
pada serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya varises
esophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer

akibat hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel
hati.
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu
pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi
dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena
porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan
intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat, dan
lain-lain.
Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer,
seperti pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-lain.
Dapat pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan
iatrigenic seperti penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, druginduce thrombocytopenia, pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain.

5. Patoflow
Kelainan esofagus : varises
esofagus, esofagitis, keganasan
esofagus

Kelainan lambung & duodenum :
tukak lambung , keganasan

Penyakit darah : leukimia,
DIC, Purpura
trombositopenia, hemophilia

Iritasi mukosa lambung
Tekanan portal meningkat

Pecahnya pembuluh darah

Penyakit sistemik :
serosis hati
Obstruksi aliran
darah lewat hati

Erosi dan ulserasi
Pembuluh darah pecah
Pembesaran limfe dan asites

Perdarahan
Kerusakan vaskuler pada mukosa
lambung

Masuk saluran cerna

Penurunan
ekspansi paru

Pembentukan
kolateral
Distensi pembuluh
darah abdomen
Varises

Sesak

Obat – obatan
ulserogenik, golongan
salisiat, kortikosteroid,
alkohol
O2 mukosa
terhambat
Asam lambung
meningkat
Inflamasi mukosa
lambung

Pembuluh darah
ruptur

Ketidakefektifan
pola nafas

HEMATEMESIS MELENA
Gangguan menelan

Pemasangan NGT
Nutrisi parenteral
Mual

Nyeri akut

Feses hitam yang
mengandung darah
Mual, Muntah darah
Risiko kekurangan
volume cairan

Ansieatas

6. Manifestasi klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut:
a. Gelisah
b. Suhu badan mungkin meningkat
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
d. Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih
e. Rasa sakit di perut
f. Rasa kembung
g. Tonus dan turgor kulit berkurang
h. Selaput lendir dan bibir kering
7. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis melena adalah:
a. Koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan
kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai
kelainan parenkim hati)
b. Syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung
dan tekanan darah menurun)
c. Aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran
napas)
d. Anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari).
(Mubin, 2006)

8. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi
gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi
terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2) Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K,Ca
dan Potassium serum pada diare yang disertai kejang).
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif
dan kualitatif terutama pada diare kronik.
b. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan fisik
Penurunan berat badan
Anemia
Demam
2) Pemeriksaan khusus
Colon rektal
Rektosigmoideskopi
Barium enema
Barium meal

3) Pemeriksaan laboratorium
LED
Hipokalsemia
Avitaminosis D
Serum albumin tinggi
4) Radiologis
5) Kolonoskopi
9. Penatalaksanaan medis
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti
dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :
a. Pengawasan dan pengobatan umum
1) Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
2) Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
3) Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama
belum ada darah.
4) Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
5) Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
6) Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.

7) Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom
(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau
ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
8) Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika
yg tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
b. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi
dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
c. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan

kontriksi

pembuluh

darah

dan

splanknikus

sehingga

menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan
varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot
polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati
dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung
iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

d. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan
makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja
ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti
mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises
esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
e. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini
tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara
pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang
baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.
f. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik. Selain cara-cara diatas, adapula
metode lain untuk menghentikan perdarahan varises esophagus, antara lain :

1) Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl
R) yang langsung disuntikkan intravena.
2) Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
a) Laser photo coagulation
b) Diathermy coagulation
c) Adrenalin injection
B. Konsep asuhan keperawatan teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa lakilaki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal
MRS, dan Diagnosa medis
b. Keluhan utama
biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang
secara tiba-tiba.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang
secara tiba-tiba
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis
hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas,

riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan obatulserorgenik,
kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan
makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga yang lain
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat
ulserogenik
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,
kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk
makanan yang lunak yang mudah dicerna
3) Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein
(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien
berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk
pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja
4) Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB
terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti
petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi
pekat.

5) Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus,
perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
6) Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
7) Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan
estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan
libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan
pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja
mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
8) Pola penaggulangan stres
Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx
dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
9) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan
nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna,
mual, muntah, kembung.

2) Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan
hipoksia, ascites.
3) Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
4) Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
5) Sistem persyarafan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara
lambat tak jelas.
6) Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),
penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap
pekat, diare / konstipasi.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Nyeri akut b/d Agens cedera biologis
b. Ketidakefektifaan pola nafas b/d ansietas
c. Mual b/d penyakit esofagus
d. Ansietas b/d status kesehatan
e. Resiko kekurangan volume cairan b/d kegagalan fungsi regulator
f. Gangguan menelan b/d riwayat makan dengan selang

C. Nurse Care Planning
Rencana keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
1

Risiko kekurangan volume cairan
Definisi : beresiko mengalami dehidrasi
vaskuler, seluler, atau intraseluler.

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

NOC : Hydration

NIC : Fluid Management

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 defisit

1.

