Kebijakan Etika dan Hukum TI. Resensi Bu

KEBIJAKAN, ETIKA DAN HUKUM TI
Resensi Buku “Aspek Hukum Bisnis Transportasi Jalan Online”
Dosen Pengampu : Dr. Bambang Sutiyoso, S.H., M.Hum.

Oleh :
Yunizar Fahmi [NIM. 17917131]

Program Studi Magister Teknik Informatika
Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2018

BAB I
IDENTITAS BUKU

Judul

: Aspek Hukum Bisnis Transportasi Jalan Online

ISBN


: 978-979-007-660-0

Penulis

: Andika Wijaya, S.H.

Editor

: Tarmizi

Penerbit

: Sinar Grafika

Cetakan

: 1, Mei 2016

Dimensi


: xii, 248 hal., 23cm

Profil Penulis
Nama : Andika Wijaya, S.H.
Pekerjaan : Advokat dan Penulis.
Pendidikan Formal : Fakultas Hukum
Universitas Jember (S-1), 2003.
Pendidikan Advokat : Pendidikan Khusus Profesi Advokat,
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2008.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 2

BAB II
RINGKASAN BUKU

2.1

Bab 1 : Pendahuluan
Fenomena transportasi jalan online merupakan fenomena perkembangan dan


transportasi dan komunikasi di seluruh dunia pada umumnya dan di Indonesia pada
khususnya. Perkembangan dunia transportasi dan komunikasi tidak terlepas pula dari
perkembangan ilmu pengetahuan (science) dan teknlogi. Semakin maju ilmu
pengetahuan (science) dan teknologi, yang dapat dilihat dari semakin berkembangnya
inovasi, semakin maju dan canggih pula moda transportasi dan komunikasi yang ada
dalam masyarakat.
Salah satu contoh inovasi terbaru dalam bidang transportasi darat di Indonesia
adalah Go-Iek. Mengacu pada website resmi Go-Jek, kata Go-Jek didefiinisikan
sebagai perusahaan berjiwa sosial yang memimpin revolusi industri transportasi Ojek.
Dalam menjalankan usahanya, Go-Iek bermitra dengan para pengendara Ojek
berpengalaman di jakarta meliputi area Jabodetabek. Bandung, Bali, dan Surabaya
serta menjadi solusi utama dalam pengiriman barang, pesan antar makanan, berbelanja
dan berpergian di tengah kemacetan. Seorang calon Pengguna menggunakan jasa GoJek melalui aplikasi yang bersifat online, di mana aplikasi Go-Jek untuk pengguna
handphone dengan operating system iOS dan Android dapat diakses via gojek.com/app. Inovasi transportasi yang demikian merupakan terobosan baru yang
bersifat multikreatif, yang tidak hanya menjadi sumbangan bagi perkembangan
transportasi Nasional, tetapi juga sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan yang
sangat signifikan bagi masyarakat Indonesia.
Keberadaan Go-Jek atau moda transportasi lain yang berintegrasi dengan sistem
teknologi dan informasi merupakan fenomena baru dalam masyarakat. Suatu inovasi

baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh banyak orang memiliki potensi
besar untuk menimbulkan kontroversi. Kita bisa bayangkan bagaimana seorang
Nicolaus Copernicus dan Galileo Galilei yang menemukan fakta bahwa bumi
mengelilingi matahari atau matahari sebagai pusat tata surya, atau seperti Charles

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 3

Darwin yang memberi sumbangan berupa teori evolusi telah memancing kontroversi
yang berbentuk kecaman dan bahkan berujung pada ancaman hukuman mati bagi
ketiganya. Suatu hal yang tepat sekali adalah kalimat yang dimuat dalam website resmi
Go-Jek bahwa Go-Jek merupakan pemimpin revolusi industri transportasi. Apabila
saat ini moda transportasi berintegrasi dengan sistem teknologi dan informasi
diterapkan dalam bentuk kendaraan bermotor berjenis sepeda motor (Go-jek dan lainlain), tidak menutup kemungkinan di suatu hari nanti akan muncul pula moda
transportasi online yang tidak hanya berlaku di darat, tetapi juga berlaku di air dan
udara. Perkembangan demikian juga tidak menutup kemungkinan terjadinya
kontroversi yang bahkan berujung kembali pada bentrokan fisik sebagaimana telah
terjadi dalam kasus para pelaku bisnis transportasi jalan konvensional melawan para
pelaku bisnis transportasi jalan online.
Ada obrolan dalam dunia akademisi maupun praktisi hukum bahwa “hukum
selalu tertinggal dari perkembangan masyarakatnya” atau “perkembangan masyarakat

