Permasalahan Investasi Nasional UMKM dan

Kategori : Pelajar dan Mahasiswa

Permasalahan Investasi, UMKM, dan Kesejahteraan Sosial : Relevansi dan
Solusi

Disusun oleh :
Kharisma Bintang Alghazy
Jalan Kwitang Timur No. 8, Jakarta Pusat
Mahasiswa Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia/Pendidikan Sarjana
085921768784
Bintangalghazy10@gmail.com

1|

Negara tempat kita berpijak ini sejatinya adalah sebuah negara yang berorientasi pada
kesejahteraan. Secara positivistik, hal demikian dibuktikan dengan keberadaan rumusan tujuan
negara yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 khususnya pada redaksi
“memajukan kesejahteraan umum”. Pun secara historis, memang pada awalnya Indonesia didirikan
dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan. Pada saat perumusan UUD 1945, Muhammad Yamin
mengatakan “…bahwa negara yang akan dibentuk itu hanya semata-mata untuk seluruh rakyat,
untuk kepentingan seluruh bangsa yang akan berdiri kuat di dalam negara yang menjadi

kepunyaanya”. Lebih lanjut disebutkan “ Kesejahteraan rakyat yang menjadi dasar dan tujuan
negara Indonesia Merdeka ialah pada ringkasnya keadilan masyarakat atau keadilan sosial ”.1
Sehingga, menurut saya, konsekuensi logis dari adanya paham demikian adalah mewujudkan
kesejahteraan sosial menjadi tugas yang melekat erat pada kewajiban pemerintah, dalam rangka
mendekatkan diri pada tujuan negara. Lalu, bagaimana caranya ? Tentu kita semua mengamini (juga
pemerintah) bahwa, satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah melalui usaha pembangunan
nasional.
Usaha pembangunan nasional oleh pemerintah dikongkritkan melalui Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Rencana pembangunan itu
dengan tegas meneguhkan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025
dengan pendapatan per kapita antara USD 14.250 – USD 15.500 dan nilai total perekonomian
antara USD 4,0 – 4,5 Triliun. Konsekuensinya, pada periode tahun 2015 – 2025 Pemerintah harus
mampu menstimulus adanya pertumbuhan ekonomi riil sekitar 8,0 – 9,0 persen. Secara sederhana,
dalam kurun waktu selama 10 tahun, diusahakan harus ada peningkatan angka pertumbuhan
ekonomi riil. Tentu, pertumbuhan ekonomi riil yang meningkat merepresentasikan terwujudnya
kesejahteraan. Sejatinya, salah satu upaya peningkatan angka pertumbuhan dapat diselenggarakan
melalui pengelolaan usaha investasi terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang
tepat sasaran dan berorientasi pada kesejahteraan sosial. Pernyataan diatas kemudian melahirkan
pertanyaan fundamental : Mengapa harus upaya investasi modal terhadap UMKM ? Bagaimana
relevansinya terhadap kesejahteraan sosial?

Investasi Terhadap UMKM dan Kesejahteraan Sosial
Investasi berupa modal tepat guna sejatinya dapat mengantarkan pada kesejahteraan.
Argumentasi demikian dibenarkan oleh Roy F. Harrod dalam An Essay in Dynamic Theory (1939),
yang pada intinya menyatakan bahwa garis pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh kecenderungan
perilaku untuk menabung dan jumlah modal yang dimiliki melalui upaya penerapan investasi yang
dapat berperan sebagai faktor yang menciptakan pendapatan. Sederhananya, Harrod ingin
1 Azhary, Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: UI-Press, 1995), hal. 69.

2|

menyampaikan bahwa investasi yang tepat guna adalah cara tepat untuk meningkatkan jumlah
modal dan meningkatkan pendapatan.2 Sehingga, dari sudut pandang mikro ekonomi, pelaku usaha
dapat memutar roda kegiatan usahanya dengan baik. Pada akhirnya, lalu lintas usaha yang
dilancarkan oleh arus investasi akan mengantarkan pada kesejahteraan kolektif bagi pemilik modal,
pelaku usaha dan pekerja. Lalu, mengapa harus UMKM ? Bilamana kita memisahkan kegiatan
ekonomi masyarakat berdasarkan organisasi teknik dan administrasi maka, seluruh kegiatan itu
terkategorisasi dalam organized sector dan unorganized sector. Pada pembagian ini, nyatanya
kelompok unorganized sector (UMKM) inilah yang jumlahnya terbesar.

