Wayang Yang dan Tergerus Zaman

LAPORAN TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH BAHASA INDONESIA
“MAKALAH KEBUDAYAAN INDONESIA”

ANGGOTA KELOMPOK 1 :
1.

ADETYAS NUR S Y

(16/396303/SV/10516)

2.

HENDRA PRASTOWO

(16/401105/SV/11609)

3.

MEILIANA IKA FITRIANTI


(16/396316/SV/10529)

4.

NURUL LATIFAH FAJRIANI

(16/401128/SV/11632)

KELAS KEARSIPAN (B)

PROGRAM STUDI KEARSIPAN
DEPARTEMEN BAHASA SENI DAN MANAJEMEN BUDAYA
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2016

1

Abstrak
Wayang Kulit yang Tergerus Zaman

Kebudayaan Indonesia sangat beragam jenis dan bentuknya. Tak bisa dipungkiri
bahwa banyak kebudayaan Indonesia yang telah terkenal hingga ke mancanegara. Dengan
banyaknya kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia, kita patut merasa bangga. Kebudayaan
Indonesia dari Sabang sampai Merauke sangat banyak dan memiliki cirri khas masingmasing. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan.
Kebudayaan yang ada di Indonesia merupakan peninggalan nenek moyang, yang
kemudian sekarang ini banyak dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Akan tetapi hal
tersebut tidaklah mengurangi ciri khas asli dari kebudayaan tersebut. Kebudayaan Indonesia
yang sudah ada sejak zaman kerajaan salah satunya adalah Wayang Kulit. Wayang Kulit
merupakan kebudayaan peninggalan nenek moyang yang hingga kini masih ada dan harus
tetap dijaga agar tetap lestari.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan penjelasan mengenai konsep
kebudayaan, wayang, dan Wayang Kulit. Pada makalah ini, penulis akan memaparkan
penjelasan mengenai Wayang Kulit mulai dari pengertian, fungsi, macam-macamnya,
perkembangan Wayang Kulit di Indonesia, dan upaya meningkatkan minat masyarakat
terhadap Wayang Kulit. Dalam makalah ini penulis juga akan memaparkan sejarah wayang
dan Wayang Kulit di Indonesia.
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode kajian pustaka. Penulis
mengharapkan agar masyarakat lebih mengetahui kebudayaan Indonesia, terutama Wayang
Kulit. Karena Wayang Kulit merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang telah diakui
dunia. Penulis berharap agar kebudayaan Wayang Kulit yang ada di Indonesia tidak semakin

tergerus zaman. Mempelajari budaya asing bukanlah suatu larangan, akan tetapi lebih baik
bila kita mengembangkan kebudayaan kita terlebih dahulu.
Kata Kunci : Kebudayaan, Kebudayaan Indonesia, wayang, Wayang Kulit, budaya.

2

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL

1

ABSTRAK

2

DAFTAR ISI

3


BAB I PENDAHULUAN

4

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penulisan
D. Manfaat penulisan

4
5
5
5

BAB II PEMBAHASAN

6

A. Pengertian Kebudayaan


E. Pengertian Wayang Kulit

6
7
7
8
8

F. Macam-macam Wayang Kulit

9

G.

Sejarah Wayang Kulit Purwa

10

H.


Perkembangan Wayang Kulit di Indonesia

B. Pengertian Kebudayaan Indonesia

C. Pengertian Wayang
D. Fungsi Wayang

11
BAB III KESIMPULAN

14

A. Kesimpulan
B. Saran

14
14

DAFTAR PUSTAKA


16

3

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan budaya dan tradisi.
Indonesia dengan beraneka agam adat istiadat, tradisi, bahasa, dan kebudayaan. Pada
zaman era globalisasi seperti saat ini, kebudayaan merupakan hal yang sangat penting
dalam berbagai segi kehidupan yang dilakukan oleh manusia. Dalam pengertian tentang
kebudayaan menurut, Edward Burnett Tylor, mendefinisikan kebudayaan atau culture
sebagai berikut :
“That complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom,
and any other, capabilities and habits acquired by man as a member of society”
(Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, kesusilaan, hokum, adat, dan setiap kemampuan dan kebiasaan
lainya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyrakat).
Sedangakan menurut Selo Soemardjan serta Soenardi, merumuskan definisi tentang
kebudayaan sebagai hasil karya, cipta, serta rasa masyarakat. Karya masyarakat