Monitor status hidrasi

volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:

2.

Monitor vital sign

3.

Monitor intake output

4.

Monitor status nutrisi

5.

Anjurkan keluarga untuk

Faktor risiko :
 Kehilangan volume cairan aktif
 Kurang pengetahuan
 Penyimpangan yang mempengaruhi

No
1
2

absorpsi cairan
 Penyimpangan yang mempengaruhi
akses cairan
 Penyimpangan yang mempengaruhi
asupan cairan
 Kehilangan berlebihan melalui rute
normal ( mis : diare )
 Usia lanjut
 Berat bdan ekstrem
 Faktor yang mempengaruhi
kebutuhan cairan ( mis : status
hipermetabolik )
 Kegagalan fungsi regulator

3
4

Indikator
Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran
Mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
Ferfusi jaringan
Intake oral dan intravena
adekuat

Skala Indikator
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

Awal

Tujuan
5

memberikan masukan nutrien dan cairan
5

6.

Monitor berat badan

7.

Kolaborasi

tim

medis dalam pemberian cairan intravena

5
5

dengan

8.

Monitor
respon pasien terhadap cairan.

status

cairan,

 Kehilangan cairan melalui rute
abnormal : mis : slang menetap )
 Agens farmaseutikal
2

( mis : diuretik)
Gangguan menelan
Definition : abnormal fungsi mekanisme
menelan yang dikaikan dengan defisit
struktur atau fungsi oral, faring, atau
esofagus.

NOC : Swallowing Status

NIC : Aspiration Precautions

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
pasien menunjukkan perubahan perbaikan menelan, dengan
indikator:

1. Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks

Gangguan fase esofagus

No
1
2

 Abnormal pada fase esofagus pada

3

Batasan karakteristik

pemeriksaan menelan
 Pernafasan bau asam
 Nyeri epigastrik
 Menolak makan
 Hematemesis
 Regurgitasi isi lambung ( sendawa
bawah )
 Muntah
Gangguan fase oral
Gangguan fase faring

Batasan karakteristik

4
5

Indikator
Mampu menelan adekuat
Mampu mengontrol mual
dan muntah
Mampu melakukan
perawatan terhadap
pengobatan parenteral
Kondisi pernafasan,
ventelasi adekuat
Pengiriman bolus ke
hipofaring selaras dengan
refleks menelan

Indikator
1.
2.
3.
4.
5.

Gangguan ekstrem
Berat
Sedang
Ringan
Tidak ada gangguan

Awal

Tujuan
5
5
5
5

muntah dan kemampuan menelan
2. Menyuapkan makanan dalam jumlah kecil
3. Periksa tabung NGT atau gastrotomy sisa
sebelum makan
4. Hindari cairan atau menggunakan zat pengental
5. Monitor status paru menjaga / mempertahankan
jalan nafas

 Masalah perilaku makan
 Gangguan dengan hipotonia
signifikan
 Riwayat makan dengan slang
 Gangguan pernafasan
3.

 Anomali saluran nafas atas
Nyeri akut
Definition : pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan

NOC : Pain Level

NIC : Pain Management

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, klien

1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

menunjukkan perbaikan level nyeri dengan kriteria hasil :

yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa ( international
Association for study of pain ) : awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan
Batasan karakteristik :
 Perubahan selera makan
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Laporan isyarat
 Diaforesis

No
1
2
3
4
5

Indikator
Melaporkan nyeri berkurang
Ekspresi wajah saat nyeri
Gelisah
Mengerang / merintih
TTV

Indikator
1.
2.
3.
4.
5.

Awal

Tujuan
5
5
5
5
5

kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri
secara komfrehensif
2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri
3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam
4. Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
5. Monitor TTV

Gangguan ekstrem
Berat
Sedang
Ringan
Tidak ada gangguan

6. Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum nyeri
menjadi berat
7. Pastikan klien menerima pemberian analgetik
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat golongan analgetik

 Mengekspresikan perilaku ( mis :
gelisah, merengek, menangis,
waspada, iritabilitas, mendesah )
 Masker wajah ( mis : mata kurang
bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu
fokus, meringis )
 Sikap melindungi area nyeri
 Fokus menyempit ( miss : gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan )
 Indikasi nyeri yang dapat diamati
 Perubahan posisi untuk menghindari
nyeri
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Fokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agens cedera ( mis : biologis, zat kimia,
4.

fisik, psikologis )
Mual
Definitoin : sensasi seperti gelombang di
belakang tenggorok, epigastrium, atau
abdomen yang bersifat subjektif dan
tidak menyenangkan yang dapat
menyebabkan dorongan atau keinginan

NOC :

NIC : Nausea Management

Nausea & Vomiting Control : Disruptive effects
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, klien
menunjukkan rasa mual hilang, dengan kriteria hasil :

