16 TEKNOLOGI FERMENTASI JERAMI SEBAGAI N

TEKNOLOGI FERMENTASI JERAMI
SEBAGAI NILAI TAMBAH DAN SOLUSI DALAM PENYEDIAAN
PAKAN ALTERNATIF TERNAK SAPI POTONG
1

Argono R. Setioko dan B. Haryanto

2

Abstrak
Masalah kekurangan pakan ternak ruminansia merupakan kondisi klasik di Indonesia. Pada
musim kemarau kekurangan pakan disebabkan karena rendahnya produktifitas hijauan pakan
ternak, sedangkan pada musim hujan, kekurangan pakan disebabkan karena kandungan air yang
tinggi didalam hijauan pakan yang dihasilkan. Sementara itu, limbah pertanian seperti jerami padi
dan pucuk tebu belum dimanfaatkan secara optimal karena dianggap mempunyai nilai hayati
rendah yang berkaitan dengan kandungan ligno-selulosa yang tinggi.Teknologi peningkatan
kualitas limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak telah ditunjukkan melalui proses
fermentative anaerob menggunakan probiotik, baik secara tunggal maupun campuran dari
berbagai spesies mikroba. Potensi limbah pertanian sebagai bahan pakan berserat untuk sapi
potong di Jawa Barat dengan luas panen padi lebih dari satu juta hektar per tahun mampu
menghasilkan lebih dari 5 juta ton jerami padi yang seharusnya dapat mendukung kebutuhan

pakan berserat untuk 2,5 juta ekor sapi sepanjang tahun. Dengan demikian jerami padi
seharusnya menjadi bahan pakan berserat utama, bukan hanya sebagai pakan alternatif, untuk
sapi potong.
Kata kunci: pakan alternatif; fermentasi jerami; sapi potong.

PENDAHULUAN
Permintaan produk hasil ternak dalam
bentuk daging yang berasal dari sapi potong,
secara nasional belum dapat dipenuhi oleh
kemampuan
produksi
dalam
negeri,
sehingga masih diperlukan impor dari luar
negeri. Nilai impor daging sapi dan sapi
hidup masih cukup tinggi yaitu sekitar 400
ribu ekor untuk tahun 2001. Populasi sapi di
dalam negeri perlu ditingkatkan secara
signifikan agar peluang penyediaan daging
sapi tersebut dapat dipenuhi oleh produksi

dalam negeri. Peningkatan populasi ternak
sapi dan ternak ruminansia lainnya
menyebabkan
adanya
peningkatan
kebutuhan pakan, baik pakan berserat
maupun pakan konsentrat. Sumber pakan
hijauan akan menjadi lebih sulit diperoleh
apabila mengandalkan pada rumput segar.
Dalam
upaya
pemanfaatan
sumberdaya lokal secara optimal, pada
kawasan persawahan dapat dikembangkan
usaha pemeliharaan sapi. Hal ini berkaitan
dengan adanya jerami padi yang berlimpah
setiap kali musim panen. Meskipun sebagian
jerami padi telah dimanfaatkan sebagai
bahan industri kertas, bahan pembuatan
pupuk maupun media pertumbuhan jamur,

1
2

sebagian besar masih belum dimanfaatkan.
Untuk memanfaatkan potensi pakan berserat
tersebut, perlu dikembangkan rencana unit
bisnis yang meliputi unit proses peningkatan
kualitas nutrisi jerami padi, unit pemanfaatan
jerami padi yang telah diproses tersebut
sebagai pakan sapi, unit pembuatan pupuk
organik serta unit pemanfaatan pupuk
organik
untuk
menjaga
kelestarian
kesuburan lahan persawahan. Dengan
demikian pada satu kawasan persawahan
dapat menghasilkan padi sebagai produk
utama, susu
atau daging sebagai hasil

usaha peternakan, dan pupuk organik
sebagai hasil samping usaha peternakan.
Hasil pengamatan terhadap usaha integrasi
ternak dan tanaman semacam ini ternyata
dapat memberikan tambahan pendapatan
petani yang berasal dari peningkatan berat
badan sapi atau produksi susu sapi, nilai
pupuk organik serta peningkatan produksi
gabah kering giling.