membuahkan teknologi serta kebudayaan yang dibutuhkan oleh manusia. Di samping
pemahaman kebudayaan dalam pemhaman kehidupan masyarakat, paham-paham
masyarakat yang mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan tentang baik dan buruknya
kebudayaan

itu.

Kebudayaan

disuatu

masyarakat

selalu

berubah

mengikuti

perkembangan zaman modern ini. Oleh ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat,

sehingga kebudayaan terutama yang tradisional semakin lama mulai punah atau semakin
tersingkir oleh perkembangan zaman.
Kebudayaan kaitanya dengan kebudayaan wayang, wayang sebagai hasil dari
puncak kesenian peninggalan leluhur yang terutama bertempat di pulau Jawa. Dengan
demikian kebudayaan wayang sebagai warisan dari budaya Indonesia yang patut
dilestarikan oleh masyarakat. Kebudayaan wayang yang melegenda selama berabadabad, dan tidak henti-hentinya memukau perhatian para penontonya. Kebudayaan
wayang pada saat ini mulai jarang ditemui, karena minat dan ketertarikan kepada seni

4

wayang mulai pudar ditelan zaman. Karena permasalahan ini wayang harus dilestarikan
supaya eksistensinya tetap ada dan tidak hilang oleh waktu. 6

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimana perkembangan Wayang Kulit di Indonesia ?
2. Apa saja ragam Wayang Kulit yang ada di Indonesia ?
3. Bagaimana eksistensi atau Wayang Kulit di Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian Laporan Makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan Wayang Kulit di Indonesia
2. Untuk mengetahui ragam Wayang Kulit yang ada di Indonesia
3. Untuk mengetahui eksistensi Wayang Kulit di Indonesia

D. Manfaat penulisan Laporan Makalah ini adalah :
1. Memberikan pemahaman tentang kebudayaan wayang dalam perkembangan
Wayang Kulit di Indonesia, ragam Wayang Kulit yang ada di Indonesia, dan
eksistensi Wayang Kulit di Indonesia.
2. Penulisan laporan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
meningkatkan pemahaman tentang kebudayaan wayang dan menambah ilmu
pengetahuanya tentang buadaya khususnya wayang.

6

). Edward Burnett Tylor, halaman 2, dalam Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila,
1988. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila, halaman 1-7. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.

5


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan
Sebelum membahas mengenai Wayang Kulit, kita terlebih dahulu akan membahas
konsep kebudayaan. Pada tahun 1952, dua orang Ahli Antropologi Amerika Serikat,
salah satunya adalah Tylor menyatakan bahwa ide pokok tentang kebudayaan adalah,
bahwa “Kebudayaan terdiri dari pola-pola, yang tersurat dan tersirat, dari dan untuk
kelakuan yang diperoleh dan diteruskan dengan simbol-simbol, yang terdiri dari unsurunsur prestasi kelompok-kelompok manusia yang penting, termasuk perwujudannya
berupa benda-benda; inti pokok kebudayaan terdiri dari ide-ide dan terutama nilai-nilai
tradisonal di dalamnya (yaitu yang diperoleh dan diseleksi secara historis); sistem-sistem
kebudayaan dapat, di satu pihak dianggap sebagai produk tingkah laku, dan di lain pihak
sebagai unsur-unsur yang membentuk tingkah laku).”7
Mengenai bagaimana wujud kebudayaan, dalam pembahasan ini akan dijelaskan
gagasan

dari

seorang

Ahli

Antropologi

Indonesia,

yaitu

Koentjaraningrat.

