BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang dengan Sistem Hidrolis pada Proyek Pembangunan Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Tinjauan Umum Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara,

dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya.

  

Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi

bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan

di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk

itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan

terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan

angin, gempa bumi dan lain – lain.

  Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang

telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi. Jenis

pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung yang terletak pada kedalaman 10 meter di

bawah permukaan tanah adalah pondasi tiang.

  2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya penelitian

untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan

daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan

dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal

dan efisien.

  Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang

berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan

aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure) serta berat sendiri

pondasi.

  Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil

investigation ) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter

tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin

friction ) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian

pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan

dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.

2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

  Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir

  2

type Dutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm , sudut lancip

o

kerucut 60 untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel (sleave) yang

  2

berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm , untuk mengukur lekatan

(friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus

menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik, sementara itu besarnya perlawanan

tanah terhadap kerucut penetrasi (q c ) juga terus diukur.

  Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

  Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan

pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan

alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun

untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui

perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari

kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang

berbeda.

  Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung

geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi

pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat

dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar

2.1) :

  1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil;

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

  Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam

bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan

besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap

  

ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah

perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per

satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai

perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

  1. Hambatan Lekat (HL)

  A

  ..................................................................................... (2.1)

  HL ( JP PK ) x = −

  B

  2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL) n

  

JHL JHL ................ ................................................................... (2.2)

=

  ∑ i =

  dimana : JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²) PK = Perlawanan penetrasi konus, q c (kg/cm²) A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm) B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

  (b) (a)

  (a). Konus (b). Bikonus

Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991)

  Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (q c ) dengan gesekan selimut (f s ) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

  Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (q c ), gesekan selimut (f s ) dan ratio gesekan (f ) terhadap kedalaman tanah. R

2.2.2. Standard Penetration Test (SPT)

  Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung

  tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

  Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap- tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit dia mbil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split

  spoon sampler , hammer, dan lain – lain;

  2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk;

  3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor;

  4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

  5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

  N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

  Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;

  6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

  7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT; Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.

2.3. Pondasi Tiang

  Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya ort hogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).

  Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003).

  Pondasi tiang jika di kelompokkan akan lebih mendukung bangunan untuk menahan gaya angkat keatas pada bangunan-bangunan tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulinggan/torsi akibat angin atau gempa.

  Torsi merupakan efek momen termasuk putaran/puntiran yang terjadi pada penampang tegak lurus terhadap sumbu utama dari elemen. Dan gaya torsi yang terjadi harus lebih kecil dari daya dukung lateral pada tiang pancang.

  M . x M . y T i T i

  Dimana : K K x = = 2 2 y 2 2

  x y x y Σ Σ Σ Σ + + 2 2

  = < x y ijin

  • R K K H

  2.4. Klasifikasi Pondasi Tiang

  Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat diklasifikasikan atas : 1). Tiang Pancang

  Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang kedalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan memukul kepala tiang dengan palu atau getaran atau dengan penekan secara hidrolis. 2). Tiang Bor

  Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.

  2.5. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

  Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.

  

2.5.1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik

strukturnya

  Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori antara lain :

A. Tiang pancang kayu

  Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untuk maksud-maksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan bergerak kembali melawan poros. Kadang kala ujungnya runcing dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.

  Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti.

  Sedangkan pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau memperlambat kerusakan dari pada kayu, akan tetapi tetap tidak akan dapat melindungi untuk seterusnya. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diijinkan untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah dimana sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah Kalimantan, sehingga mudah memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk di gunakan sebagai tiang pancang.

Gambar 2.2 Tiang pancang kayu (Sardjono, 1991)

B. Tiang pancang beton

  Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991), yaitu: a. Precast Reinforced Concrete Pile

  Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak

  dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

  Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991)

  b. Precast Prestressed Concrete Pile Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.4). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, 1991) c. Cast in Place

  Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat

  lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

  1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

  2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991) C. Tiang pancang baja.

  Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

  Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.

  a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka;

  b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air;

  c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter (

  

coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air

tanah terendah.

  Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991) D. Tiang pancang komposit.

  Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.

