Tanda dan Gejala Awal Penyakit Menular

7 Tanda dan Gejala Awal Penyakit Menular Seksual
Posted on April 2, 2016 by The Doctor Indonesia Tinggalkan komentar

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually
Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik atau tanpa
gejala. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling
sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis,
chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis
B. Dalam semua masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang
paling sering dari semua infeksi.
7 Tanda dan Gejala Awal Penyakit Menular Seksual
1. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual.
2. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
3. Pengeluaran lender pada vagina/alat kelamin.
4. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat
kelamin atau sekitarnya.
5. Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal.
6. Timbul becak-bercak darah setelah berhubungan seks.
7. Bintil – bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama
penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua
terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15- 24
tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan
kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus- kasus IMS yang
terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini
mencerminkan keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS.
Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis,
gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki- laki dan
perempuan usia 15- 49 tahun.
Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi
tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan
Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya ialah HIV, virus
herpes, human papilloma virus, dan virus hepatitis B. Di Amerika, jumlah wanita yang
menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh wanita yang
menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah
umur 15-24 tahun.
Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini.
Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan


prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20%-35%. Selain klamidia, sifilis
maupun gonore , infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian karena peningkatan angka
kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Jumlah penderita HIV/AIDS dapat
digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih
kecil daripada jumlah sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS
di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui secara pasti. Diperkirakan jumlah orang
dengan HIV di Indonesia pada akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sampai
dengan Desember 2008, pengidap HIV positif yang terdeteksi adalah sebanyak 6.015 kasus.
Sedangkan kumulatif kasus AIDS sebanyak 16.110 kasus atau terdapat tambahan 4.969 kasus
baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS hingga tahun 2008 sebanyak 3.362
kematian. Di Propinsi Sumatera Utara sendiri, dari 12.855.845 jumlah penduduk yang
tercatat, ada sedikitnya 2947 yang menderita infeksi menular seksual.
Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama pada
wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita infeksi klamidial yang tidak
tertangani akan berkembang menjadi pelvic inflammatory disease. Dari data dan fakta di atas,
jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi problem tersendiri bagi pemerintah.
Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan dewasa muda,
terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi
menular seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual.
Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang diakukan oleh

pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran yang secara
khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas, terutama
siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di
kalangan remaja.