BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur 2.1.1Definisi Jamur - Analisis Keberadaan Candida albicans dan Aspergillus spp. Serta Keluhan Kesehatan dan Perilaku Penjual Tentang Bahaya Kesehatan pada Pakaian Bekas di Pasar Melati Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamur

  2.1.1Definisi Jamur Mikologi berasal dari bahasa Yunani mykes=jamur dan logos=ilmu.

  Menurut Alexopoulos et al. (1996) dalam Gandjar (2006), sebenarnya istilah mikologi kurang tepat. Istilah yang tepat adalah mycetology, karena mykes berdasarkan tatabahasa Yunani adalah myceto. Fungi dalam bahasa Latin juga berarti jamur. Jamur merupakan mikroorganisme eukaryotik dengan tingkat biologisnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri. Habitat hidupnya terutama di alam seperti air dan tanah sebagai jamur saprofit. Kehidupan jamur memerlukan suasana lingkungan dengan kelembapan yang tinggi. Meskipun demikian jamur dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan, sehingga jamur dapat hidup di gurun pasir yang kering dan panas (Kumala, 2006).

  2.1.2 Morfologi dan Struktur Jamur

  Menurut Brooks dkk (2005), jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar, sebagai yeast/ragi dan molds. Pertumbuhan dalam bentuk mold adalah dengan produksi koloni filamentosa multiseluler. Koloni ini mengandung tubulus silindris yang bercabang yang disebut hifa, diameternya bervariasi dari 2-10 µm. Massa hifa yang jalin-menjalin dan berakumulasi selama pertumbuhan aktif adalah miselium. Beberapa hifa terbagi menjadi sel-sel oleh dinding pemisah atau septa, yang secara khas terbentuk pada interval yang teratur selama pertumbuhan hifa. Hifa yang menembus medium penyangga dan mengabsorbsi bahan-bahan makanan adalah hifa vegetatif atau hifa substrat. Sebaliknya, hifa aerial menyembul di atas permukaan miselium dan biasanya membawa struktur reproduktif dari mold.

  Ragi adalah sel tunggal, biasanya berbentuk bulat atau elips dan diameternya bervariasi dari 3-15 µm. Kebanyakan ragi bereproduksi melalui pertunasan. Beberapa spesies menghasilkan tunas yang mempunyai ciri khas gagal melepaskan diri dan menjadi memanjang; kesinambungan dari proses pertunasan kemudian menghasilkan suatu sel ragi panjang yang disebut pseudohifa (Brooks dkk, 2005).

  Semua jamur mempunyai dinding sel kaku yang penting untuk menentukan bentuknya. Dinding-dinding sel sebagian besar terbentuk oleh lapisan karbohidrat, rantai-rantai panjang polisakarida, juga glikoprotein dan lipid. Selama infeksi, dinding sel jamur mempunyai sifat-sifat patobiologi yang penting. Komponen permukaan dinding memperantai penempelan jamur pada sel inang. Beberapa ragi dan mold memberi melanin pada dinding sel, memberikan pigmen coklat atau hitam. Jamur yang demikian adalah dematiaceous. Dalam beberapa penelitian, melanin berhubungan dengan virulensi (Brooks dkk, 2005).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula fungi.

  Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau kekeruhan media pada khamir dalam waktu tertentu. Kurva pertumbuhan mempunyai beberapa fase (Gandjar, 2006) antara lain :

  1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat; 2. fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif; 3. fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting dalam kehidupan fungi. Pada awal dari fase ini kita dapat memanen enzim-enzim dan pada akhir dari fase ini atau;

  4. fase deselerasi (Moore-Landecker, 1996 dalam Gandjar, 2006), yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel-sel;

  5. fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal.

  Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase stasioner; 6. fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif sama sekali lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.

  Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (Gandjar, 2006):

  1. Substrat Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Misalnya, apabila substratnya nasi, atau singkong, atau kentang, maka fungi tersebut harus mampu mengekskresikan enzim α-amilase untuk mengubah amilum menjadi glukosa. Senyawa glukosa tersebut yang kemudian diserap oleh fungi. Apabila substratnya daging, maka fungi tersebut harus mengeluarkan enzim yang proteolitik untuk dapat menyerap senyawa asam-asam amino hasil uraian protein. Contoh yang lain lagi, misalnya substratnya berkadar lemak tinggi, maka fungi tersebut harus mampu menghasilkan lipase agar senyawa asam lemak hasil uraian dapat diserap ke dalam tubuhnya. Fungi yang tidak dapat menghasilkan enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya tidak dapat memanfaatkan nutrien-nutrien dalam substrat tersebut.

