MENGENALI GAYA KEPEMIMPINAN dan gaya
MENGENALI GAYA KEPEMIMPINAN
Oleh : Djoko Prayitno
ABSTRAK
Gaya kepemimpinan adalah sebagai role behavior yang selalu harus disesuaikan dengan situasi dan
keadaan, yang selalu akan berubah mengikuti kebutuhan. Walaupun mengukur gaya kepemimpinan yang
terbaik pada kenyataan sangat sulit Namun untuk bisa mengendalikan organisasi/perusahaan pemimpin
harus mampu menyesuaikan diri (adaptive) untuk berpartisipasi dengan tuntutan keadaan, serta luwes
(flexible) dalam penampilan didepan orang lain, sekaligus sebagai motivator yang memberi ketauladanan
melalui pengendalian dirinya.
Pemimpin sebagaimana layaknya manusia memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh adanya
kebutuhan/motif yang ingin dipuaskan. Setiap orang mempunyai strata kebutuhan yang khas dan aneka
ragam, satu sama lain berbeda secara individual (individual differences). Oleh karena itu setiap pemimpin
perlu memahami kebutuhan dirinya maupun bawahan. Teori motivasi akan dapat membantu penerapan
secara tepat.
Banyak diantara teori motivasi yang dikemukakan para ahli psikologi maupun manajemen, namun yang
diangkat dalam bahasan disini adalah teori Abraham H. Maslow yang disebut The Hierarchy of Needs.
Dikatakan bahwa meskipun kebutuhan manusia demikian banyak dan aneka ragam, namun kebutuhan
tersebut dapat dikelompokkan dalam lima kelompok kebutuhan dan disusun menurut prioritas
kebutuhannya adalah sebagai berikut :
1.
Basic Physiological Needs
Kebutuhan yang mendapat prioritas pertama ini adalah kebutuhan jasmani(fisik) dasar untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidup dirinya maupun keluarga yang menjadi tanggungannya.
Yang termasuk dalam kebutuhan ini seperti makanan, minuman, pakaian, hunian dan sejenisnya.
Kebutuhan ini sangat menonjol diantara berbagai kebutuhan lainnya pada manusia, jika kebutuhan
ini belum terpenuhi maka akan membentuk konsentrasi lain, sehingga akan menurunkan motivasi
kerja.
2.
Safety and Security Needs
Kebutuhan prioritas kedua adalah kebutuhan akan keselamatan (safety) dan keamanan (security).
Kebutuhan ini akan timbul bila kebutuhan prioritas pertama sudah cukup terpenuhi.
Kebutuhan ini memiliki arti positif dalam lingkungan kerja agar menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman, tidak membahayakan bagi keselamatan kerja dan aman dalam bekerja.
3.
Belonging and Social Needs
Kebutuhan prioritas ketiga adalah yang berhubungan dengan orang lain, yang mencerminkan
hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Jika kebutuhan pertama dan kedua berorientasi pada diri
sendiri, maka kebutuhan ketiga berorientasi pada orang lain. Bahwa ia membutuhkan agar dirinya
diterima oleh lingkungan sosial, membutuhkan agar dirinya diperhatikan orang lain dan mampu
memberi perhatian pada orang lain, membutuhkan dirinya dicintai orang lain dan mampu
memberi cinta pada oreng lain.
Kebutuhan ini mendorong pemimpin supaya mampu menciptakan hubungan yang harmonis
dengan lingkungan kerjanya, menghormati/menghargai satu sama lain, mendorong semangat
kebersamaan, memberikan reward pada bawahan yang berprestasi dan sebagainya.
4.
Esteem and Status
Kebutuhan keempat timbul dari perasaan yang merasa dirinya cukup mempunyai nilai
kehormatan, sehingga orang lain memberi rasa hormat dan dihargai karena ia mampu
menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungannya. Bila kebutuhan ini terpenuhi maka
akan membangkitkan rasa percaya diri untuk meningkatkan prestasi yang lebih besar lagi dalam
manfaat bagi orang lain.
5.
Self-Actualization and Fulfilment
Setiap manusia ingin mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensi kemampuannya agar
ia dapat merealisasikan cita-cita dan harapannya.
FAKTOR PEMIMPIN
Faktor pemimpin meliputi 3(tiga) aspek yaitu :
1.