Koentjaraningrat2 menyetujui pendapat para ahli yang menyatakan bahwa ada tiga wujud
kebudayaan, yaitu : (1) sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma,
peraturan dan sebagainya; (2) sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan yang yang
berpola dari manusia dalam masyarakat; dan (3) sebagai benda-benda hasil manusia.
Secara ringkas, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai “Keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya menusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”3
Menurut Zoetmulder dan Djojodigoeno, kebudayaan berasal dari kata Sansekerta
buddhi yang berarti “kesadaran, pengetahuan, maksud, akal, rasa, dan sifat”4, khususnya
tiga unsur dalam buddhi atau budi itu : karsa (kehendak), cipta (akal) rasa. Jadi apa
yang terkadung dalam buddhi yaitu karsa, cipta, dan rasa yang apabila diwujudkan
71).

A.L. Kroeber, Clyde Kluckhohn, hlm. 357, dalam Pandam Guritno. 1988. Wayang, Kebudayaan

Indonesia dan Pancasila, hlm. 2-3. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
2).

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1980).

3).

Ibid,. hlm.193.

6

dengan karya atau daya akan menjadi sebuah budaya, dan kumpulan budaya tersebut
dalam masyarakat dapat disebut kebudayaan, yang meliputi ketiga unsur diatas.
B. Pengertian Kebudayaan Indonesia
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 32,
dijelaskan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan Nasional Indonesia” dengan
penjelasan resmi : “Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah
usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapata sebagai
puncak-puncak kebudayaan-kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung
sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kepada kemajuan adab,
buday, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.”5 Karena Indonesia
termasuk salah satu negara atau bangsa yang kaya akan kebudayaan, terutama di bidang
kesenian dan pertunjukan, maka dalam makalah ini kami akan membahas salah satu
kesenian yang sudah tidak asing lagi, yaitu Wayang Kulit.
C. Pengertian Wayang
Secara harfiah, wayang berarti bayangan, akan tetapi seiring berjalannya waktu,
pengertian wayang pun berubah. Saat ini wayang dapat berarti panggung pertunjukan
atau teater atau dapat pula berarti actor atau aktris. Wayang sebagai seni teater berarti
pertunjukan panggung, dimana sutradara ikut bermain. Jadi wayang berbeda dengan
sandiwara atau film, dimana sutradara tidak muncul sebagai pemain. Sutradara dalam
wayang disebut dalang, yang peranannya dapat mendominasi pertunjukan seperti dalam
wayang purwa di Jawa, wayang parwa atau wayang Ramayana di Bali dan wayang
banjar di Kalimantan Selatan dan Timur. Dalam wayang, peranan dalang tidak terlalu
menonjol.8

D. Fungsi wayang
Wayang adalah seni dekoratif yang merupakan ekspresi kebudayaan nasional.
Selain itu wayang juga merupakan media pendidikan, informasi, dan hiburan.
84).

S. Wojowasito, Kamus Kawi-Indonesia (CV. Pengarang) cetakan ke- 10, hlm.51, dalam Pandam

Guritno. 1988. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila, hlm. 3. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
5).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 32.

6).

Pandam Guritno. 1988. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila, hlm. 11. Jakarta : Universitas

Indonesia Press.