  2. Kelembapan Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Pada umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan banyak hyphomycetes lainnya dapat hidup pada kelembapan nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. Fungi yang tergolong xerofilik tahan hidup pada kelembapan 70%, misalnya Wallemia sebi, Aspergillus glaucus, banyak strain

  

Aspergillus tamarii dan A. Flavus (Santoso et al., 1998 dalam Gandjar, 2006).

  Dengan mengetahui sifat-sifat fungi ini penyimpanan bahan pangan dan materi lainnya dapat dicegah kerusakannya.

  3. Suhu Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai fungi psikrofil, mesofil, dan termofil. Fungi psikofril adalah fungi yang dengan kemampuan untuk tumbuh pada atau dibawah 0 C dan suhu maksimum 20

  C. Hanya sebagian kecil spesies fungi yang psikofril. Fungi mesofil adalah fungi yang tumbuh pada suhu 10-35 C, suhu optimal 20-35

  C. Fungi dapat tumbuh baik pada suhu ruangan (22-25 C). Sebagian besar fungi adalah mesofilik. Fungi termofil adalah fungi yang hidup pada suhu minimum 20

  C, suhu optimum 40 C dan suhu maksimum 50-60 C. Contohnya Aspergillus fumigatus yang hidup pada suhu 12-55

  C. Mengetahui kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi adalah sangat penting, terutama bila isolat-isolat tertentu akan digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil atau termotoleran (Candida tropicalis, Paecilomyces variotii, dan Mucor

  

miehei ), dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan

  suhu, karena metabolisme funginya, sehingga industri tidak memerlukan penambahan alat pendingin.

  4. Derajat keasaman lingkungan pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7.0. Jenis-jenis khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah, yaitu pH 4.5-5.5. Mengetahui sifat tersebut adalah sangat penting untuk industri agar fungi yang ditumbuhkan menghasilkan produk yang optimal, misalnya pada produksi asam sitrat, produksi kefir, produksi enzim protease-asam, produksi antibiotik, dan juga untuk mencegah pembusukan bahan pangan.

  5. Bahan kimia Bahan kimia sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan fungi. Senyawa formalin disemprotkan pada tekstil yang akan disimpan untuk waktu tertentu sebelum dijual. Hal ini terutama untuk mencegah pertumbuhan kapang yang bersifat selulolitik, seperti Chaetomium globosum, Aspergillus niger, dan

  

Cladosporium cladosporoides yang dapat merapuhkan tekstil, atau

  meninggalkan noda-noda hitam akibat sporulasi yang terjadi, sehingga menurunkan kualitas bahan tersebut.

  Selama pertumbuhannya fungi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak diperlukannya lagi dan dikeluarkan ke lingkungan. Senyawa-senyawa tersebut merupakan suatu pengaman pada dirinya terhadap serangan oleh mikroorganisme lain termasuk terhadap sesama mikroorganisme. Manusia memanfaatkan senyawa-senyawa tersebut, yang kita kenal sebagai antibiotik, untuk mencegah berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (Gandjar, 2006).

2.1.4 Teori Simpul

  Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4 Gambar 1. Teori Simpul Penyakit yang Disebabkan Jamur Candida albicans dan

  

Aspergillus spp. pada Pakaian Bekas

  Kejadian penyakit Perilaku pemajanan

  Media transmisi penyakit

  Sumber penyakit Sakit Pengetahuan

  Perilaku Pekerjaan Lokasi

  Udara Pakaian Manusia

  Candida albicans dan Aspergillus spp.

  Dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit menular, pada hakikatnya dapat diuraikan dalam empat simpul (Anies, 2006). Simpul 1 yaitu sumber penyakit. Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan dan/atau menggandakan agen penyakit serta mengeluarkan atau mengemisikan agen penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan) (Achmadi, 2013). Dalam hal ini, simpul 1 berupa jamur yang terdapat pada pakaian bekas, diantaranya jamur Candida albicans dan Aspergillus spp.

