Perilaku Kelompok dan Kemampuan Interper

Perilaku Kelompok dan
Kemampuan Interpersonal
Presented by :
1. Agil Martin Ramadhan
2. Muhammad Nurdin
3. Salim Said Banaem

Definisi Kelompok


Kelompok adalah orang yang memiliki
kepentingan yang sama dan memiliki beberapa
landasan interaksi yang sama. Mereka diikat
bersama oleh serangkaian hubungan sosial
yang khas. Kelompok dapat terorganisasi secara
ketat dan berjangka panjang, namun juga dapat
bersifat cair dan sementara.  Kelompok dapat
terdiri atas dua orang (dyadlduo), tiga
orang (tryadltrio), empat orang (kwartet), dan
seterusnya sampai puluhan atau bahkan ribuan
orang.




Tim berkinerja tinggi dijumpai mempunyai
karakteristik yang sama. Tim itu cenderung
kecil, berisi orang-orang dengan tipe-tipe
keterampilan yang berbeda.

Perspektif Terhadap Kelompok






Menurut Huse dan Bowditch ada 3 aliran golongan perspektif
yakni
:
Perspektif
I, intinya melihat konsep organisasi/manajemen dari

faham klasik. Aliran ini pada intinya mengartikan
organisasi/kelompok sebagai suatu isue-isue  tentang bagaimana
kelompok itu disusun, fungsi-fungsi dirancang dan dibiayai,
kewenangn dan tanggungjawab dijalankan, span pengawasan
dijalankan  dan gaya kepemimpinan yang bagaimana yang
seharusnya dijalankan.
Perspektif II, dalam perspektif ini konsep oranisasi/kelompok lebih
diartikan sebagai aliran pekerjaan. Konsep dasarnya bagaimana
suatu informasi itu bisa dijalankan dan disampaikan dengan
sebaiknya melalui alat analisa yang tepat.
Perspektif III, dalam hal ini konsep organisasi/manajemen
sebagian besar titik perhatian pada human perspektif. Dalam
pandangan perspektif organisasi dan manajemen bahwa manusia
dalam setiap satuan kerja organisasi/kelompok menjadi lebih
penting dibandingkan dengan struktur seperti yang diteknakan
dalam aliran perspektif I.

Jenis-jenis Kelompok
1. Kelompok formal dan informal :



Kelompok formal, adalah sub unit sah dari organisasi
yang telah ditetapkan oleh anggaran dasar atau suatu
ketetapan management. Jadi kelompok ini sengaja dibentuk
untuk memenuhi tugas yang nyata guna mendukung tugas
organisasi.



Kelompok non-formal, adalah kelompok yang muncul
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan individu dengan
mengembangkan tata hubungan dengan anggota lain
dalam organisasi. Kelompok informal hanya dapat
terbentuk apabila lokasi fisik anggota-anggotanya, sifat
pekerjaan, dan jadwal kerja memungkinkan untuk
terbentuknya kelompok. Oleh karena itu kelompok informal
muncul dari kombinasi antara faktor-faktor formal dan
kebutuhan manusia sebagai anggotanya.

2. Kelompok primer dan sekunder :



Kelompok primer adalah kelompok yang jumlah anggotanya
sedikit, walaupun tidak setiap kelompok yang anggotariya sedikit
adalah kelompok primer. Hubungan antaranggota bersifat personal
 (saling kenal secara pribadi) dan mendalam, diwarnai oleh kerja
sama, sering bertatap muka dalam waktu lama, sehingga terbangun
keterlibatan perasaan yang dalam. Contoh kelompok primer adalah,
keluarga, kelompok teman, sepermainan.



Kelompok sekunder, adalah kelompok yang jumlah anggotanya
banyak. Hubungan antar anggota bersifat impersonal (tidak saling
kenal secara pribadi), lebih diwarnai oleh kompetisi, jarang bertatap
muka dalam waktu lama, sehingga tidak terbangun hubungan yang
emosional. Hubungan yang ada lebih bersifat fungsional, artinya
orang bukan dilihat dan segi “siapanya” melainkan lebih dilihat dan
segi “apa kegunaannya” bagi pencapaian tujuan kelompok. Contoh
kelompok sekunder adalah, organisasi buruh, universitas, sekolah dll.