selalu berada satu atau lebih langkah di depan hukum yang ada'i Kontroversi yang
muncul dalam kasus Go-Jek dkk., dengan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
merupakan bukti nyata. Benarlah jika dikatakan bahwa perkembangan masyarakat
akan selalu menerbitkan benturan kepentingan, baik benturan kepentingan antar
anggota masyarakat, antar kelompok masyarakat, hingga benturan kepentingan antar
negara merupakan asal usul dari kelahiran hukum.
Sesuai dengan fungsinya, hukum menjadi katalisator atas berbagai benturan
kepentingan yang ada dalam masyarakat. L. J. van Apeldoorn menyatakan dalam
Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht bahwa tujuan hukum adalah
mengatur pergaulan hidup secara damai. Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa
tujuan hukum adalah ketertiban sebagai syarat pokok (fundamental) serta tujuan lain,
yakni tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat
dan zamannya.
Hubungan-hubungan hukum yang muncul dari praktik transportasi online
setidaknya terdiri atas hubungan hukum yang bersifat horizontal antara perusahaan
transportasi dengan mitra kerjanya (seperti Driver Go-Jek), hubungan hukum yang

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 4

bersifat horizontal antara penyedia jasa/layanan transportasi jalan online dengan

pengguna jasa, serta hubungan hukum yang bersifat vertikal dengan Pemerintah. Setiap
kontroversi yang muncul dari setiap hubungan hukum harus diselesaikan melalui suatu
pranata khusus yang didasarkan pada hukum yang berlaku.
Sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia (disingkat UUD N RI), secara konstitusional negara Indonesia
adalah negara hukum. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Paham negara hukum sebagaimana
tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NR1 berkaitan erat dengan paham
negara kesejahteraan (welfare state) atau paham negara hukum materiil sesuai dengan
bunyi alinea keempat Pembukaan dan ketentuan Pasal 34 UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945. Penyelesaian atas kontroversi di dalam masyarakat,
termasuk kontroversi di seputar transportasi online wajib diselesaikan sesuai dengan
hukum yang berlaku.

2.2

Bab 2 : Karakteristik Transportasi Jalan Online
Pengertian atas transportasi online dapat ditemukan dengan mencari pengertian

atas kata pengangkutan jalan di satu sisi dan kata online di sisi lainnya. Kata

“pengangkutan” berasal dari kata dalam bahasa Inggris yakni transportation.
Transportation diartikan oleh Black Law Dictionary sebagai perpindahan barang atau
orang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Pengertian kata
transportation dalam Black Law Dictionary tersebut pada hakikatnya memiliki
kesamaan dengan pengertian kata “pengangkutan” dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), yakni pengangkutan barang dan orang oleh berbagai jenis
kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi. Kata selanjutnya adalah kata online yang
dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai “dalam jaringan”, atau disingkat
“daring”. Pengertian online adalah keadaan komputer yang terkoneksi atau terhubung
ke jaringan internet. Dengan akses tersebut, kita dapat menjalin komunikasi (baik yang
hanya bersifat verbal atau non-verbal) secara online dengan berbagai bangsa dan
negara di seluruh belahan dunia.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 5

Salah satu karakteristik transportasi jalan online, adalah adanya sintesis antara
metode pengangkutan konvensional dengan metode transaksi yang bersifat elektronik.
Karakteristik transportasi jalan online dapat dikatakan merupakan karakteristik yang
unik, karena menggabungkan unsur pengangkutan yang diatur dalam UU No. 22 Tahun
2009 dan peraturan pelaksanaannya dengan unsur transaksi elektronik yang diatur

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (disingkat UU No. 11 Tahun 2008) beserta peraturan
pelaksanaannya.
Kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan transportasi jalan online termasuk
dalam kegiatan perdagangan atau perniagaan. Kata perdagangan berasal dari kata
“dagang” di mana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pekerjaan
yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh
keuntungan. Soekardono menjelaskan pengertian atas perdagangan atau perniagaan
sebagai seluruh usaha yang dilakukan untuk memudahkan atau melancarkan
terwujudnya niat mendapatkan laba. Merujuk pada pengertian yang diberikan oleh
Soekardono tersebut, salah satu unsur terpenting dari perdagangan adalah adanya laba
atau keuntungan (profit).
Mengacu pada bunyi Pasal 4 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2014, bahwa jasa
transportasi (termasuk transportasi/pengangkutan online) dikategorikan sebagai jasa
yang dapat diperdagangkan. Jasa tersebut dapat diperdagangkan baik di dalam negeri
maupun melampaui batas wilayah negara (Pasal 4 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2014).
Pasal 20 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014 menentukan bahwa penyedia jasa yang
bergerak di bidang perdagangan jasa wajib didukung tenaga teknis yang kompeten
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


2.3

Bab 3 : Aspek Hukum Perusahaan
Pemahaman terhadap subjek hukum tidak terlepas dari pemahaman terhadap

orang (persoon). Sebagaimana dikatakan oleh Subekti, perkataan orang (persoon)
berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum. Dalam konteks hukum perdata
menurut BW, persoalan subjek hukum dibahas dalam hukum tersendiri yang bernama

