Pilpres dan Arah Kebijakan Polugri Indon

Pilpres dan Arah Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia
Pada 9 Juli 2014 lalu, rakyat Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi yang akan
membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Pesta rakyat kali ini juga tidak luput dari
pemberitaan media asing, seperti Channel News Asia dan The Diplomat. Hal ini tidak dapat
dipungkiri mengingat Indonesia memiliki keanekaragaman etnis yang sangat tinggi , dimana ada
ratusan etnis yang memiliki perbedaan kebudayaan dan penggunaan bahasa yang berbeda satu
sama lain. Hal lain yang juga patut diingat adalah Indonesia merupakan negara dengan penduduk
muslim terbesar sekaligus negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, setelah India dan AS,
sehingga dapat digambarkan bahwa demokrasi dan islam dapat berjalan beriringan.
Dalam menjalankan politik luar negeri, Indonesia secara konsisten menjalankan prinsip
bebas dan aktif. Hal ini terus ditekankan dalam menghadapi konstelasi politik internasional yang
makin dinamis khususnya perubahan geopolitik yang saat ini lebih mengarah ke Asia Pasifik.
Indonesia juga terus mempromosikan nilai – nilai demokrasi dalam kehidupan bernegara agar
tercipta keharmonisan, kesetaraan, dan kedilan bagi semua pihak.
Mengenai visi misi mengenai arah kebijakan luar negerinya, capres Joko Widodo
memaparkannya ke dalam 4 prioritas utama yaitu : mendorong konsep negara kepulauan sebagai
identitas utama Indonesia dalam kebijakan luar negerinya dan menekankan pentingnya
menyelesaikan konflik territorial secara damai, memosisikan diri sebagai middle power melalui
partisipasi aktif dalam berbagai forum internasional, memperluas proyek kawasan dengan
memperkuat arsitektur kawasan Indo-Pasifik, serta meningkatkan partisipasi dan keterlibatan
publik dalam perumusan kebijakan luar negeri.

Sedangkan capres Prabowo Subianto memaparkan kebijakan luar negerinya ke dalam 3
prioritas utama yang singkat yakni : mempertahankan prinsip bebas aktif, melakukan upaya yang
lebih serius untuk menghadapi perubahan iklim, dan melindungi hak buruh migran Indonesia.
Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa prioritas capres Jokowi lebih kepada hal
yang mendetail sedangkan capres Probowo lebih mengarah kepada konsep apa yang akan ia
capai ke depannya sehingga pengambilan keputusan secara teknis akan ia serahkan kepada
Menlu asal masih pada koridor grand design-nya. Dalam hal menganailisis studi komprataif
keduanya tentu akan cukup sulit mengingat capres Jokowi lebih bersikap bottom up sedangkan
Prabowo lebih kepada top down. Namun sebagai seorang presiden, ke depannya tentu negara ini
membutuhkan figur yang mampu berpikir secara konseptual dan memberi keleluasaan kepada

para pengambil kebijakan hal seperti apa yang dapat mereka lakukan asalkan tetap mencapai
tujuan utama yang akan dicapai oleh presiden dan rakyat Indonesia.
Terlepas dari itu semua, presiden mendatang juga harus bersiap menghadapi ASEAN
Community 2015, pertemuan G-20 Summit di Australia, serta menigkatkan peran lebih aktif
dalam menghadapi isu Laut China Selatan. Banyak tugas yang harus dipikul oleh pesiden
mendatang khususnya dalam menghadapi isu luar negeri sehingga dibutuhkan pemimpin yang
mampu menjadi problem solver dan peace builder untuk membangun Indonesia yang kuat,
berdaulat, dan bermartabat di hadapan dunia internasional.