Kepala Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor.
Peneliti pada Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor.

116

Produktivitas
lahan
persawahan
sebagai
penghasil

pangan
perlu
dipertahankan melalui penanganan mutu
fisika, kimia dan mikrobiologi tanah sehingga
kesehatan
tanah
dapat
menunjang
kebutuhan tanaman (padi) dengan baik.
Penggunaan pupuk anorganik secara terusmenerus dalam jangka waktu yang lama
ternyata dapat menyebabkan perubahan
struktur tanah yang cenderung membuat
kondisi tanah sedemikian rupa sehingga
tidak mampu mengikat unsur hara dengan
baik, disamping terjadinya perubahan
mikrobiologi tanah.
Pada kondisi seperti ini kemungkinan
terjadi inefisiensi pemanfaatan unsur hara
menjadi lebih besar. Salah satu cara untuk
mengembalikan kesehatan tanah adalah

melalui perbaikan struktur tanah dan
pemenuhan mikrobiologi tanah. Penggunaan
pupuk organik pada lahan persawahan
memberikan peluang untuk menambah
kandungan bahan organik tanah serta
mikrobia tanah. Dengan penggunaan pupuk
organik juga diharapkan akan mengurangi
biaya pupuk anorganik. Dalam kaitannya
dengan penyediaan pupuk organik tersebut
maka pemeliharaan sapi pada kawasan
persawahan memberikan peluang besar
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan
sumberdaya yang ada pada kawasan
tersebut, misalnya jerami padi yang dapat
digunakan sebagai pakan sapi yang pada
gilirannya sapi akan menghasilkan kotoran
yang dapat diproses menjadi pupuk organik.
Dengan

demikian,
pada
kawasan
persawahan tersebut selain menghasilkan
pangan dalam bentuk beras juga akan
mampu menghasilkan daging. Berkurangnya
kandungan bahan organik pada lahan
pertanian
di
Indonesia
dewasa
ini
menunjukkan bahwa sebenarnya diperlukan
tidak kurang dari 100 persen tambahan
bahan organik untuk mengembalikan pada
keadaan kesehatan tanah yang normal. Hal
ini berarti akan diperlukan pupuk organik
yang sangat besar untuk membuat kembali
keadaan kesehatan tanah normal tersebut.
Di lain pihak, peternakan terutama ternak

ruminansia memberikan peluang yang besar
untuk menghasilkan kotoran yang dapat
diproses menjadi pupuk organik. Kandungan
mikroba rumen dapat dimanfaatkan untuk
membantu proses dekomposisi bahan
organik yang ada pada manure ternak
tersebut.

POTENSI KAWASAN PERSAWAHAN
Produksi jerami padi dapat mencapai
5-8 ton per hektar per panen, meskipun
bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis
varietas tanaman padi yang digunakan.
Jerami padi yang dihasilkan ini dapat
digunakan sebagai pakan sapi dewasa
sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun.
Sehingga pada lokasi yang mampu panen 2
kali setahun akan dapat menunjang
kebutuhan pakan berserat untuk 4-6 ekor.
Disamping jerami padi, dapat pula digunakan

dedak padi sebagai salah satu komponen
bahan pakan untuk menyusun ransum.
Tabel 1. menunjukkan data luas panen
padi di Indonesia, sementara itu, di Jawa
Barat tercatat sekitar satu juta luas panen
padi setiap tahun yang berarti mampu
menyediakan jerami padi sebanyak sekitar 5
juta ton. Sementara itu, apabila seekor sapi
dewasa memerlukan sekiitar 2 ton jerami
(fermetasi) selama setahun, maka potensi
jerami padi di Jawa Barat akan mampu
mendukung kebutuhan sekitar 2,5 juta ekor
sapi sepanjang tahun. Di lain pihak, data
statistic menunjukkan bahwa populasi sapi di
Jawa Barat tercatat hanya sebanyak 157 ribu
ekor (pada tahun 1999). Kondisi ini
memberikan peluang yang besar untuk
pengembangan peternakan sapi di kawasan
persawahan sebagai upaya pemanfaatan
sumberdaya local seoptimal mungkin.