2.5.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

  Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

  Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :

  1. Cara penumbukan Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

  2. Cara penggetaran Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

  3. Cara penanaman Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan :

  a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.

  b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang.

  c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

  d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

  Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

  1. Cara penetrasi alas Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

  2. Cara penggalian Cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain : a. Penggalian dengan tenaga manusia

  Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondsi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

  b. Penggalian dengan tenaga mesin Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

2.6. Peralatan Pemancangan (Driving Equipment) Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat pancang.

  Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :

  1. Pemukul Jatuh (Drop hammer)

  2. Pemukul Aksi Tiang (Single - acting hammer)

  3. Pemukul Aksi Double ( Double - acting hamme r)

  Bagian - bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul (hammer), leader , tali atau kabel dan mesin uap.

2.7. Hidrolik Sistem

  Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand.

  Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah.

  Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

  Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

  Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah :

  1. Bebas getaran

  Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

  2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu.

  hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly).

  3. Daya dukung aktual per tiang diketahui Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometeryang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung.

  4. Harga yang ekonomis Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

  5. Lokasi kerja yang terbatas Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat

  hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.

  Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah :

  1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan;

  2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan);

  3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja;

  4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan. Metode Kerja Pondasi Tiang Pancang Sistem Tekan (Hydraulic Static Pile Driver)

  1. Koordinasikan dengan pemberi tugas (kontraktor) mengenai urutan-urutan kerja dengan mempertimbangkan urutan penyelesaian pekerjaan yang diminta dan aksebilitas kerja agar tercapai produktivitas yang tarbaik.

  2. Tentukan/tetapkan penggunaan tanda-tanda yang disepakati yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pematokan (Uitzet) agar tidak terjadi kerancuan dalam membedakan titik-titik pemancangan dengan as bangunan atau titik-titik bantu lainnya.

  3. Untuk menghindarkan terjadi pergeseran as tiang dari koordinat yang telah ditentukan maka gunakan titik bantu (reference point) selama proses penekanan tiang kedalam tanah. Lakukan pengukuran as tiang terhadap titik bantu pada kedalaman 2 meter dengan menggunakan waterpas, apabila terjadi penyimpangan jarak antara as tiang dan as titik bantu, dapat dilakukan pengangkatan/pencabutan tiang dan posisikan kembali as tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan.

  4. Check verticality tiang setiap kedalaman 50 cm s/d kedalaman 2 meter.

  (verticality tiang, posisi vertical tiang).

  5. Proses awal dari pemasangan tiang dengan sistem tekan, posisikan alat HSPD unit pada koordinat yang ditentukan, cek keadaan HSPD unit dalam keadaan rata, dengan bantuan “alat nivo” yang terdapat dalam ruangan operator dibantu dengan alat waterpass yang diletakkan diposisi chasis panjang (Long-Boat).

  6. Selanjutnya setelah kondisi HSPD unit tepat pada posisinya, tiang (yang telah diberi marking skala panjang tiap tiang 500 mm) dimasukkan kedalam alat penjepit (clamping-box), kemudian posisikan tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan, control posisi tiang pada arah tegak dengan bantuan waterpass. Setelah semuanya terpenuhi selanjutnya dilakukan penjepitan tiang dengan tekanan maksimum + 20 Mpa dibaca pada manometer di kabin operator.

  7. Setelah penjepitan pada uraian nomor 5 dilakukan, kemudian lakukan penekanan tiang dengan menggunakan 2 cylinder jack, sampai mencapai daya dukung yang diinginkan. Dalam proses pemancangan tiang tersebut harus dicatat (pilling

  record ) tekanan yang timbul dengan kedalaman tiang tertanam. Selama proses

  pemancangan tersebut lakukan pengukuran kembali posisi as tiang terhadap titik bantu. (tiap 2 meter kedalamn tiang tertanam).

  8. Apabila dalam proses pemancangan tiang ternyata tiang tersebut tidak dapat ditekan lagi, sehingga mengakibatkan tiang terdapat sisa tiatas permukaan tanah, maka tiang tersebut harus dipotong rata tanah untuk memberikan jalan kerja bagi HSPD unit untuk berpindah ketitik yang lain.

  9. Setelah proses tersebut dilakukan secara benar, kemudian lakukan pengukuran ulang posisi tiang, sehingga apabila terjadi pergeseran as tiang terpasang dari rencana dapat segera diketahui, yang selanjutnya akan di buatkan keputusan cara-cara perbaikan dari pergeseran.

2.8. Kapasitas Daya Dukung

2.8.1. Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir

  Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dan tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

  Q

  • Q
  • f.A

  u

  = Q

  b

  s

  = q

  b

  A

  b

  s

  .........…………………………………(2.3) Dimana : Q u = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.

