Antara Tuhan Manusia dan Alam (1)

RESUME
ANTARA TUHAN MANUSIA DAN ALAM
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah : Keterpaduan islam dan iptek
Dosen : Edy Candra, S.Si, MA

Disusun oleh:
Suyanto
Prodi : IPA-Biologi D
Semester : VII (Tujuh)
JURUSAN BIOLOGI - FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2012

IDENTITAS BUKU
Judul Buku

: Antara Tuhan, Manusia dan Alam

Pengarang


: Seyyed Hossein Nasr

Tebal buku

: 175 Halaman

Diterjemahkan dari buku

: The Encounter Mand end Nature

Penerjemah

: Ali Noer Zaman

Cetakan Pertama

: Agustus 2003

Penerbit


: IRCiSoD

ANTARA TUHAN, MANUSIA DAN ALAM

A. Permasalahan
Mengapa manusia kehilangan makna hidupnya?
Akhir-akhir ini, telah dilakukan berbagai studi tentang krisis yang ditimbulkan
oleh sains modern dan penerapannya, tetapi hanya sedikit yang berusaha secara
mendalam menggali sebab-sebab sejarah dan intelektual yang menyebabkan kadaan
ini.
Di masa sekarang, sebagian besar orang hidup di pusat-pusat di dunia barat
yang urban: secara intuitif, mereka merasakan kurangnya sesuatu di dalam kehidupan.
Ini secara langsung disebabkan oleh penciptaan lingkungan semu yang meminggirkan
alam sejauh mungkin. Dalam lingkungan semacam itu, orang beragamapun telah
kehilangan arti dalam yang spiritual. Menjadi ‘sesuatu’ yang tanpa makna, dan pada
saat yang sama kekosongan yang diakibatkan oleh lenyapnya aspek

eksistensi


manusia yang vital ini terus hidup di dalam jiwa manusia dan memanifestasikan
dirinya dalam banyak cara, bahkan terkadang kejam dan menyakitkan. Lebih lanjut,
tipe kehidupan yang sekuler dan urban inipun juga terancam, yakni melalui dominasi
terhadap alam sehingga krisis yang ditimbulkan oleh perjumpaan manusia dan alam
dan penerapan sains alam modern di dalam teknologi, telah menjadi perhatian umum2.
Meskipun muncul tuntutan resmi untuk terus menerus menguasai alam dan
apa yang disebut gerak maju (progress) dalam ekonomi, namun banyak orang sadar
bahwa kastil yang sedang mereka bangun adalah di atas pasir dan bahwa telah terjadi
ketidak seimbangan antara manusia dan alam, yang akan mengancam semua
kemenangan manusia yang tampak terhadap alam.
Bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh dominasi manusia atas alam telah
banyak

dikenal,

sehingga

tak

perlu


penjelasan.

Manusia

moderen

telah

mendesakralisasi alam, meskipun proses ini sendiri hanya dibawah kesimpulan
logisnya oleh sekolompok minoritas.3 apalagi, alam telah dipandang suatu yang harus
digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin. Bukannya seperti seseorang wanita
yang menikah, di mana laki-laki mendapat kebaikan dan sekaligus memikul tanggung
jawab, alam, bagi manusia moderen, telah menjadi seorang pelacur- dimanfaatkan
namun tanpa ada arti kewajiban dan tanggung jawab terhadapnya. Persoalan adalah
alam yang telah dijadikan pelacur ini semakin dikuras hingga ke tingkat yang
mustahil. Dan itulah mengapa banyak yang mulai takut dengan kondisinya.

Memang dominasi terhadap alam-lah yang menyebabkan masalah kelebihan
penduduk, kurangnya ruang bernafas kepadatan dan kemacetan kehidupan kota,

pengurasan segala jenis sumber alam, hancurnya keindahan alam, perkawinan
lingkungan hidup dengan alat mesin dan produknya, munculnya penyakit mental yang
tak normal dan seribu satu kesulitan yang lain beberapa diantaranya nampak tak dapat
teratasi sepenuhnya. Dan akhirnya dominasi alam jugalah (yang semata-mata terbatas
pada alam eksternal dan munculnya kebebasan sifat binatang (dalam manusia) yang
telah membuat masalah perang begitu krusial, perang yang tampak terhindarkan.
Namun, karena sifatnya yang total dan hampir kosmis yang ditimbulkan oleh
teknologi modern, bagaimanapun harus dihindari.
Apalagi arti dominasi atas alam dan konsepsi materialistik tentang alam yang
dianut manusia modern ini telah didukung dengan nafsu dan ketamakan yang semakin
banyak menuntut pada lingkungan. Di dorong oleh impian elusif tentang gerak maju
ekonomi, yang dianggap sebagai tujuan itu sendiri, muncullah sebuah arti tentang
kekuasaan manusia yang tak terbatas dan kemungkinannya, bersamaan dengan
kepercayaan, terutama yang berkembang dengan baik di Amerika, tentang
kemungkinan yang tak terbatas dan tanpa batas di dalam sesuatu, seolah-olah bentuk
dunia adalah tak terbatas dan tidak diingkari oleh batas-batas bentuk.
Manusia ingin menguasai alam bukan hanya karena motif ekonomi tetapi juga
karena mistik yang merupakan sisa langsung dari relasi spiritual vis-a-vis alam
disuatu waktu. Manusia tidak lagi mendaki gunung spiritual- atau setidak-tidaknya
jarang yang melakukan demikian. Sekarang, manusia ingin menaklukan seluruh