Sifat Pribadi
Meskipun teori sifat sudah ditinggalkan, namun beberapa sifat dibawah ini harus dimiliki seorang
pemimpin meliputi :
Intelligence
Pemimpin harus lebih cerdas dari bawahannya, meskipun perbedaan hanya sedikit. Kecerdasan
yang lebih tinggi dituntut karena pemimpin harus mampu melakukan analisis masalah, mengambil
keputusan. Disamping itu pemimpin harus mampu menyusun perencanaan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Social Maturity and Breadth
Pemimpin harus mempunyai minat, pandangan dan pergaulan yang luas (net-work), memiliki
toleransi yang tinggi terhadap sikap sosial yang lebih terkendali, mampu bersikap dewasa dan
mampu mengendalikan dirinya.
Inner Motivation and Achiefment Drives
Pemimpin sebagai pioneer dan memiliki kemauan yang keras dalam mencapai keberhasilan. Jika
tujuan telah dicapai maka ia akan mencari dan mendapatkan tantangan keberhasilan baru yang
lebih besar lagi. Pemimpin sebagai motivator bawahan untuk bekerja keras guna mendapatkan
kepuasan bagi dirinya dalam membentuk jati diri agar punya nilai yang lebih tinggi, sehingga
kapanpun waktunya pasti ia akan dicari dan dibutuhkan orang.
Human Relation Attitudes
Pemimpin harus menyadari bahwa tanpa dukungan bawahan keberhasilan tidak akan tercapai, ia
selalu menjunjung tinggi dan memelihara rasa hormat, harga diri dan kebersamaan dengan
bawahan.
2.
Ketrampilan Pemimpin
Setiap pemimpin perlu memiliki berbagai ketrampilan agar peranannya sebagai pemimpin dapat
berhasil baik. Ketrampilan yang dikuasai adalah technical skill, human skill dan conceptual skill.
Setiap pemimpin perlu menguasai ketiga skill tersebut sekaligus, namun berapa besar untuk
masing-masing skill, tergantung pada tingkat kedudukannya dalam struktur organisasi.
3.
Power and Authority
Power pada umumnya didefinisikan sebagai kapasitas potensi seseorang untuk mempengaruhi
orang tertentu, baik sikap, nilai-nilai maupun perilakunya.
Authority adalah hak seseorang untuk menerapkan terhadap sikap dan perilaku orang lain tertentu
kearah yang dikehendakinya. Atau sering disebut sebagai hak resmi untuk memerintah orang lain
untuk bertindak atau tidak bertindak dalam mengambil keputusan
Sumber Authority
-
-
The formal theory of authority : authority berasal dari sumber atau kelembagaan yang diakui
masyarakat. Seseorang memiliki authority karena diberi kekuasaan oleh atasannya, namun
authority dapat ditarik kembali sebagian atau seluruhnya.
The accepteance theory of authority: sumber authority berasal dari bawahannya yaitu
tergantung pada bawahan mau menerima perintah atau tidak. Kalau perintah atasan ditaati
berarti bawahan memberikan authority kepada atasannya.
Ditaatinya perintah atasan karena atasan memiliki kelebihan dalam pribadinya atau dalam
keahliannya.
The acceptance theory of authority agak mirip dengan power (personal) tersebut diatas. Dan setiap
pemimpin harusnya memiliki personal power dan memperoleh acceptance bawahan agar perintahperintahnya effektif.
GAYA KEPEMIMPINAN
Dibawah ini disajikan berbagai teori tentang gaya kepemimpinan yang dapat digunakan, Tetapi perlu
diingat bahwa penggunaan gaya kepemimpinan harus sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu situasi
bawahan dan factor situasi yang lainnya. Oleh karena itu kemampuan membaca situasi sangat penting,
disamping kemampuan memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dan kemampuan untuk memerankan
dengan baik.
1.
Teory X dan Teory Y
Douglas Mc Gregor mengemukakan bahwa kebanyakan perilaku manajemen terhadap
bawahannya didasarkan pada pandangannya terhadap manusia pada umumnya. Jika pandangannya
sesuai dengan teory X, maka manajemen akan menerapkan gaya kepemimpinan yang disebut “The
traditional View of Direction and Control” (autocratic). Sebaliknya jika pandangannya terhadap
manusia sesuai dengan teory Y, maka manajemen akan menerapkan gaya kepemimpinan yang
democratic.