Tabel 1.

Luas dan Produktivitas Tanaman
Padi, Kedelai dan Jagung di
Indonesia, 1999.

Jenis
Tanaman

Luas
Panen
(Ha)

Padi sawah

10.476.000

44,37

46.483.000


Padi ladang

1.255.000

21,95

2.754.000

Kedelai

1.095.000

11,92

1.308.000

Produktivitas
(Kwintal/ha)

Total
produksi
(Ton)

Jagung

3.848.000

26,43

10.169.000

Singkong

1.205.000

121,92

14.696.000

(Sumber: Departemen Pertanian, 1999)

STRATEGI PEMANFAATAN JERAMI
SEBAGAI PAKAN SAPI
Untuk meningkatkan kualitas nutrisi
jerami padi perlu dilakukan proses fermentasi
terbuka selama 21 hari. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan probiotik sebagai
pemacu proses degradasi komponen serat
dalam jerami padi sehingga akan lebih
mudah dicerna oleh ternak. Proses
117

fermentasi terbuka ini dapat dilakukan
sebagai berikut: pembuatan jerami padi
termentasi dilakukan pada tempat terlindung
dari hujan maupun sinar matahari langsung.
Proses pembuatan dibagi menjadi dua tahap,
yaitu
tahap
fermentatif
dan
tahap
pengeringan dan penyimpanan. Pada tahap
pertama, jerami padi yang baru dipanen dari
sawah dikumpulkan pada tempat yang telah
disediakan tersebut, dan diharapkan masih
mempunyai kandungan air sekitar 65 persen.
Bahan yang digunakan dalam proses
fermentatif adalah urea dan probiotik, yaitu
campuran dari berbagai mikroorganisme
yang
dapat
membantu
pemecahan
komponen serat dalam jerami padi tersebut.
Jerami padi segar yang akan dibuat menjadi
jerami padi fermentasi ditimbun dengan
ketebalan kurang lebih 20 cm kemudian
ditaburi
dengan
urea
dan
probiotik
secukupnya, dan diteruskan dengan lapisan
timbunan jerami padi berikutnya yang juga
setebal sekitar 20 cm. Demikian seterusnya
sehingga ketebalan tumpukan jerami padi
tersebut mencapai sekitar satu hingga 2
meter. Jumlah urea yang digunakan adalah
mengikuti takaran sebanyak 5 kg urea untuk
setiap ton jerami padi segar. Demikian pula
takaran probiotik yang digunakan adalah 5
kg probiotik untuk setiap ton jerami padi
segar.
Setelah pencampuran urea dan
probiotik pada jerami padi tersebut dilakukan
secara merata, kemudian didiamkan selama
21 hari agar proses fermentatif dapat
berlangsung dengan baik. Setelah itu, pada
tahap kedua adalah proses pengeringan dan
penyimpanan
jerami
padi
fermentasi
tersebut. Tumpukan jerami padi yang telah
mengalami proses fermentatif tersebut
dikeringkan dibawah sinar matahari dan
dianginkan sehingga cukup kering sebelum
disimpan pada tempat yang juga terlindung
dari hujan dan sinar matahari langsung.
Setelah proses pengeringan ini, maka jerami
padi fermentasi tersebut dapat diberikan
kepada sapi sebagai pakan menggantikan
rumput segar. Dengan cara demikian
pemanfaatan hijauan pakan ternak dalam
bentuk jerami padi akan dapat dilakukan
sepanjang tahun dan lebih efisien dalam
pemanfaatan waktu dan tenaga peternak.
Bangunan tempat pengolahan jerami
padi dibuat dengan kapasitas 100 ton, yang
terdiri
atas
5
unit,
masing-masing
berkapasitas 20 ton. Untuk itu diperlukan
masing-masing bangunan/saung berukuran 4
x 10 m2. Lantai dasar bangunan terbuat dari

beton/semen-bata tanpa dinding.
Bahan
terbuat dari kayu atau bambu yang cukup
besar dan kuat. Atap terbuat dari genting.
Jarak lantai ke atap adalah 3 m. Sebagai
gambaran dalam pelaksanaan pembuatan
jerami padi yang difermentasikan dapat
dilihat seperti dalam alur berikut:
Jerami dari sawah