puncak gunung dengan cara menguasainya-melalui jalan pendakian yang paling sulit
adalah sesuatu yang sangat disukai. Ketika manusia tidak lagi mendapatkan
pengalaman tentang terbang ke langit, yang dalam agama kristen disimbolkan dengan
pengalaman spiritual Divine Comedy dan dalam islam dengan al-mi’raj Nabi
Muhammad (SAW), manusia masih memiliki keinginan untuk terbang ke angkasa dan
menaklukan langit. Di mana-mana muncul keinginan untuk menaklukan alam, tetapi
dalam prosesnya, nilai sang penakhluk sendiri, yakni manusia, dihancurkan dan
eksistensinya terancam.

BAB II
SEBAB INTELEKTUAL DAN SEBAB SEJARAH

Pengabaian terhadap konsepsi sains yang lain dan kegagalan untuk memahami arti
sebenarnya dari kosmologi- sains alam kuno dan zaman pertengahan, sebagian besar
ditimpahkan pada cara mempelajarai sains ini di masa sekarang. Penelitian tentang sejarah
sains, yang selama abad ke 20 telah menjadi sebuah disiplin akademis yang penting, lebih
dimaksudkan untuk mengagungkan sains moderen dan pencarian akar sejarahnya
dibandingkan untuk melakukan study secara mendalam tentang konsepsi alam diberbagai
peradaban dan zaman sejarah atau menembus kedalam signifikasi metafisik dari sains kuno
dan zaman pertengahan. Sebagai besar sarjana dibidang ini telah mengalihkan perhatian

mereka pada elemen dan faktor zaman kuno dan Abad pertengahan, atau, karena masalah itu,
pada sains zaman Renaisains, yang menyerupai, mendahului atau mempengaruhi sains
moderen.1 dalam kenyataan, sains moderen dianggap telah sebagian besar sejarahwan sains
sebagai satu-satunya bentuk sains alam yang sah, dan semua sains kosmologis yang lain
dianggap sebagai antisipasi awal dari bentuk sains moderen ini atau sebagai deviasi yang
merintangi sains moderen. Penggunaan kata’sains’ dalam bahasa inggris sangatlah penting
dan mengindikasikan sudut pandang yang sedang dibicarakan.2
Bagaimanapun, kami tidak ingin mengecilkan arti studi yang dilakukan diwilayah
sejarah sains di mana, melalui pendekatan sejarah, dapat dijelaskan akar sains dan bentuknya
di masa lalu. Karya-karya perintis bidang ini, yang berasal dari orang-orang seperti Berthelot,
Mach, Duhem, Sarton, Tannery, Thorndike dan yang lain, telah banyak memberi kontribusi
pada pemahaman kita tentang aktivitas sains di zaman lain. Tetapi, hanya sedikit dari karyakarya ini yang dapat membantu mengucapkan persoalan krisis moderen perjumpaan manusia
dan alam. Hal ini dikarenakan, bukannya menjadi hakim yang independen terhadap sains
kuno dan zaman pertengahan dan menjadi pengamat yang objektif atau bahkan kritikus
terhadap sains modern, karya-karya tersebut sepenuhnya mengadopsi sudut pandang bahwa
satu-satunya bentuk sains yang mungkin dan sah adalah sains modern.
Refleksi Historis
Terutama sebelum tahun 1950-an, muncul barisan profesional dari kelompok
sejarawan sains, sebuah penagabaian terhadap makna simbolik sains kuno dan zaman
pertengahan, dan sebuah kecenderungan untuk menafsirkan makna teks dan konsep lama

sesuai dengan sains modern. Banyak yang menulis konsep materi atau gerak di zaman kuno,
seolah-olah di saat itu, orang menganut pandangan dunia fisik sebagaimana yang dianut
orang-orang di zaman kontemporer. Para filsuf pra-sokrates disambut sebagai perintis fisika

