konsep medis dan asuhan keperawatan sind

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
.1. Konsep Medis Sindrom Steven Jhonson
.1.1. Definisi
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu
oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini.
Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner &
Suddarth, 2013).
Stevens Jhonson sindrom adalah gangguan imunologi diwujudkan dalam
kulit melalui lesi kulit, suhu tubuh tunggi dan vesikel di daerah sekitar mata, alat
genitalia dan mulut. Penelitian menunjukkan bahwa sindrom tersebut merupakan
suatu bentuk dari reaksi alergi terhadap obat-obatan tertentu seperti antibiotik,
antikonvulsan dan antiinflammotory non steroid. Juga dapat dipicu oleh penyakit
yang disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. (Barnes, 1994).
.1.2. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif, dan
mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2 sampai 2,3
m3 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit tersebut

adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian
dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan. Apendiks kulit terdiri atas
rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjat sebasea (Patricia
Gonce, 2011).

12

13

(Gbr 1 - 1 Anatomi kulit)
a.

Epidermis
Menurut (Sylvia Anderson, 2005) epidermis dibagi menjadi dua lapisan

utama: stratum sel bertanduk tak berinti (stratum corneum, atau lapisan
bertanduk) dan bagian dalam, lapisan malphigi, dari lapisan sel bertanduk
permukaan yang timbul akibat diferensiasi. Lapisan malpighi dibagi lagi menjadi
subbagian yaitu stratum granulosum, lapisan sel basal (stratum germinativum),
dan stratum spinosum. Stratum malfigi ini merupakan asal sel-sel permukaan

bertanduk setelah mengalami proses diferensiasi. Stratum malfigi dibagi menjadi:
stratum granulosum, lapisan sel basal (stratum germinativum), dan stratum
spinosum. Lapisan basal sebagian besar terdiri dari sel epidermal tak
berdiferensiasi yang terus-menerus mengalami mitosis memperbarui epidermis
dan salah satu sel anak tetap pada lapisan basal untuk membelah lagi sementara
sel lain berpindah keluar menuju stratum spinosum. Sel diferensiasi utama pada
stratum spinosum adalah kreatinosit, yang menghasilkan kreatin, suatu protein

14

fibrosa. Sel utama kedua pada epidermis (setelah kreatinosit) adalah melanosit,
ditemukan pada lapisan basal. Rasio sel basal terhadap melanosit adalah 10:1.
Stratum granulosum berada langsung dibawah stratum korneum dan memiliki
fungsi penting dalam menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.
Keratinosit dari lapisan basal bentuknya silindris; sel-sel ini menjadi polihedral
pada waktu berada dalam stratum spinosum, menjadi semakin pipih dalam lapisan
granular dan menjadi lamelar pada stratum korneum. Keratinosit mensintesis
tonofilamen, protein berfilamen (Sylvia Anderson, 2005).
b. Dermis
Menurut (Sylvia Anderson, 2005) dermis terletak tepat dibawah epidermis

dan terdiri dari serat kolagen, elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi
dasar. Di bawah dermis adalah lapisan kulit ketiga, yaitu lemak subkutan yang
memberikan bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan panas tubuh, dan
simpanan energi. Kelenjar keringat terdapat hampir disemua tempat pada kulit
kecuali telinga dan bibir. Kelenjar-kelenjar ini membantu mempertahankan
temperatur tubuh yang sesuai. Kelenjar sebasea merupakan struktur lobular yang
terdiri dari sel yang terisi lipid, dan terutam hormon androgenik yang secara
hormonal mengatur aktivitasnya. Kelenjar apokrin terutama ditemukan di aksila,
kulit genital disekitar puting susu, dan daerah perianal; kelenjar ini berperan pada
bau ketiak bila bakteri apokrin mendekomposisi sekresi. Rambut terbentuk dari
kreatin. Melalui proses diferensiasi yang ditentukan sebelumnya, sel epidermal
tertentu membentuk folikel rambut, yang ditunjang oleh matriks dermal dan
berdiferensiasi menjadi rambut. Kuku adalah lempeng kreatin mati yang

15

dihasilkan oleh sel epidermis matriks kuku dan terletak di bawah bagian
proksimal lempeng kuku pada dermis (Sylvia Anderson, 1995).
c. Hipodermis atau jaringan subkutan
Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang

diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan
terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu, lemak di
lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori (Patricia
Gonce, 2011).
2. Fisiologi
Menurut (Brunner & Suddarth, 2001) fungsi kulit sebagai berikut :
a. Perlindungan
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar
1 atau 2 mm saja, padahal kulit memberikan perlindungan yang sangat efektif
terhadap invasi bakteri dan benda asing lainnya. Kulit telapak tangan dan kaki
yang menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terusmenerus menjadi didaerah tersebut. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan
mekanis dan keuletan lewat jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Faktorfaktor lain yang mempengaruhi fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah
kulit yang terlibat dan status vaskuler.
b. Sensibilitas
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit tubuh untuk memantau
secara terus-menerus keadaan lingkungan di sekitarnya. Fungsi utama reseptor
pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan
tekanan.
c. Keseimbangan air
Strarum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan

demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.