Teori X terdiri dari serangkaian asumsi tradisional tentang manusia seperti :
a. The average human being has an inherent dislike of work and will avoid it if he can.
b. Because of this human characteristic of dislike of work, most people must be coerced,
controlled, directed, threatened with punishment to get them to put forth adequate effort
toward the achievement of organizational objectives.
c. The Average human being prefers to be directed, wishes to avoid responsibility, has relatively
little ambition, wants security above all.
Teory Y mengasumsikan rata-rata manusia sebagai berikut :
a. The expenditure of physical and mental effort in work is as natural as play or rest.
b. External controland the threat of punishment are not the only means for bringing about effort
toward organizational objectives. Man will exercise self-direction and self-control in the
service of objectives to which he is commited.
c. Commitment to objectives in a function of the rewards associated with their achievement.
d. The average human being learns, under proper conditions, not only to accept but to seek
responsibility.
e. The capacity to exercise a relatively high degree of imagination, ingenuity and creativity in
the solution of organizational problems is widely, not narrowly, distributed in the population.
f. Under the conditions of modern industrial life, the intellectual potentialities of the average
human being are only partially utilized.
2.
3.
Motivational Style (Gaya Memotivasi)
a.
Positive Leader :
Dalam memotivasi bawahan, pemimpin lebih menekankan penggunaan rewards
(imbalan) ekonomi, psikologi maupun sosiologi dari pada ancaman dan hukuman.
b.
Negative Leader :
Sebaliknya pemimpin lebih banyak menggunakan ancaman denda dan hukuman dalam
memotivasi bawahan.
Negative leader sama dengan gaya autocratic, dimasa lampau gaya ini cukup banyak
membawa keberhasilan, namun pada kenyataan akan menimbulkan pengorbanan human
cost yang cukup besar. Ada pula pemimpin yang menggunakan kedua gaya sekaligus
secara incidental atau terus-menerus sesuai situasinya.
Power Style
Cara seorang pemimpin menggunakan kekuasaan disebut power style. Masing-masing gaya
(autocratic, participative/democratic and free-rein) mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
Ada kalanya pemimpin menggunakan ketiga gaya sekaligus didalam periode waktu tertentu, tetapi
hanya satu gaya saja yang lebih menonjol yang biasa dipergunakan. Pemimpin yang effektif
biasanya menggunakan gaya secara luwes (flexible) sepanjang continuum dari digunakannya total
power hingga no power .
a.
Autocratic (authorian) Leade
Pemimpin ini memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan pada dirinya sendiri
saja. Ia menyusun struktur situasi kerja secara lengkap untuk bawahannya dan bawahan
tinggal melaksanakan apa yang diperintahkannya. Ia memegang semua wewenang dan
tanggung jawab. Kepemimpinan ini mungkin buruk, karena bawahan tidak mendapatkan
informasi sama sekali, diliputi rasa tidak aman dan rasa takut kepada wewenang
pemimpin. Pemimpin bisa juga menggunakan kekuasaannya untuk memberikan reward
(imbalan) kepada bawahannya. Bila demikian ia disebut benevolent autocrat atau yang
dapat menghasilkan menghasilkan produktivitas dan kepuasan kerja. Dalam beberapa
situasi, banyak orang menjadi dewasa dengan autocratis seperti orang tua, guru-guru,
birokrat, sehingga anak/murid/bawahan menjadi terbentuk karena motivasi perintah yang
membawanya ketingkat keberhasilan. Bahkan lebih baik hasilnya daripada pemimpin
yang democrati. Keuntungan gaya autocrtatic adalah jika terbentuk motivasi dan reward
yang diciptakan pemimpin. Ia dapat mengambil keputusan dengan cepat. Bawahan boleh
kurang cakap, karena tugasnya hanya melaksanakan perintah. Kerugiannya bawahan
tidak menyukai gaya ini bila diterapkan secara ekstrim dan motivasinya negative.
Bawahan bisa frustasi , putus asa, semangat kerja rendah, tidak kreatif dan sebagainya.
b.