  Simpul 2 yaitu media transmisi penyakit. Media transmisi penyakit yaitu komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau di dalamnya tidak mengandung agen penyakit (Achmadi, 2013). Dalam hal ini, simpul 2 berupa udara dan pakaian yang mengandung bakteri yang berasal manusia.

  Simpul 3 yaitu perilaku pemajanan. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dengan konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioral exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit) (Achmadi, 2013). Dalam hal ini, simpul 3 berupa pengetahuan, perilaku, pekerjaan, dan lokasi penduduk.

  Simpul 4 yaitu kejadian penyakit. Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Manifestasi dampak akibat hubungan antara penduduk dengan lingkungan menghasilkan penyakit pada penduduk (Achmadi, 2013).

2.1.5 Penyakit yang Disebabkan Jamur

  Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis. Menurut Entjang (2003), penyakit-penyakit yang disebabkan jamur yaitu: 1.

  Tinea versicolor (panu) yaitu mikosis superfisial dengan gejala berupa macula (bercak) putih kekuning-kuningan disertai rasa gatal, biasanya pada kulit dada, bahu, punggung, axilla, leher dan perut bagian atas. Pada penyembuhan, daerah yang terkena biasanya mengalami depigmentasi dalam waktu yang cukup lama. Penyakit ini disebabkan Malassezia furfur.

  2. Tinea cruris yaitu mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya, daerah scrotum, perineum, perut dan ketiak. Penyakit ini disebabkan Epidermophyton floccosum atau Trichophyton sp.

3. Tinea circinata (tinea corporis) yaitu mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat

  (cincin) dimana terjadinya jaringan granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa gatal. Gejala penyakitnya bermula berupa papula kemerahan yang melebar ke arah luar sedang bagian tengahnya membaik, pinggirnya agak menonjol dan berwarna merah. Penyakit ini disebabkan Mycrosporum sp. dan

  .

  Trichophyton sp 4.

  Nocardiosis yaitu mikosis yang menyerang jaringan subkutan dimana terjadi pembengkakan jaringan yang terkena dan terjadinya lubang-lubang yang mengeluarkan nanah dan jamurnya berupa granula. Penyakit ini disebabkan Nocardia asteroides .

  5. Candidiasis yaitu mikosis yang menyerang kulit, kuku, selaput lendir mulut, vagina dan organ tubuh seperti ginjal, jantung dan paru-paru. Penyakit ini disebabkan Candida albicans.

  6. Sporotrichosis yaitu mikosis yang mengenai kulit dan kelenjar lympha superfisial dengan gejala benjolan (nodul) di bawah kulit kemudian membesar, merah, meradang, proses nekrosis kemudian terbentuk ulcus. Nodula yang sama terjadi sepanjang pembuluh lympha regional dan terjadi ulcus-ulcus berikutnya. Penyakit ini disebabkan Sporotrichum schenckii.

  7. Blastomycosis yaitu mikosis yang menyerang kulit, paru-paru, viscera tulang dan sistem syaraf dengan gejala berupa papula atau pustula yang berkembang menjadi ulcus kronik dengan jaringan granulasi pada alasnya. Penyakit ini disebabkan Blastomyces dermatitidis dan Blastomyces brasieliensis.

  8. Aspergillosis yaitu infeksi oputunistik yang paling sering terjadi pada paru- paru dengan gejala yang mirip dengan TB paru. Penyakit ini disebabkan

  Aspergillus spp. terutama Aspergillus fumigatus (Rusdi, 2013).

  Gambar 2. Badan penderita Tinea versicolor (panu) (Sumber: Siregar, 2004) Gambar 3. Tangan penderita sporotrichosis (Sumber: Siregar, 2004)

2.2 Candida albicans

  2.2.1 Taksonomi

  Menurut Lodder (1970) dalam Siregar (2004), taksonomi Candida

  albicans adalah :

  Kelas : Deutromycota Famili : Cryptococcaccae Subfamili : Candidoidea Genus : Candida Spesies : Candida albicans

  2.2.2 Ciri-Ciri

  Sel-sel jamur Candida albicans berbentuk bulat, lonjong, atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5µ x 3-6µ sampai 2-5,5µ x 5-28,5µ. Berkembang biak dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas, disebut blastospora. Candida albicans dapat mudah tumbuh di dalam media Sabauroud dengan membentuk koloni ragi dengan sifat-sifat yang khas, yakni: menonjol dari permukaan medium, permukaan koloni halus, licin, berwarna putih kekuning- kuningan, dan berbau ragi (Siregar, 2004).

