TUGAS PENGANTAR ILMU POLITIK NE

TUGAS PENGANTAR ILMU POLITIK

NAMA : JOSEPH ANDREW W. MARLISSA
NIM

: 201722043

MATA KULIAH : PENGANTAR ILMU POLITIK
PRODI : HUBUNGAN INTERNASIONAL

Definisi Ilmu Politik
Sebelum mendefinisikan apa itu ilmu politik, maka perlu diketahui lebih dulu apa itu politik.
Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani ”polis” yang berarti kota yang berstatus
negara. Secara umum istilah politik dapat diartikan berbagai macam kegiatan dalam suatu
negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu.
Menurut Miriam Budiardjo dalam buku ”Dasar-dasar Ilmu Politik”, ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai
kehidupan yang baik. Orang Yunani seperti Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en
dam onia atau the good life (kehidupan yang baik).
Menurut Goodin dalam buku “A New Handbook of Political Science”, politik dapat diartikan

sebagai penggunaan kekuasaan social secara paksa. Jadi, ilmu politik dapat diartikan sebagai
sifat dan sumber paksaan itu serta cara menggunakan kekuasaan social dengan paksaan
tersebut.
Beberapa definisi berbeda juga diberikan oleh para ahli , misalnya:
• Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah
ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan.
• Menurut Seely dan Stephen Leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam
menangani pemerintahan.
• Dilain pihak pemikir Prancis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang
mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip- prinsip pemerintahan, Pendapat ini
didukung juga oleh R.N. Gilchrist.
Ilmu politik secara teoritis terbagi kepada dua yaitu :
• Valuational artinya ilmu politik berdasarkan moral dan norma politik. Teori valuational ini
terdiri dari filsafat politik, ideologi dan politik sistematis.
• Non valuational artinya ilmu politik hanya sekedar mendeskripsikan dan
mengkomparasikan satu peristiwa dengan peristiwa lain tanpa mengaitkannya dengan moral
atau norma.
Perkembangan Ilmu Politik
Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang
mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai. Sejak itu para

pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan
kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang
paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan.

Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial
yang memiliki dasar, rangka, fokus dan ruang lingkup yang sudah jelas, maka dapat
dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya, karena baru lahir pada akhir abad ke 19.
Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang
ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, anthropologi dan psykhologi, dan dalam perkembangan
ini mereka saling berdampingan.
Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai
pembahasan secara rasionil dari berbagai-bagai aspek negara dan kehidupan politik, maka
ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya; malahan ia sering dinamakan “ilmu
sosial yang tertua” didunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada
sejarah dan filsafat.
perkembangan ilmu politik dibagi dalam 2 zaman, antara lain:
Zaman Sebelum Masehi
Ilmu politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450 S.M. seperti
dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. terbukti dari hasil karya filosof
seperti Plato dan Aristoteles. Bahkan Plato yang telah meletakan dasar-dasar pemikiran ilmu

politik dikenal sebagai bapak filsafat politik, sedangkan Aristoteles yang telah meletakan
dasar-dasar keilmuan dalam kajian politik dikenal sebagai Bapak ilmu politik. Baik Plato
maupun Aristoteles pada dasarnya menjadikan negara sebagai perspektif filosofis, dan
pandangan mereka tentang pengetahuan merupakan sesuatu yang utuh. Perbedaan
keduanya terletak pada tekanan dan obyek pengamatan yang dilakukan, kalau Plato bersifat
normatif-deskriptif, sedangkan Aristoteles sudah mendekati empiris dengan memberikan
dukungan dan preferensi nilai melalui fakta yang dapat diamati dengan nyata. zaman ini yang
terkenal dengan zaman Romawi Kuno memberikan sumbangan yang berharga bagi ilmu
politik, antara lain: bidang hukum, yurisprudensi dan administrasi negara. Bidang-bidang
tersebut didasarkan atas persefektif mengenai kesamaan manusia, persaudaraan setiap
orang, ke-Tuhan-an dan keunikan nilai-nilai individu.
Para filosof pada zaman ini berusaha mencari esensi ide-ide seperti keadilan dan kebaikan,
juga mempertimbangkan masalah-masalah esensial lainnya seperti pemerintahan yang baik,
kedaulatan, kewajiban negara terhadap warga negara atau sebaliknya. Analisis-analisis yang
digunakan bersifat analisis normatif dan deduktif. Analisis normatif adalah membicarakan
asumsi-asumsi bahwa ciri khas tertentu adalah baik atau diinginkan, sedangkan analisis
deduktif adalah didasarakan pada penalaran dari premis umum menuju kesimpulan khusus.
Beberapa pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa
karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra
dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara filsuf Cina terkenal, ada

Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.).

Zaman Sesudah Masehi
Indonesia sendiri sudah mengenal tentang kenegaraan, ditandai dengan beberapa karya
tulis, misalnya Negarakertagama sekitar abad 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di
Negara-negara Asia mulai mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat
yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat.
Perkembangan Ilmu Politik di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai
politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu
politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat
pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.
Pada abad kedelapan belas, di Inggris permasalahan politik lebih banyak merupakan
kajian filsafat serta pembahasannya tidak terlepas dari sejarah. Di Amerika Serikat terjadi
perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis,
dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris. Amerika Serikat yang telah
menempatkan pangajaran politik di universitas semenjak tahun 1858, mula-mula studinya
lebih bersifat yuridis, akan tetapi semenjak abad ini telah melepaskan diri dari kajian yang
bersifat yuridis dengan lebih memfokuskan diri atas pengumpulan data empiris. Baru
memasuki awal abad kedua puluh kajian ilmu politik telah menjauhi studi yang semata-mata
legalistis normatif maupun yang murni normatif dan deduktif. Hal ini dipengaruhi oleh