16

Bila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit
dalam jumlah yang besar dapat hilang dengan cepat sehingga bisa terjadi kolaps
sirkulasi, syok serta kematian.
d. Pengaturan suhu
Tubuh secara terus-menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang terutama
lewat kulit. Evaporasi dari kulit akan membantu kehilangan kulit panas lewat
konduksi. Panas dihantarkan lewat kulit kedalam molekul-molekul air pada
permukaannya sehingga air tersebut mengisat. Air pada permukaan kulit dapat
berasal dari perspirasi yang tidak terasa, keringat atau pun lingkungan.
Pengeluaran keringat merupakan proses yang digunakan tubuh untuk mengatur
laju kahilangan panas. Pengeluaran keringat tidak akan terjadi sebelum suhu
internal tubuh melampaui 37oC tanpa tergantung pada suhu kulit. Pada hawa
lingkungan yang sangat panas, laju produksi keringat dapat setinggi 1 L/jam.
e. Produksi vitamin

Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang
diperlukan untuk mensintesis vitamin D (kolekalsiferol). Vitamin D merupakan
unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi
akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan menyebabkan deformitas
tulang.
f. Fungsi respon imun
Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal
(sel-sel Langerhans, interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan
subkelompok limfosit T) merupakan komponen penting dalam sistem imun.

.1.3.

Etiologi

17

Sindrom Stevens Johnson jarang terjadi masyarakat dan orang memiliki
reaksi tak terduga. Seorang dokter mungkin tidak dapat menemukan alasan yang
tepat, namun biasanya disebabkan oleh infeksi atau jenis obat obatan. Obat-obatan
yang dapat menyebabkan sindrom stevens johnson adalah terapi radiasi obat anti

gout, obat untuk melawan infeksi seperti penisilin obat untuk mengobati kejang
atau bentuk penyakit mental, rasa sakit seperti acetaminophen, natrium naproxen,
atau ibuprofen atau infeksi yang bisa menyebabkan sindrom stevens johnson
termasuk HIV, hepatitis, pneumonia dan herpes (Thomas C. Weiss, 2015).
Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam buku Brunner dan Suddarth, 2010)
sindrom steven jhonson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi
kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi
terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik,
antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering
terlibat.
.1.4.

Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan

IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat
limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama,

kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Arif Mutaqqin,
2011).
Pada reaksi alergi tipe 3 kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat
dengan antibodi dan dibersihkan dari sirkulasi darah lewat kerja fagostik. Kalau

18

kompleks ini bertumpuk dalam jaringan, terdapat dua faktor yang turut
menimbulkan cedera, yaitu peningkatan jumlah kompleks imun yang beredar dan
adanya amina vasoaktif. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas
vaskuler dan cedera jaringan (Brunner & Suddarth, 2001).
Dan reaksi alergi tipe 4 terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak dengan
alergen. Reaksi ini diantarai oleh makrofag dan sel-sel T yang sudah tersensitisasi.
Sel-sel T yang tersensitisasi akan bereakasi dengan antigen pada tempat
penyuntikan. Pelepasan limfokin akan menarik, mengaktifkan dan
mempertahankan sel-sel makrofag pada tempat tersebut. Lisozim yang dilepas
oleh sel-sel makrofag akan menimbulkan kerusakan jaringan (Brunner &
Suddarth, 2001).
Sindrom steven jhonson berperan lebih luas pada nekrosis epidermis dan
radang pembuluh darah kecil di dermis. Mungkin, obat-obat antigen dinyatakan

hanya pada keratinosit, tidak di pembuluh darah. Bahkan, adanya limfosit
disekitar pembuluh darah dan terlihat di epidermis (Radhika, 2011).