7

Wayangmerupakan media pendidikan karena ditinjau dari segi isinya yang banyak
memberikan pengajaran bagi manusia. Baik manusia sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat. Jadi, wayang dalam media pendidikan khususnya pendidikan budi
pekerti memiliki manfaat yang sangat besar.
Wayang sebagai media informasi, karena ditinjau dari segi penyampaiannya yang
sangat komunikatif terhadap masyarakat. Wayang dapat digunakan untuk memahami
suatu tradisi, sebagai alat untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat,
memberikan informasi mengenai masalah-masalah kehidupan. Selain itu wayang juga
digunakan untuk mengetahui asal dari permasalahan yang ada dalam kehidupan manusia.
Yang terakhir adalah wayang sebagai media hiburan. Wayang sebagai media
hiburan, karena wayang dipakai untuk pertunjukan di dalam berbagai macam keperluan
yang berfungsi sebagai hiburan. Selain untuk menghibur para penonton, wayang juga
berfungsi untuk mengembangkan dan memperkaya spiritual seseorang.7
E. Pengertian Wayang Kulit
Wayang Kulit merupakan salah dari kelima golongan wayang yang ada di
Indonesia. Pelaku yang muncul dalam pementasan Wayang Kulit adalah boneka-boneka
dua dimensi yang terbuat dari kulit binatang atau tulang-belulang binatang. Wayang
Kulit juga merupakan salah satu jenis wayang yang paling popular di Indonesia. Pelaku
atau sutradara dalam sebuah pentas Wayang Kulit adalah Seorang dalang. Seorang
dalang biasanya akan memulai pentas dengan mendongeng atau bercerita tentang kisahkisah pewayangan, yaitu seperti : Kisah Mahabarata dan Ramayana.9
F. Macam-macam Wayang Kulit
Ada banyak jenis Wayang Kulit dari seluruh daerah di Indonesia. Yang termasuk
Wayang Kulit adalah Wayang Gedog dan Wayang Purwa di Jawa, Wayang Parwa di
Bali, Wayang sasak di Lombok, Wayang Banjar di Kalimantan, dan Wayang Palembang
di Palembang.9 selain itu juga ada Wayang Kulit Cengkok Kedu, Wayang Kulit Gagrag
Yogyakarta, Wayang Kulit Gagrag Surakarta, Wayang Kulit Gagrag Banyumasan,
Wayang Kulit Gagrag Jawa Timuran, Wayang Betawi, Wayang Kulit Cirebon (jawa
Barat), Wayang Madura (sudah punah), dan Wayang Siam. Dari semua jenis wayang
97

). Dalam buku Mengenal Wayang Kulit Purwo

8

). Pandam Guritno, Op. Cit., hlm. 12.

8

yang ada di Indonesia, wayang yang paling terkenal dan tersebar luas serta diketahui
sejarah perkembangannya adalah Wayang Purwa.
Wayang Purwa merupakan salah satu jenis pertunjukan wayang kulit dengan
lakon-lakon yang awalnya bersumber pada cerita-cerita kepahlawanan India, yaitu
Ramayana dan Mahabarata. Pertunjukan Wayang Purwa berasal dari Jawa dan telah
terkenal di Jawa Timur pada masa pemerintahan Raja Airlangga dalam abad ke-11.
Wayang Purwa menyebar ke Bali, Kalimantan dan Palembang, serta dipentaskan dengan
bahasa-bahasa setempat.
Ada beberapa jenis-jenis Wayang Kulit dan Klasifikasinya, antara lain sebagai
berikut :10
No

9).

.
1.

Pelaku

Sumber Cerita

Bahasa

Nama

Boneka Kulit

Ramayana-Mahabarata

Jawa-Sunda

Wayang Purwa

2.

Boneka Kulit

Kisah-kisah Panji

Jawa

Wayang Gedog

3.

Boneka Kulit

Kisah Amir Hamzah

Jawa

Wayang Kulit Menak

4.

Boneka Kulit

Mahabarata

Bali

Wayang Parwa

5.

Boneka Kulit

Kisah Amir Hamzah

Sasak

Wayang Sasak

6.

Boneka Kulit

Ramayana-Mahabarata

Banjar

Wayang Banjar

7.

Boneka Kulit

Ramayana-Mahabarata

Palembang

Wayang Palembang

Pandam Guritno, 1988, op. cit .,hlm. 12.

10).

Ibid., hlm. 14.