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 6

hukum orang. Mengutip pendapat Subekti, hukum orang adalah peraturan tentang
manusia sebagai subjek dalam hukum, peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak
dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan haknya itu serta hal yang
mempengaruhi kecakapan itu. Berdasarkan pendapat tersebut, yang dimaksud dengan
subjek hukum adalah pembawa hak.
Secara garis besar, ilmu pengetahuan hukum perdata membagi subjek hukum
atau pembawa hak menjadi 2 (dua) pihak, yakni manusia (natuurlijke persoon) dan
badan hukum (rechts persoon). Badan hukum (rechts persoon) dapat memiliki hak dan
bisa melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia, badan mana mempunyai

kekayaan sendiri, serta ikut dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya,
dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka hakim. Contoh dari badan hukum
adalah Perseroan Terbatas dan Koperasi.
Realisasi usaha transportasi yang dilakukan oleh perusahaan transportasi jalan
online memunculkan suatu perikatan hukum dengan pelanggan (customer). Dalam hal
ini, perusahaan transportasi jalan online mengadakan transaksi berupa perjanjian
pemberian jasa transportasi, transaksi mana dilakukan melalui metode elektronik, yang
memunculkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Perusahaan transportasi jalan
online memberikan hak kepada pelanggan (customer) atas layanan atau jasa
transportasi tertentu, dan di lain pihak memunculkan hak atas imbalan atau tarif bagi
perusahaan pengangkutan jalan online. Perusahaan transportasi jalan online melakukan
kewajibannya berupa pemberian jasa atau layanan transportasi, sedangkan kewajiban
pihak pelanggan (customer) adalah membayar ongkos layanan (tadi) dengan nilai
tertentu kepada perushaan transportasi jalan online.
Kedudukan perusahaan perusahaan transportasi jalan online sebagai subjek
hukum tidak hanya terbatas pada hal adanya hubungan hukum dengan pelanggan
(customer) jasa transportasi saja. Perusahaan transportasi jalan online berkedudukan
sebagai subjek hukum ketika perusahaan mengadakan per janjian kemitraan dengan
para driver transportasi jalan online, perjanjian kerja dengan karyawan perusahaan
transportasi jalan online, perjanjian kerja sama dengan perusahaan lain, serta

perjanjian-perjanjian lainnya.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 7

2.4

Bab 4 : Aspek Hukum Perjanjian
Dikaitkan dengan fenomena transportasi jalan yang dilakukan dengan

menggunakan media internet secara online dalam konteks angkutan orang dan/atau
barang, yang menjadi subjek perjanjian ada 2 (dua), yakni perusahaan angkutan umum
dan konsumen. Perusahaan angkutan umum harus tunduk pada ketentuan Pasal 79 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Pengangkutan jalan (disingkat PP No. 74 Tahun 2014), di mana perusahaan angkutan
umum harus merupakan badan hukum Indonesia yang antara lain berbentuk Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perseroan Terbatas, atau Koperasi.
Hal berbeda berlaku bagi konsumen, di mana siapapun orangnya (baik manusia
maupun badan hukum) berhak untuk menggunakan jasa angkutan umum dengan
menggunakan media internet secara online.
Objek perjanjian pada hubungan hukum yang didasarkan pada konteks
pengangkutan jalan yang dilakukan dengan menggunakan media internet secara online
adalah hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.
Baik perusahaan angkutan umum maupun konsumen dapat bertindak sebagai kreditur
maupun debitur. Perusahaan angkutan umum menjadi kreditur ketika memiliki hak atas
ongkos atau tarif angkutan yang dijalankannya. Sebaliknya, perusahaan angkutan
umum menjadi debitur ketika memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan jasa
berupa kegiatan mengangkut orang dan/atau barang seperti diminta oleh konsumen.
Konsumen menjadi kreditur ketika memiliki hak atas jasa atau layanan angkutan orang
dan/ atau barang sebagaimana disepakati atau sebaliknya konsumen menjadi debitur
ketika dia harus membayar ongkos, tarif jasa, atau layanan angkutan orang dan/ atau
barang kepada perusahaan angkutan umum.
Syarat agar suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, khususnya antara
perusahaan angkutan umum dengan penumpang atau pengirim barang menjadi
perjanjian yang membawa akibat hukum, perjanjian tersebut harus memenuhi syarat
sah sebagai perjanjian. Ajaran tentang syarat sah perjanjian sebagaimana telah
digunakan oleh banyak yurisprudensi serta digunakan oleh banyak sarjana hukum

