Krisis Listrik dan Karhutla docx

Krisis Listrik dan Karhutla = Kegagalan Pemerintah?
Syam Irfandi

Krisis Listrik dan Karhutla = Kegagalan Pemerintah?
Oleh Syam Irfandi

Page | 1

Krisis listrik khususnya di Riau bukan hal baru.
Sudah

sejak

dulu-dulunya

pemadaman

bergilirian dengan intensitas seperti makan obat
3 kali sehari setiap tahun pasti terjadi. Sementara
penguasa listrik alias PT PLN (Persero) yang
diamanati


Pemerintah

untuk

mengelola

pendistribusian daya ke masyarakat selalu
mengeluarkan statemen klasik sebagai penyebab
pemadaman, “Debit air di PLTA Koto Panjang
Kabupaten Kampar menurun”, padahal kita tahu
10 desa telah ditenggelamkan atau setara dengan
lahan seluas lebih kurang 12.400 hektar untuk keperluan pembangunan waduk pembangkit listrik
tersebut.
Memang tidak salah jika kekurangan debit air menjadi alasan pemadaman bergilir karena setiap
PLTA pasti membutuhkan jumlah air yang besar untuk memutar turbin pembangkit listrik.
Apalagi kabarnya Pembangkit Ombilin I dan Ombilin II di Sumatera Barat sudah keluar dari
jalur interkoneksi, sehingga PLN kelimpungan menyiapkan daya untuk wilayah Riau yang hanya
memiliki kekuatan 350 MW saja dari total seluruh pembangkit.
Persoalan sebenarnya saya fikir bukan pada kurangnya debit air PLTA Koto Panjang atau

keluarnya 2 pembangkit dari interkoneksi, namun lebih kepada seberapa besar upaya yang
dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan kelistrikan yang sudah berlarut dan berkapang.
Memang, kita juga tidak menutup mata kalau di Pekanbaru saat ini tengah dibangun PLTU
dengan rentang kekuatan 2×120 MW hingga 2×150 MW yang konon akan selesai setahun lagi.

Copyright©2013.

www.riaunews.com

Krisis Listrik dan Karhutla = Kegagalan Pemerintah?
Syam Irfandi

Bila selesai tepat waktu, mungkin saja persoalan krisis listrik berangsur pulih. Tapi bagaimana
dengan kondisi sebelum PLTU tersebut beroperasi? Apa PLN tetap akan melakukan ‘gaya gelapgelapan’ terus?
Page | 2

Mengutip omongan Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi baru-baru ini, Ia mengatakan
kalau penanggulangan masalah krisis listrik itu yang lebih ahli untuk mencarikan solusinya
adalah PLN, saya sangat setuju sekali, karena waktu pelaksanaan PON XVIII di Provinsi Riau,
sebenarnya sedang terjadi krisis listrik, namun karena iven besar tersebut identik dengan wajah

Riau dimata nasional, PLN dengan cemerlangnya menyulap Pekanbaru tetap terang benderang
selama pesta olahraga tersebut berlangsung. Hebat, bukan? Kok, bisa, ya? Atau mungkin karena
ada sejumlah dana yang sengaja diberikan oleh panitia PON kepada PLN, sehingga listrik tetap
nyala? Entahlah.
Bahkan, Direktur PT PLN (persero) Pusat, Ir Nur Pamudji, kala itu berkomentar di media kalau
pihaknya memberikan jaminan penuh tidak akan ada pemadaman bergiliran selama PON XVIII
berlangsung. Nur Pramudji juga mengerahkan 400 personil untuk mengamankan sistem
kelistrikan agar tetap menyala.
Jika demikian, saya berpendapat listrik tidak akan mengalami krisis bila di Riau berlangsung
iven besar, jadi sudah tepat kalau Gubernur Riau HM Rusli Zainal ngotot Islamic Solidarity
Games (ISG) juga diperjuangkannya agar diselenggarakan di Riau. Mungkin saja salah satu
alasan Rusli agar tidak ada pemadaman listrik selama iven tersebut diselenggaraka, he he he
he…
Dari kacamata rakyat yang tidak paham dengan teknis kelistrikan, saya kira penilaian kegagalan
PLN dalam memecahkan problem krisis listrik akan menempati peringkat atas ketimbang alasan
yang berkaitan dengan faktor alam seperti berkurangnya debit air.
Bicara orang pintar dan pakar, Saya yakin Indonesia memiliki ribuan, tetapi mengapa ketika
persoalan listrik diangkat ke permukaan proses penuntasannya terkesan sangat lambat sekali?
Ada apa? Apa karena masih pakai konsep alon-alon asal kelakon? Sementara kerugian yang
ditimbulkannya semakin menggunung. Hanya Tuhan lah yang tahu. Kalau sudah begini, ya,

pasrah saja. Mau teriak sampai ke ujung langit, tidak akan berubah juga.
Copyright©2013.

www.riaunews.com

Krisis Listrik dan Karhutla = Kegagalan Pemerintah?
Syam Irfandi

Bila kita kembalikan kepada Pemerintah, dan menuding Pemerintah gagal, sepertinya kurang
etis, karena biasanya pemerintah memiliki alasan logis atau yang dilogis-logiskan atas
ketidakmampuannya dalam mengatasi persoaln kelistrikan dengan cepat.
Page | 3

Namun apapun itu, tidak semua rakyat mampu menerimanya karena alasan tersebut mungkin
masih sulit untuk dicerna terutama bagi masyarakat awam seperti saya. Setidaknya yang perlu
digarisbawahi, rakyat sudah cukup lama menderita, jangan terlalu larut karena dikhawatirkan
akan semakin menghilangkan kepercayaan terhadap Pemerintah.
Belum lagi masalah krisis listrik teratasi, Riau khususnya Kota pekanbaru kembali mendapat
serangan hebat kabut asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ini
juga persoalan klasik yang terjadi saat musim kemarau.