Participative/Democratic Leader
Pemimpin ini cenderung menyukai adanya pendelegasian dan desentralisasi wewenang,
Bawahan diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin dan bawahan
merupakan kesatuan social. Bawahan diberi informasi mengenai keadaan yang
mempengaruhi pekerjaannya sehingga dapt mendorong mereka untuk mengeluarkan
gagasan dan saran-saran. Kontrol dilakukan terutama melalui kekuatan yang berada
didalam unit kerja. Keuntungan gaya ini ialah bawahan merasa dilibatkan, merasa
memiliki, merasa ikut bertanggung jawab, merasa dihargai dan potensi kemampuan
bawahan menjadi lebih berkembang. Dalam suasana demikian akan tumbuh kader-kader
pemimpin baru, inisiatif dan kreativitas baru akan tumbuh. Pada umumnya gaya
democratic banyak digunakan karena dipandang lebih baik dari gaya autocratic,
disamping lebih sesuai dengan pendekatan perilaku organisasi (organizational behavior).
c.
Free-rein Leader
Pemimpin gaya ini cenderung menghindari penggunaan kekuasaanya. Ia menyerahkan
kekuasaannya pada bawahan untuk menentukan tujuan dan pemecahan masalah.
Bawahan melatih dan memotivasi diri sendiri. Keberadaan pimpinan hanya tampak pada
saat melakukan fungsi pencarian informasi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Gaya ini mengabaikan sumbangan pemimpin, seperti gaya
autocratic yang mengabaikan sumbangan bawahan.
Kerugian gaya ini dapat membentuk berbagai kelompok kerja mendapatkan tujuan
sendiri-sendiri. Hal ini dapat berakibat menyimpang dari tujuan perusahaan, dan dapat
menimbulkan kekacauan dalam organisasi. Oleh karena itu gaya ini jarang dipakai oleh
pemimpin.
4.
Orientation Style
Ada dua pendekatan pemimpin terhadap bawahan/pekerja yaitu employee orientation dan task
orientation .
a.
Employee (Consideration) Orientation
Pemimpin yang berorientasi kepada pekerja, sangat memperhatikan kebutuhan (needs)
bawahan. Ia berusaha untuk terbentuknya kerja sama team (team-work) dan berusaha
untuk membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bawahan.
b.
Task (Structure) Orientation
Pemimpin yang berorientasi kepada tugas, yakni bawahan dapat mencapai hasil yang
lebih tinggi, jika mereka dilengkapi dengan metode, sistem kerja yang lebih baik,
diusahakan agar bawahan selalu diberi kesibukan dan dibiasakan kerja keras.
Kedua orientasi sesungguhnya bertujuan sama ialah untuk meningkatkan produktivitas. Namun
karena berbeda pendekatan dapat berbeda pula hasilnya. Dari hasil penelitian terbukti bahwa
pendekatan berorientasi kepada pekerja ternyata menghasilkan produktivitas dan kepuasan kerja
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan yang beroriantasi kepada tugas. Meskipun
hasilnya demikian, kedua pendekatan tesebut jangan dianggap saling bertentangan, karena terdapat
pula unsure independent yang saling berkaitan. Contohnya pemimpin yang berorientasi kepada
pekerja tidak berarti situasi kerjanya kurang tersstruktur. Namun jika pemimpin hanya berorientasi
kepada pekerja saja mungkin bisa memperoleh popularitas dari bawahan, tetapi tidak berguna jika
pendekatan tugas diabaikan.
FAKTOR SITUASI
Faktor situasi meliputi the expextation of the leader’s boss, the nature of the task dan juga kedewasaan
bawahan. Namun dalam pembahasan teori situasi perhatian lebih dipusatkan kepada masalah kedewasaan
bawahan.
Harapan atasan jelas lebih berpengaruh besar terhadap perilaku bawahan. Demikian pula mengenai the
nature of the task. Tugas yang sangat mendesak seperti dalam tugas pemadam kebakaran membutuhkan
pemimpin gaya autocratic dibandingkan dengan gaya yang lain.
Daftar Kepustakaan
Armstrong, Michael. Manajemen Sumber Daya Manusia: A Handbook Of
Human Resource Management. PT Elex Media Komputindo. 1994. Jakarta.
Crimson, Sitanggang, Analisis Pengaruh Prilaku Pemimpin Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Sekretariat Kotamadya Jak-Bar. Skripsi, 2005 UNDIP Semarang.
Dale, Robert. D. Pelayan Sebagai Pemimpin. Gandum Mas. 1992, Malang.
Ferdinand, Augusty, Metode Penelitian Manajemen. Edisi 2. 2006, BP Universitas
Diponegoro. Semarang.
Guritno, Bambang dan Waridin. Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai
Perilaku Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja.