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 8

adalah syarat sah perjanjian yang mengacu pada Buku III Staatsblad 1847 Nomor 23
tentang Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie (disingkat BW) yang dikenal juga dengan
nama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (disingkat KUH Perdata). Syarat sah
suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 BW. Pasal ini merupakan pasal yang banyak
dipakai baik oleh yurisprudensi maupun pendapat sarjana hukum dalam memberikan
penilaian atas sah atau tidaknya suatu perjanjian.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Pasal 1320 BW menjadi tolok ukur dari
sahnya suatu perjanjian, baik ditinjau dari syarat subjektif maupun syarat objektif.
Suatu perjanjian yang sudah memenuhi syarat subjektif maupun syarat objektif berlaku
mengikat bagi para pihak dalam perjanjian sebagaimana kekuatan mengikat undangundang. Tidak terpenuhinya syarat subjektif dan/ atau objektif berpengaruh pada daya
kekuatan mengikat suatu perjanjian. Subekti menerangkan bahwa suatu perjanjian
yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalan (cancelling) oleh
salah satu pihak. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif berakibat
perjanjian yang dibuat batal demi hukum, di mana secara yuridis dipandang bahwa dari
semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang
yang bermaksud membuat perjanjian itu. Dengan demikian, pembuatan perjanjian
seyogianya memperhatikan betul syarat subjektif dan objektif perjanjian, agar hak dan
kewajiban para pihak yang tertuang dalam perjanjian memiliki kekuatan mengikat
secara hukum.

2.5

Bab 5 : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen
Salah satu konsekuensi dari semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat

dari proses globalisasi ekonomi adalah munculnya jenis dan spesifikasi barang
dan/atau jasa yang baru. Globalisasi juga menyebabkan semakin terbukanya akses
informasi atas ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan pesat di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi memunculkan inovasi-inovasi baru di bidang industri
barang dan/atau jasa. Salah satu inovasi baru di bidang industri jasa adalah
pengangkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet sebagaimana telah
dioperasikan oleh berbagai perusahaan transportasi jalan online. Dalam konteks UU

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 9

No. 8 Tahun 1999, perusahaan transportasi jalan online berkedudukan sebagai pelaku
usaha, sedangkan pengguna jasa transportasi jalan online berkedudukan sebagai
konsumen.
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran
konsumen akan haknya masih rendah, yang terutama disebabkan oleh rendahnya
pendidikan konsumen. Sesuai dengan asas keamanan dan keselamatan konsumen, UU
No. 8 Tahun 1999 memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan. Untuk memberikan jaminan tersebut Pemerintah dibebani
fungsi pembinaan dan pengawasan pada sektor perlinx dungan konsumen.
Pasal 29 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 menentukan bahwa Pemerintah
bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang
menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksa, nakannya
kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Selain bertanggung jawah atas pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen, Pemerintah juga melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangannya (Pasal 30 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999).
Hubungan hukum antara perusahaan pengangkutan umum online yang bers kedudukan
sebagai pelaku usaha dengan pengguna jasa pengangkutan umum online berkedudukan
sebagai konsumen dilaksanakan dengan mengacu pada asasasas umum perlindungan
konsumen.
Salah satu asas perlindungan konsumen berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
adalah asas kepastian hukum, yang dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Sesuai asas tersebut,
baik hak-hak pelaku usaha maupun hakhak konsumen dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan, dan sebaliknya masing-masing pelaku usaha maupun konsumen
sama-sama memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Usaha transportasi jalan online, tidak bisa
dilepaskan dari aspek hukum perlindungan konsumen. Ditinjau dari jenis usaha yang

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 10

dijalankannya, transportasi jalan online termasuk usaha perdagangan jasa, hal mana
telah dibahas pada Bab 3 (Aspek Hukum Perusahaan).
Prosedur penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diatur secara lebih rinci
di dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian

Sengketa

Konsumen

(disingkat

Kepmenperindag

No.

350/MPP/Kep/12/2001). Berdasarkan pada ketentuan Pasal 52 huruf a UU No. 8 Tahun
1999, penyelesaian sengketa konsumen antara para pihak melalui BPSK hanya dapat
dilakukan melalui konsiliasi, mediasi, atau arbitrase, sebagaimana pula ketentuan Pasal
3 huruf a Kepmenperindag No. 350/MPP/ Kep/12/2001). Dengan demikian,
penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tidak mengenal lagi istilah negosiasi
dan penilaian ahli yang lazim dikenal dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(disingkat UU No. 30 Tahun 1999). Dalam hal ini, Kepmenperindag No. 350/ MPP/
Kep/ 12/ 2001 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 8 Tahun 1999
merupakan suatu lex specialis terhadap UU No. 30 Tahun 1999 sebagai lex generalis.
Mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/ 2001,
penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara konsiliasi atau mediasi atau
arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilakukan atas dasar pilihan
dan persetujuan para pihak yang bersangkutan. Harus diperhatikan bahwa pilihan atas
salah satu cara penyelesaian sengketa tersebut bukan merupakan proses penyelesaian
sengketa secara berjenjang. Dengan demikian, apabila para pihak sepakat untuk
memilih penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi, maka tertutuplah peluang
untuk penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi atau arbitrase.
Ada 2 (dua) produk yang dihasilkan dari penyelesaian sengketa konsumen
melahli BPSK, tergantung dari pilihan prosedur penyelesaian sengketa. Atas mediasi
dan konsiliasi yang ditempuh oleh para pihak, dibuat penyelesaian dalam bentuk
kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak
yang bersengketa. Artinya, konsiliasi dan mediasi mengha/ silkan produk berupa
kesepakatan dalam perjanjian tertulis, yang nantinya akan dikuatkan dalam bentuk