Dulu saya masih percaya kalau penyebab Karhutla adalah akibat puntung rokok yang dibuang
sembarangan, lalu karena tekstur hutan di Riau adalah gambut, makanya sulit untuk dipadamkan
sehingga membakar ribuan hektar hutan.
Tetapi setelah api padam, dan di bekas area kebakaran hutan tersebut tumbuh pohon sawit nan
rimbun dan subur, kepercayaan itu langsung sirna dalam hitungan seperseribu detik. Usut punya
usut, ternyata memang sengaja dibakar untuk membuka lahan perkebunan sawit dengan
pertimbangan ekonomi, lebih murah biaya membakar lahan ketimbang menggunakan alat berat
untuk membuka hutan.
Disini lagi-lagi rakyat yang menjadi objek penderita. Yang tidak pernah mendapat penyakit
Infeksi Pernapasan Akut (ISPA) sudah mulai terbiasa, Diare dan dehidrasi sudah jadi langganan
dan yang punya bengek makin parah. Paling yang untung itu penjual masker dadakan karena bisa
jual diatas harga eceran tertinggi (HET).
Belum lagi dua negara tetangga yang mencak-mencak melancarkan caci maki dan kutukan
karena dikirimi asap penyakit. Untung saja mereka tidak memiliki kesaktian seperti emaknya
Malin Kundang, kalau punya, Riau mungkin sudah lama jadi tumpukan batu tak berguna.

Copyright©2013.

www.riaunews.com


Krisis Listrik dan Karhutla = Kegagalan Pemerintah?
Syam Irfandi

Kalau soal regulasi, pemerintah memang jagonya. Seabrek Undang-undangan, Peraturan
Pemerintah, Instruksi Presiden hingga Peraturan Daerah yang terkait dengan larangan
membakaran hutan dan lahan kita miliki, berikut dengan sanksi hukum bagi pelanggarnya, tetapi
semuanya terkesan mandul karena belum terlihat jelas betul-betul ditegakkan.

Page | 4

Buktinya? Dari tahun ke tahun tetap saja ditemukan ribuan titik api atau hotspot tersebar di
seluruh Indonesia. Setidaknya dua kali dalam satu tahun pula sebagian besar warga Riau
merasakan musim tambahan, yaitu musim Kabut Asap.
Negara yang mampu menegakkan regulasi tentu saja akan menjadi negara bermarwah dan
disegani. Sebaliknya, jika hukum hanya dijadikan bagian untuk memperoleh pendapatan
tambahan, ini sudah merupakan awal keruntuhan karena tidak ada lagi yang perlu ditakuti.
Jangankan pengusaha lokal, pengusaha asing saja dengan bangga akan membakar hutan kita
sambil tepuk dada dan berkata “Emang, ente saja yang bisa bakar hutan, ane juga beranih, nih”.
Takut kena sanksi? “Nggak, tuh, Kan ada fulus”.
Lemahnya penegakan hukum saya rasa bukan karena alasan kekurangan personil atau apalah

namanya, tetapi lebih kepada bagaimana cara menerapkannya di lapangan serta siapa orang
dibalik penegakan tersebut. Logika kasar saja, yang diberi izin pengelolaan lahan adalah
perusahaan A, jika lahan tersebut terbakar, berarti perusahaan A yang harus bertanggung jawab.
Mudahkan? Anak kecil juga tahu.
Ini terkadang malah dimunculkan kembali opini lama kalau hutan atau lahan yang terbakar itu
akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan. Capek, deh..
Bila kita simak, dalam perjalanan proses hukum terhadap kasus karhutla selama ini, justru
terkesan semuanya samar-samar, lalu menghilang bersama kabut asap yang membubung tinggi
ke angkasa dan kemudian sulit untuk membedakan mana gumpalan awan, mana gumpalan kabut
asap itu sendiri.
Dari dua persoalan rutin yang terjadi di Riau, yaitu Karhutla dan Krisis Listrik, kepada siapa
menurut anda harus kita arahkan kesalahan tersebut? Kepada Pemerintah? Saya ragu mereka

Copyright©2013.

www.riaunews.com

Krisis Listrik dan Karhutla = Kegagalan Pemerintah?
Syam Irfandi


mau menerimanya, dan dipastikan berjuta alasan sudah mereka persiapkan untuk menangkis
tudingan tersebut.
Kalau begitu, mari sama-sama kita menyalahkan rumput yang bergoyang saja, karena
tidak akan
Page | 5
pernah menolak bila disalahkan serta selalu menari dan melambai ketika ditiup angin, lalu mati
kering bila sudah tiba masanya.

Pekanbaru, 30 Agustus 2013
Syam Irfandi

Copyright©2013.

www.riaunews.com