19

My Mapping
Alergi obat

Infeksi mikroorganisme

Neoplasma

Makanan

Sindrom Steven Jhonson
Reaksi alergi tipe III

Reaksi alergi tipe IV

Kompleks antigen-antibodi


Sel T ↑

Masuk kedalam jaringan
kapiler

Limfosit & sitotoksin
terlepas

Sel mast ↑
Jaringan kapiler rusak
Akumulasi netrofil
Reaksi radang
Jaringan kulit dan mukosa
eritema
Kerusakan selaput
lendir dan orifisium

Inflamasi dermal dan epidermal
Lesi kulit


Lesi mukosa
Kulit terkelupas
Gangguan menelan
Resiko kekurangan
volume cairan

- Nyeri akut
- Kurang pengetahuan
Kerusakan integritas
kulit

20

.1.5.

Manifestasi klinis
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven

jhonson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus,
demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia
(nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai
sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang
kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas
mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku
tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di
sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan
menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka
bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom
kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya
kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi.
Pada kasus kelainan mukosa yang berat bisa terdapat bahaya timbulya
kerusakan laring, bronkus atau esofagus akibat ulserasi. Bula yang besar dan
flaksid terjadi pada sebagian daerah pada sebagian daerah lainnya terdapat
pengelupasan epidermis yang luas sehingga jaringan dermis di bawahnya terpajan.
Kuku jari tangan, kuku jari kaki, alis dan bulu mata bisa terlepas bersama dengan
epidermis si sekitarnya. Kulit terasa sangat nyeri ketika disentuh dan kehilangan
kulit menimbulkan permukaan yang basah serupa dengan luka bakar derajat dua
diseluruh tubuh. Dengan demikian, keadaan ini juga disebut scalded skin syndrom
atau sindrom kulit terbakar (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
.1.6. Penatalaksanaan medis

21

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain
mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah
komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang
suportif :
1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.
2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.
3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk
mengangkat kulit yang rusak.
4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.
5. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
6. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.
7. Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.
8. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat
perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.
9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi
digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.
10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik
semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.
11. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika
membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.
.1.7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan histologik terhadap sel-sel kulit dibeku dinginkan dari sampel
lesi yang baru dan pemeriksaan sito diagnosis bahan seluler dari daerah kulit yang
baru saja terkelupas harus dilaksanakan. Riwayat penggunaan obat yang diketahui
berkaitan dalam mencetuskan sindrom steven jhonson dapat menegaskan reaksi
obat sebagai penyebab yang ada dibaliknya. Pemeriksaan imunofluoresensi dapat
dilakukan untuk mendeteksi autoantibodi yang apitikal. Predisposisi genetik untuk

22

terjadinya eritema multiformis pernah dikemukakan kendati tidak dapat dipastikan
pada semua kasus (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
.1.8.

Komplikasi
Menurut (Thomas C. Weiss, 2015) sindrom steven jhonson memiliki

sejumlah komplikasi sebagai berikut :
a. Infeksi kulit sekunder atau selulitis : selulitis dapat mengakibatkan
b.

komplikasi yang mengancam jiwa, termasuk sepsis.
Kerusakan organ internal : kondisi ini akan mempengaruhi organ-organ
internal seseorang. Namun hal ini mungkin menyebabkan radang ginjal atau

c.

hati seseorang.
Infeksi darah (sepsis) : sepsis terjadi ketika bakteri dan infeksi memasuki
alirang darah seseorang dan menyebar keseluruh tubuh seseorang. Sepsis
adalah suatu kondisi yang dengan cepat berkembang, mengancam kehidupan

d.

yang dapat menyebabkan shock.
Mata : Masalah ruam disebabkan oleh sindrom steven jhonson dapat
menyebabkan peradangan mata seseorang. Dalam kasus ringan, ini mungkin
menyebabkan mata kering dan iritasi. Dalam kasus parah, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang luas dan jaringan parut

e.

mengakibatkan kebutaan.
Kerusakan kulit permanen : Ketika kulit seseorang tumbuh kembali setelah
sindrom steven jhonson, mungkin benjolan tidak ada lagi dan orang yang
terkena mungkin juga memiliki jaringan parut. Masalah kulit dapat
menyebabkan rambut rontok dan kuku mungkin tidak tumbuh sebagaimana
mestinya.
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) sepsis dan keratokonjungtivitis

merupakan komplikasi sindrom steven jhonson. Sepsis yang tidak dikenali dan
tidak diatasi dapat membawa kematian. Keratokonjungtivitis dapat mengganggu

