Ekonomi moneter dan kebijakan moneter (3)

BAB I
PENDAHULUAN
Masalah pokok ekonomi makro yang masih menjadi masalah inti Negara kita
saat ini yaitu inflasi. Masih terdapat perbedaan arti inflasi jika melihat definisinya
dari tokoh-tokoh ekonomi. Inflasi dalam dictionary of economics didefinisikan
dengan suatu peningkatan tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang
berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu. Inflasi yang mungkin
meningkat di negara Indonesia ini bukan merupakan hal yang biasa lagi, namun
sangat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia. Karena dari tahun ke tahun bangsa
Indonesia selalu mengalami peningkatan. Hal ini menimbulkan keterpurukan
ekonomi di Indonesia. Maka dari itu pemerintah harus segera menangani dengan
serius masalah ini sebelum inflasi di negeri kita melebihi batas.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat disimpulkan beberapa masalah, yaitu sebagai
berikut:
1. Definisi inflasi dan Jenis-jenis inflasi
2. Factor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia
3. Dampak inflasi di Indonesia
4. Apa yang dilakukan pemerintah agar tidak terjadi inflasi?


BAB III
PAMBAHASAN
1. Definisi inflasi dan jenis-jenis inflasi
Inflasi terjadi apabila tingkat harga-harga dan biaya-umum naik; harga beras,
bahan bakar, mobil naik, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal naik.
Sedangkan deflasi terjadi apabila harga-harga dan biaya secara umum turun. Pada
masa inflasi terjadi kenaikan tingkat harga-harga yang diukur dengan indeks harga,
yaitu rata-rat harga konsumen atau produsen.
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus
menerus. Dari definisi ini dad 3 komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan
telah terjadi inflasi:


Kenaikan harga



Bersifat umum




Berlangsung terus menerus
Jenis-jenis Inflasi
Inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan

tertentu, yaitu:

1) Menurut sifatnya


Inflasi ringan dibawah 10%



Inflasi sedang 10 % - 30%



Inflasi tinggi 30% - 100%




Hyperinflasion diatas 100%

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat
mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di
suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian
dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita )
dari inflasi yang sedang terjadi
2) Menurut Penyebabnya



Demand pull inflation, inflasi ini bermula dari adanya kenaikan
permintaan total (agrerat demand), sedangkan produksi telah berada
pada keadaan kesempatan kerja penuh.



Cost Push inflation, biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta

turunnya produksi ini terjadi karena kenaikan biaya produksi yang
menyebabkan penawaran agrerat berkurang.

3) Menurut Asalnya


Domestic inflation, taitu inflasi yang sepenunya disebabkan oleh
kesalahan pengelolaan perekonomian baik disektor riil ataupun di
sektor moneter didalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan
masyarakat.



Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan
harga-harga komoditi di luar negeri (di Negara asing yang memiliki
hubungan perdagangan dengan Negara yang bersangkutan). Inflasi ini
hanya dapat terjadi pada Negara yang menganut system perekonomian
terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik
melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang
ekspor.


2. Faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia
Pada dasarnya secara umum inflasi disebabkan oleh dua faktor yaitu karena
yang dikenal dengan istilah demand pull inflation & cost push inflation. Demand pull
inflation atau inflasi karena naiknya permintaan, lebih banyak terjadi pada saat-saat
tertentu.
Datangnya tahun ajaran baru misalnya, akan menaikkan permintaan
pemenuhan kebutuhan biaya dan perlengkapan sekolah. Peristiwa lainnya adalah
menjelang datangnya bulan Ramadhan atau bulan puasa sampai dengan Hari Raya
Idul Fitri. Kebutuhan masyarakat cenderung meningkat sehingga secara otomatis
akan menggerek kenaikan permintaan. Mulai dari makanan, pakaian bahkan juga
kendaraan akan bergerak naik. Implikasinya, pada momen tersebut biasanya inflasi di
di dalam negeri akan meningkat.
Selanjutnya adalah memasuki bulan Desember, saat Natal dan Tahun Baru.
Kebutuhan biasanya ikut meningkat seiring perayaan Natal dan liburan tahun baru
yang mendorong peak season tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
Untuk menggambarkan penyebab terjadinya cost push inflation atau inflasi
yang disebabkan oleh kenaikan biaya, contoh yang paling populer adalah kenaikan
harga bahan bakar minyak. Jika harga BBM naik berarti ongkos produksi meningkat.
Maka produsen yang tidak ingin kehilangan profit akan membebankan kenaikan