G. Sejarah Wayang Kulit Purwa
1. Pada Masa Kerajaan Demak
Sejarah wayang kulit purwa dimulai sejak jatuhnya kerajaan Majapahit (1478).
Setelah Majapahit runtuh, kerajaan Demak berdiri. Raden Patah menjadi raja pertama
dan berkuasa pada tahun 1478-1518. Kemudian diganti Pangeran Sabrang Lor pada
tahun 1520-1521. Mulanya, para raja dan para wali di pulau Jawa gemar akan kesenian
daerah, termasuk wayang. Pada saat itu yang ada hanyalah wayang Beber. Wayang
Beber dinilai bertentangan dengan syariat islam. Kemudian para raja dan para wali
9

membuat kreasi baru berupa wayang kulit. Perubahan ini mengenai bentuknya,
gambarnya, model pertunjukanya, alat perlengkapan dan sarana lainya diselaraskan
dengan syari’at Islam (dimasukkan unsur Islam).
2. Pada Masa Kerajaan Pajang
Pada tahun 1546, Jaka Tingkir diangkat sebagai Sultan di Pajang. Kerajaan Demak
yang sudah rapuh itu ditaklukan. Jaka Tingkir berkuasa di Pajang tahun 1546-1586.
Pada tahun 1556 bersama-sama dengan para ahli kesenian, Sultan Pajang membuat
wayang yang ukurannya lebih kecil dari wayang yang ada. Wayang itu diberi nama
Wayang Kidang Kencana.
3. Pada Zaman Mataram
Pada tahun 1582-1586 terjadi peperangan antara Adipati Sutawijaya di Mataram
dengan Sultan Pajang. Kemudian dimenangkan oleh Sutawijaya. Sutawijaya yang
kemudian bernama Panembahan Senopati menjadi raja di Mataram tahun 1586-1601.
Wayang dikembangkan dengan menambah binatang seperti gajah, garuda, kuda dan
lain-lain. Rambut ditata halus dengan gempuran seritan.
4. Pada Masa Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, wayang kulit purwa diakui sebagai wayang hasil budaya
Nasional. Wayang kulit purwa wajib dilestarikan dalam bentuk tetap dan dipertahankan
sampai sekarang. Pengindonesiaan wayang kulit purwa perlu diusahakan dan dihayati
oleh masyarakat Indonesia.

H. Perkembangan Wayang Kulit di Indonesia
1. Periode Prasejarah
Pada dasarnya pertunjukan wayang kulit adalah sisa- sisa upacara keagamaan
orang Jawa. Masyarakat Indonesia pada zaman dahulu masih menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Pada zaman itu, para pendahulu kita telah membuat alat-alat
pemujaan berupa patung-patung. Patung tersebut sebagai media untuk memanggil rohroh atau arwah nenek moyang yang dinamakan Hyang. Hyang dipercaya dapat
memberikan pertolongan dan perlindungan, tetapi terkadang juga menghukum dan
mencelakakan mereka. Dalam tradisi upacara yang dianggap sakral tersebut, mereka
10

menggunakan media perantara yaitu seorang yang dianggap sakti. Selain itu mereka juga
menggunakan tempat dan waktu yang khusus untuk mempermudah proses pemujaan.11
2. Periode Hindu Budha
Perupaan wayang dalam budaya tradisional selalu berkaitan dengan perlambangan.
Hal ini sesuai dengan pandangan dalam batas-batas kepercayaan dan agama yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Tradisi penciptaan wayang dari budaya prasejarah
muncul kembali dalam perwujudan wayang batu pada pahatan relief candi dan patung
pada zaman Hindu. Hal ini merupakan hasil peleburan antara pandangan terhadap nenek
moyang dengan pemujaan dewa-dewa agama Hindu. Cerita wayang yang semula
menggambarkan tokoh para leluhur, legenda kepala suku, atau nenek moyang lambat
laun hilang dengan citra dewa-dewa Hindu dari daratan India yaitu cerita tentang
Ramayana dan Mahabharata.
3. Periode Islam
Wayang kulit pada periode Islam mengalami perubahan dan perkembangan
mendasar hingga sampai puncak klasiknya dan dibakukan dalam beberapa bentuk seperti
sekarang ini. Hasil karya para wali dalam menyempurnakan antara lain pada bentuk
muka yang semula wajah tampak dari depan dirubah menjadi tampak dari samping.
Warna wayang yang semula hanya putih dari bubuk bakaran tulang dan hitam dari jelaga
dikembangkan menjadi berbagai warna. Tangan-tangan raksasa yang semula menyatu
dengan tubuhnya dibuat lengan tangan sambungan atau sendi sehingga dapat digerakkan,
selain itu juga menambah ragam wayang.10