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 11

keputusan BPSK. Produk yang dihasilkan dari penyelesaian sengketa konsumen
berdasarkan pilihan pada arbitrase adalah putusan yang dikeluarkan oleh Majelis yang
bertindak sebagai Arbiter. Mengacu pada Pasal 40 ayat (1) Kepmenperindag No.
350/MPP/Kep/ 12/2001, putusan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak,
atau gugatan dikabulkan. Putusan BPSK merupakan putusan yang final dan telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Terhadap putusan BPSK tersebut dimintakan
penetapan eksekusi oleh BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang
dirugikan.
Penyelesaian sengketa konsumen secara litigasi tidak melibatkan lagi BPSK.
Mengacu pada ketentuan Pasal 48 UU No. 8 Tahun 1999, penyelesaian Sengketa
konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang perv adilan umum yang
berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 UU No. 8 Tahun 1999.
Pengajuan gugatan atas sengketa konsumen melalui pengadilan dapat dilakukan dalam
dua cara berikut. (1) Secara langsung, di mana penggugat mengajukan gugatan
terhadap tergugat ke pengadilan tanpa melakukan upaya penyelesaian di luar
pengadilan. (2) Secara tidak langsung, di mana pengajuan gugatan terhadap tergugat
ke pengadilan baru dilakukan setelah upaya penyelesaian sengketa secara non litigasi
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa secara non litigasi yang dimaksud pada poin b di atas
hanya terbatas pada penyelesaian sengketa melalui mediasi dan konsiliasi, serta tidak
termasuk pada penyelesaian sengketa melalui arbitrase di mana BPSK bertindak selaku
arbiter. Sebagaimana telah diuraikan pada bahasan sebelumnya, penolakan terhadap
putusan BPSK sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2006 hanya terbatas pada
penyelesaian sengketa konsumen secara arbitrase. Dengan demikian, ketika para pihak
yang bersengketa telah melakukan mediasi atau konsiliasi, dan hasil mediasi atau
konsiliasi ternyata gagal, maka para pihak bisa mengajukan gugatan ke pengadilan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 48 UU No. 8 Tahun 1999, penyelesaian sengketa
konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang
berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 UU No. 8 Tahun 1999.
Peradilan umum di sini sebagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 12

Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan berulang kali terakhir dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (selanjutnya
disingkat Undang-Undang Peradilan Umum). Pengajuan gugatan menurut UndangUndang Peradilan Umum terbagi menjadi 3 (tiga) tingkatan, yakni Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi, dan berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara
tertinggi.

2.6

Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Perlindungan hukum atas hak kekayaan intelektual dalam rangka perda/ gangan

yang dilakukan oleh Pemerintah merupakan pelaksanaan dari Undang/ Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia) atau disingkat UU No. 7 Tahun 1994. Sebagaimana dijelaskan dalam memori
penjelasan atas UU No. 7 Tahun 1994, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor II/MPR/ 1993 tentang GBHN antara lain menegaskan
prinsip politik luar negeri yang bebas aktif yang makin mampu menunjang kepentingan
nasional dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta ditujukan untuk lebih
meningkatkan kerja sama internasional. Garis-Garis Besar Haluan Negara juga
menggariskan bahwa perkembangan dunia yang mengandung peluang yang
menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu dimanfaatkan
sebaik-baiknya dengan mendorong ekspor, khususnya komoditi non-migas,
peningkatan daya saing dan penerobosan serta perluasan pasar luar negeri.
Peraturan perundang-undangan nasional di bidang hak cipta yang berlaku saat ini
adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(disingkat UU No. 28 Tahun 2014). Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 imgka 1 UU No.
28 Tahun 2014, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 13

tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dengan demikian, pada hak cipta melekat hak eksklusif.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang hanya
diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan
hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang hak cipta yang bukan pencipta hanya
memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi. Menurut Rahmi Jened, hak
eksklusif (exclusive right) merupakan monopoli yang bersifat terbatas (limited
monopoly) dan penghalang masuk (barrier to entry) bagi pesaing (competitor) nya
sehingga pemegang hak kekayaan intelektual dapat mengeksploitasi haknya dan
menikmati manfaat finansial yang ada.
Hak cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud (Pasal 16 ayat (1) UU No.
28 Tahun 2014), di mana dengan demikian hak cipta masuk dalam kajian atas hukum
benda. Hukum kebendaan (termasuk hukum harta kekayaan) merupakan objek hukum
dan setiap objek hukum pasti berkaitan dengan subjek hukum. Dalam ilmu hukum
perdata, subjek hukum ada 2 (dua), yakni manusia (natuurlijke persoon) dan badan
hukum (rechts persoon). Subjek hukum utama yang berkaitan dengan hak cipta adalah
pencipta dan/atau pemegang hak cipta. Jika dikaitkan dengan jenis subjek hukum,
pencipta dan/atau pemegang hak cipta bisa merupakan orang (perorangan atau
kelompok orang) dan/atau badan hukum.
Pasal 4 UU No. 28 Tahun 2014 menegaskan pula bahwa hak cipta merupakan
hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Menurut Rahmi Jened, hak
moral merupakan pengakuan bahwa suatu ciptaan merupakan pengembangan
kepribadian di pencipta dan bahwa keterkaitan antara pencipta dan ciptaannya harus
dihargai. Adapun hak ekonomi menurut Bambang Kesowo adalah hak pemegang hak
eksklusif untuk dalam waktu tertentu mengambil manfaat ekonomis, manfaat
ekonomis