3. Kelompok keanggotaan dan kelompok
rujukan :
Kelompok keanggotaan, adalah kelompok
yang anggota-anggotanya secara administratif
dan fisik menjadi anggota kelompok itu.
Kelompok rujukan, adalah kelompok yang
digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk
menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.





4. Kelompok deskriptif dan kelompok
preskriptif :


Kategori deskriptif, menunujukkan klasifikasi kelompok
dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.
Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi,
kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok
tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar.
Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya
transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah
yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai
tujuan kelompok.



5. Kelompok Komando, adalah kelompok yang
terdiri dari individu – individu yang melapor
langsung kepada manajer tertentu, atau dengan
kata lain kelompok komando adalah manajer dan
semua bawahannya.




6. Kelompok tugas, adalah orang-orang yang
secara bersama-sama menyelesaikan tugas.



7. Kelompok Kepentingan, adalah orang-orang
yang bekerja sama untuk mencapai tujuan khusus
dan yang menjadi perhatian masing-masing orang.

Motivasi Pembentukan
Kelompok


Pembentukan kelompok diawali dengan adanya persepsi
atau perasaan yang sama untuk memenuhi kebutuhan.
Setelah itu akan adanya motivasi untuk memenuhinya, lalu
akan timbul motivasi untuk memenuhinya, sehingga
ditentukanlah tujuan yang sama dan akhirnya interaksi

yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada
kedekatan fisik, tetapi kesamaan di antara anggota –
anggotanya. Seseorang lebih menyenangi berhubungan
dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya.
misalnya kesamaan minat, kepercayaan, hobi, usia dsb.

Ciri-ciri Kelompok


Merupakan satuan yang nyata dan dapat dibedakan dari
kesatuan manusia yang lain.



Memiliki struktur sosial, yang setiap anggotanya memiliki
status dan peran tertentu.




Memiliki norma-norma yang mengatur di antara hubungan
para anggotanya dan Memiliki kepentingan bersama.



Adanya interaksi dan komunikasi diantara para
anggotanya. Kelompok sosial dapat lahir, tumbuh, dan
berkembang tidak terlepas dengan adanya komunikasi
sosial dan interaksi sosial.



Terdapat dorongan atau motif yang sama antar individu satu
dengan yang lain (dapat menyebabkan terjadinya interaksi dalam
mencapai tujuan yang sama).



Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap individu
satu dengan yang lain berdasarkan rasa dan kecakapan yang

berbeda-beda antara individu yang terlibat di dalamnya.



Adanya penegasan dan pembentukan struktur atau organisasi
kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan-peranan dan
kedudukan masing-masing.



Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota
kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota
kelompok untuk mencapai tujuan yang ada.



Berlangsungnya suatu kepentingan dan adannya pergerakan yang
dinamika.

Konsep Peran

Beal, Bohlen, dan Audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171)
meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok
terkategorikan sebagai berikut:
1.

Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah
memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan
baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya
memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang
menunjang tercapainya tujuan kelompok.

2.

Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok
berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara
emosional anggota-anggota kelompok.

3.

Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota
kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang
tidak relevan dengan tugas kelompok.



Benne dan Sheats (dalam Forsyth, 1983) membagi peran
atas:
Task role: anggota kelompok yang melakukan tugasnya
untuk mencapai tujuan tertentu pada kelompok tersebut.
Misalnya sebagaicoordinator, elaborator, energizer,
evaluatorcritic, information giver, information
seeker, dan opinion seeker.



Sociemotional role: Posisi anggota dalam kelompok untuk
mendukung perilaku interpersonal secara akomodatif.
Misalnya compromiser, encourager,
follower, dan harmonizer.



Individual role : peran  individu yang tidak berkontribusi
dengan besar, namun tetap dibutuhkan perannya sebagai
penopang kebutuhan kelompok. Misalnya aggressor, block,
dominator, dan help seeker

Kadang terdapat benturan sehingga menimbulkan konflik dengan
anggota kelompok yang lain. Ketika hal ini terjadi peran mereka
menjadi kompleks.