4. Periode Kolonial
Wayang sebagai seni pertunjukan masih berkembang pada zaman kolonial. Ketika
pemerintahan Mataram II di bawah Raja Amangkurat II (1680) dengan bantuan Belanda
memindahkan ibukotanya dari Pleret ke Kartasura. Pada saat yang bersamaan bentukbentuk wayang mulai disempurnakan. Pada zaman ini, pertunjukan wayang kulit telah
menggunakan iringan gamelan dan tembang yang dibawakan oleh seorang sinden.
Namun pertunjukan wayang pada saat itu tidak lagi berfungsi sebagai upacara agama,

1011).

Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat. Hlm. 253

12

). R. Sutrisno. 1983. Sekilas Dunia Wayang dan Sejarahnya. Surakarta : ASKI. Hlm. 40

11

tetapi telah menjadi bentuk kesenian klasik tradisional. Hanya sebagian kecil masyarakat
yang sesekali masih mempergelarkan untuk upacara ritual.
5. Periode Pasca Kemerdekaan
Selama masa penjajahan Jepang (1942-1945) tidak terjadi perkembangan bentuk
wayang maupun penciptaan wayang-wayang baru. Sesudah melewati masa kemerdekaan
Indonesia, bermunculan bentuk-bentuk wayang kreasi baru termasuk jenis cerita dan
tujuan pementasannya. Pada periode ini pertunjukan wayang juga merupakan suatu
bentuk kesenian bukan lagi sebagai sebuah upacara keagamaan atau acara ritual. Dalam
hal ini wayang menjadi suatu seni teater total dari seorang dalang ketika mengisahkan
lakon yang memiliki fungsi tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagai sarana
pendidikan dan komunikasi massa, pendidikan kesenian, pendidikan sastra, filsafat, dan
agama. Pada periode ini salah satu jenis wayang yang muncul adalah wayang suluh
pancasila yang diciptakan pada tahun 1947 di Madiun.

Wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November tahun 2003
sebagai karya kebudayaa yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan
yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Wayang kulit telah terbukti mampu menjawab tantangan budaya. Hal ini terbukti dengan
diadakanya pagelaran-pagelaran wayang kulit diberbagai tempat. Contohnya pada
pagelaran wayang kulit di gelar di Balai Sidang Senayan pada tahun 1979 dalam rangka
peringatan satu Syuro yang dianggap super sukses. Pada pagelaran itu dipentaskan oleh
Ki Narto Sabdho dalam lakon Dewa Ruci dan disambung Bima Suci. Pagelaran tersebut
mampu menyerap penonton sebanyak 60.000 orang.

Hal ini adalah suatu bukti bahwa wayang mampu bersaing dengan keseniankesenian lainnya. Bahkan siap berkompetisi dengan kesenian manca negara yang masuk
ke Indonesia. Tidak sedikit orang manca negara yang ingin belajar wayang kulit. Banyak
dari mereka yang telah menjadi dalang, niaga, dan pesindennya.
Wayang khususnya Wayang Kulit sebagai suatu pagelaran dan tontonan sudah ada
sejak zaman pemerintahan Raja Airlangga. Untuk lebih mempopulerka budaya wayang,
12