biaya tersebut pada harga jualnya. Akibatnya, harga barang-barang secara bersamasama akan naik sehingga terjadi inflasi.
Lebih spesifik untuk Indonesia, komponen inflasi di dalam negeri terdiri dari
volatile foods (komponen harga bergejolak), administered price (komponen harga
yang diatur pemerintah), core inflation (komponen inti) dan imported inflation
(inflasi karena naiknya harga barang impor).

Yang tergolong dalam volatile foods adalah harga-harga barang yang
tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Saat ini, indeks ini meliputi 7 (tujuh)
kategori yang terdiri dari (1) Bahan makanan (2) Makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau ; (3) Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; (4) Sandang; (5)
Kesehatan; (6) Pendidikan, rekreasi dan olah raga serta terakhir (7) Transport dan
komunikasi dan jasa keuangan.
Berarti jika ada kenaikan harga dari ketujuh kategori di atas, maka komponen
volatile foods akan bergerak naik dan mendorong laju inflasi domestik. Khusus
kenaikan harga bahan makanan, dikenal juga dengan istilah Agflasi atau agriculture
inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga produk pertanian.
Adapun untuk sisi administered price terdapat beberapa contoh yang terjadi di
Indonesia. Misalnya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Oleh
karena itu, biasanya jika pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi,
maka akan berpotensi menggerek inflasi di dalam negeri. Namun selama ini,

kenaikan inflasi akibat BBM biasanya cenderung berangsur turun karena masyarakat
sudah mulai menyesuaikan kebutuhannya dan beradaptasi dengan kenaikan BBM itu
sendiri. Maka inflasi di bulan-bulan berikutnya cenderung akan lebih rendah
dibanding pada bulan pertama dan kedua penerapan harga BBM yang baru. Selain itu
juga, kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik, kenaikan tarif tol dan
lainnya akan mendorong terjadinya inflasi.
Selanjutnya, core inflation merupakan underlying inflation yang cenderung
menetap dalam setiap pergerakan laju inflasi. Dibandingkan dengan komponen inflasi
lainnya, inflasi ini cenderung dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh bank sentral
atau BI karena umumnya bersifat demand pull inflation. Maksudnya jika inflasi inti
cenderung naik, maka kenaikan suku bunga acuan dapat menurunkan daya beli
sehingga secara keseluruhan inflasi akan mereda.

Terakhir adalah imported inflation. Semakin banyaknya kebutuhan masyarakat
yang dipenuhi dari barang impor cenderung membuat komponen imported inflation
kian berpengaruh dalam laju inflasi. Cara cepat untuk menangani inflasi jenis ini
adalah dengan kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah. Jika rupiah menguat, maka
imported inflation bisa ditekan seperti yang terjadi di pertengahan tahun 2011 lalu.
Namun sebaliknya, jika rupiah cenderung terdepresiasi maka inflasi barang impor
berpotensi meningkat.