  Q b = Kapasitas tahanan di ujung tiang. Q s = Kapasitas tahanan kulit. q b = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas. A b = Luas di ujung tiang. f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. A s = Luas kulit tiang pancang. Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Q u ) dipakai Metode Aoki dan De Alencar.

  Aoki dan De Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (q b ) diperoleh sebagai berikut :

  ( ) b ca b F base q q

  =

  .................................................................................... (2.4) Dimana : q ca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang dan F

  b adalah faktor empirik tergantung pada tipe tanah.

  Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut : s s c

  F F side q α

  ) (

  =

  .................................................................................... (2.5) Dimana : q c (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang. F

  s = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

  F b = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

  Faktor F b dan F s diberikan pada Tabel II.1 dan nilai-nilai faktor empirik α

  s

  diberikan pada Tabel II.2.

  Tabel II.1 Faktor emperik F b dan F s (Titi & Farsakh, 1999) Tipe Tiang Pancang F b F s

  Tiang Bor 3,5 7,0 Baja 1,75 3,5 Beton Pratekan 1,75 3,5 Tabel II.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsakh, 1999)

  α Tipe Tanah s Tipe Tanah α s Tipe Tanah α s (%) (%) (%)

  Pasir Lempung Pasir 1,4 2,2 2,4 berlanau berpasir

  Pasir Lempung Pasir berlanau berpasir

  2,0 2,8 2,8 kelanauan dengan dengan lempung lanau

  Pasir Lempung kelanauan

  2,4 Lanau 3,0 berlanau 3,0 dengan dengan pasir lempung

  Pasir Lanau berlempung

  Lempung 2,8 berlempung 3,0 4,0 dengan berlanau dengan pasir lanau

  Pasir Lanau 3,0 3,4 Lempung 6,0 berlempung berlempung

  Pada umumnya nilai α untuk pasir = 1,4 persen, nilai α untuk lanau = 3,0 persen

  s s dan nilai α s untuk lempung = 1,4 persen.

  Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.

  Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Q = (q x A )+(JHL x K) .............……………………………….(2.6)

  ult c p

  Dimana : Q ult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. (ton)

  2

  q = Tahanan ujung sondir. (kg/cm )

  c

  

2

A p = Luas penampang tiang. (cm )

  JHL = Jumlah hambatan lekat. (kg/cm)

  K = Keliling tiang. (cm) Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

  q xA c p JHLxK 11

  • Q ijin = ........................................................................(2.7)

  3

  5 dimana : Q ijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi. (ton) 2 q = Tahanan ujung sondir. (kg/cm )

  c

2

A = Luas penampang tiang. (cm ) p

  JHL = Jumlah hambatan lekat. (kg/cm) K 11 = Keliling tiang. (cm)

2.8.2. Kapasitas daya dukung tiang dari data SPT

  Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:

  τ = c + σ tan φ .........…………………………………………..…..…(2.8)

  dimana :

  τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²)

  c = Kohesi tanah (kg/cm²)

  σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)

  = Sudut geser tanah (º)

  φ Table II.3 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N (Sosrodarsono, 1983)

  Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan

  Hal yang perlu dipertimbangkan Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal secara menyeluruh dari hasil-hasil (kedalaman permukaan dan susunannya), survei sebelumnya adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lain- lain

  Hal-hal yang perlu diperhatikan Tanah pasir Berat isi, sudut geser langsung (tidak kohesif) dalam, ketahanan terhadap penurunan dan daya dukung tanah

  Tanah lempung Keteguhan, kohesi, daya dukung dan (kohesif) ketahanan terhadap hancur

  Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

  1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

  15 ............................................................................................. (2.9)

  φ N

  =

  • 12

  12 N 15 ............................................................................................. (2.10)

  φ + =

  2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :

  φ

  3 N 27 .............................................................................................. (2.11)

  =

  • .

  Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standart dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel

  II.4 berikut : Tabel II.4 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1985)

  

Angka Penetrasi Standart, N Kepadatan Relatif Sudut Geser Dalam

Dr (%) φ (º)

  0 - 5 0 – 5 26 – 30 5 - 10 5 – 30 28 – 35 10 - 30 30 – 60 35 – 42 30 - 50 60 – 65 38 – 46

  Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air. Table II.5 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983)

  Harga N <10 10 - 30 30 - 50 >50 Tanah tidak kohesif Berat isi γ

  12 – 16 14 - 18 16 - 20 18 – 23 kN/m3 Harga N <4 4 - 15 16 - 25 >25

  Tanah kohesif Berat isi γ 14 – 18 16 - 18 >20

  16 - 18 kN/m3 Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah diatas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini :

  1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

  2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (q ) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT, N >

  u

  15 Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N tidak dihitung karena permukaan tanah

  1 dianggap sudah terganggu.