JRBI. Vol 1. No 1. Hal: 63-74., 2005
Oleh : Djoko Prayitno
ABSTRAK
Gaya kepemimpinan adalah sebagai role behavior yang selalu harus disesuaikan dengan situasi dan
keadaan, yang selalu akan berubah mengikuti kebutuhan. Walaupun mengukur gaya kepemimpinan yang
terbaik pada kenyataan sangat sulit Namun untuk bisa mengendalikan organisasi/perusahaan pemimpin
harus mampu menyesuaikan diri (adaptive) untuk berpartisipasi dengan tuntutan keadaan, serta luwes
(flexible) dalam penampilan didepan orang lain, sekaligus sebagai motivator yang memberi ketauladanan
melalui pengendalian dirinya.
Pemimpin sebagaimana layaknya manusia memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh adanya
kebutuhan/motif yang ingin dipuaskan. Setiap orang mempunyai strata kebutuhan yang khas dan aneka
ragam, satu sama lain berbeda secara individual (individual differences). Oleh karena itu setiap pemimpin
perlu memahami kebutuhan dirinya maupun bawahan. Teori motivasi akan dapat membantu penerapan
secara tepat.
Banyak diantara teori motivasi yang dikemukakan para ahli psikologi maupun manajemen, namun yang
diangkat dalam bahasan disini adalah teori Abraham H. Maslow yang disebut The Hierarchy of Needs.
Dikatakan bahwa meskipun kebutuhan manusia demikian banyak dan aneka ragam, namun kebutuhan
tersebut dapat dikelompokkan dalam lima kelompok kebutuhan dan disusun menurut prioritas
kebutuhannya adalah sebagai berikut :
1.
Basic Physiological Needs
Kebutuhan yang mendapat prioritas pertama ini adalah kebutuhan jasmani(fisik) dasar untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidup dirinya maupun keluarga yang menjadi tanggungannya.
Yang termasuk dalam kebutuhan ini seperti makanan, minuman, pakaian, hunian dan sejenisnya.
Kebutuhan ini sangat menonjol diantara berbagai kebutuhan lainnya pada manusia, jika kebutuhan
ini belum terpenuhi maka akan membentuk konsentrasi lain, sehingga akan menurunkan motivasi
kerja.
2.
Safety and Security Needs
Kebutuhan prioritas kedua adalah kebutuhan akan keselamatan (safety) dan keamanan (security).
Kebutuhan ini akan timbul bila kebutuhan prioritas pertama sudah cukup terpenuhi.
Kebutuhan ini memiliki arti positif dalam lingkungan kerja agar menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman, tidak membahayakan bagi keselamatan kerja dan aman dalam bekerja.
3.
Belonging and Social Needs
Kebutuhan prioritas ketiga adalah yang berhubungan dengan orang lain, yang mencerminkan
hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Jika kebutuhan pertama dan kedua berorientasi pada diri
sendiri, maka kebutuhan ketiga berorientasi pada orang lain. Bahwa ia membutuhkan agar dirinya
diterima oleh lingkungan sosial, membutuhkan agar dirinya diperhatikan orang lain dan mampu
memberi perhatian pada orang lain, membutuhkan dirinya dicintai orang lain dan mampu
memberi cinta pada oreng lain.
Kebutuhan ini mendorong pemimpin supaya mampu menciptakan hubungan yang harmonis
dengan lingkungan kerjanya, menghormati/menghargai satu sama lain, mendorong semangat
kebersamaan, memberikan reward pada bawahan yang berprestasi dan sebagainya.
4.
Esteem and Status
Kebutuhan keempat timbul dari perasaan yang merasa dirinya cukup mempunyai nilai
kehormatan, sehingga orang lain memberi rasa hormat dan dihargai karena ia mampu
menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungannya. Bila kebutuhan ini terpenuhi maka
akan membangkitkan rasa percaya diri untuk meningkatkan prestasi yang lebih besar lagi dalam
manfaat bagi orang lain.
5.
Self-Actualization and Fulfilment
Setiap manusia ingin mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensi kemampuannya agar
ia dapat merealisasikan cita-cita dan harapannya.
FAKTOR PEMIMPIN
Faktor pemimpin meliputi 3(tiga) aspek yaitu :
1.