mana

dapat

bersumber

dari

kegiatan

mengumumkan

termasuk

mempertunjukkan (performing rights) dan memperbanyak serta menjual (mechanical
rights).
Pasal 5 ayat (1) UU N0. 28 Tahun 2014 menentukan bahwa hak moral merupakan
hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk: tetap mencantumkan atau tidak

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 14

mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya
untuk umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya; mengubah ciptaannya
sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul ciptaan;
dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan,
modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Salah satu kemungkinan yang bisa timbul dari hak cipta dan hak terkait dalam
lalu lintas hukum teknologi informasi dan komunikasi adalah terjadinya pelanggaran
atas hak cipta. Suatu program komputer yang digunakan oleh perusahaan
pengangkutan online selalu terbuka pada serangan hacker atau peretas, atau pula pelaku
pembajakan yang tentu akan merugikan hak-hak dari pencipta dan/atau pemegang hak
cipta. Kemungkinan-kemungkinan akan terjadinya pelanggaran atas hak cipta,
terutama yang berupa program komputer telah diantisipasi melalui pemberlakuan UU
No. 28 Tahun 2014.
Pasal 54 UU No. 28 Tahun 2014 menentukan bahwa untuk mencegah
pelanggaran hak cipta dan hak terkait melalui sarana berbasis teknologi informasi,
Pemerintah berwenang melakukan: (1) pengawasan terhadap pembuatan dan
penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait; (2) kerja sama dan
koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri dalam pencegahan
pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait; dan (3)
pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apa pun
terhadap ciptaan dan produk hak terkait di tempat pertunjukan.
Sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, Pemerintah dapat menjadi solusi
atas dugaan pelanggaran hak cipta dan hak terkait yang dilakukan oleh oknum-oknum
tertentu. Namun demikian, Pemerintah sendiri tentu akan sangat sulit melakukan upaya
pengawasan, karena bagaimanapun perkembangan dunia teknologi informasi dan
komunikasi telah sedemikian gencarnya. Untuk memaksimalkan peran Pemerintah
dalam menjalankan wewenangnya, setiap warga negara Indonesia dapat berperan serta
dalam menunjang tugas Pemerintah dengan cara melaporkan setiap dugaan
pelanggaran hak cipta kepada Menteri yang berwenang.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 15

Hal yang patut diperhatikan dari Peraturan Bersama tersebut adalah adanya
peluang dari pemilik situs dan/atau pengguna hak akses yang berkeberatan dengan
penutupan konten dan/atau hak akses pengguna atas situs oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi dan informatika
(yakni Menteri Komunikasi dan Informasi), untuk melakukan upaya hukum. Pasal 20
ayat (1) Peraturan Bersama menentukan bahwa keberatan terhadap penutupan konten
dan/atau hak akses pengguna dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika atas nama Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika membuka kembali
penutupan konten dan/atau hak akses pengguna dalam jangka waktu paling lama 2 x
24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal diterimanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Putusan yang dimaksud di
sini adalah putusan yang amar pokoknya mengabulkan gugatan tata usaha negara yang
diajukan oleh pemilik situs dan/atau pengguna hak akses dan tidak termasuk pada
putusan yang amar pokoknya menolak gugatan tata usaha negara yang diajukan oleh
pemilik situs dan/atau pengguna hak akses.

2.7

Bab 7 : Aspek Hukum Pengangkutan Jalan
Pengaturan terhadap pengangkutan dapat dibaca pada UU No. 22 Tahun 2009,

serta peraturan pelaksanaannya, di antaranya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan (disingkat PP No. 74 Tahun 2014).
Sebagaimana penjelasan atas konsiderans UU No. 22 Tahun 2009, lalu lintas dan
angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan
integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan
jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi
daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 16