  Gambar 4. Sel Candida albicans (Sumber: Malik, 2012) Gambar 5. Koloni Candida albicans (Sumber: Gunawan, 2012)

  2.2.3 Epidemiologi Candida albicans hidup sebagai saprofit, merupakan flora normal pada

  mulut, tenggorokan, saluran pencernaan, vagina, lipatan kulit dan di alam ditemukan pada tanah, air, serangga dan tumbuh-tumbuhan (KSDMI, 2001).

  Candida albicans mudah tumbuh pada suhu 20 C-37

  C, tahan terhadap suhu dingin, tetapi sensitif terhadap suhu panas 50 C-60 C (Firda, 2008). Diperkirakan sekitar 25%-50% individu sehat mengandung jamur kandida di dalam mulut sebagai flora normal (Kumala, 2006). Pada keadaan tertentu, sifat kandida ini dapat berubah menjadi patogen dan dapat menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis atau kandidosis (Siregar, 2004).

  2.2.4 Penyakit yang Ditimbulkan Penyakit yang ditimbulkan oleh jamur Candida albicans yaitu kandidiasis.

  Kandidiasis adalah mikosis yang menyerang kulit atau jaringan yang lebih dalam lagi (Entjang, 2003). Candida albicans dapat menyebabkan kandidiasis mukosa superfisial dan kandidiasis kulit yang menyebar secara hematogen ke berbagai organ seperti hepar, lien, ginjal, jantung dan otak dengan kematian sekitar 50%.

  Candida albicans akan menyerang organ tubuh (Kumala, 2006) seperti :

  a. Kandidiasis kulit, sering mengenai sela-sela jari kaki atau tangan dengan faktor predisposisi kaki atau tangan yang selalu basah atau lembab. Gejala yang timbul terutama rasa gatal dan kulit maserasi. Pada bayi yang popoknya selalu basah karena kurang perawatan akan timbul diaper rash yaitu lesi kemerahan pada bokong. Pada orang dewasa, infeksi kandida sering pada daerah inguinal dan lipatan payudara. Lesi berupa kemerahan disertai rasa gatal, biasanya sering pada penderita diabetes melitus dan orang gemuk.

  b. Kandidiasis mukosa, dikenal sebagai oral thrush yang terbatas pada sekitar orofaring. Terdapat pseudomembran di lidah yang bila disentuh/dikerok mudah berdarah. Pada wanita sering menimbulkan kandidiasis vaginitis yang disertai fluor albus (keputihan).

  c. Kandidiasis pada kuku, menyebabkan onychomycosis dan sering disertai paronychia.

  d. Kandidiasis pada saluran kemih, sering tanpa gejala. Penyebaran secara hematogen sampai ke organ ginjal dapat mengakibatkan abses ginjal, nekrosis pipilari ginjal dan timbul fungus ball pada ureter atau di pelvis ginjal. Pemeriksaan urin untuk membantu diagnosisnya.

  e. Kandidiasis peritonitis, sering pada penderita peritonial dialisis kronis dan pada penderita setelah operasi saluran cerna.

  f. Hematogen kandidiasis (fungemia), gejalanya bisa akut atau kronis, disertai demam, peningkatan kadar alkali fosfatase darah dan terjadi lesi yang multipel pada hepar dan lien.

  g. Kandidiasis susunan saraf pusat, terjadi melalui penyebaran secara hematogen, atau akibat tindakan bedah saraf. Gejalanya seperti meningitis bakterial.

  h. Kandidiasis jantung, akibat penyebaran hematogen menyebabkan kelainan pada katup jantung buatan, katup yang cacat, miokard, ruang perikardial.

