Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digun

1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:


Cacing tanah



Air



Alkohol 70%



Botol

2. Langkah Kerja

Cacing tanah dicuci di dalam air


Cacing dicelupkan pada alkohol 50% lalu diangkat setelah
tidak bergerak lagi
Dibius dengan alkohol 5% , ditambahkan setiap 10 menit
secara periodik sampai cacing mengendur dan tidak
merespon sentuhan maupun penambahan alkohol
Cacing diletakkan dalam nampan dan diluruskan

Cacing diidentifikasi

3. Hasil Pengamatan

Cacing

Letak Klitelum

Jumlah Segmen

I


13

85

Panjang (cm)
10,2
9,5

II

12

96

III

16

97


8,6

Warna dorsal = hitam
Warna ventral = coklat
4. Pembahasan
Topik praktikum kali ini adalah observasi makrofauna (cacing dan serangga
tanah) dengan metode pitfall trap dan metode hand collection. Alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah cacing tanah, air, gelas aqua, dan alkohol 70%.
Untuk kegiatan praktikum ini fauna yang kita amati adalah cacing tanah.
Cacing tanah didapatkan dengan cara hand collecting, kemudian cacing dicuci dengan
air, lalu dicelupkan pada alkohol 50% kemudian diangkat setelah tidak bergerak,
lalu alkohol ditambahkan setiap 10 menit sampai cacing mengendur ddan tidak
merespon penambahan alkohol lagi. Kemudian diamati dan mencatat hasilnya.
Dari hasil praktikum pada cacing I, panjang tubuhnya 10,2 cm dengan jumlah
segmen 85 dan letak klitelum pada segmen ke 13. Lalu pada cacing II, panjang
tubuhnya 9,5 cm dengan jumlah segmen 96 dan letak klitelum pada segmen ke 12.
Kemudian pada cacing III panjangnya 97 cm, dengan jumlah segmen 97 dan letak

klitelum pada segmen ke 16.
Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah karena tidak memiliki tulang

belakang (vertebrae), umumnya disebut invertebrata. Cacing tanah dimasukkan dalam
kelompok atau filum Annelida. Annelida berasal dari kata Annulus yang berarti
cincin. Tubuh cacing tanah terdiri dari cincin-cincin atau segmen-segmen.
Filum Annelida terbagi menjadi dua kelas yaitu kelas Oligochaeta dan kelas
Polychaeta. Oligochaeta memiliki banyak seta dan Polichaeta memiliki seta yang
sedikit. Cacing tanah memiliki rambut yang keras dan pendek pada setiap segmennya.
Rambut yang keras dan pendek disebut seta.
Cacing tanah banyak ditemukan di daratan dan lautan, kelas polychaeta banyak
hidup di lautan dan kelas oligochaeta contohnya Lumbricus terretris banyak hidup di
daratan. Lumbricus terrestris disebut night crawler karena cacing ini banyak
berkeliaran dan merayap pada malam hari untuk mencari makanan, dan bersembunyi
di lubangnya pada siang hari, dan hidup pada tempat yang lembab.
Aktifitas cacing tanah meningkatkan kesuburan tanah dengan
mendistribusikan bahan organik ke lapisan yang lebih dalam, menyebarkan mikroba
dan meningkatkan aerasi tanah. Cacing yang mati merupakan sumber makanan
mikroba dan unsur hara tanah yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan tersedia
bagi tanaman. Aktivitas cacing tanah sangat tergantung pada kadar air, tipe tanah,
vegetasi (palatibilitas serasah), dan pH tanah. Dalam membuat lobang masingmasing jenis cacing tanah tidak sama, ada yang dilakukan dengan mendesak
masa tanah dan ada pula yang dilakukan dengan memakan langsung masa
tanah.

Identifikasi cacing tanah secara kasar adalah dengan melihat bentuk luarnya
(morfologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan jaringan-

jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan dengan
memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen.
Dari hasil pengamatan praktikan dapat diketahui bahwa cacing tanah memiliki
segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen
lainya terdapat sekat yang disebut septa. Menurut teori, pembuluh darah, sistem
ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling
berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam
pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari
otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).
Cacing tanah juga mempunyai struktur pembantu pergerakan yang disebut seta,
fungsinya adalah sebagai jangkar supaya lebih kokoh pada tempat bergeraknya. Bila
seekor cacing tanah ditarik dari lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabkan
karen daya lekat seta. Alat bantu lainnya adalah lendir yang dihasilkan oleh kelenjar
lendir pada epidermisnya. Lendir (mucus) ini terus diproduksi untuk melapisi seluruh
tubuhnya, supaya lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, misalnya pada
daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk
memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, sehingga leluasa bergerak didalam

lubang.
Adanya cacing tanah yang dapat membuat lubang akan meningkatkan pori
aerasi di dalam tanah, sehingga dapat mengolah tanah dengan menurunkan kepadatan
tanah dan berlangsung secara terus-menerus sesuai dengan daya dukungnya. Cacing
tanah dari kelompok endogaesis dapat menghancurkan dan mengangkat liat maupun
bahan-bahan lain dari horison argilik kembali ke lapisan atas (bioturbasi). Selain
dapat mencampur tanah maupun bahan organik lapisan atas dan bawah, kotoran
cacing (casting) dapat memperbaiki agregat tanah dan memperpanjang pendauran C-

organik tanah. Lubang-lubang cacing tanah dapat meningkatkan laju infiltrasi
maupun perkolasi sehingga menurunkan aliran permukaan, erosi maupun
penghanyutan bahan organik di permukaan tanah serta mendistribusikan bahan
organik ke lapisan yang lebih dalam (Subowo 2008).
Cacing tanah merupakan fauna tanah yang bermanfaat karena dapat merubah
bahan organik kasar menjadi humus. Cacing tanah memakan bahan organik segar
dipermukaan tanah, masuk sambil menyeret sisa-sisa tanaman ke liangnya, kemudian
mengeluarkan kotorannya di permukaan tanah. Adanya fauna tanah bahan organik
kasar yang ada di dalam tanah dapat menjadi humus. Fauna tanah dapat memperbaiki
tata udara tanah dan mengubah kesuburan tanah serta struktur tanah (Hanafiah et al.,
2003).


Daftar pustaka
Hanafiah, K.A., I. Anas, A. Napoleon, & N. Ghoffar. 2003. Biologi Tanah.
Subowo, G 2008. Prospek Cacing Tanah untuk Pengembangan Teknologi Resapan
Biologi Di Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian. 27(4): 146-150