1. Dorong pasien memantau mual
2. Dorong pasien untuk belajar cara mengatasi mual
3. Kurangi faktor yang dapat memicu mual

untuk muntah
Batasan karakterisik :
 Keengganan terhadap makanan
 Sensasi muntah
 Peningkatan salivasi
 Peningkatan menelan
 Melaporkan mual
 Rasa asam di dalam mulut
Faktor yang berhubungan :
Biofisik
 Gangguan biokimia ( mis : uremia,
ketoasidosis diabetik )
 Penyakit esofagus
 Distensi lambung
 Peningkatan tekanan intra-kranial )
 Tumor intra abdomen
 Labirinitis
 Nyeri
 Penyakit pankreas
Situasional
 Ansietas
 Takut
 Nyeri
 Faktor psikologis
 Rasa makanan / minuman yang tidak
enak di lidah

No
1
2
3
4
5
6

Indikator
Mengakui timbulnya mual
Penurunan berat badan
Rasa tidak enak
Lesu / lemah
Gangguan tidur
Intake cairan dan makanan
menurun

Indikator
1.
2.
3.
4.
5.

Gangguan ekstrem
Berat
Sedang
Ringan
Tidak ada gangguan

Awal

Tujuan
5
5
5
5
5
5

4. Kolaborasi dengan pasien untuk cara mengatasi
mual
5. Dorong pasien untuk menjaga kebersihan mulut
6. Monitor asupan gizi dan kalori
7. Kolaborasi

dengan

tim

pemberian terapi farmakologi

kesehatan

dalam

Terapi
 Distensi lambung
 Iritasi lambung
5

 Farmaseutikal ( ramuan obat )
Ketidakefektifan pola nafas
Definition : inspirasi atau ekspirasi yang
tidak memberi ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik :
 Perubahan kedalaman pernafasan
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik
 Bradipnea
 Penurunan tekanan ekspirasi
 Penurunan tekanan inspirasi
 Penurunan ventilasi semenit
 Penurunan kapasitas vital
 Dispnea
 Peningkatan diameter anterior –
posterior
 Pernafasan cuping hidung
 Ortopnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernafasan bibir
 Takipnea
 Penggunaan otot aksesorius untuk
bernafas
Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang

NOC :
 Respiratory Status : Airway Patency
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan jalan nafas patent, dengan
kriteria hasil :

No Kriteria

Awal

Tujuan

1

Kecepatan pernafasan

5

2

Irama pernafasan

5

3

Kedalaman inspirasi

5

4

Cemas / kegelisahan

5

5

Terengah – engah

5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

NIC :
Respiratory Monitoring
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan usaha
untuk inspirasi
2. Monitor pola bernafas, bradypnea, tachypnea,
dyspnea
3. Monitor terjadinya dyspne, dan peristiwa yang
dapat memperburuk keadaan
4. Perhatikan lokasi trakea
5. Buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift
6. Membaca mekanisme ventilator
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi farmakologi

6.

 Deformitas dinding dada
 Keletihan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Gangguan muskuloskeletal
 Kerusakan neurologis
 Disfungsi neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Keletihan otot pernafsan
Cedera medula spinalis
Ansietas
Definition : perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang samar disertai respon
autonom ( sumber sering sekali tidak
sfesifik atau tidak diketahui oleh
individu ) perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan
individu untuk bertindak menghadapi
ancaman
Batasan karakteristik
Dapat dilihat dari beberapa
meliputi :
 Perilaku
 Afektif
 Fisiologis
 Simpatik
 Parasimpatik
 Kognitif

aspek,

NOC :
Anxiety Level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan derajat kecemasan, Dengan
kriteria hasil :

No Kriteria

Awal

Tujuan

1

Kegelisahan

5

2

Mermas – remas tangan

5

3

Kesulitan

5

4

Ketegangan wajah

5

5

Berkeringat

5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan

NIC :
Anxiety Reduction
1. Anjurkan keluarga untuk tetap berada disamping
klien
2. Berusaha memahami perspektif pasien dari
kondisi stress
3. Memberikan
informasi
faktual
mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
4. Mendekati pasien untuk mempromosikan
keamanan dan mengurangi rasa takut
5. Mendengarkan dengan perhatian
6. Mengidentifikasi ketika tingkat kecemasan
berubah
7. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan

Faktor yang berhubungan
 Perubahan dalam :
Status ekonomi
Lingkungan
Status kesehatan
Pola interaksi
Fungsi peran
Status peran
 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga
 Herediter
 Infeksi / kontaminan interpersonal
 Penularan penyakit interpersonal
 Krisis maturasi
 Krisis situasional
 Stress
 Penyalahgunaan zat
 Ancaman kematian

5.

Tidak ada gangguan

DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: EGC
Grace, P. A. dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius.
Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.).
Jakarta: EGC.
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC
Nurari. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NICNOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorrain M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis ProsesPenyakit, edisi 6, Jakarta: EGC.

proses

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi
6.Jakarta : EGC