  Gejala klinis mirip dengan gejala endokarditis bakterialis, terdapat demam, murmur dan sering terjadi emboli. i. Kandidiasis mata, terjadi akibat penyebaran hematogen. Timbul gejala korioretinitis dan endoptalmitis. Sehingga pada penderita kandidemia harus memeriksakan matanya secara teratur. j. Kandidiasis tulang dan sendi, merupakan sequelae dari kandidemia. Seringkali timbul beberapa bulan setelah berhasilnya pengobatan kandidemia. Keadaan tersebut dapat terjadi karena seolah-olah kandidemia yang bersifat sementara, tetapi jamur kandida tersebut sudah masuk ke dalam skeletal dan merupakan fokus yang akan menimbulkan penyakit di kemudian hari. Meskipun kandidiasis hematogen merupakan infeksi endogen dari saluran cerna, tetapi dapat juga disebabkan kontaminasi dari kateter. Jamur masuk ke dalam kuman kateter dan membentuk biofilm yang dapat menyebar ke dalam sirkulasi darah sebagai sumber endogen.

  Gambar 6. Kandidiasis di ketiak (Sumber: Siregar, 2004) Gambar 7. Kandidiasis di vulva sampai daerah inguinal (Sumber: Siregar, 2004) 2.3 Aspergillus spp.

2.3.1 Taksonomi

  Kingdom : Myceteae Divisio : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Aspergillus Species : Aspergillus fumigatus

   Aspergillus flavus Aspergillus niger

2.3.2 Ciri-Ciri

  Jamur Aspergillus rata-rata membutuhkan suhu yang hangat (40-43

  C), kelembapan tinggi (80-85 C) dan material organik untuk tumbuh dan berkembangbiak. Pertumbuhan jamur tersebut akan terganggu pada suhu 4,5 C dan bisa dimusnahkan pada suhu 71-100 C (Info Medion Online, 2015).

  Aspergillus spp. yang tumbuh pada kultur menghasilkan hifa hialin. Koloni dapat

  berwarna coklat, hitam, hijau, kuning, putih atau warna lainnya tergantung dari masing-masing spesies. Spesies Aspergillus fumigatus memiliki ciri-ciri koloni saat muda berwarna putih dan dengan cepat berubah menjadi hijau dengan terbentuknya konidia. Konidiofor pendek dan berwarna hijau (khusus pada bagian atas). Vesikula berbentuk gada. Konidia bulat hingga semi bulat dan berdinding kasar (Wangge dkk, 2012). Spesies Aspergillus flavus menghasilkan koloni berwarna kuning. Spesies Aspergillus niger menghasilkan koloni berwarna hitam. Gambaran mikroskopik dari Aspergillus memiliki tangkai-tangkai panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora.

  Aspergillus mampu tumbuh pada suhu 37

  C. Pada rumput kering Aspergillus dapat tumbuh pada suhu di atas 50 C (Rusdi, 2013). Gambar 8. Sel Aspergillus (1. Konidia; 2. Sterigmata; 3. Vesikel; 4. Konidiophor;

  5. Miselium) Gambar 9. Koloni Aspergillus fumigatus (Sumber: Marvel, 2008) Gambar 10. Koloni Aspergillus flavus (Sumber: Ellis, 2015) Gambar 11. Koloni Aspergillus niger (Sumber: Misdar dkk, 2013)

  2.3.3 Epidemiologi

  Jamur Aspergillus tersebar di seluruh dunia. Konidianya dapat hidup di tanah dan di udara. Sehingga spora jamur ini selalu dapat terhirup oleh manusia.

  Terjadinya infeksi Aspergillus pada manusia lebih berperan pada faktor daya imunitas penderita dibandingkan virulensi jamurnya sendiri. Saluran napas atas merupakan organ yang paling sering terkena infeksi jamur Aspergillus (Kumala, 2006).

  2.3.4 Penyakit yang Ditimbulkan

  Jamur Aspergillus menyebabkan penyakit aspergillosis. Aspergillosis terdiri dari 3 stadium yaitu stadium aspergillosis alergika, kolonisasi sspergillosis dan invasif aspergillosis. Pada aspergillosis alergika terdapat gejala sesak seperti asma, infiltrat ke dua paru, eosinofilia dan terjadi peningkatan kadar IgE dalam darah. Hal tersebut disebabkan tubuh sensitif terhadap antigen Aspergillus (Kumala, 2006).