modern; atau, orang-orang Babilonia dianggap sebagai astronom pertama dalam pengertian
modern, sementara signifikansi agamis dari pengamatan astronomis mereka dilupakan
sepenuhnya. Tentu, matematika Babilonia adalah sebuah babak yang brilian dalam sejarah
matematika, tetapi kita bertanya-tanya apakah secara saintifik’ dibenarkan untuk
membicarakan sains Babilonia dengan sikap seolah-olah makna satu-satunya adalah apa yang
dipahami oleh ahli matematika modern. Signifikansi simbolik dari tujuh planet, gerak dan
hubunganna dengan wilaah bumi, bagi mereka yang memahaminya, memiliki ketetapan
seperti bagian sains Babilonia yang dianggap sebagai sains eksak ‘ melalui’ standar yang
ditetapkan padanya oleh para sarjana modern (yang menganut pandangan yang betul-betul
berbeda dari pandangan orang Babilonia).
Sebagai alternatifnya, kita dapat bertanya apakah sains Islam hanya elemen yang
memberi kontribusi pada kemunculan sains modern; atau ketika kita berbicara tentang sains
abad pertengahan, apakah kita harus hanya berkonsentrasi pada para teolog dan filsus abad
ketiga belas dan empat belasseperti ockham, oresme, Buridan, Grosseteste dan yang lain,
yang mendahului karya matematika dan fisika Benedetti, Galileo dan pendiri sains modern
yang lain. Munculnya perhatian pada ilmu dinamika dan mekanika dikalangan nomunalis

Zaman pertengahan belakangan tentu memiliki arti penting, tetapi kita juga dapat menyatakan
secara pasti bahwa ini bukanlah sains Abad Pertengahan secara keseluruhan; ia hanyalah
pandangan para sejarawan sains modern menangkut apa iti sains Abad pertengahan. Jika kita
ingin menggunakan sejarah sains untuk memecahkan persolan akut yang ditimbulkan oleh
sains modern dan penerapannya, kita tidak boleh puas dengan metode studi mutakhir di
dalam sejarah sains. Kita juga harus mempelajari sains alam yang ada di dalam peradaban
dan periode lain, terlepasw dari kontribusi atau kekurangan mereka bagi sains modern. Kita
harus membehas sains-sains ini sebagai pandangan tentang alam yang tersendiri, yang
beberapa diantarana dapat membantu mencari solusi persolan kontemporer 3 dan sebagai latar
belakang bagi kritisisme beberapa aspek sains modern. Dari sini, kita akan melihat sejarah
sains dengan harapan menemukan sebab intelektual dan sebab sejarah dari situasi di masa
sekarang.
Latar belakang sejarah sains, filsafat-teologi Kristen dan Yunani, memiliki arti yang
penting untuk setiap diskusi di masa sekarang, karena dimanapun hidup individu ataupun
budaya, di dalamnya pasti ada akar masa lalu. Penjumpaan manusia dan alam di masa
sekarang, dan semua persolan filosofis teologis dan sainstifik yang terkait dengannnya
mengandung elemen-elemen yang terkait dengan peradaban Kristen 4 maupun peradaban kuno

yang digantikan oleh agama Kristen. Maka, agar dapat menemukan akar-sebab persolan
kontemporer, kita terpaksa harus kembali keawal dan mempeeertimbangkan sebab-sebab itu,

secaraaah intelektual dan sejaraaah, yang masih hidup hingga sekarang.
Yunani kuno meeemiliki kosmologi yannng serupa dengan kosmologi bangsa Arya di
zaman kuno. Elemen dan alam masih dihuni oleh para Dewa. Materi hidup dengan roh,
substansi spiritual dan korporeal belum dibedakan. Kemunculan filsafat dan sains di abad
keenam SM bukanlah penemuan wilayah baru untuk memenuhi kekosongan yang diciptakan
oleh fakta bahwa para dewa olimfus telah meninggalkan tempat tinggal mereka di bumi. Ideide dasar tentang pbusisi, dike, nomos, dan semisalnya, yang memiliki arti fundamental bagi
sains dan filsafat Yunani, merupakan istilah yang memiliki signifikansi agama, ang secara
perlahan-lahan dikosongkan dari substansi spiritualnya. Para Filsuf pra-Sokrates, ang jauh
dari kelompok naturalis dan sainstis modern awal, masih mencari substansi universal yang
bersifat spiritual dan korporeal; mereka secara sah dapat dibandingkan dengan para kosmolog
Hindu aliran Smmkhya. Air Thales bukanlah air yang mengalir di sungai dan parit; ia adalah
strata bawah dan asas dunia fisik.
Dengan semakin mundurnya agama Olimfus Yunani, substansi alam semakin terlepas
dari signifikansi spiritualna, sedang kosmologi dan fisika cenderung pada naturalisme dan
emperisisme. Dengan cara yang sama, dari dimensi agama Yunani aliran Orphus-Dionisus,
berkembang aliran filsafat dan matematika Pitagoras-platonik, maka dari kesatuan konsep
agama Olimpus, yang telah dikosongkan dari maknana, muncul fisika dan filsafat alam yang
berusaha mengisi kekosongan dan memberi penjelasan ang koheren tentang dunia yang tidak
lagi dihuni oleh para dewa. Gerak umumnya adalah dari penafsiran alam secara simbolik ke
naturalisme, dari metafisika kontemplatif ke filsafat rasionalistik.

