Manajemen Konflik Pekerja dan Majikan Pe

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah
Hampir setiap tahun tuntutan May day adalah “hapuskan outsourcing.

Tuntutannya adalah imperialisme-kapitalis yang meliputi masalah upah, sistem
kerja outsourcing, pendidikan dan kesehatan, pengangguran, perlindungan TKI,
kenaikan harga kebutuhan, perampasan tanah rakyat, dan korupsi. Dari tuntutan
itu, seolah outsourcing adalah bayangan buruk bagi setiap buruh di Indonesia,
yang harus di hapus di muka bumi. Outsourcing telah dianggap sebagai penyebab
hilangnya hak buruh yang telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (LNRI Nomor 39 Tahun 2003, TLN Nomor
4279, selanjutnya disebut dengan UU 13/2003). Ada anggapan bahwa outsourcing
adalah bentuk perbudakan modern.
Tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing dari pihak buruh, mendapat
perlawanan yang keras dari pengusaha. Munculah dilema pengaturan outsourcing.
Bagi buruh outsourcing adalah sumber kegelisahan sosial. Outsourcing dianggap
sebagai sumber diskriminasi pemberian hak (terhadap pekerja tetap) yang menjadi

sumber utama hambatan mencapai kesejahteraan. Bagi pengusaha, outsourcing
adalah suatu sistem kerja yang sangat menguntungkan untuk mencapai efesiensi
guna peningkatan produktivitas.
Sebagaimana diketahui bahwa sejak beberapa tahun terakhir ini tidak
sedikit perusahaan yang hengkang dari negeri ini. Banyak hal yang

1

menyebabkannya, antara lain, masalah perburuhan yang dikenal dengan konflik
industrial secara terus menerus tidak kunjung selesai. Ada dua fenomena yang
muncul sekaligus dan menarik untuk disimak. Di satu sisi, adanya aksi buruh
dalam bentuk demonstrasi atau mogok kerja dan di sisi lain adanya isu investor
hengkang alias mencabut, merelokasi, membatalkan rencana investasinya. Kedua
fenomena itu menjadi senjata bagi masing-masing pihak.
Yang seringkali lepas dari pengamatan adalah dampak dari adanya aksi
mogok pekerja/buruh yaitu rusaknya piranti lunak berupa hubungan atau
relationship antara pekerja dengan pihak manajemen. Jika disadari, sesungguhnya
rusaknya relationship itu merupakan biaya yang sangat besar. Bahkan untuk
membangun kembali hubungan itu ke tingkat semula tidak semurah dan semudah
yang dibayangkan banyak orang. Sementara hubungan industrial antara pekerja

dan investor saling terkait dan harus tetap dijaga agar tercipta iklim yang sejuk
dan

kondusif,

sehingga

dapat

mendukung

pertumbuhan

ekonomi

dan

kesejahteraan masyarakat.
Jika human relation


telanjur retak, maka akan berdampak pada

menurunnya rasa memiliki pekerja (buruh) terhadap perusahaan, sehingga
dampak berikutnya adalah merosotnya produktivitas tenaga kerja dan dampak
selanjutnya . Kalau hal ini dibiarkan berlarut --sementara tuntutan kenaikan upah
tetap terus diupayakan pekerja-- maka perusahaan akan merugi. Bagi perusahaan,
banyak cara yang digunakan untuk menutup kerugian itu, satu di antaranya PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja). Namun, tampaknya cara semacam itu tidak
mengakhiri masalah bahkan cenderung tidak populer bagi manajemen. Mengapa?

2

Pasalnya, upaya PHK justru akan memicu solidaritas pekerja menjadi lebih solid.
Pada titik inilah perusahaan menghadapi buah simalakama.

1.2.

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah


(paper) ini, adalah sebagai berikut:
a. Apa latar belakang terjadinya konflik antara pekerja dan majikan
(pengusaha)?
b. Jenis konflik apa yang terjadi dalam perusahaan?
c. Manajemen konflik seperti apa yang telah dilakukan untuk meminimalisir
konflik dalam perusahaan?

1.3.

Tujuan Penulisan
Setelah ditentukan rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini,

selanjutnya yang menjadi tujuan dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya konflik antara pekerja dan
majikan (pengusaha).
b. Untuk mengetahui jenis konflik yang terjadi dalam perusahaan.
c. Untuk mengetahui manajemen konflik yang telah dilakukan untuk
meminimalisir konflik dalam perusahaan.

3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Pengertian Konflik
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah situasi dimana keinginan atau

kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga
salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi
terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik
yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat
tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
(Wijono,1993, p.4).
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn
(1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi)
adalah: Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of

organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one
another. (konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak
setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi
dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.)
Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan
soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai,
persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17).