Adapun tujuan dari UU No. 22 Tahun 2009 diuraikan dalam ketentuan Pasal 3,
di mana penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan
tujuan: (1) terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat,
tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; (2) terwujudnya etika berlalu
lintas dan budaya bangsa; dan c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum
bagi masyarakat.
Transportasi jalan online yang berupa mobil merupakan fenomena yang bers
kembang dewasa ini. Salah satu contoh dari transportasi jalan online yang berupa mobil
adalah Uber Taxi dan Grab Taxi. Sebagaimana pengangkutan jalan lain yang bersifat
online yang akhir-akhir ini berkembang di Indonesia, angkutan jenis baru ini segera
menuai kontroversi. Kontroversi ini muncul baik dari Pemerintah, organisasi angkutan
jalan raya, para pelaku bisnis angkutan jalan raya, serta masyarakat.
Sebagaimana berita yang dirilis Sindonews, Ketua Organda DKI Jakarta
Shafruhan Sinungan mengatakan bahwa hadirnya layanan angkutan umum taksi
berbasis aplikasi, seperti Uber dan Grab saat ini sangat mengganggu aturan dan tatanan
dalam suatu negara yang berkaitan dengan publik transf portasi, seperti UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, PP No. 74 Tahun
2014, Permenhub, dan Perda. Pendapat yang didasarkan pada fakta di mana pebisnis
aplikasi angkutan umum tersebut telah mengoperasikan kendaraan mobil pelat hitam
layaknya taksi resmi, namun tanpa dilengkapi dengan aspek perizinan.
Tidak hanya mendapat protes dari Organda dan kritik dari BKPM, feno» mena
transportasi online juga telah mendapat protes dari para drivers angkutan konvensional
yang merasa dicurangi oleh praktik bisnis transportasi online tersebut. Kontroversi
yang timbul dari fenomena bisnis transportasi online ini tentu harus dikaji dengan
menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama serta tidak
terbatas pada UU No. 22 Tahun 2009 dan PP No. 74 Tahun 2014.
Sebagaimana diketahui dari berbagai sumber, transportasi jalan online untuk
mengangkut orang bermerek Grab memberikan pilihan angkutan jalan menggunakan

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 17

kendaraan berjenis taksi yang bernama Grab Taxi, sedangkan untuk kendaraan yang
berjenis MPV dan Family Car termasuk dalam kategori Grab Car.17 Angkutan jalan
online untuk mengangkut orang bermerek Uber Taxi, selain menggunakan mobil
berjenis taksi juga menggunakan mobil berjenis SUV.18 jika dilihat dari jenis mobil
yang digunakan serta pelayanan yang diberikan, angkutan jalan online untuk
mengangkut orang bermerek Grab Taxi dan Uber Taxi termasuk dalam angkutan orang
dengan menggunakan taksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 41 huruf a PP
No. 74 Tahun 2014. Secara garis besar, angkutan ini termasuk dalam pengangkutan
orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
Transportasi jalan online yang mengangkut orang dengan menggunakan
kendaraan berjenis sepeda motor dewasa ini dilakukan oleh berbagai perusahaan, di
antaranya Go-Jek, Grab Bike, Lady Jek, dan sebagainya. Pengangkutan orang dengan
menggunakan sepeda motor sejak dahulu lazim dikenal dengan istilah ojek.
Pengangkutan orang demikian biasanya dilakukan dengan menggunakan kendaraan
bermotor roda 2 (dua) tanpa rumah-rumah dan tanpa kereta samping. Penggunaan
sepeda motor sebagai alat pengangkut diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a PP No. 74
Tahun 2014. Pasal 4 ayat (1) PP No. 74 Tahun 2014 kemudian menyatakan bahwa
angkutan orang dengan menggunakan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a PP No. 74 Tahun 2014 berupa sepeda motor, mobil
penumpang, atau mobil bus. Dengan demikian, di samping mobil penumpang dan
mobil bus, sepeda motor termasuk dalam kategori kendaraan bermotor, yang dapat
digunakan untuk memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain
di ruang lalu lintas jalan.
Dalam penggunaannya, kendaraan bermotor dapat digunakan untuk keperluan
pribadi dan untuk keperluan bisnis atau usaha. Kendaraan bermotor yang digunakan
untuk keperluan bisnis atau usaha adalah kendaraan bermotor umum. Menurut
ketentuan Pasal l ayat (10) UU No. 22 Tahun 2009 jo. Pasal 1 ayat (5) PP No. 74 Tahun
2014, yang dimaksud dengan kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang
digunakan untuk angkutan barang dan/ atau orang dengan dipungut bayaran. Mengacu
pada ketentuan tersebut, trans! por-rasi jalan online yang diusahakan oleh Go-Jek, Grab

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 18

Bike, Lady Jek, dan sebagainya yang menyelenggarakan usaha jasa angkutan jalan baik
untuk orang atau barang dengan menarik bayaran atau uang jasa, termasuk dalam
pengertian kendaraan bermotor umum.
Pasal 21 No. 74 Tahun 2014 membagi pelayanan angkutan orang dengan ' umum
menjadi 2 (dua) yakni: (1) angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam
trayek; 2) angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
Berdasarkan jenis kendaraan bermotor yang digunakan, angkutan orang dengan
kendaraan bermotor umum dapat dijelaskan melalui tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Jenis kendaraan motor umum
No.