sejak awal zaman Kerajaan Majapahit memperkenalkan cerita Wayang Kulit lain yang
tidak hanya bersumber pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itu cerita-cerita
Panji, yaitu cerita tantang leluhur raja-raja Majapahit mulai diperkenalkan sebagai salah
satu bentuk wayang yang lain.
Dalam pertunjukan Wayang Kulit (Wayang Purwa) bagian yang paling penting
adalah dalang. Dalam terminology Bahasa Jawa, dalang (halang) berasal dari singkatan
kata “Ngudal” dan “Piwulang” . ngudal artinya membongkar atau menyebarluaskan dan
piwulang artinya ajaran, pendidikan, ilmu, dan informasi. Jadi keberaadaan dalang
dalam pertunjukan Wayang Kulit bukan hanya sebagai aspek tontonan, tetapi juga
sebagai aspek tuntunan. Oleh karena itu, disamping menguasai teknik pendalangan
sebagai aspek hiburan, dalang haruslah seseorang dengan pengetahuan yang luas dan
mampu memberikan pengaruh. Kronologis atau tahapan pertunjuka Wayang Kulit ada 3,
yaitu : 1. Pathet Nem, 2. Pathaet Nyanga, dan 3. Pathet Manyuro.
Dahulu pada tahun 1950-an, wayang kulit masih rutin dipentaskan di panggung
Taman Hiburan Rakyat Sriwedari Solo. Saat itu, masih banyak masyarakat yang
berbondong-bondong menonton wayang kulit sampai pagi. Mereka sangat menikmati
salah satu kesenian khas Jawa tersebut. bahkan tidak sedikit masyarakat yang hafal cerita
wayang, baik cerita Bharatayuda, maupun cerita Ramayana. Tokoh-tokoh Punakawan
menjadi bintang hiburan pada masa tersebut.
Pada masa lalu, Wayang Kulit digunakan oleh masyarakat Jawa untuk keperluan
Ruwatan. Ruwatan merupakan upacara yang diadakan untuk menolak bala atau kesialan
yang dialami seseorang karena secara alami seseorang dilahirkan dengan kondisi
membawa malapetaka, seperti anak tunggal, anak kembar, anak laki-laki yang diapit oleh
dua anak perempuan, dan sebagainya. Upacara lainnya yaitu, untuk keperluan
keselamatan desa yang setiap Bulan Suro (awal bulan Jawa atau Bulan Muharam atau
Tahun Baru Islam) diadakan setahun sekali pagelaran Wayang Kulit selamam semalam
suntuk dengan cerita “Bharatayuda” agar dalam tahun yang akan berjalan desa tersebut
akan diberi panen yang banyak dan keselamatan bagi seluruh warga desa.
Bharatayuda adalah cerita peperangan antara Kurawa dan Pandhawa yang sedarah
Bharata untuk memperebutkan Kerajaan Indraprasta (Amartapura) dan Hastinapura.
Cerita tersebut dianggap cerita yang sakral yang tidak setiap dalang bisa melaksanakan
dalam pertunjukan Wayang Kulit. Telah jelas bahwa wayang Kulit tidak lepas dari
kehidupan orang Jawa di masa lalu dalam rutinitas sehari-hari.
13

Akan tetapi di era modernisasi dan era digital yang semakin canggih, kesenian
Wayang Kulit mulai tergerus kepopulerannya. Seni pertunjukan Wayang Kulit yang
kental dengan tradisi Jawa dan biasanya disajikan dengan Bahasa Jawa seringkali
membuat Wayang Kulit terkalahkan dengan adanya media hiburan lain yang lebih
menarik. survey di lapangan yang dilakukan beberapa ahli menunjukkan bahwa
popularitas Wayang Kulit, khususnya di kalangan remaja semakin berkurang.
Ada beberapa kendala yang menjadi faktor utama Wayang Kulit menjadi tidak
populer, yaitu :
1) Generasi muda tidak paham dengan cerita yang dibawakan oleh dalang,
2) Generasi muda tidak paham dengan bahasa yang digunakan dalang,
3) Generasi muda merasa jenuh atau bosan dikarenakan Wayang Kulit yang kurang
terpadu dengan kebudayaan modern,
4) Waktu pertunjukan Wayang Kulit yang lama,
5) Generasi muda beranggapan bahwa Wayang Kulit merupakan kebudayaan kuno,
6) Generasi muda kurang mengena dan mengerti tentang Wayang Kulit.
Selain itu, dalam dunia pendidikan pun, muatan lokal seringkali dikesampingkan
dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