Satu hal lagi yang menjadi faktor pencetus tingginya inflasi domestik adalah
kondisi geologis Indonesia sebagai negara kepulauan. Dibandingkan negara lain di
kawasan Asia misalnya, inflasi Indonesia cenderung tinggi. Diperlukan tambahan
ongkos transportasi antar pulau yang biasanya akan menaikkan harga jual barangbarang. Akan tetapi, sebenarnya kondisi perekonomian dengan inflasi jauh lebih baik
dibanding jika mengalami deflasi. Karena inflasi terutama yang disebabkan oleh
demand pull inflation menunjukkan tingginya permintaan yang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karenanya, di setiap negara
umumnya memiliki target inflasi yang dianggap nyaman.
Saat ini, BI mentargetkan inflasi Indonesia 2012 di kisaran 4,5 persen plus
minus satu . Artinya jika inflasi bergerak di level 3,5 – 5,5 persen kondisi tersebut
masih terhitung nyaman untuk perekonomian Indonesia. Jadi tidak perlu takut dengan
inflasi selama masih dalam koridor aman seperti yang terjadi sekarang ini di mana
inflasi Indonesia Mei 2012 dibandingkan dengan Mei 2011 sebesar 4,45 persen.
3. Dampak Inflasi di Indonesia
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat


terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung,
atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para
penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum
buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup
mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
1) Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya inflasi. Bagi
masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan.
Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada
tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya
beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya
tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang
yang

mengandalkan

pendapatan

berdasarkan


keuntungan,

seperti

misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga
halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti
tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena
nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan
bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja
menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan
sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan
dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
2) Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur,
nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya,
kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian

karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat

peminjaman.
3) Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini
terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya
(biasanya

terjadi

pada

pengusaha

besar).

Namun,

bila

inflasi

menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan
produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya.
Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen
tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu
negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang
bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi,
defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.
4. Beberapa kebijakan dalam menekan tingkat inflasi
1) Kebijakan Moneter
Kebijakan ini adalah kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang
dengan cara mengendalikan pemberian kredit oleh Bank Umum kepada
masyarakat.
Alat-alat kebijakan moneter:


Politik Diskonto (Discount Policy)

Politik diskonto adalah politik Bank Sentral untuk memengaruhi peredaran
uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga.Pojok Pedia


Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy)

Politik Pasar Terbuka adalah politik Bank Sentral untuk membeli dan menjual
surat-surat berharga.
Politik Persediaan Kas (Cash Ratio Policy)



Politik Persediaan Kas adalah Politik Bank Sentral untuk memengaruhi
peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan perbandingan
minimum antara uang tunai yang dimiliki oleh bank umum dengan uang giral
yang boleh dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan.
2) Kebijakan Fiskal


Pengaturan Pengeluaran Pemerintah
Menjaga penggunaan anggaran negara sesuai dengan perencanaan



Peningkatan Tarif Pajak
Meningkatkan tarif pajak agar penghasilan rumah tangga berkurang
dan daya beli masyarakat berkurang



Peningkatan Pinjaman Pemerintah
Meningkatkan pinjaman pemerintah dengan jalan tanpa paksaan atau
dengan pinjaman paksa.

BAB IV
KESIMPULAN
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus
menerus. Dari definisi ini dad 3 komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan
telah terjadi inflasi Kenaikan harga, Bersifat umum, Berlangsung terus menerus.
Jenis-jenis inflasi Inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam
pengelompokan tertentu, yaitu Menurut Derajatnya, Menurut Penyebabnya, menurut
asalnya. Ada beberapa factor yang mempengarihu inflasi di Indonesia diantaranya
demand pull inflation & cost push inflation. Demand pull inflation atau inflasi karena
naiknya permintaan, lebih banyak terjadi pada saat-saat tertentu. Inflasi juga
mempunyai dampak bagi masyarakat yakni dampak positif dan negative. Beberapa
kebijakan pemerintah dalam menekan tingkat inflasi Kebijakan Moneter, Kebijakan
Fiskal.

DAFTAR PUSTAKA

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/07/10/08411488/Memahami.Faktor.Pen
cetus.Inflasi.Indonesia
http://www.g-excess.com/3902/cara-mengatasi-inflasi-dalam-ekonomi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
Pratama raharja, mandala menurung. 2005. Teori ekonomi makro suatu pengantar.
Jakarta : Lembaga Penerbit FakultasEkonomi Universitas Indonesia.
Nopirin. 1987. Ekonomi Moneter. Edisi II. Yogyakarta : BPFE