Kendaraan
Bermotor Umum
Dalam trayek

1
2

Tidak dalam trayek

Jenis
Jenis Kendaraan
Pelayanan
Umum
Mobil penumpang
umum, Mobil bus
umum
Taksi
Sedan, Bukan sedan :
SUV, SWV, MPV,
HB, APV.
Tujuan
Mobil penumpang
tertentu
umum, Mobil bus
umum.
Pariwisata Mobil penumpang
umum, Mobil bus
umum.
Kawasan
Mobil penumpang
tertentu
umum.

Dasar Hukum
Pasal 23 ayat (3)
PP No. 74 Tahun
2014
Pasal 42 ayat (3)
PP No. 74 Tahun
2014
Pasal 43 ayat (2)
PP No. 74 Tahun
2014
Pasal 44 ayat (3)
PP No. 74 Tahun
2014
Pasal 45 ayat (3)
PP No. 74 Tahun
2014

Untuk menjelaskan tabel 1, dijelaskan apa yang dimaksud dengan mobil
penumpang dan mobil bus. Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan
orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk
pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram
(Pasal 1 ayat (10) PP No. 74 Tahun 2014). Adapun yang dimaksud dengan mobil bus
adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8
(delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga
ribu lima ratus) kilogram (Pasal 1 ayat (11) PP No. 74 Tahun 2014).

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 19

Tabel 1 menggambarkan secara jelas bahwa jenis kendaraan bermotor yang dapat
digunakan untuk angkutan orang, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek adalah
mobil (kendaraan bermotor beroda empat atau lebih). Berdasarkan UU No. 22 Tahun
2009 dan PP No. 74 Tahun 2014, sepeda motor tidak termasuk dalam kriteria
kendaraan yang dapat digunakan untuk kendaraan bermotor umum. Artinya,
penggunaan sepeda motor sebagai alat angkut dengan menarik bayaran tidak sesuai
dengan UU No. 22 Tahun 2009 dan PP No. 74 Tahun 2014.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 20

BAB III
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU

3.1

Kelebihan
Kelebihan buku “Aspek Hukum Bisnis Transportasi Jalan Online” yaitu sudah

memberikan penjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan hukum terhadap
bisnis transportasi jalan online seperti Go-Jek, Uber, Grab dan sebagainya. Buku ini
memberikan gambaran yang komprehensif mengenai peraturan dan hukum yang
mengatur kegiatan bisnis transportasi jalan online. Kajian atas bisnis transportasi jalan
online dalam buku ini didasarkan karakteristik dan aspek hukum yang relevan serta
mampu menjawab segala kontroversi dan fenomena terhadap bisnis transportasi jalan
online.

3.2

Kekurangan
Kekurangan buku ini adalah bahasa yang digunakan cenderung cukup sulit

dipahami bagi orang awam yang tidak mengkaji hukum, sehingga harus memerlukan
upaya yang lebih agar dapat memahami apa yang ingin dipaparkan oleh penulis. Selain
itu kurangnya ilustrasi yang diberikan yang sebenarnya berguna agar orang awam
mampu memahami buku dengan lebih mudah.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 21

BAB IV
KESIMPULAN

Salah satu karakteristik bisnis transportasi jalan online seperti GoJek, Uber,
Grab, dan sebagainya, adalah karena adanya konvergensi antara metode transportasi
secara konvensional dengan metode transaksi yang bersifat elektronik. Bisnis
transportasi jalan online dapat dikatakan sebagai sebuah karakteristik yang unik, karena
menggabungkan unsur pengangkutan yang diatur UU No. 22 Tahun 2009 dan
peraturan pelaksanaannya dengan unsur transaksi elektronik yang diatur dalam UU No.
11 Tahun 2008 tentang Inforrnasi dan Transaksi Elektronik beserta peraturan
pelaksanaannya.
Kajian atas bisnis transportasi jalan online dalam buku ini didasarkan
karakteristik dan aspek hukum yang relevan. Dalam hal ini ada beberapa aspek yang
penting yang patut diperhatikan, yakni aspek hukum perusahaan, aspek hukum
perjanjian, aspek hukum perlindungan konsumen, aspek hukum hak kekayaan
intelektual, dan aspek hukum pengangkutan. Kajian ini dilakukan dengan sudut
pandang praxis (kesatuan antara teori dan praktik), sehingga buku ini akan dipahami
tidak hanya secara teoretis, melainkan bisa diaplikasikan secara praktis.
Buku ini dapat menjawab segala kontroversi dan fenomena terhadap bisnis
transportasi jalan online. Buku ini sangat dibutuhkan bagi pelaku bisnis transportasi
jalan online, pemerintah, praktisi hukum, akademisi, mahasiswa, dan berbagai
kalangan yang ingin mengkaji secara mendalam aspek hukum dari bisnis transportasi
jalan online.

A s p e k H u k u m B i s n i s T r a ns p o r t a s i J a l a n O n l i n e 22