Role ambiguity : ekspektasi yang tidak jelas tentang perilaku yang
akan dilakukan oleh individu yang menempati posisi dalam kelompok.
Sehingga ketika hal ini dirasakan oleh seseorang, maka dia akan
kebingungan harus berperan seperti apa dalam kelompok tersebut.



Role conflict : Konflik yang terjadi
secara intragroup dan intraindividual yang merupakan hasil dari
ketidakcocokan peran. Misalnya ketika seseorang mengalami
pergolakan dengan perannya sendiri akibat dari peran oranglain yang
tidak sesuai sehingga mengacaukan perannya sendiri. Hal inilah yang
dinamakan intrarole conflict. Namun apabila ketidakcocokan antara
dua peran sekaligus hal ini dinamakan interrole conflict.



Role conflict group performance: konflik dari peran yang terjadi pada
anggota cenderung mengakibatkan konflik pada performa kelompok.
Apabila hal ini terjadi maka keberlangsungan kelompok secara tidak
langsung akan terancam.

Model Terpadu dari Pembentukan
dan Pengembangan Kelompok
Indikator yang dijadikan pedoman untukmengukur tingkat
perkembangan kelompok adalah sebagai berikut :


Adaptasi, setiap individu terbuka untuk memberi dan
menerima informasi yang baru. Setiap kelompok, tetap
selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai dengan
hasil dinamika kelompok tersebut. Di samping itu proses
adaptasi juga berjalan dengan baik yang ditandai dengan
kelenturan setiap anggota untuk menerima ide,
pandangan, norma dan kepercayaan anggota kelompok lain
tanpa merasa integritasnya terganggu.



Pencapaian tujuan, setiap anggota mampu menunda
kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai
tujuan bersama, mampu membina dan memperluas pola,
serta individu mampu

Clark (1994) mengemukakan perkembangan kelompok ke
dalam tiga fase, yaitu:
a.

Fase orientasi, individu masih mencari/dalam proses
penerimaan dan menemukan persamaan serta perbedaan
satu dengan lainnya. Pada tahap ini belum dapat terlihat
sebagai kesatuan kelompok, tapi masih tampak individual.

b.

Fase bekerja, anggota sudah mulai merasa nyaman satu
dengan lainnya, tujuan kelompok mulai ditetapkan.
Keputusan dibuat melalui mufakat daripada voting.
Perbedaan yang ada ditangani dengan adaptasi satu sama
lainnya dan pemecahan masalah daripada dengan konflik.
Ketidaksetujuan diselesaikan secara terbuka.

c.

Fase terminasi, fokus pada evaluasi dan merangkum
pengalaman kelompok. Ada perubahan perasaan dari sangat
frustasi dan marah menjadi sedih atau puas, tergantung
pada pencapaian tujuan dan pembentukan kelompok
(kesatuan kelompok)

INTERPERSONAL SKILL /
KEMAMPUAN INTERPERSONAL :


Suatu kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang sehingga ia mampu berinteraksi
sosial dengan sesamanya.



Kecakapan atau keterampilan yang dimiliki
oleh seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain, baik dalam berkomunikasi verbal
maupun non verbal dengan tujuan untuk
mengembangkan kerja secara optimal.



Menurut Spitzberg & Cupach (dalam
Muhamad) Lukman 2000:10) :
“kemampuan seorang individu untuk
melakukan komunikasi yang efektif”.
Kemampuan ini ditandai oleh adanya
karakteristik-karakteristik psikologis
tertentu yang sangat mendukung dalam
menciptakan dan membina hubungan antar
pribadi yang baik dan memuaskan.

Menurut Buhrmester, dkk (1988 ; 991)
adalah :
“ kecakapan yang dimiliki seorang untuk
memahami berbagai situasi sosial
dimanapun berada serta bagaimana orang
tersebut menampilkan tingkah laku yang
sesuai dengan harapan orang lain yang
merupakan interaksi dari individu dengan
individu lain.”



Kekurang mampuan dalam hal membina
hubungan interpersonal berakibat
terganggunya kehidupan sosial seseorang.
Seperti malu, menarik diri, berpisah atau putus
hubungan dengan seseorang yang pada
akhirnya menyebabkan kesepian.