Sifat Pribadi
Meskipun teori sifat sudah ditinggalkan, namun beberapa sifat dibawah ini harus dimiliki seorang
pemimpin meliputi :
Intelligence
Pemimpin harus lebih cerdas dari bawahannya, meskipun perbedaan hanya sedikit. Kecerdasan
yang lebih tinggi dituntut karena pemimpin harus mampu melakukan analisis masalah, mengambil
keputusan. Disamping itu pemimpin harus mampu menyusun perencanaan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Social Maturity and Breadth
Pemimpin harus mempunyai minat, pandangan dan pergaulan yang luas (net-work), memiliki
toleransi yang tinggi terhadap sikap sosial yang lebih terkendali, mampu bersikap dewasa dan
mampu mengendalikan dirinya.
Inner Motivation and Achiefment Drives
Pemimpin sebagai pioneer dan memiliki kemauan yang keras dalam mencapai keberhasilan. Jika
tujuan telah dicapai maka ia akan mencari dan mendapatkan tantangan keberhasilan baru yang
lebih besar lagi. Pemimpin sebagai motivator bawahan untuk bekerja keras guna mendapatkan
kepuasan bagi dirinya dalam membentuk jati diri agar punya nilai yang lebih tinggi, sehingga
kapanpun waktunya pasti ia akan dicari dan dibutuhkan orang.
Human Relation Attitudes
Pemimpin harus menyadari bahwa tanpa dukungan bawahan keberhasilan tidak akan tercapai, ia
selalu menjunjung tinggi dan memelihara rasa hormat, harga diri dan kebersamaan dengan
bawahan.
2.
Ketrampilan Pemimpin
Setiap pemimpin perlu memiliki berbagai ketrampilan agar peranannya sebagai pemimpin dapat
berhasil baik. Ketrampilan yang dikuasai adalah technical skill, human skill dan conceptual skill.
Setiap pemimpin perlu menguasai ketiga skill tersebut sekaligus, namun berapa besar untuk
masing-masing skill, tergantung pada tingkat kedudukannya dalam struktur organisasi.
3.
Power and Authority
Power pada umumnya didefinisikan sebagai kapasitas potensi seseorang untuk mempengaruhi
orang tertentu, baik sikap, nilai-nilai maupun perilakunya.
Authority adalah hak seseorang untuk menerapkan terhadap sikap dan perilaku orang lain tertentu
kearah yang dikehendakinya. Atau sering disebut sebagai hak resmi untuk memerintah orang lain
untuk bertindak atau tidak bertindak dalam mengambil keputusan
Sumber Authority
-
-
The formal theory of authority : authority berasal dari sumber atau kelembagaan yang diakui
masyarakat. Seseorang memiliki authority karena diberi kekuasaan oleh atasannya, namun
authority dapat ditarik kembali sebagian atau seluruhnya.
The accepteance theory of authority: sumber authority berasal dari bawahannya yaitu
tergantung pada bawahan mau menerima perintah atau tidak. Kalau perintah atasan ditaati
berarti bawahan memberikan authority kepada atasannya.
Ditaatinya perintah atasan karena atasan memiliki kelebihan dalam pribadinya atau dalam
keahliannya.
The acceptance theory of authority agak mirip dengan power (personal) tersebut diatas. Dan setiap
pemimpin harusnya memiliki personal power dan memperoleh acceptance bawahan agar perintahperintahnya effektif.
GAYA KEPEMIMPINAN
Dibawah ini disajikan berbagai teori tentang gaya kepemimpinan yang dapat digunakan, Tetapi perlu
diingat bahwa penggunaan gaya kepemimpinan harus sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu situasi
bawahan dan factor situasi yang lainnya. Oleh karena itu kemampuan membaca situasi sangat penting,
disamping kemampuan memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dan kemampuan untuk memerankan
dengan baik.
1.
Teory X dan Teory Y
Douglas Mc Gregor mengemukakan bahwa kebanyakan perilaku manajemen terhadap
bawahannya didasarkan pada pandangannya terhadap manusia pada umumnya. Jika pandangannya
sesuai dengan teory X, maka manajemen akan menerapkan gaya kepemimpinan yang disebut “The
traditional View of Direction and Control” (autocratic). Sebaliknya jika pandangannya terhadap
manusia sesuai dengan teory Y, maka manajemen akan menerapkan gaya kepemimpinan yang
democratic.