4

Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama
lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Ciri-Ciri Konflik :
Menurut Wijono( 1993 : 37), Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang
terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan

maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius
atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang
direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap
pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan,
tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandangpangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil,
rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman,
kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya

tindakan

yang

saling

pertentangan yang berlarut-larut.

5


berhadap-hadapan

sebagai

akibat

5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang
terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan,
kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :
1. Konflik masih tersembunyi (laten) Berbagai macam kondisi emosional yang
dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang
mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition). Tahap perubahan dari apa
yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya,
kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan
nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat
dirasakan (felt conflict). Muncul sebagai akibat antecedent condition yang

tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior). Upaya
untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang
ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan
berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik. Pada tahap ini, ada dua tindakan yang
perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan
berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.

6

6. Akibat penyelesaian konflik. Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan
strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi
semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap
kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja. (Wijono,
1993, 38-41).

Sumber-Sumber Konflik :
1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan

dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
a. Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan
pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan
yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
b. Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan
pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu
tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap
persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif
dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
c. Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari
dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling
terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict
merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah
diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

7

2. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan
peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilainilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi. Filley

and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai
konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang
dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
a. Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
b. Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat
tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
c. Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
d. Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik
yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari
munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
a. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian
masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
b. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan
menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang
sebenarnya. Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan
kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.

8

c. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang
diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer
perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari
ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
d. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing
yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang
lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai
macam cara untuk memenangkan pertarungan.
e. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”.
Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat
kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi
pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
f. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama
sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah
karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis.
Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
g. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi
karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik
hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik
yang tidak bisa diselesaikan.

9

Jenis-Jenis Konflik
Perusahaan manapun pasti pernah mengalami konflik internal. Mulai dari
tingkat individu, kelompok, sampai unit. Mulai dari derajat dan lingkup konflik
yang kecil sampai yang besar. Yang relatif kecil seperti masalah adu mulut tentang
pribadi antarkaryawan, sampai yang relatif besar seperti beda pandangan tentang
strategi bisnis di kalangan manajemen. Contoh lainnya dari konflik yang relatif
besar yakni antara karyawan dan manajemen. Secara kasat mata kita bisa ikuti
berita sehari-hari di berbagai media. Disitu tampak konflik dalam bentuk
demonstrasi dan pemogokan. Apakah hal itu karena tuntutan besarnya
kompensasi, kesejahteraan, keadilan promosi karir, ataukah karena tuntutan hak
asasi manusia karyawan.
Adapun beragam jenis konflik seperti :


Konflik vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen
puncak dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan
penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi
sumberdaya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja
organisasi, manajemen kompensasi dan karir.



Konflik Horizontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada
tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini
adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan
efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran.



Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
tugas berbeda. Misalnya antara divisi pembelian bahan baku dan divisi

10

keuangan. Divisi pembelian mengganggap akan efektif apabila bahan baku
dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-sedikit tetapi makan waktu
berulang-ulang. Sementara divisi keuangan menghendaki jumlah yang lebih
kecil karena terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi produksi dan
divisi pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam
sesuai permintaan pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu
memproduksi jumlah produksi secara terbatas karena langkanya sumberdaya
manusia yang akhli dan teknologi yang tepat.


Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya
dikerjakan oleh seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak
lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang
manajer,

dan

sistem

koordinasi

yang

tidak

jelas.

Adapun kasus konflik perusahaan seperti antara buruh dengan PT Megariamas
Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan
Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas
Sentosa, Selasa (23/9) siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan
Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah
mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka
karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR).

11

Adapun jenis konflik menurut James A.F. Stoner dan Charles
dikelompokkan menjadi lima :
1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan
yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Dalam proses adaptasi seseorang
terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Jika konflik dibiarkan
maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan
2. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain,
karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara
dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi, karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang akan mempengaruhi proses pencapaian
tujuan organisasi tersebut.
3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanantekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh
kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang
individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat
mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

12

4. Konflik antar kelompok
Merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar pekerja, antar lini dan staf, serta antar pekerja dan manajemen
merupakan dua macam bidang konflik antara kelompok.
5. Konflik antar organisasi
Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu
organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat
digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh
pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi
pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan "mitra tinju". Pada saat suatu
kebijakan hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba
untuk mencari "mitra yang beroposisi dengannya". Kadang konflik pun
terjadi.

Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik.
Menurut Ross (1993), Manajemen konflik merupakan langkah-langkah
yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan
perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam

13

memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan
keputusan oleh pihak ketiga.
Manajemen Konflik dapat menjadikan konflik sebagai kekuatan untuk
perubahan positif di dalam suatu organisasi. Dalam pandangan modern (out of the
box) konflik ini sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi
organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan
sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapatpendapat yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi pernah
menerapkan apa yang disebutnya dengan "mitra tinju". Pada saat suatu kebijakan
hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari
"mitra yang beroposisi dengannya". Kadang konflik pun terjadi.
Kiat-kiat penerapan Manajemen Konflik, adalah sebagai berikut:
1. Instropeksi diri, untuk mengetahui yang menjadi dasar dan persepsi, sehingga dapat
mengukur kekuatan
2. Mengevaluasi pihak terlibat, untuk mengetahui nilai, sikap dan perasaannya
3. Identifikasi sumber konflik, agar sasaran terarah kepada penyebabnya
4. Berkompetisi, tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan
sendiri di atas kepentingan pihak lain
5. Menghindari konflik, ini dilakukan jika salah satu pihak menghindar dari situasi
tersebut secara fisik ataupun psikologis, dampak yang kurang baik bisa terjadi jika
pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu
pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki utang menyelesaikan persoalan
tersebut.

14

6. Akomodasi, yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan
sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Hal itu disebut
juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik
dengan pihak tersebut. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian
kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
7. Berkolaborasi, yaitu menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja
sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masingmasing tindakan.

Penyelesaian konflik antar buruh dengan majikan berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial :
a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu

diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;
b.

bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial
menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat,
adil, dan murah;

c.

bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang
Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;

15

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, dan c
perlu ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial;

Terhadap hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan
industrial ini dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI). Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut mengenai
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan:
1.

Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua
pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat
buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai
penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang
kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun
apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu
pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang
kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase;

2.

Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker,
yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan
perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi
bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang
16

kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun
bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan
anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan
anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak
atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat
mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama;
3.

Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undangundang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker
sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan,
Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu
perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan kedalam
perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila
tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun
ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka
dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan
industrial;

4.

Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar
pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui
kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan
perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan
final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih

17

sendiri oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh
menteri;
5.

Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian
perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan
negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap
perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan
upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan
PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat buktibukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.

18

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku
atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu
yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian
konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif,
kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan
diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan
pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
Manajemen Konflik dapat menjadikan konflik sebagai kekuatan untuk
perubahan positif di dalam suatu organisasi. Dalam pandangan modern (out of the
box) konflik ini sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi
organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan
sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapatpendapat yang sudah tersaring.

3.2. Saran
1. Perusahaan harus pro aktif dalam kesejahteraan buruh dengan menjadikan
pekerja sebagai nilai asset yang tak ternilai tetapi terjamin. Karena dengan
menjadikan karyawan sebagai nilai investasi maka harmonisasi suasana kerja,
suasana perusahaan akan terjamin dengan tidak keluar masuknya pekerja

19

diperusahaan tersebut. Penerapan system outsourching punharus dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Tidak serta merta melimpahkan status karyawan maka
sistem pengupahan pun telat dilaksanakan, lembur tak terbayarkan serta
kesehatan pun tak tergantikan. Biar bagaimanapun pekerja adalah asset
perusahaan yang sangat berharga dan tak ternilai harganya. Oleh karenanya
para pengusaha harus berlaku adil dan bijaksana tidak semena-mena
memperlakukan para buruh yang telah bekerja untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan, dan tepat waktu dalam memberikan upah yang sesuai dan
tunjangan serta memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik kepada buruh
tempat dimana mereka bekerja.

2. Buruh harus mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan konflik yang
dilakukan oleh perusahaan yang telah menganggap mereka semena-mena.
Dalam melakukan demo buruh harusnya memperhatikan hal-hal yang tidak
merugikan orang lain. Karena masyarakat publik merasa dirugikan dan
terganggu aktifitasnya akibat adanya demo yang dilakukan para buruh. Buruh
juga jangan melakukan demo secara anarkis yang dapat merugikan orang lain
bahkan merugikan diri mereka msing-masing.

20

DAFTAR PUSTAKA

http://kata2bijakpolitik.blogspot.com/2013/03/kasus-perselisihan-antarapekerjaburuh.html
http://govermarpaung.blogspot.com/2012/12/manajemen-konflik.html
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html
http://tofannofrianto.blogspot.com/2010/11/konflik-buruh-dengan-perurahaan.html
http://menteri.depnakertrans.go.id/?show=news&news_id=950

21