  1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif

  L i

  Q = Q = 40 x N-SPT x x A ……………………..……...........….…(2.12)

  p p p D

  2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif Q = 2 x N-SPT x p x L .............………………………………….…..(2.13)

  s i

  Dimana : L i = Panjang Lapisan Tanah (m) p = Keliling Tiang (m)

  3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif Q p = 9 x c u x A p .......…………………………………...……….….…(2.14)

  Dimana : A = Luas Penampang Tiang (m²)

  p c u = Kohesi Undrained (kN/m²) c = N – SPT x 2/3 x 10 ....……………………………………….…..(2.15) u

  4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif Q = α x c x p x L …………………...……………………….…(2.16)

  s u i

  Dimana :

  α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

  c u = Kohesi undrained (kN/m²) p = Keliling tiang (m) L = Panjang lapisan tanah (m) i

2.8.3. Berdasarkan bacaan manometer alat hydraulic jack

  Kapasitas daya dukung tiang pancang dapat diketahui berdasarkan bacaan manometer yang tersedia pada alat pancang hydraulic jack. Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan rumus :

  Q = P x A ..............……………………………………………………(2.17) Keterangan :

  Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (ton) P = Bacaan manometer (kg/cm²) A = Total luas efektif penampang piston (cm²) Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston.

  Untuk mesin kapasitas 320 ton : Diameter piston hydraulic jack (1) = 180 mm = 18 cm

  (2) = 220 mm = 22 cm Luas penampang piston (1) = π r²

  = π . 9² cm = 254,57 cm² Luas penampang piston (2) = π .11² cm = 380,28 cm² Total luas efektif penampang piston = (2 x 254,57) + (2 x 380,28)

  = 1269,7 cm²

2.8.4. Berdasarkan data Pile Driving Analizer (PDA)

  Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung ultimate tiang pancang tunggal yang dilakukan dilapangan dengan berbagai dimensi dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik untuk pemilihan tiang maupun lokasinya.

  Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relatif (relative displacement) yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya menimbulkan gelombang akibat perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat gelombang perlawanan yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat perlawanan tanah akan direkam, dari hasil rekaman, karakteristik gelombang – gelombang ini dianalisa untuk menentukan daya dukung statik tiang diuji, berdasarkan theory of stress wave propagation on pile (case method).

  Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk pondasi tiang pancang precast piles,

  

steel piles, spun piles, menggunakan palu dari alat pancangnya sendiri, sehingga sangat praktis dan ekonomis pengerjaannya. Pengujian PDA untuk tiang berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses pengujian sangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1 – 3 jam).

  Untuk menghasilkan beban dinamik pada tiang, digunakan palu yang berfungsi sebagai alat tumbuk. Berat minimum dari palu yang akan digunakan ditentukan sebesar 1 % dari perkiraan daya dukung ijin tiang. Sebagai contoh : untuk daya dukung ijin tiang direncanakan 500 ton, dan diambil daya dukung batasnya 200% dari daya dukung ijinnya, sebesar 1000 ton, maka berat minimum palu adalah 10 ton. Tinggi jatuh palu diambil antara 1 m sampai 2 m, dipilih ketinggian minimum berupa yang sudah menghasilkan output daya dukung batas tiang.

  Pengujian dilakukan 2 sampai 5 kali tumbukan, sedangkan besarnya daya dukung tiang ditentukan dari rekaman 1 gelombang tumbukan saja.

  Terbatasnya berat palu yang dipakai untuk pengujian tiang dengan PDA, menyebabkan pengujian tersebut banyak diragukan berbagai pihak. Tetapi dengan digunakannya palu berbobot sangat besar yaitu 11,50 ton (tersedia juga bobot 25 ton) untuk berbagai proyek menyebabkan hasil pengujian menjadi lebih akurat.

A. Prosedur Pengujian Daya Dukung Tiang Pancang Dengan PDA

  Pengujian dinamis PDA dilakukan dengan menginterpretasikan gelombang satu dimensi (one dimentional wave) yang merambat pada media yang diuji. Gelombang ini didapat dengan tumbukan (impact) pada tiang uji, sehingga menghasilkan gelombang sesuai dengan kebutuhan pengujian.