Dengan lahirna Aristoteles, mulailah filsafat sebagaimana di Timur. Setelah Aris
toteles, berkembanglah rasionalisme aliran stoik, Epucurean dan aliran belakangan di
kekaisaran Romawi, sebuah rasionalisme ang bagaimanapun sedikit memberi kontribusi
secara langsung pada sains-sains alam dan menunjukan sedikit perhatian pada signifikansi
sains yang bersifat metafisik dan teologis. Namun di Aleksandaria, berkembang aliran filsafat
agama dan mistik selama periode aktivitas sains fisika dan matematika yang intens.
Disinilah , dikembangkan metafisika Neo-Platonis, matematika Neo- pitagoras Hermetisisme;
di sinilah studi sains alam dan matematika sering dilakukan dalam matrik sebuah metafisika
yang sadar dengan sifat benda yang simbolik dan transfaran. Adalah penting bahwa latar

belakang langsung peradaban Barat, dalam aspek formal dan eksternalnya, berasal dari
zaman Romawi, sementara apa yang diterima Islam dari warisan Yunani-Hellenistik,
sebagian besar dari Aleksandaria. Agama Kristen, saat diminta menyelamatkan sebuah
peradaban (bukannya hanya beberapa jiwa), dihadapkan dengan sebuah dunia yang subur
dengan naturalisme, empirisme dan rasionalisme, pendewaan pengetahuan tentang tatanan
kemanusiaan, interaksi berlebihan dengan alam yang, dalam mata kristen, tampak sebagai
penghujatan yang membutakan manusia pada visi tentang Tuhan.
Maka, agama Kristen mereaksi naturalisme ini dengan menekankan batasan antara
supernatural dan natural, dengan membuat perbedaan antara natural dan supernatural yang
sangat kaku, sehingga hampir mencabut ruh batin yang berhembus melalui benda. Untuk
menyelamatkan jiwa manusia, agama kristen harus melupakan dan mengabaikan, atau
setidak-tidaknya mengecilkan, signifikansi alam ang bersifat teologis dan spiritual.
Selanjutnya, studi tentang alam dari sudut pandang teologis tidak menduduki tempat sentral
da;lam agama Kristen Barat.
Untuk mempertahankan teologi yang benar, agama kristen menentang agama ‘kosmis’
Yunani, dan beberapa teolog menyebut alam sebagai masa praditionis. Dalam dialog antara
kristen dan Yunani, dimana kedua pihak mengungkapkan sebuah aspek kebenaran meskipun
hanya separuh, kristen menekankan sifat Tuhan, jiwa manusia dan penyelamatan, sementara
Yunani menekankan kualitas Ilahi di dalam kosmos dan status ‘supernatural’ di dalam
intelegensi, yang memungkinkan manusia mengetahui alam semesta. Dalam menghadapi
kosmologi ini, agama kristen menentang teologinya, dan dalam melawan penekanan pada
pengetahuan, agama kristen menekankan jalan cinta. Untuk menghilangkan bahaya
rasionalisme yang terlepas dari gnosis, Agamakristen mengakui karya keimanan dan
melupakan esensi spiritual dari intelegensi natural di dalam diri manusia. Hanya melalui cara
ini, agama kristen dapat menelamatkan sebuah peradaban dan menanamkan sebuah
kehidupan spiritual yang baru pada dunia yang dekaden; tetapi dalam prosesnya, terjadi
alienasi terhadap alam yang tandanya dapat dilihat dalam sejarah agama kristen berikutnya.
Ini adalah salah satu akar krisis manusia modern di zaman sekarang dalam perjumpaannya
dengan alam.
Hubungan antara asas metafisik dan teologis sebuah tradisi agama seperti agama
kristen dengan sains-sains kosmologis, haruslah jelas, sains kosmologis didasarkan, atau
diambil dari sumber metafisik sebuah agama, atau diambil dari sebuah tradisi asing yang