Teori X terdiri dari serangkaian asumsi tradisional tentang manusia seperti :
a. The average human being has an inherent dislike of work and will avoid it if he can.
b. Because of this human characteristic of dislike of work, most people must be coerced,
controlled, directed, threatened with punishment to get them to put forth adequate effort
toward the achievement of organizational objectives.
c. The Average human being prefers to be directed, wishes to avoid responsibility, has relatively
little ambition, wants security above all.
Teory Y mengasumsikan rata-rata manusia sebagai berikut :
a. The expenditure of physical and mental effort in work is as natural as play or rest.
b. External controland the threat of punishment are not the only means for bringing about effort
toward organizational objectives. Man will exercise self-direction and self-control in the
service of objectives to which he is commited.
c. Commitment to objectives in a function of the rewards associated with their achievement.
d. The average human being learns, under proper conditions, not only to accept but to seek
responsibility.
e. The capacity to exercise a relatively high degree of imagination, ingenuity and creativity in
the solution of organizational problems is widely, not narrowly, distributed in the population.
f. Under the conditions of modern industrial life, the intellectual potentialities of the average
human being are only partially utilized.
2.
3.
Motivational Style (Gaya Memotivasi)
a.
Positive Leader :
Dalam memotivasi bawahan, pemimpin lebih menekankan penggunaan rewards
(imbalan) ekonomi, psikologi maupun sosiologi dari pada ancaman dan hukuman.
b.
Negative Leader :
Sebaliknya pemimpin lebih banyak menggunakan ancaman denda dan hukuman dalam
memotivasi bawahan.
Negative leader sama dengan gaya autocratic, dimasa lampau gaya ini cukup banyak
membawa keberhasilan, namun pada kenyataan akan menimbulkan pengorbanan human
cost yang cukup besar. Ada pula pemimpin yang menggunakan kedua gaya sekaligus
secara incidental atau terus-menerus sesuai situasinya.
Power Style
Cara seorang pemimpin menggunakan kekuasaan disebut power style. Masing-masing gaya
(autocratic, participative/democratic and free-rein) mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
Ada kalanya pemimpin menggunakan ketiga gaya sekaligus didalam periode waktu tertentu, tetapi
hanya satu gaya saja yang lebih menonjol yang biasa dipergunakan. Pemimpin yang effektif
biasanya menggunakan gaya secara luwes (flexible) sepanjang continuum dari digunakannya total
power hingga no power .
a.
Autocratic (authorian) Leade
Pemimpin ini memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan pada dirinya sendiri
saja. Ia menyusun struktur situasi kerja secara lengkap untuk bawahannya dan bawahan
tinggal melaksanakan apa yang diperintahkannya. Ia memegang semua wewenang dan
tanggung jawab. Kepemimpinan ini mungkin buruk, karena bawahan tidak mendapatkan
informasi sama sekali, diliputi rasa tidak aman dan rasa takut kepada wewenang
pemimpin. Pemimpin bisa juga menggunakan kekuasaannya untuk memberikan reward
(imbalan) kepada bawahannya. Bila demikian ia disebut benevolent autocrat atau yang
dapat menghasilkan menghasilkan produktivitas dan kepuasan kerja. Dalam beberapa
situasi, banyak orang menjadi dewasa dengan autocratis seperti orang tua, guru-guru,
birokrat, sehingga anak/murid/bawahan menjadi terbentuk karena motivasi perintah yang
membawanya ketingkat keberhasilan. Bahkan lebih baik hasilnya daripada pemimpin
yang democrati. Keuntungan gaya autocrtatic adalah jika terbentuk motivasi dan reward
yang diciptakan pemimpin. Ia dapat mengambil keputusan dengan cepat. Bawahan boleh
kurang cakap, karena tugasnya hanya melaksanakan perintah. Kerugiannya bawahan
tidak menyukai gaya ini bila diterapkan secara ekstrim dan motivasinya negative.
Bawahan bisa frustasi , putus asa, semangat kerja rendah, tidak kreatif dan sebagainya.
b.