Tumpukan + probiotik + urea
Proses fermentasi dan amoniasi
(3 minggu)

Pengeringan
Sinar matahari

Pengepresan
Menggunakan alat

Penyimpanan

Pemberian pada Ternak

Pemenuhan Kebutuhan Nutrisis
Ternak

Untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
ternak sesuai dengan kemampuan genetik
ternak untuk pertumbuhan atau deposisi
nutrien dalam jaringan tubuh maka perlu
dilengkapi dengan ransum yang memenuhi
kebutuhan nutrien tersebut. Formulasi
ransum dapat dilakukan menggunakan
bahan-bahan pakan yang tersedia di lokasi,
seperti
dedak
padi,
jagung,
atau
mendatangkan dari lokasi lain seperti bungkil
kelapa, bungkil inti sawit dan lain
sebagainya. Penyusunan ransum untuk
memenuhi kebutuhan ternak untuk hidup
pokok dan berproduksi dapat mengikuti
standard yang dikeluarkan oleh NRC
(National Research Council).
118

POTENSI SAPI SEBAGAI PENGHASIL
PUPUK ORGANIK
Seekor sapi dapat menghasilkan
kotoran (feses) sebanyak 8-10 kg setiap hari.
Apabila kotoran sapi ini diproses menjadi
pupuk organik dapat diharapkan akan
menghasilkan 4-5 kg per hari. Dengan
demikian, pada luasan sawah satu hektar
dapat diharapkan akan menghasilkan sekitar
7,3 sampai dengan 11,0 ton pupuk organik
per tahun. Sementara itu, penggunaan pupuk
organik pada lahan persawahan adalah 2 ton
per hektar untuk setiap kali tanam, sehingga
potensi pupuk organik yang ada dapat
menunjang kebutuhan pupuk organik untuk
1,8 sampai dengan 2,7 hektar dengan dua
kali tanam setahun.
PEMELIHARAAN TERNAK
Pemeliharaan ternak merupakan salah
satu rangkaian kegiatan yang perlu dilakukan
dalam upaya peningkatan pemanfaatan
sumberdaya local di daerah persawahan
secara optimal. Kegiatan ini meliputi
berbagai aspek, antara lain yang berkaitan
dengan
perkandangan,
pakan/nutrisi,
repoduksi/breeding, kesehatan ternak serta
aspek social budaya setempat.

difermentasikan cukup dibuat dalam bentuk
bangunan lindungan (shed) agar tidak
langsung terkena hujan atau panas matahari
setiap saat.
Potensi Produksi Daging
Dengan pola pemeliharaan sapi secara
terintegrasi ini diharapkan akan dapat
diperoleh pertambahan berat badan sapi
sebesar 0,4-0,8 kg per hari, sehingga potensi
produksi tambahan berat badan dapat
diperkirakan sekitar 150 sampai dengan 300
kg per ekor per tahun. Apabila dalam
kawasan seratus hektar sawah dapat
dipelihara 100 ekor sapi maka
dapat
diharapkan akan ada tambahan berat badan
sapi sebesar 15000 sampai dengan 30000
kg. Untuk kondisi harga sekarang, potensi
produksi daging ini setara dengan tambahan
pendapatan sebesar Rp. 225 juta sampai
dengan Rp. 450 juta per tahun per 100
hektar sawah, sebelum dikurangi biaya
pemeliharaan.
Sementara itu, apabila
digunakan sapi betina yang diharapkan
dapat menghasilkan anak sapi sebagai
bakalan dalam usaha penggemukan sapi,
maka akan dapat diperoleh keuntungan
dengan adanya peningkatan populasi ternak.
Bahan Pakan