perkembangan teori ilmu pengetahuan sosial lainnya, terutama konsepsi yang berubah
tentang hakekat manusia, pragmatisme dan pluralisme.
Faktor pertama tentang hakekat manusia, telah diakui bahwa sifat manusia sangat
beragam dan kompleks. Pengakuan akan sifat manusia tersebut menimbulkan implikasiimplikasi yaitu: pertama, digugatnya pernyataan mengenai hukum menentukan pemerintahan
yang baik, hal ini disebabkan sifat manusia yang berbeda-beda. Kedua, tidak semua manusia
akan berperilaku sama dalam suatu lembaga tertentu. Ketiga, sifat itu diyakini sebagai
obyek resmi penelitian. Faktor yang kedua yang mempengaruhi ilmu politik adalah
pragmatisme. Ini berarti bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan manusia tidak dapat dinilai
dari logika, melainkan dari hasil tindakan atau perilaku tersebut. Misanya, sesorang dicap
sebagai nasionalis, karena hasil dari tindakan dan perilakunya selalu menunjukkan sikap
antipati terhadap bangsa sendiri, terhadap produksi dalam negeri, menjelek-jelekan bangsa
sendiri di hadapan bangsa lain, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang ketiga, yakni
pluralisme, mengandung pengertian bahwa kekuasaan dalam politik dibagi-bagi antara
berbagai kelompok, partai dan lembaga-lembaga pemerintahan. Misalnya, organisasi
kemasyarakatan, golongan, partai politik, dan yang lebih ekstrim seperti partai oposisi
memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini
disebabkan karena organisasi kemasyarakatan dan partai politik tersebut memiliki kekuasaan
untuk melakukan itu walaupun kekuasaan tersebut belum tentu mampu mempengarui
kekuasaan yang lainnya.
Ilmu politik Baru mendapatkan identitasnya setelah didirikannya “School of Political

Science” di Columbia pada tahun 1880, atas prakarsa John. W. Burges, dan ia sendiri yang
memimpinnya. Pada tahun 1886 sekolah tersebut menerbitkan the Political Science Quarterly

yang menjadi saluran pertama menulis karyanya. Pada saat itu lah berdiri berbagai macam
institut-institut atau pun sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu politik dan mengenai politik
lebih mendalam, para ahlipun menganalisa menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengn
Negara. semenjak itulah mendorong para sarjana politik untuk lebih meneliti dan menemukan
fungsi-fungsi dari politik.
Negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan
hukum masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik
berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang tengah
berkembang di negara-negara barat pada pendekatan tradisional.
Pada akhir abad ke 19 ilmu politik mengukuhkan dirinya sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri dengan berbagai sumbangan besar yang diberikan oleh para
sarjana politik untuk lebih mengetahui politik itu sendiri dan memberikan informasi serta
fakta-fakta yang terkuak saat melakukan penelitian tentang sejarah politik. Pada saat itulah
ilmu politik juga mempelajari ilmu lainnya yang menjadi landasan untuk mempelajari imu
politik karena seperti sosiologi dan sejarah adalah sumber informasi dan bukti untuk
mempelajari ilmu politik lebih dalam lagi. Stelah terbukanya penyelidikan yang terarah
secara fungsional dan menggunakan metode-metode yang telah disempurnakan ilmu politik

mulai memantapkan diri dengan penyelidikannya.
Pada permulaan abad ke 20 Gettell menunjukkan ilmu politik mulai dipengarui oleh
kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam beberapa tahap penelitian dikalangan kaum
intelektual secara khusus pun juga menunjukkan keterkaitan ilmu lainnya dengan ilmu politik
setelah adanya penyempurnaan metode pengumpulan data yang bersifat kuantitatif. Dimana
metode-metode modern menunjukkan sesuatu kecenderungan berbeda dalam observasi,
survey, dan pengukuran yang berbeda. Partisipasi yang diberikan oleh para ilmuan antara lain
Hans Speier, Goodwin Watson, Nathan Leites, dan Edward Shils menganalisis mengenai
divisi yng menganalisi komunikasi dengan nazi dan menyampaikan kepada pihak pemerintah
untuk informasi yang lebih baik dan untuk mengatur siasat ketika perang.
Setelah peperangan berakhir, ilmu politik mulai mengukuhkan dirinya dalam suatu
ilmu yang berdiri sendiri dengan melakukan penyempurnaan yang terus dilakukan hingga
kini. Ilmu politik diseluruh dunia mulai mengalami kemajuan dimana setelah dilakukan
penyelidikan yang mendalam ternyata ditemukan fakta bahwa ilmu politik menyangkut
kepada pembelajaran seluruh ilmu social yang ada. Perkembangannya hingga kini pun
mengalami kemajuan yang sangat memuaskan, dimana berkat bantuan dari data-data
penyelidikan yang dilakukan oleh berbagai ilmu social, ilmu politik tidak lagi melakukan
penyelidikan secara signifikan untuk mendapat data yang akurat karena ilmu social
sebelumnya telah melakukan penyelidikan tersebut, jadi telah membantu dalam
perkembangan ilmu politik.

Collini, Winch, dan Burrow menunjukkan bahwa dalam dalil pada abad ke-19 tentang
alam dan penjelasan dari gejala politis yang terus meningkat berdasarkan pada induksi
historis dan bukannya dari asumsi tentang alam manusia. kolonialisme dan Kekaisaran
membawa kultur kompleks dan luas, seperti halnya masyarakat primitif dan kecil-kecilan, ke

dalam bidang yang intelektual mengenai sarjana Eropa dan intelektual. Pada Oxford dan
Cambridge, di akhir abad 19, di bawah kepemimpinan komparatip sejarah dipandang sedikit
banyak secara penuh harapan sebagai basis untuk suatu studi politik yang ilmiah.