Participative/Democratic Leader
Pemimpin ini cenderung menyukai adanya pendelegasian dan desentralisasi wewenang,
Bawahan diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin dan bawahan
merupakan kesatuan social. Bawahan diberi informasi mengenai keadaan yang
mempengaruhi pekerjaannya sehingga dapt mendorong mereka untuk mengeluarkan
gagasan dan saran-saran. Kontrol dilakukan terutama melalui kekuatan yang berada
didalam unit kerja. Keuntungan gaya ini ialah bawahan merasa dilibatkan, merasa
memiliki, merasa ikut bertanggung jawab, merasa dihargai dan potensi kemampuan
bawahan menjadi lebih berkembang. Dalam suasana demikian akan tumbuh kader-kader
pemimpin baru, inisiatif dan kreativitas baru akan tumbuh. Pada umumnya gaya
democratic banyak digunakan karena dipandang lebih baik dari gaya autocratic,
disamping lebih sesuai dengan pendekatan perilaku organisasi (organizational behavior).
c.
Free-rein Leader
Pemimpin gaya ini cenderung menghindari penggunaan kekuasaanya. Ia menyerahkan
kekuasaannya pada bawahan untuk menentukan tujuan dan pemecahan masalah.
Bawahan melatih dan memotivasi diri sendiri. Keberadaan pimpinan hanya tampak pada
saat melakukan fungsi pencarian informasi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Gaya ini mengabaikan sumbangan pemimpin, seperti gaya
autocratic yang mengabaikan sumbangan bawahan.
Kerugian gaya ini dapat membentuk berbagai kelompok kerja mendapatkan tujuan
sendiri-sendiri. Hal ini dapat berakibat menyimpang dari tujuan perusahaan, dan dapat
menimbulkan kekacauan dalam organisasi. Oleh karena itu gaya ini jarang dipakai oleh
pemimpin.
4.
Orientation Style
Ada dua pendekatan pemimpin terhadap bawahan/pekerja yaitu employee orientation dan task
orientation .
a.
Employee (Consideration) Orientation
Pemimpin yang berorientasi kepada pekerja, sangat memperhatikan kebutuhan (needs)
bawahan. Ia berusaha untuk terbentuknya kerja sama team (team-work) dan berusaha
untuk membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bawahan.
b.
Task (Structure) Orientation
Pemimpin yang berorientasi kepada tugas, yakni bawahan dapat mencapai hasil yang
lebih tinggi, jika mereka dilengkapi dengan metode, sistem kerja yang lebih baik,
diusahakan agar bawahan selalu diberi kesibukan dan dibiasakan kerja keras.
Kedua orientasi sesungguhnya bertujuan sama ialah untuk meningkatkan produktivitas. Namun
karena berbeda pendekatan dapat berbeda pula hasilnya. Dari hasil penelitian terbukti bahwa
pendekatan berorientasi kepada pekerja ternyata menghasilkan produktivitas dan kepuasan kerja
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendekatan yang beroriantasi kepada tugas. Meskipun
hasilnya demikian, kedua pendekatan tesebut jangan dianggap saling bertentangan, karena terdapat
pula unsure independent yang saling berkaitan. Contohnya pemimpin yang berorientasi kepada
pekerja tidak berarti situasi kerjanya kurang tersstruktur. Namun jika pemimpin hanya berorientasi
kepada pekerja saja mungkin bisa memperoleh popularitas dari bawahan, tetapi tidak berguna jika
pendekatan tugas diabaikan.
FAKTOR SITUASI
Faktor situasi meliputi the expextation of the leader’s boss, the nature of the task dan juga kedewasaan
bawahan. Namun dalam pembahasan teori situasi perhatian lebih dipusatkan kepada masalah kedewasaan
bawahan.
Harapan atasan jelas lebih berpengaruh besar terhadap perilaku bawahan. Demikian pula mengenai the
nature of the task. Tugas yang sangat mendesak seperti dalam tugas pemadam kebakaran membutuhkan
pemimpin gaya autocratic dibandingkan dengan gaya yang lain.
Daftar Kepustakaan
Armstrong, Michael. Manajemen Sumber Daya Manusia: A Handbook Of
Human Resource Management. PT Elex Media Komputindo. 1994. Jakarta.
Crimson, Sitanggang, Analisis Pengaruh Prilaku Pemimpin Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Sekretariat Kotamadya Jak-Bar. Skripsi, 2005 UNDIP Semarang.
Dale, Robert. D. Pelayan Sebagai Pemimpin. Gandum Mas. 1992, Malang.
Ferdinand, Augusty, Metode Penelitian Manajemen. Edisi 2. 2006, BP Universitas
Diponegoro. Semarang.
Guritno, Bambang dan Waridin. Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai
Perilaku Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja.
JRBI. Vol 1. No 1. Hal: 63-74., 2005