kemudian diintregasikan dengan perspektif tradisi tersebut. Sains-sains kosmologi tradisional
di mana seluruh rangkaian sains berkenaan dengan ilmu hitung, bilangan, bentuk warna dan
persesuaian antara berbagai tatanan realitas hanya dapat dipahami, dan signifikansi
simboliknya ditemukan, dalam cahaya spiritualitas yang hidup tanpa cahaya tradisi yang
hidup, dengan metafisika dan teologina, sains kosmologis menjadi buram dan tak dapat
dimengerti. Dari segi ini, sains-sains kosmologi mengeluarkan sinar kristal yang menerangi
berbagai fenomena Alam semesta, membuatnya transfaran dan dapat dimengerti. Di dalam
hal inilah, Islam dan Kristen mengintegrasikan kosmologi hermetik dalam dimensi
esoteriknya, memberinya jiwa dan signifikansi yang baru.
Sumber kosmologi kristen yang ambivalen terlihat dalam fakta bahwa konsep
kosmologi ahudi atau Bibel dan konsep kosmologi yunani, hidup berdampingan. Ada
kosmogani Bibel yang didasarkan pada penciptaan ex-nibilo dan sebuah drama yang muncul
dalam waktu. Kemudian, ada kosmologi yunani yang muncul dalam ruang tanpa memandang
perubahan temporal dan sekurel, sesuatu dimana waktu adalah berputar dan dunia nampak
tidak memiliki permulaan yang temporal. Agama kristen mengadopsi elemen kedua
pandangan kosmologis ini, dan perdebatan panjang di antara para teolog dan filsuf
menyangkut penciptaan atau keabadian dunia, hakekat waktu dan ruang, mencerminkan aslusul kosmologi yang ganda ini di dalam perspektif kristen. Adalah penyerapan terhadap
elemen-elemen Yunani-Hellenistik ini kedalam peradaban Kristen Barat, secara langsung
dipermulaan era kristen dan dilanjutkan dalam bentuk yang telah dimodifikasi melalui Islam
selama Abad Tengah, yang membentuk seni dan sains periode pertengahan, yang juga
menjadi latar belakang revolusi sains. Maka, orang harus selalu ingat dengan karakter sains
dunia yunani (ketika mulai dikenal di zaman kemudian) dan sikap-reaksi agama kristen
sendiri vis-as-vis warisan ini. Keduanya memiliki arti yang mendasar dalam sikap manusia
Barat terhadap alam diperiode berikutna, termasuk di masa sekarang.
Ketika agama Kristen tumbuh dari agama beberapa orang menjadi kekuatan
kehidupan spiritual sebuah umat manusia, dan mulai membentuk sebuah peradaban yang
khas kristen, ia harus mengembangkan seninya sendiri, kosmologi dan sains alamnya sendiri.
Jika agama teologi kristen menekankan penolakan terhadap kehidupan dunia ini dan mencari
sebuah kerajaan yang tidak berasal dari dunia ini, dalam pandangan totalnya tentang benda, ia
juga harus memiliki alat untuk menyamakan teknik seniman dengan aktifitas kristen dan
dunia dimana orang kristen hidup berdampingan dengan sebuah alam semesta yang kristiani.
Keterangan tentang penciptaan sebuah tradisi seni ang telah membentuk katedral abad

pertengahan, yang merupakan sebuah model mkrososmis dari kosmos kristen,

dan

keterangan tentang sebuah sains alam semesta yang tampak, yang menggambarkan alam
semesta ini sebagai alam semesta kristiani. Ketika manusia berdiri dikatedral zaman
pertengahan, ia akan merasa dirinya berada di pusat dunia. Ini hana dapat terjadi melalui
hubungan antara seni dan kosmologi yang sakral di dalam agama kristen abad pertangahan
sebagaimana yang terjadi dalam agama lain. Katredal merupakan bentuk kecil dari kosmos
dan merupakan replikana ditingkat manusia sebagaimana halnya bentuk kota abad
pertengahan dengan dinding dan pintu gerbangnya yang merupakan model alam semesta
abad pertengahan.
Sains tentang benda alam dan teknik penciptaan benda, atau seni dalam artinya yang
paling universal, dikembangkan bersama-sama dalam peradaban kristen yang baru, dan
keduanya dintegrasikan sebagai pengetahuan yang tersembunyi dan rahasia di dalam dimensi
esoterik agama Kristen pengetahuan populer tentang alam didasarkan pada keberadaan karyakarya seperti Historia Naturalis

dari pliny dan ensiklopedia populer yang lain, tulisan

Isadore dan Seville, Gregory, Bede dan penulis zaman pertengahan yang serupa dan elemenelemen kosmologi platonik yang diambil dari Timaeus dan sering disebut dalam tulisan
beberapa babak maupun para penulis yang lebih populer. Namun, elemen yang paling
mendalam dari pengetahuan kristen tentang alam dan benda terhadap dalam masyarakat
Guilda dan asosiasi rahasia yang terkait dengan aspek esoteris agama kristen. Apakah
terartikulasikan, sebagaimana dalam kasus asosiasi rahasia Fedeli d’amore Dante termasuk di
dalamnya, ataukah tidak terumuskan sebagaimana dikalangan guild of mason,sains alam dan
kosmologi yang terkait dalam aspek peradaban kristen pertengahan ini menggambarkan
aspek paling mendalam dari proses kristenisasi.
Agar dapat mencapai tujuan ini, agama kristen mengintegrasikan kedalam dimensinya
yang lebih dalam, elemen-elemen selain kosmologi Hermetik-Pitagoras. Sains harmoni
pitagoras, bilangan, bentuk dan warna geomtris, merembesi sains dan seni abad pertengahan.
Maka, banyak katedral abad pertengahan, di mana Chartres adalah contohnya yang termuka,
merupakan sebuah sintesis seni dan sains abad pertengahan dengan elemen harmoni sebagai
asas pembimbingnya. Bukti dari banyaknya bentuk struktur suci ini terletak di dalam nadanada musik di batu.
Mengenai hermetisisme, ia memberi agama kristen dengan sebuah sains suci tentang
objek matrial. Materi dasar dunia natural menjadi balok-balok bangunan yang membimbing