Kandang
Kandang berfungsi sebagai tempat
berlindung sapi serta tempat pengumpulan
kotoran ternak yang akan diproses menjadi
pupuk organik. Alas kandang dapat
digunakan serbuk gergaji, bagase atau
bahan lain yang dapat menyerap air dan
campuran antara alas kandang dengan
kotoran sapi (feses dan urine) tidak perlu
dibersihkan setiap hari, namun dikumpulkan
hingga 12-14 hari kemudian dipindahkan
pada lokasi pembuatan pupuk organik. Lama
waktu pengumpulan dan penggantian alas
kandang ini sangat tergantung pada kondisi
yang ada. Pada kondisi tertentu, dapat pula
ditunggu hingga 30 hari baru diganti dengan
alas kandang yang baru.
Tempat Penyimpanan Pakan
Untuk menjamin ketersediaan pakan
sepanjang tahun maka perlu disediakan
tempat penyimpanan pakan, baik dalam
bentuk
jerami
padi
yang
telah
difermentasikan maupun bahan pakan
konsentrat yang diperlukan. Untuk tempat
penyimpanan jerami padi yang telah

Sapi memerlukan bahan pakan sumber
serat dan konsentrat. Pada umumnya, pakan
berserat yang mengandung lignoselulosa
tinggi akan sulit dicerna sehingga energi
potensial yang ada tidak dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Hal ini akan nampak jelas
apabila sumber serat dalam pakan tersebut
berasal dari sisa hasil pertanian seperti
jerami padi. Sebagai sumber nutrien
disamping hijauan pakan ternak adalah
konsentrat yang merupakan campuran
berbagai serealia dengan kandungan protein
dan karbohidrat yang relatif tinggi. Bahan
baku konsentrat dapat berasal dari berbagai
biji-bijian seperti jagung, sisa hasil industri
seperti berbagai macam bungkil (kelapa,
kedelai, kacang tanah dll.), sisa hasil
pertanian seperti dedak, sumber karbohidrat
seperti onggok, maupun sumber protein
seperti tepung ikan dll. Kombinasi dari
berbagai bahan pakan tersebut dapat
disusun menjadi suatu formula pakan yang
memenuhi kebutuhan untuk menunjang
produksi susu secara efisien. Oleh karena itu
perlu pula memperhatikan nilai nutrisi
masing-masing bahan pakan tersebut
119

sehingga manfaat nutrisi yang terkandung
didalam formula pakan tersebut tinggi.
Menyiasati Ketersediaan Bahan Pakan
Bahan pakan yang tersedia di wilayah
pemeliharaan sapi perlu diketahui, baik dari
segi jumlah, keberlanjutan, kualitas maupun
harga. Bahan-bahan pakan yang berkualitas
rendah perlu mendapatkan perlakuan awal
sebelum digunakan dalam penyusunan
ransum. Hijauan sebagai sumber serat,
terutama dengan kandungan lignoselulosa
tinggi dapat dilakukan proses fermentasi
terlebih dahulu.
Bahan pakan dengan
kandungan protein tinggi perlu diupayakan
agar
protein
tersebut
tidak
mudah
didegradasi didalam rumen sehingga akan
dapat mencapai saluran cerna pascarumen
secara utuh dan dapat dimanfaatkan dalam
proses deposisi nutrien. Proses fermentasi
mikrobial didalam rumen dapat pula
diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat
membantu pemanfaatan nutrien dalam
pakan dengan lebih efisien. Agar diperoleh
kualitas pakan yang baik maka diperlukan
adanya pengetahuan tentang kandungan
nutrien
serta
sifat-sifat
fisika
yang
mempengaruhi karakteristik degradasinya
didalam rumen.
Kemampuan Konsumsi Pakan Ternak
Sebagaimana telah dinyatakan diatas,
jumlah pakan yang dapat dikonsumsi seekor
ternak (sapi) ditentukan oleh kapasitas
rumen dan kecukupan energi yang
dikonsumsi. Secara teoritis, ternak akan
berhenti makan apabila kebutuhan energi
telah terpenuhi, atau apabila kapasitas
rumen sudah maksimal sehingga tidak
mungkin lagi menampung tambahan pakan.
Kecepatan cerna dari komponen nutrien,
terutama
serat
akan
mempengaruhi
degradasi partikel pakan serta kecepatan
aliran digesta dari rumen ke saluran cerna
pasca rumen. Dengan demikian akan
mempengaruhi pula jumlah konsumsi pakan.
Penyusunan Ransum
Beberapa hal yang perlu diketahui
dalam penyusunan ransum adalah bahan
baku yang tersedia, komposisi kimia masingmasing
bahan
baku
tersebut,
sifat
degradabilitas masing-masing komponen
nutrien serta harga. Hijauan pakan ternak
adalah komponen utama, sedangkan pakan
konsentrat
perlu
diformulasikan
dan