Sumber: www.depkop.go.id


Tabel diatas menggambarkan betapa besar kuantitas UMKM sebagai unorganized sector yang
memiliki potensi untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi riil sesuai harapan pemerintah dalam
MP3EI. Dengan demikian, menurut hemat saya, jelas pulalah di mana terletak potensi untuk
pengerahan modal. Tentu kita mengamini bahwa, potensi UMKM untuk berkontribusi dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah sebuah keniscayaan untuk semakin mendekatkan
keadaan masyarakat pada kesejahteraan sosial-makro. Sehingga dapat dikatakan, berdasarkan
uraian diatas, investasi modal terhadap UMKM dapat menjadi salah satu upaya tepat untuk
mengantarkan bangsa menuju perbaikan kehidupan yang lebih baik.
Permasalahan Makro Investasi Nasional
Sayangnya, Pemerintah masih menciptakan distorsi serius dalam pengelolaan ekonominya.
Salah satu diantaranya yang menonjol adalah belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang lebih berat ke konsumsi daripada investasi.3 Alokasi anggaran untuk berinvestasi
dalam rangka memberikan stimulus bagi setiap pelaku UMKM tidak bergerak meningkat secara
signifikan namun bergerak secara fluktuatif dan tidak menentu.

2Paham demikian selaras dengan pendirian Evsey Domar dalam Expansion and Employment (1947) oleh
karena itu, kesatuan paham tersebut diatas populer dikenal dengan istilah Teori Harrod-Domar.
3Harvard Kennedy School (Ash Center), The Sum is Greater Than The Parts : Melipatgandakan
Kemakmuran di Indonesia Melalui Integrasi Lokal dan Global, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm. 15.


3|

Sumber: www.anggaran.depkeu.go.id

Tabel diatas merepresentasikan adanya inkonsistensi Pemerintah dalam memberikan
perhatian terhadap investasi. Terlebih, dari sekian triliun dana investasi yang direncanakan, hanya
Rp 0,5 Triliun yang menjadi aliran dana untuk kepentingan investasi terhadap UMKM pada tahun
2017. Artinya, menurut hemat saya, sebagai subyek yang mengemban kewajiban mewujudkan
kesejahteraan kolektif, Pemerintah dapat dikatakan belum dapat memberikan perhatian atau
stimulus terhadap upaya investasi kepada pelaku usaha UMKM. Dengan belum optimalnya
perhatian itu, pelaku usaha UMKM akan terhambat dalam menciptakan dan mengembangkan pasar
untuk kepentingan produksi. Tanpa adanya perkembangan pasar produksi dalam negeri, perlahan
Indonesia akan melewatkan kesempatan memanfaatkan populasi yang besar. Pada akhirnya, ruang
gerak untuk mewujudkan kesejahteraan sosial akan semakin sempit dan terhambat. Sesungguhnya,
langkah bijak yang saya percayai untuk mengelola permasalahan minimalnya perhatian investasi
nasional Pemerintah terhadap UMKM adalah dengan cara usaha kerja sama sinergis antara
Pemerintah (melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM), swasta (pemilik modal), dan
pelaku usaha UMKM.
Solusi Permasalahan Investasi Nasional dan Relevansinya dengan Kesejahteraan Sosial

Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, permasalahan investasi nasional yang menjadi
obyek pembahasan ini adalah adanya APBN yang lebih berat ke konsumsi daripada investasi
sehingga mencerminkan belum optimalnya perhatian pemerintah terhadap investasi, khususnya
terhadap UMKM. Menurut hemat saya, usaha pemecahan masalah ini tidak akan optimal apabila
kita hanya berharap pada Pemerintah untuk meningkatkan anggaran untuk kepentingan investasi
namun, harus ditempuh upaya lain yang bersifat partisipatif dan melibatkan pihak swasta (pemilik
modal) serta pelaku UMKM. Upaya demikian harus mendorong investasi bagi pelaku UMKM.
Karena, suatu minimum jumlah investasi relatif terhadap produksi nasional diperlukan agar

4|

masyarakat dapat berkembang dengan cepat atas dasar kemampuan sendiri ke arah kemajuan (self
sustained growth).4
Subyek pemecah masalah ini dapat diselenggarakan oleh BKPM, sebagaimana sesuai
dengan fungsinya dalam Pasal 28 huruf (d) dan huruf (e) dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.5 Langkah solutif untuk pemecahan permasalahan tersebut adalah
dengan cara Pertama, melakukan Identifikasi dan Analisa terhadap wilayah dan sektor usaha
UMKM di seluruh provinsi. Dalam setiap wilayah provinsi (berikut kabupaten/kota), BKPM
melakukan pemetaan dan mengurutkan prioritas terhadap UMKM yang memiliki potensi untuk
berkontribusi secara konsisten serta memberikan dampak positif terhadap masyarakat dan pasar.