jiwa dari kegelapan materia Prima ke gemeriap dunia yang dapat dipahami. Perspektif
hermenetik dan Al- kimia, yang melalui sebuah bentuk yang jelas memasuki dunia kristen
melalui sumber-sumber islam, meluaskan konsepsi sakramental misah kristen ke seluruh
alam. Dengan cara ini, seorang seniaman dapat mentransformasikan substansi dunia
korporeal yang mengitarinya, sehingga substansi korporeal itu dapat memiliki dan membawa
signifikansi spritual.
Ketika kita memandang sekilas abad pertengahan, disatu sisi, kita melihat sejarah
alam popular yang semakin mengandung nilai etik kristiani sebagaimana tercermin dalam
buku tentang binatang, disisi lain, kita melihat sains alam yang erat terkait dengan serikat
pengrajin. Di dalam yang terakhir ini sangat ditekankan sebuah pengetahuan alam yang
overatif, sementara pengetahuan teoritis sebagian besar masih belum tertulis atau terumuskan.
Terkadang, sebuah ekspresi intelektual akan berasal dari sains benda yang agamis dan sains
kosmos secara keseluruhan ini. Hal ini kita temukan dalam karya-karya dante dan aliran
Chartes yang agak mendahuluinya.
Tipe sains alam yang sangat kristiani dalam tujuan dan anggapannya, bagaimanapun
lebih terkait dengan dimensi metafisik dan kontemplatif agama kristen dibandingkan dengan
dimensi teologis. Di dalam pernyataan, perspektif kosmologis hanya dapat diintegrasikan
dengan dimensi metafisik sebuah tradisi, bukan dengan aspek teologi sebagaimana istilah ini
biasanya dipahami. Teologi terlalu rasionalistis dan beriorentasi manusia jika hendak
dikaitkan dengan esensi spritual dan simbolisme fenomena kosmis kecuali jika kita
memahami teologi dengan teologi kontemplatik dan apopatik yang lebih metafisik, bukannya
rasionalistis dan filosofis. Maka, dengan beberapa pengecualian sebagaimana kasus erigena
atau aliran Chartes, dikalangan teologis hanya ada sedikit perhatian terhadap pandangan alam
simbolik dan kontemplatik. ST. Francis dari assisi mendapat warisan untuk mengungkapkan
dipusat spritualitas kristen, wawasan terdalam dari kualitas alam yang sakral. Berapa saintis
dan filsuf eropa, seperti Roger Bacon, mengkombinasikan observasi alam dengan filsafat
mistoik dan didasarkan kepada illuminasi, tetapi ini lebih merupakan pekecualian
dibandingkan sebuah kebiasaan. Bahkan belakangan, dikalangan Fransiskan, seperti teolog
besar ST. Bonaventure, yang menyatakan perlunya sapientia sebagai latar belakang scientia,
sangat tidak tertarik dengan studi alam.
Di alam agama Kristen Abad pertengahan, yang didominasi oleh teologi Augustinian,
angeologi Dinonysian, dan kosmologi kristen yang berasal dari elemen Hermetik, Pitagoras

dan platonis masuklah sebuah bntuk pengetahuan baru dari dunia Islam di abad ketigabelas.
Disamping tersebarnya beberapa sains gaib (occult sciences) seperti al-kimia bahkan kontak
esoterik antara islam dan Kristen melalui Order of the temple dan organisasi rahasia lain,
hasil utama darikontrak ini adalah perkenalan dengan filsafat dan sains paripatetik
sebagaimana yang dikembangkan oleh kaum muslim selama beberapa abad.
Di sini kami tidak memberi perhatian pada bagaimana terjadinya perpindahan ini
ataupun perbedaan-perbedaan sains yang kemudian dikenal melalui proses ini ke dunia latin.
Malahan, kami ingin beralih ke pengaruh perkembangan baru ini di dalam pandangan umum
tentang alam. Selama beberapa abad, kaum muslim telah mengembangkan sains dan filsafat
Peripaterik maupun matematika, tetapi pada saat yang sama, dmensi gnostik, illuminasionis,
yang terkait dengan sifisme, telah hidup dari awal dan berlanjut sebagai kekuatan hidup batin
tradisi islam. Dalam kenyataan, islam semakin beralih ke arah ini dalam sejarahnya yang
belakangan.
Namun, di timur, penerjemahan karya berbahasa Arab ke bahasa latin, yang telah
menyebabkan perubahan intelektual besar sejak abad sebelas hingga ke abad tigabelas, secara
perlahan-lahan mengakibatkan Aristotelinisasi teologi kristen. Rasionalisme kemudian
menggantikan teologi Augustianin yang didasarkan pada ilumunisasi, dan pandangan alam
yang kontemplatif semakin dikesampingkan ketika dimensi agama Kristen yang bersifat
gnostik dan metafisik tercekik dalam lingkungan yang semakin rasionalistik.
Contohnya adalah perjalanan filsafat Ibn Sina-di dunia latin menjadi avicenaperipaterik Muslim terbesar di Barat. Hingga sekarang, avicenna masih mempengaruhi
kehidupan intelektual islam, pembaru filsafat peripatetik yang belakangan, Ibn Rusyd atau
Averroes, bagaimanapun hanya memiliki pengaruh yang sangat sedikit pada kaum Muslim.
Selama abad ketiga belas, di Barat, Averroes, yang agak disalahpahami, menjadi guru
kalangan Averroes Latin yang diasosiasikan dengan pengetahuan pra kristen. Namun,
Avicenna tidak cukup mendapatkan murid di Barat bahkan sekedar untuk menjadi sebuah
aliran ‘Avicenniasme Latin.
Aristotelianisme Ibnu Rusyd jauh lebih murni dan radikal dibandingkan filsuf muslim
yang lain, sementara itu, Ibnu sina telah menggabungkan filsafatnya dengan ajaran islam,
bahkan kemudian menghidupkan sebuah ‘filsafat Timur’ Yang didasarkan pada iluminasi.
Penafsiran Ibnu Rusyd di barat sebagai filsuf yang bahkan lebih rasional dibandingkan yang
sebenarnya dan kurang diterimanya Ibnu Sina secara sistematik, merupakan indikasi terbaik