Berdasarkan definisi di atas, maka
kemampuan interpersonal adalah :
“Kemampuan atau kecakapan yang
dimiliki seseorang dimana ia mampu
menjalin hubungan yang harmonis
dengan orang lain dan mengerti apa
yang diinginkan orang lain dari dirinya,
entah itu dari sikap, tingkah laku atau
perasaannya.”



Buhmester, dkk (1988 : 933)
menemukan 5 aspek kemampuan
interpersonal, yaitu:
1. Kemampuan berinisiatif
Inisiatif merupakan usaha pencarian
pengalaman baru yang lebih banyak dan
luas tentang dunia luar dan tentang dirinya
sendiri dengan tujuan untuk mencocokan
sesuatu atau informasi yang telah diketahui
agar dapat lebih memahami.

2. Kemampuan bersikap terbuka (self
disclosure)
Adalah kemampuan seseorang untuk
mengungkap informasi yang bersifat pribadi
mengenai dirinya dan memberikan
perhatian kepada orang lain.
Dengan adanya keterbukaan, kebutuhan
dua orang terpenuhi yaitu dari pihak
pertama kebutuhan untuk bercerita dan
berbagi rasa terpenuhi, sedang bagi pihak
kedua dapat muncul perasaan istimewa
karena dipercaya untuk mendengarkan
cerita yang bersifat pribadi.

3. Kemampuan bersikap asertif
Dalam komunikasi interpersonal orang sering
kali mendapat kejanggalan yang tidak sesuai
dengan alam pikirannya, sehingga disaat seperti
itu diperlukan sikap asertif dalam diri orang
tersebut.
Menurut Pearlman dan Cozby (dalam Fuad
Nashori, 2000 : 30) mengartikan “asertif
sebagai kemampuan dan kesedian individu untuk
mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas
dan dapat mempertahankan hak-hak dengan
tegas.



Berdasarkan pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa kemampuan untuk
mengungkapkan perasaan-perasaannya
secara jelas, meminta orang lain untuk
melakukan sesuatu dan menolak melakukan
hal yang tidak diinginkan tanpa melukai
perasaan orang lain, jadi seseorang itu
memahami tindakan dan ucapannya
sendiri. Dengan demikian sifat asertif,
individu tidak akan diperlakukan
secara tidak pantas oleh lingkungan
sosialnya dan dianggap sebagai
individu yang memiliki harga diri.

4.Kemampuan memberikan dukungan
emosional.
Menurut Buhmester dkk (1988 : 998)
“kemampuan memberikan dukungan emosional
sangat berguna untuk mengoptimalkan
komunikasi interpersonal antara dua individu”.
Sedangkan menurut Barker dan Lemle
(dalam Buhmester, dkk 1998 : 1001)
mengatakan bahwa sikap hangat juga dapat
memberikan perasaan nyaman kepada orang lain
dan akan sangat berarti ketika orang tersebut
dalam kondisi tertekan dan bermasalah.

5. Kemampuan Mengatasi Konflik
Setiap hubungan antar pribadi
mengandung unsur perbedaan yang dapat
menyebabkan terjadinya konflik.
Konflik senantiasa hadir dalam setiap
hubungan antar manusia dan bisa muncul
karena berbagai sebab.



Menurut Buhmester (1988 : 1006)
kemampuan mengatasi konflik adalah
berupaya agar konflik yang muncul dalam
suatu hubungan interpersonal tidak
semakin memanas.
Kemampuan mengatasi konflik itu
diperlukan agar tidak merugikan suatu
hubungan yang telah terjalin karena akan
memberikan dampak yang negatif.



Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa kemampuan interpersonal :
“Merupakan kecakapan yang dimiliki individu
untuk memahami berbagai situasi sosial dan
menentukan perilaku yang tepat yang
merupakan hasil dari interaksi individu dengan
orang lain, yang mencakup lima komponen
yaitu kemampuan berinisiatif, kemampuan
bersikap terbuka (self disclosure),
kemampuan untuk bersikap asertif,
kemampuan memberikan dukungan
emosional, kemampuan dalam mengatasi
konflik.”

“Barangsiapa belum merasakan pahitnya
belajar walau sebentar, ia akan merasakan
hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”
– Imam Syafi’I (Muhammad bin Idris)
‘rahimahullah’