Sejatinya, usaha identifikasi dan analisa ini dapat pula diterapkan kepada kelompok-kelompok
Start-up yang sedang berkembang di setiap provinsi (berikut kabupaten/kota). Dengan demikian,
BKPM dapat menentukan jenis sektor usaha UMKM/Start-up di setiap wilayah provinsi,
kabupaten/kota.
Kemudian, Kedua, melakukan Publikasi dan Koordinasi. Sebagai pengemban fungsi
koordinator, BKPM menyampaikan hasil pemetaan tersebut diatas kepada masyarakat dan pemilik
modal dalam negeri melalui wadah informasi yang mudah di akses oleh publik. Misalnya : BKPM
dengan berkoordinasi kepada Kementerian Koperasi dan UKM, membangun basis informasi digital
tentang hasil pemetaan potensi UMKM dan Start-Up tersebut diatas dan mensosialisasikannya
kepada orang-perorangan atau badan usaha yang berpeluang sebagai penanam modal, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Selain memanfaatkan teknologi, kegiatan publikasi dapat dilakukan
secara fisik. Misalnya : BKPM mengundang orang-perorangan atau badan usaha yang berpotensi
menjadi penanam modal, baik di dalam negeri maupun luar negeri, untuk mengikuti roadshow
UMKM dalam kurun waktu tertentu. Kunjungan ini bertujuan untuk mendatangi wilayah-wilayah
yang telah berkepadatan ekonomi tinggi dan wilayah yang berpotensi untuk berkepadatan ekonomi
tinggi. BKPM disini berusaha untuk menjembatani antara investor dengan pelaku UMKM.
Kegiatna ini dapat dibagi menjadi roadshow Indonesia bagian barat, Indonesia bagian tengah, dan
Indonesia bagian timur. Sebagai penarik minat investor, tentu seyogynya BKPM memberikan
kemudahan dan insentif kepada peserta roadshow.
Ketiga, melakukan upaya Evaluasi. Penyelenggaran kedua usaha dan solusi diatas harus

dievalusi setiap akhir tahun untuk memastikan apakah ada perbaikan/kontribusi pertumbuhan
4 Sjahrir, Menuju Masyarakat Adil Makmur : 70 Tahun Prof. Sarbini Sumawinata, (Jakarta: Gramedia, 1989),
hlm. 69.
5 Pasal 28 huruf (d) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan, “Badan Koordinasi
Penanaman Modal memiliki fungsi untuk mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan
memberdayakan badan usaha”. Pasal 28 huruf (e) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan,
“Badan Koordinasi Penanaman Modal memiliki fungsi untuk membuat peta penanaman modal di Indonesia”.

5|

ekonomi pada suatu wilayah tertentu dan untuk memetakan kekurangan-kekurangan
penyelenggaraan kegiatan. Berdasarkan tahap Identifikasi dan Analisa serta tahap Publikasi dan
Koordinasi, tentu BKPM dapat memperoleh hasil pemetaan UMKM/Start-up mana yang memiliki
potensi baik dan mana yang masih perlu diberdayakan. Sehingga, kebijakan yang menjembatani
antara pemilik modal dan pelaku UMKM/Start-Up dapat dirasakan oleh semua pelaku usaha
dengan adil dan merata.
Saya menamakan seluruh rangkaian usaha pemecahan masalah diatas dengan istilah “Ruang
Investasi”. Bilamana pemerintah dapat memahami dengan baik permasalahan makro investasi
nasional dan berusaha menyelesaikan permasalahan dengan solusi yang relevan sebagaimana
dikemukakan diatas maka, niscaya perbaikan kualitas bangsa melalui kesejahteraan sosial dapat

diraih. Kesejahteraan sosial bangsa akan tidak lagi menjadi sebuah harapan, namun dapat
diwujudkan menjadi sebuah kenyataan.

6|