tentang gerakan ke arah rasionalisme di Dunia Kristen. Kecendrungan ini sangat nampak
terutama jika dibandingkan dengan situasi kehidupan intelektual peradaban Islam di Timur
selama periode yang sama. Melalui proses ini, teologi mulai menggantikan metafisika atau,
teologi yang agak rasionalistik menggantikan teologi kontemplatif dari abad-abad
sebelumnya. Hasil dari perubahan ini semakin nampak setelah periode keseimbangan yang
relatif ementara.
Perjalanan kosmologi Ibnu Sina sangatlah terkait dalam perkembangan ini. Bagi Ibnu
Sina, kosmologi erat terkait dengan angeologi. Alam semesta di huni oleh kekuatan angelik,
sebuah pandangan yang sangat cocok dengan konsepsi agama tentang dunia. Agen spritual
dalam bentuk malaikat (angel) adalah sebuah aspek yang riil dan integral dari realitas kosmis.
Namun, sebagaimana yang berkembang di Barat, kosmologi Ibnu Sina, meskipun diterima
secara garis besar, telah dikritisi oleh orang-orang seperti William dari Auvergne yang ingin
membuang malaikat dari alam semesta. Dengan melupakan jiwa-jiwa Avicennian, sarjanasarjana ini harus, sampai kesuatu tungkat, mensekulerisasi Alam semesta dan Menyiapkan
revolusi kevernikan. Di dalam kenyataan, revolusi ini baru terjadi dalam sebuah kosmos yang
telah dihilangkan dari makna simbolik dan spiritual; sebuah kosmos yang telah menjadi fakta
semata, yang dipisahkan dari pusat metafisika dan menjadi subyek sains fisika murni.
Meskipun abad ketigabelas adalah abad emas skolastisisme dan menghasilkan sintesis
St. Thomas dan beberapa orang seperti Albertus Magnus, Roger Bacon dan Robert Grosteste,
yang didalam matrik filsafat kristen sangat tertarik dengan sains alam, namun dominasi
rasionalisme selama periode ini segera menghancurkan keseimbangan yang dibangun selama
abad ini. Keseimbangan telah miring ke arah lain, dan abad keempat belas, menyebabkan
sebuah serangan terhadap akal dan skepetisisme yang menandai akhir abad pertengahan.dua
gerakan berbeda tetapi saling melengkapi dapat dilihat pada saat ini. Yang pertama adalah
kehancuran organisasi esoterik di dunia Kristen seperti Order of the temple. Hasilnya adalah
bahwa gnoistik dan elemen metafisik, yang hingga saat itu terus menerus hadir, mulai, mulai
bubar dan perlahan-lahan menghilang, setidak-tidaknya sebagai sebuah kekuatan hidup yang
aktif di dalam kerangka intelektual Barat Kristen. Yang kedua adalah terperosoknya
Rasionalisme karena bebannya sendiri dan diperkenalkannya pengingkaran terhadap
kekuatan akal untuk mencapai kebenaran. Jika mistiskus seperti Meister Eckhart berusaha
menstransenden akal dari atas, para teolog nominalis menolak filsafat rasional, orang
mungkin berkata dari bawah dengan menolak akal dari kemungkinan mengetahui yang
universal (the universal).