23

penglihatan dan mengakibatkan retraksi serta pembentukan sikatriks pada
konjungtiva dan lesi kornea.
.2. Konsep Keperawatan Sindrom Steven Jhonson
.2.1. Pengkajian
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat harus
dilakukan, dan penampilan kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang normal
diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah timbul daerah-daerah bula
yang baru. Perembasan cairan dari bula dipantau untuk memantau jumlah, warna
dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk mendeteksi pembentukan bula dan lesi
yang terkelupas harus dilakukan setiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari
untuk menemukan keluhan gatal, terbakar dan kekeringan pada mata.
Kemampuan pasien menelan dan meminum cairan, di samping kemampuan
berbicara secara normal, ditentukan.
Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan diberikan perhatian khusus
terhadap keberadaan serta karakter demam di samping terhadap frekuensi, dalam
serta irama pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan jumlah sekresi
respiratorius dicatat. Pemeriksaan untuk menilai panas yang tinggi, takikardia dan
kelemahan serta rasa lelah yang ekstrim sangat penting, karena semua ini
menunjukkan proses nekrosis epidermis, peningkatan kebutuhan metabolik dan
kemungkinan pelepasan jaringan mukosa gastrointestinal serta respiratorius.
Volume urin, berat jenis dan warnanya harus dipantau. Tempat pemasangan jarum
infus diinspeksi untuk menemukan tanda-tanda infeksi setempat. Berat badan
pasien dicatat setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan tingkat
nyeri yang dirasakannya. Upaya untuk mengevaluasi tingkat kecemasan pasien

24

harus dilakukan. Mekanisme koping dasar yang dimiliki pasien dinilai dan strategi
koping yang efektif diidentifikasi (Smeltzer, Suzanne C, 2010).

.2.2.

Diagnosa keperawatan
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) berdasarkan data-data hasil

pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan pasien yang utama dalam
mencakup :
1. Kerusakan integritas jaringan (oral, mata dan kulit) yang berhubungan dengan
pelepasan jaringan epidermis.
2. Kurang volume cairan dan kehilangan elektrolit yang berhubungan dengan
kehilangan cairan dari daerah kulit yang terkelupas.
3. Resiko terhadap perubahan suhu (hipotermia) yang berhubungan dengan
kehilangan panas yang terjadi akibat kehilangan kulit.
4. Nyeri yang berhubungan dengan kulit yang terkelupas, lesi oral dan
kemungkinan infeksi.
5. Ansietas yang berhubungan dengan penampilan fisik kulit dan prognosis

1.
2.
3.
4.

penyakit.
Menurut diagnosa keperawatan (NANDA, 2014) :
Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan agen farmasi.
Nyeri akut (00132) berhubungan dengan cedera agen biologis.
Kurang pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurang informasi.
Resiko kekurangan volume cairan (00028) berhubungan dengan penurunan
volume cairan yang aktif.

.2.3.

Intervensi keperawatan

Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan sindrom steven
jhonson (Bulechek, 2013 dan Herdman, 2014) sebagai berikut :
Diagnosa 1 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen farmasi
(00046).

25

NOC :
1.
Kerusakan integritas : kulit dan membran mukosa
2.
Penyembuhan luka
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien akan
menunjukkan integritas jaringan : kulit dan membran mukosa yang baik (1101)
dengan kriteria hasil:
1. Temperatur kulit (110101)
2. Sensasi (110102)
3. Elastisitas (110103)
4. Hidrasi (110104)
5. Keringat (110105)
6. Tekstur (110106)
7. Ketebalan (110107)
8. Perfusi jaringan (110108)
9. Pertumbuhan rambut pada kulit (110109)
10. Kerusakan kulit (110110)
11. Pigmentasi abnormal (110111)
12. Lesi kulit (110112)
13. Lesi membran mukosa (110113)
14. Jaringan bekas luka (110114)
15. Kulit terkelupas (110115)
16. Skala kulit (110116)
17. Eritema (110117)
18. Pucat (110118)
19. Nekrosis (110119)
20. Proses mengeras (110120)
21. Abrasi kornea (110121)
NIC :
1. Amati kulit dan membran mukosa adanya kemerahan, kehangatan, dan edema.
2. Amati ekstremitas adanya perubahan warna, kehangatan, bengkak, berdenyut,
tekstur, edema, dan ulserasi.
3. Amati kondisi inisisi badan jika diperlukan.
4. Gunakan alat penilaian untuk mengidentifikasi pasien terhadap faktor resiko
kerusakan kulit.
5. Pantau warna kulit dan temperatur.
6. Pantau kulit dan membran mukosa pada area yang mengalami perubahan
warna, memar, dan kerusakan.
7. Pantau adanya ruam dan lecet pada kulit.
8. Pantau adanya kekeringan dan kelembaban yang berlebihan pada kulit.
9. Pantau sumber tekanan dan gesekan.