  Stadium aspergillosis kolonisasi ditandai dengan gejala “fungus ball” (Aspergilloma) yaitu gumpalan yang berbentuk bola terdiri dari elemen hifa jamur disertai lendir dari bronkhus. Selain di paru fungus ball dapat terjadi di sinus paranasal. Aspergilloma dapat dilihat dengan pemeriksaan radiologis. Pada stadium kolonisasi sering timbul perdarahan. Bila di paru, maka gejalanya mirip dengan tuberkulosis yang disertai hemoptisis. Stadium aspergillosis invasif sering terdapat pada penderita penyakit kolagen dan diabetes melitus. Pada stadium ini dapat menjadi aspergillosis diseminata (Kumala, 2006). Gambar 12. Foto thorax aspergillosis paru invasif (Sumber: Putrimaura, 2014)

2.4 Perilaku

  Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner disebut teori “S- O- R” atau Stimulus Organisme Respons. Sedangkan perilaku kesehatan adalah tindakan/aktivitas/kegiatan baik yang diobservasi secara kasat mata ataupun tidak terhadap stimulus/rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Setiawati, 2008).

2.4.1 Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007). Menurut Notoadmodjo (2010), pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memlihara kesehatan ini meliputi:

  1. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).

  2. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

  3. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional.

  4. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Azwar (2007), yaitu :

  1. Faktor intrinstik / internal

  a. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terancana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar tidak mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, pendidikan meliputi pembelajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan pertimbangan dan kebijakan.

  2. Minat Suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai suatu minat merupakan kekuatan diri dalam diri sendiri untuk menambah pengetahuan.

  3. Intelegensi Pengetahuan yang dipenuhi intelegensi adalah pengetahuan intelegensi dimana seseorang dapat brtindak secara tepat, cepat dan mudah dalam pengambilan keputusan seseorang yang memiliki intelegensi yang rendah akan bertingkah laku lambat dalam mengambil keputusan. b. Faktor Eksternal

  1. Media massa Dengan majunya teknologi akan tersedianya pula dengan bermacam-macam media massa yang dapat pula mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

  2. Pengalaman Pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain yang meninggalkan kesan yang paling dalam akan menambah pengetahuan seseorang.

  3. Sosial Sosial budaya adalah hal hal yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaan berevolusi dimuka bumi ini sehingga hasil karya dan cipta masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan dan dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu penelitian.

  4. Lingkungan Lingkungan dimana kita hidup mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan seseorang,

  5. Penyuluhan Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melaui metode penyuluhan dan jika pengetahuan bertambah seseorang akan berubah perilakunya.

  6. Informasi Informasi merupakan pemberitahuan secara kognitif baru bagi penambahan pengetahuan. Pemberian informasi adalah untuk menggugah kesadaran seseorang terhadap suatu motivasi yang berpengaruh terhadap pengetahuan.

2.4.2 Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2010), sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang- kurangnya 4 variabel, yaitu:

  1. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda- tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).

  2. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

  3. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional.

  4. Sikap untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

  Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

2.4.3 Tindakan

  Tindakan adalah suatu perbuatan nyata yang merupakan hasil dari perwujudan sikap yang didukung oleh faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempratikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2010), tindakan atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4 faktor, yaitu:

  1. Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).

  2. Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

  3. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan kesehatan.

  4. Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

2.5 Pakaian Bekas

  2.5.1 Pengertian

  Pakaian bekas adalah pakaian yang telah dikonsumsi oleh masyarakat luar negeri lalu diimpor untuk diperdagangkan kembali di dalam negeri (Komaria, 2013). Pakaian bekas itu tidak seluruhnya bekas pakai, karena ada sebagian di antaranya yang merupakan pakaian dari gerai ritel yang sudah ketinggalan mode, setelah tidak laku dijual walaupun dengan diskon yang cukup besar (Sitorus, 2008). Selanjutnya pakaian ini ditimbun bertahun-tahun di gudang. Pakaian- pakaian timbunan inilah yang kemudian dijual kembali oleh pihak-pihak tertentu (Rizky, 2012).

  2.5.2 Alur Perjalanan Pakaian Bekas

  Pakaian bekas masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Riau, Aceh (seperti di Lhokseumawe, Sabang dan Langsa), Sumatera Utara (Belawan, Tanjung Balai Asahan dan Pangkalan Brandan), Sulawesi Utara, Tengah, Tenggara dan Timur, Maluku, dan daerah-daerah pantai lainnya. Pakaian-pakaian bekas ini masuk dari Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa dari Eropa. Tetapi masyarakat umum hanya mengetahui pakaian bekas tersebut datang dari Singapura dan Malaysia (Sitorus, 2008).