Seluruh perdebatan tentang universal yang berasal dari Abelard, pada saat ini menjadi
senjata favorit untuk menyerang akal dan membuktikan inkonsistensi kesimpulannya. Ockan
dan kalangan okamis menciptakan sebuah suasana keraguan filosofis yang mereka cobapenuhi dengan teologi nominalis yang akan memainkan peran filsafat. Ockan menciptakan
sebuah teologisme yang menghancurkan kepastian filsafat abad pertengahan dan
menyebabkan skeptisisme filosofis. Sementara itu, dalam menekankan sebab universal yang
partikuler dan mengkritisi filsafat Peripatetik dan sains, Ockan dan para pengikutnya seperti
oresme dan nicolas dari Auttrecourt, membuat penemuan penting dalam bidang mekanika dan
dinamika penemuan-penemuan yang menjadi dasar revolusi fisika abad ketujuh belas.
Bagaimanapun, penting dicatat bahwa perhatian pada sains alam ini berjalan bergandengan
dengan keraguan-keraguan filosofis dan keberpalingan dari metafisika. Untuk ini, muncullah
teologi nominalis sebagai penggantinya. Setelah elemen keimanan melemah, perkembangan
saintifik dibiarkan tanpa sebuah elemen kepastian filosofis. Bahkan ia dikawinkan dengan
keragu-raguan dan skeptisisme.
Jadi abad pertengahan ditutup dengan sebuah suasana dimana pandangan tentang
alam yang simbolik dan kontremplatif sebagian besar telah digantikan oleh pandangan
rasionalistik, dan akhirnya melalui kritisisme para teolog nominalis, menimbulkan
skeptesisme filosofis. Sementara itu, dengan hancurnya elemen gnostik dan metafisik di
dalam agama kristen, sains kosmologis menjadi kabur dan tak dapat dimengerti, dan kosmos
sendiri secara perlahan-lahan tersekulerasikan. Lebih lanjut, dikalangan kristen secara umum,
baik kalangan dominikan maupun franssiskan, tidak menunjukan perhatian tertentu terhadap
studi alam. Maka, semua ini merupakan latar belakang persiapan revolusi dan keguncangan
yang mengakhiri integritas peradaban kristen periode pertengahan dan menciptakan sebuah
suasana dimana sains alam mulai dikembangkan di luar pandangan dunia Kristen dan kosmos
secara perlahan-lahan tidak lagi kristiani.
Dengan Renaisans, manusia eropa kehilangan surga zaman keimanan dan, sebagai
gantinya, mendapatkan dan memberi perhatian pada sebuah bumi dan bentuk alam yang baru.
Namun, ini adalah alam yang semakin jauh dari cerminan realitas langit (celestial). Manusia
Renaisanss telah berhenti menjadi manusia ambivalen Abad pertengahan, yang setengah
malaikat dan setengah manusia; ia sekarang betul-betul makhluk bumi. Ia mendapatkan
kebebasannya dengan mengorbankan kebebasan di dalam metasendrensi batasan buminya
(terresterial). Di saat ini, baginya kebebasan adalah kebebasan yang bersifat kualitatif dan
vertikal, dan di dalam semangat inilah, ia berjalan menaklukan bumi dan membuka hoizon

geografi dan sejarah alam yang baru. Namun, masih ada signifikansi agama di alam dan
hutan belantara yang telah turun melalui tradisi kristen.
Teologi dan rumusan agama eksternal dimulai dengan manusia dan kebutuhannya
sebagai makhluk abadi. Metafisika dan aspek tradisi esoteris berbicara tentang sifat benda.
Astronomi Ptomatik-Aristotelian dapat disamakan dengan struktur kosmos yang lebih tampak
segera dan simbolisme mendalam yang dihadirkan oleh wilayah konsentris pada manusia
sebagai aspek yang tampak dari berbagai keadaan. Dalam skema ini, dari sebuah sudut
pandang, manusia berada dipusat Alam semesta berdasarkan sifat teomorfiknya, dan dari
sudut pandang lain, ia berada di tingkat eksistensi yang paling rendah, sebagai tempat awal ia
mendaki ke arah Tuhan. Naik melalui kosmos sebagai mana yang kita lihat begitu jelas di
dalam divyne comedi juga dapat disamakan dengan naiknya jiwa melalui tahap purifikasi dan
pengetahuan. Secara terpaksa, ia dapat disamakan dengan eksistensinya sendiri. Maka, dari
sudut pandang spiritual, kosmologi abad pertengahan menghadirkan kosmos yang tanpak
bagi manusia sebagai simbol konket tentang realita metafisik yang bagaimanapun tetap benar,
terlepas dari simbol yang digunakan untuk membawanya. Juga dengan masih adanya
keyakinan pada munculnya benda secara langsung pada manusia kebenaran teologis dan
eksoterik sementara pada saat yang sama, ia tetap merupakan sebuah simbol paling kuat
tentang realita metafisik.

Komentar:
A. Kelebihan

Buku antara tuhan manusia dan alam ini mempunyai kelebihan yang sangat bagus
sekali karena kita dapat mengetahui keterkaitan antara tuhan manusia Dengan Renaisans,
manusia eropa kehilangan surga zaman keimanan dan, sebagai gantinya, mendapatkan
dan memberi perhatian pada sebuah bumi dan bentuk alam yang baru. Namun, ini adalah
alam yang semakin jauh dari cerminan realitas langit (celestial). Manusia Renaisanss
telah berhenti menjadi manusia ambivalen Abad pertengahan, yang setengah malaikat dan
setengah manusia; ia sekarang betul-betul makhluk bumi.
B. Kekurangan
Kekurangan buku antara tuhan manusia dan sains ini bahasanya kurang
dimengerti terlalu dalam jadi untuk mahasiswa yang baru belajar tentang agama akan
sulit memahaminya.