disesuaikan dengan kecukupan nutrien yang
disediakan oleh hijauan tersebut. Imbangan
antara energi dan protein dalam pakan perlu
diperhatikan. Pakan konsentrat dapat
disusun sehingga kadar protein mencapai
13-16 % dengan total digestible nutrien
(TDN) sekitar 68%.
Proses Pembuatan Pupuk Organik
Lahan pertanian memerlukan pupuk
organik untuk mempertahankan kesehatan
tanah serta kecukupan unsur hara tanaman.
Penggunaan pupuk anorganik secara terusmenerus dalam jangka waktu yang lama
ternyata dapat menyebabkan kondisi tanah
menjadi tidak sehat untuk pertumbuhan
tanaman.
Hal
ini
berkaitan
dengan
perubahan fisika tanah dan mikrobiologi
tanah
sedemikian
rupa
sehingga
pertumbuhan perakaran tanaman menjadi
terganggu yang pada gilirannya akan
mempengaruhi
pertumbuhan
tanaman
secara
keseluruhan.
Berkurangnya
kandungan bahan organik pada lahan
pertanian
di
Indonesia
dewasa
ini
menunjukkan bahwa sebenarnya diperlukan
tidak kurang dari 100% tambahan bahan
organik untuk mengembalikan pada keadaan
kesehatan tanah yang normal. Hal ini berarti
akan diperlukan pupuk organik yang sangat
besar untuk membuat kembali
keadaan
kesehatan tanah normal tersebut. Di lain
pihak,
peternakan
terutama
ternak
ruminansia memberikan peluang yang besar
untuk menghasilkan kotoran yang dapat
diproses menjadi pupuk organik. Kandungan
mikroba rumen dapat dimanfaatkan untuk
membantu proses dekomposisi bahan
organik yang ada pada manure ternak
tersebut. Disamping itu, limbah-limbah
pertanian lainnya juga berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk
organik. Berikut ini adalah gambaran
mengenai upaya pemanfaatan kotoran
ternak (sapi) yang terdiri atas campuran dari
serbuk gergaji, feses, urin dan bahan-bahan
lain sebagai bahan utama pembuatan pupuk
organik.
Cara pembuatan: Manure ternak
dikumpulkan melalui sistem penampungan
dari kandang. Cara yang paling sederhana
adalah menerapkan pemeliharaan ternak
dengan sistem kereman, di mana lantai
kandang ditaburi dengan serbuk gergaji
sebagai alas kandang, sementara itu kotoran
ternak (feses dan urin) tidak dikeluarkan dari
dalam kandang selama periode tertentu
(kurang lebih 3 minggu), kemudian
120