26

10. Pantau adanya infeksi terutama pada area yang edema.
11. Amati pakaian yang membuat sesak.
12. Laporkan perubahan kulit dan membran mukosa.
13. Lakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan kulit seperti tampilan
kasur dan jadwalkan perubahan posisi.
14. Ajarkan kepada keluarga tentang tanda dan kerusakan kulit.
Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen biologis (00132).
NOC :
1. Tingkat nyeri
2. Kontrol nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat
mengontrol nyeri (2101) dengan kriteria hasil :
1. Nyeri berkurang (210201)
2. Lamanya nyeri berlangsung (210204)
3. Menggosok terpengaruh daerah (210221)
4. Mengerang dan menangis (210117)
5. Ekspresi wajah yang sakit (210206)
6. Kegelisahan (210208)
7. Agitasi (210222)
8. Iritabilitas (210223)
9. Sambil mengernyit (210224)
10. Merobek (210225)
11. Diaphoresis (210226)
12. Mondar-mandir (210218)
13. Menyempit fokus (210219)
14. Ketegangan otot (210209)
15. Hilangnya nafsu makan (210215)
16. Mual (210227)
17. Intoleransi makanan (210228)
18. Pernapasan (210210)
19. Apikal denyut jantung (210211)
20. Nadi (210220)
21. Tekanan darah (210212)
22. Keringat (210214)
NIC :
1. Kaji tingkat nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan
dan durasi, frekwensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya.
2. Lakukan perubahan posisi dan relaksasi.

27

3.
4.
5.
6.

Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup untuk membantu mengurangi rasa nyeri.
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan.
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan, dan kebisingan.
7. Gunakan terapi komunikasi strategi pada pasien untuk menanggapi rasa sakit.
8. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nonfarmakologi sebelum atau sesudah
rasa sakit meningkat.
9. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai.
10. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat.
11. Berikan informasi yang lengkap dan akurat untuk mendukung pengetahuan
keluarga terhadap respon nyeri pasien.
12. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.
13. Evaluasi efektivitas pengendalian nyeri yang digunakan untuk menilai
lamanya rasa sakit.
Diagnosa 3 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
volume cairan yang aktif (00028).
NOC :
1. Keseimbangan cairan
2. Hidrasi
3. Status nutrisi : makanan dan intake cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pasien mampu memenuhi kebutuhan cairan dengan indikator status nutrisi :
asupan makanan dan cairan dapat teratasi (1008) dengan kriteria hasil :
1. Asupan oral (100801)
2. Tabung asupan makan (100802)
3. Asupan cairan oral (100803)
4. Asupan cairan intravena (100804)
5. Asupan nutrisi parenteral (100805)
NIC :
1. Berikan cairan oral.
2. Berikan penggantian nasogastrik sesuai output (50-100 cc/hari).
3. Monitor berat badan/hari.

28

4. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
5.
6.
7.
8.
9.

darah ortostatik), jika diperlukan.
Monitor intake nutrisi.
Monitor turgor kulit.
Monitor lingkungan selama pasien makan.
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi.
Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN,

osmolalitas urin, albumin, total protein).
10. Monitor vital sign setiap 15 menit - 1 jam.
11. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT
sehingga intake cairan adekuat dapat dipertahankan.
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (00126).
NOC :
1. Pengetahuan proses penyakit
2. Pengetahuan perilaku sehat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kurangnya
pengetahuan dapat diatasi dengan indikator pasien menunjukkan perawatan
penyakit dan pengobatan (1844) dengan kriteria hasil :
1. Penyebab dan faktor (184401)
2. Tentu saja biasa penyakit (184402)
3. Manfaat dari manajemen penyakit (184403)
4. Tanda dan gejala penyakit (184404)
5. Tanda dan gejala komplikasi (184405)
6. Stategies untuk mencegah komplikasi (184406)
7. Stategies untuk mencegah mengekspos orang lain terhadap penyakit (184407)
8. Stategies untuk mengelola kenyamanan (184408)
9. Pilihan pengobatan (184409)
10. Pilihan penggunaan non resep obat (184410)
11. Penggunaan yang tepat dari obat resep (184411)
12. Efek terapeutik obat (184412)
13. Efek samping obat (184413)
NIC :
1. Instruksikan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala berlanjut ke petugas
kesehatan.
2. Identifikasi perubahan-perubahan kondisi fisik pada pasien.
3. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga terkait dengan proses penyakit.
4. Jelaskan tanda dan gejala penyakit dengan cara yang tepat.

29

5. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat.
6. Berikan informasi kepada keluarga tentang kemajuan kesehatan pasien.
7. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi atau mengontrol proses penyakit.
8. Dukung pasien untuk mengeksplorasikan pendapat dengan cara yang tepat
atau diindikasikan.