14

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan kebudayaan. Hal tersebut
tentu merupakan wujud bahwa Indonesia adalah negara yang kreatif. Kekayaan budya
yang Indonesia miliki harus selalu dijaga dan dilestarikan agar tidak terjadi pengakuan
kebudayaan Indonesia oleh negara asing dan agar kebudayaan yang Indonesia miliki
tidak tergerus oleh zaman yang dari tahun ke tahun semakin cepat berkembang dan
berubah. Kebudayaan peninggalan nenek moyang seperti Wayang Kulit ini merupakan
kebudayaan yang sangat berharga.
B. Saran
Dari kajian pustaka yang kita lakukan terhadap beberapa hal mengenai Wayang
Kulit, kami memberikan saran agar generasi muda lebih sadar akan pentingnya
melestarikan kebudayaan daerah dan negara sendiri. Untuk seni pertunjukan Wayang
Kulit seharusnya lebih dikembangkan bahasa dalam penyampaian ceritanya, agar
generasi muda dapat memahami maksud atau alur cerita dari pertunjukan Wayang Kulit
tersebut. penambahan materi dalam muatan lokal mata pelajaran juga diperlukan untuk
lebih mengenalkan generasi muda terhadap kebudayaan daerah yang dimiliki Indonesia,
khususnya terhadap Wayang Kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Kroeber, A.L, Kluckhohn, Clyde. hlm. 357, dalam Pandam Guritno. 1988. Wayang,
Kebudayaan Indonesia dan Pancasila, hlm. 2-3. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1980).
15

------------------. Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1980).hlm.193.
------------------. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat. Hlm. 253
Mulyono, Sri. 1975. Wayang, Asal-usul, Filsafat, dan Masa Depannya. Jakarta : Haji Masagung.
Hlm. 87

Pandam Guritno. 1988. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila, hlm. 11, 12, 14.
Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Soekatno. 1992. Wayang Kulit Purwa. Semarang : Aneka Ilmu
Sunarto. 1989. Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta. Jakarta : Balai Pustaka
Sutrisno, R. 1983. Sekilas Dunia Wayang dan Sejarahnya. Surakarta : ASKI. Hlm. 40

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 32.
Wojowasito, S. Kamus Kawi-Indonesia (CV. Pengarang) cetakan ke- 10, hlm.51, dalam Pandam
Guritno. 1988. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila, hlm. 3. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.

Alfaqi, Mifdal Zusron. 2011. Problematika Pelestarian Wayang Kulit di Kalangan Generasi
Muda (Studi Kasus di Kecamatan Ringinrejo Kabupaten Kediri). Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Fathoni, Rifai

Shodiq. 2016.

Pertunjukkan

Wayang di Era Modern. (Online).

(http://wawasansejarah.com/pertunjukan-wayang-di-era-modern/. Diakses pada tanggal
4 Desember 2016)
Kisah Asal Usul. 2015. Asal Usul Wayang dan Sejarah Perkembangannya. (Online),
(http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html, diakses
22 November 2016).
Negara, Andhika Yudha. 2011. Lunturnya Budaya Wayang Bagi Kalangan Remaja. Makalah
Ilmu

Sosial

Budaya

Dasar,

(Online),

(http://andikayudhanegara.blogspot.com/2011/07/lunturnya-budaya-wayang-bagikalangan.html, diakses pada 1 Desember 2016).

16

Supriady. 2011. Kedatangan dan Perkembangan Wayang Kulit di Kota Medan. (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24987/5/Chapter%20I.pdf.

Diakses

pada tanggal 4 Desember 2016).
Wahyudi. 2011. Pagelaran Wayang Kulit, Sejarah, dan Perkembangannya. (Online), (http://
digilib.uinsby.ac.id/8978/6/bab%202.pdf. Diakses pada tanggal 3 Desember 2016).

17