dipindahkan ke tempat pembuatan pupuk
organik. Tempat pemrosesan pembuatan
pupuk organik harus dijaga agar tidak
mendapatkan panas langsung dari sinar
matahari, dan juga harus terlindung dari air
hujan. Manure tersebut dicampur dengan
probiotik dengan imbangan 2,5 kg probiotik
untuk setiap ton bahan pupuk, selanjutnya
ditumpuk pada tempat yang telah disiapkan
sehingga mempunyai ketinggian tumpukan
sekitar 1 meter. Sumber unsur kalsium
(kapur) ditambahan dan dicampurkan
dengan kebutuhan 2,5 kg per ton bahan
pupuk, sumber unsur phosphor (TSP)
ditambahkan sebanyak 2,5 kg juga.
Campuran tersebut didiamkan selama
kurang lebih 3 minggu dengan pembalikan
dilakukan setiap minggu.
Proses fermentasi (dekomposisi) bahan
organik dalam manure dan bahan-bahan lain
yang
tercampur
didalamnya
akan
menyebabkan
adanya
peningkatan
temperatur, dan ini harus dicatat pada
interval waktu tertentu untuk mengetahui
perubahan
temperatur
yang
terjadi.
Keberhasilan proses dekomposisi tersebut
akan diikuti dengan peningkatan temperatur
hingga mencapai sekitar 70 derajat C
kemudian menurun yang menunjukkan
adanya pendinginan yang disebabkan oleh
berkurangnya proses dekomposisi dan
akhirnya mencapai titik konstan. Hal ini
menunjukkan akhir proses dekomposisi
sehingga proses pembuatan pupuk organik
telah selesai. Bahan sumber unsur kalsium
(CaCO3) dan sumber potasium (abu sekam)
dapat ditambahkan dan diaduk merata
sebanyak 2,5 kg CaCO3 dan 100 kg abu
sekam untuk setiap ton pupuk organik.
Untuk mendapatkan partikel pupuk organik
yang
relatif
sama,
maka
dilakukan
pengeringan dengan sinar matahari pada
periode satu minggu terakhir, kemudian
dilanjutkan dengan penyaringan secara fisik.
Pupuk organik yang sudah siap ini
selanjutnya disimpan dalam kantong plastik
(ukuran tergantung pada tujuan pengepakan)
dan selanjutnya siap untuk didistribusikan.
Sebagai gambaran alur kegiatan pembuatan
pupuk organik ditunjukkan sebagai berikut:

Kotoran sapi + alas kandang

Ditimbun + probiotik + urea +TSP

Pembalikan (per minggu hingga 3 kali)

Penyaringan

Pengepakan

Penyimpanan

Strategi Pemberian Pakan
Jerami padi yang sudah diolah
dijadikan pakan berserat yang utama.
Jumlah pemberian sebanyak 6-8 kg per ekor
per hari. Pakan tambahan berupa konsentrat
diberikan secara strategis disesuaikan
dengan status fisiologis ternak (kering,
bunting atau menyusui). Pada kondisi sapi
induk tidak bunting pakan tambahan
diberikan sebanyak 1-2 kg per ekor per hari.
Pakan tambahan diberikan dalam jumlah
lebih banyak (3 kg per ekor per hari) selama
dua minggu sebelum dikawinkan hingga 4
minggu setelah dikawinkan.
Setelah itu
jumlah pakan yang diberikan dikurangi
menjadi 1 kg ekor per hari sampai umur
kebuntingan 210 hari (7 bulan). Kemudian
pemberian pakan tambahan ditingkatkan lagi
menjadi 3 kg per ekor per hari hingga saat
melahirkan. Air minum disediakan cukup
setiap saat. Kebutuhan air minum sekitar 50
liter ekor per hari
Perlu
dikembangkan
tanaman
leguminosa
sebagai sumber hijauan
berprotein tinggi. Glirisidia, turi, lamtoro dan
kaliandra
adalah
contoh
tanaman
leguminosa yang dapat dikembangkan.
IMPLIKASI
Teknologi fermentasi jerami diharapkan
mampu
memberikan
jalan
keluar
permasalahan klasik kekurangan pakan
ternak sapi potong yang selalu dihadapi
121

setiap tahun. Sistem integrasi sapi dengan
tanaman padi memberikan peluang untuk
ikut
meningkatkan
produktivitas
padi,
menjaga kelestarian kesuburan lahan
pertanian serta meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 1999. Profil pertanian
dalam angka. Jakarta.
Pusat

Penelitian
dan
Pengembangan
Peternakan.
2000b.
Laporan
bulanan Pusat Penelitian Ternak.
Mei 2000. Bogor.

Pusat

Penelitian
dan
Pengembangan
Peternakan.
2000a.
Laporan
bulanan Pusat Penelitian Ternak.
Agustus 2000. Bogor

122