  Pakaian bekas dikapalkan melalui pelabuhan Port Klang Malaysia dan sampai ke pelabuhan Tanjung Balai. Pakaian-pakaian bekas yang dikirim ini dikemas dalam bentuk bal. Bal itu sendiri adalah suatu kemasan pakaian bekas import berbentuk segi empat yang memiliki berbagai merek dan kode tergantung jenis pakaian yang dikehendaki. Satu bal pakaian bekas rata-rata memuat 250 sampai dengan 300 potong. Bal juga terdiri dari beberapa merk yang menentukan harga dari suatu bal serta kualitas pakaian di dalamnya. Sejak tahun 1997, para pedagang sudah memilah-milah bal mana yang mempunyai nilai jual tinggi, karena barang-barang yang dijual mempunyai kualitas yang baik dan diminati oleh semua lapisan masyarakat (Aisyah, 2003).

  Pakaian bekas yang dikirim ke Tanjung Balai ini telah di pilah-pilah menurut jenisnya (Aisyah, 2003) antara lain :

1. Bal pakaian wanita dewasa 2.

  Bal pakaian pria dewasa 3. Bal pakaian dalam wanita 4. Bal pakaian anak-anak 5. Bal kain parasut 6. Bal pakaian rajut 7. Bal pakaian jeans 8. Bal pakaian resmi pria dan wanita 9. Bal bahan bekas tekstil

  10. Bal sepatu bekas 11.

  Bal tas bekas 12. Bal kaus kaki bekas 13. Bal tali pinggang bekas 14. Bal bahan untuk orden bekas 15. Bal roncah : terdiri dari sarung bantal, penutup untuk TV, kain penutup untuk kulkas, bantal bayi, celemek, dan lain-lain.

  16. Bal khusus celana panjang pria 17.

  Bal khusus boneka 18. Bal kemeja

  Penjual atau pedagang pakaian bekas memesan bal kepada agen-agen bal di sekitar tempat penjualan yang diperoleh agen-agen tersebut dari agen induk.

  Pedagang-pedagang tersebut berjualan dengan sarana kios-kios yang lebarnya sekitar 3x3 m (Aisyah, 2003).

2.5.3 Penanganan Jamur pada Pakaian Bekas

  Pakaian bekas dapat menjadi tempat perkembangbiakan jamur. Jamur yang terdapat pada pakaian bekas kemungkinan merupakan jamur patogen yang dapat menimbulkan penyakit kulit dan saluran pernafasan pada konsumennya. Dalam Sukmasari (2015), ada beberapa penanganan yang tepat sebelum pakaian bekas digunakan, di antaranya:

  1. Memisahkan pakaian bekas dengan pakaian kotor yang lain.

2. Mencuci menggunakan sabun yang kemudian dilanjutkan dengan cairan antiseptik seperti cairan bleaching (pemutih).

  3. C) selama 5 Merebus atau merendam pakaian dengan air panas mendidih (100 menit.

4. Setelah direbus atau direndam, dicuci dengan sabun, dijemur, dan disetrika dengan suhu yang disesuaikan dengan bahan.

2.6 Kerangka Konsep

  Ada Jamur Candida albicans dan Aspergillus spp. pada pakaian bekas

  Tidak ada Perilaku penjual

  Keluhan kesehatan tentang bahaya penjual pakaian bekas kesehatan pada pakaian bekas

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

0 0 7

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

0 0 10

Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 41

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pencemaran dan Lingkungan - Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 49

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Implementasi Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (Larasita) Pada Kantor Pertanahan Kota Binjai

0 1 43

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang - Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

0 0 33

Kuesioner ‘Cerita Kampus’ dan Pemuasan Kebutuhan Followers Akun Twitter USUKom FM Medan (Studi Korelasional Program Siaran ‘Cerita Kampus' dan Pemuasan Kebutuhan

0 0 11

BAB II PROFIL PERUSAHAAN - Pengendalian Internal Terhadap Prosedur Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Pada PT Taspen Kcu Medan

0 1 27

Analisis Keberadaan Candida albicans dan Aspergillus spp. Serta Keluhan Kesehatan dan Perilaku Penjual Tentang Bahaya Kesehatan pada Pakaian Bekas di Pasar Melati Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2015

0 1 57