BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pencemaran dan Lingkungan - Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pencemaran dan Lingkungan

  Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.

  Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya disebut juga dengan ekosistem. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Jadi pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya.

  10 Contohnya, pembuangan limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem pada perairan (Palar, 2008).

2.1.1. Hal-hal yang Mencemari Lingkungan

  Aktivitas yang pada prinsipnya merupakan usaha manusia untuk dapat hidup dengan layak dan berketurunan dengan baik, telah merangsang manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi kaidah-kaidah yang ada dalam tatanan lingkungan hidupnya. Akibatnya, terjadi pergeseran keseimbangan dalam tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung lebih buruk. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah.

  Limbah dalam konotasi sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Limbah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan, dapat digolongkan atas beberapa kelompok berdasarkan pada jenis, sifat dan sumbernya. Limbah padat adalah semua bahan sisa atau bahan buangan yang sudah tidak berguna dan berbentuk benda padat. Limbah cair adalah semua jenis bahan sisa yang dibuang dalam bentuk larutan atau berupa zat cair. Limbah cair dapat berupa air bekas pencucian pemurnian emas yang mengandung unsur merkuri, busa detergen, dsb. Limbah organik adalah semua jenis bahan sisa atau buangan yang merupakan bentuk-bentuk organik, yang dapat terurai dan habis dalam tatanan lingkungan oleh organisme-organisme pengurai, sedangkan limbah an-organik adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang tidak dapat terurai. Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian (Palar, 2008).

2.1.2. Pencemaran Oleh Limbah Industri

  Industri memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Secara ekonomi, industri penting bagi negara dan dapat memberikan pekerjaan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Sektor industri bukan hanya berkaitan dengan bangunan dan pabrik, tetapi juga mencakup industri pertanian, perkapalan dan kendaraan laut lainnya, kilang minyak dan pengeboran minyak lepas pantai serta truk-truk yang digunakan untuk membawa barang-barang dan bahan mentah yang dihasilkan oleh pabrik (Widyastuti, 2002). Istilah industri sering diindentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Defenisi ini merupakan defenisi industri dalam arti sempit. Dalam pengertian yang lebih luas industri dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup. Industri dalam pengertian luas dibedakan menjadi dua, yaitu : a.

  Industri primer, yaitu jenis industri yang langsung mengambil komoditas ekonomi dari alam tanpa proses pengolahan, seperti pertanian, pertambangan, dan kehutanan.

  b.

  Industri sekunder, yaitu kegiatan manusia dalam mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Industri sekunder dinamakan pula industri manufaktur atau pabrik (Utoyo, 2007).

  Perindustrian telah mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak terjadinya revolusi industri di daratan Eropa pada abad pertengahan. Seluruh negara maju di dunia berpacu untuk mendirikan pabrik-pabrik, untuk kemudahan bagi manusia. Perkembangan yang sangat pesat tersebut kemudian memberikan efek yang buruk bagi manusia. Kontrol yang hampir tidak pernah dilakukan terhadap buangan atau limbah industri telah mengakibatkan terjadinya pencemaran yang sangat luas di seluruh dunia.

  Bentuk pencemaran akibat buangan industri adalah pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang mengandung gugus logam berat. Sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan kadar merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam perairan Teluk Jakarta telah mencapai 0,027 ppm, berarti hampir empat kali dari jumlah hasil penelitian yang dilakukan dua tahun sebelumnya. Tercatat satu orang telah meninggal dan beberapa orang lainnya mengalami kelumpuhan, lidah kelu dan sama sekali tidak memiliki daya. Penyakit itu nyaris sama dengan penyakit yang timbul di Teluk Minamata di Jepang pada tahun 1950-an (Palar, 2008).

2.1.3. Pencemaran Laut

  Laut adalah (Setiawan, 2015).

  Hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut, ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran sungai (Chandra, 2005).

  Selain itu pencemaran laut yang lainnya terjadi pula dari buangan zat kimia limbah pabrik yang dibuang ke sungai dan mengalir ke laut. Pembuangan tailing atau ampas sisa kegiatan penambangan ke laut juga menyebabkan pencemaran, karena tailing yang seharusnya mengendap di dasar laut dapat terbawa ke permukaan laut dengan adanya pembalikan arus dari bawah laut (Rizky, 2013).

  Di pihak lain, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia, serta buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai. Kandungan logam di daerah laut dalam dengan laut dangkal biasanya berbeda. Laut dangkal memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan laut dalam. Hal tersebut disebabkan karena lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan- bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami pencemaran berat yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan sangat lambat (Darmono, 2001).

A. Laut Sebagai Tempat Pembuangan Limbah

  Pembuangan limbah di laut saat ini masih banyak dilakukan. Bahan buangan tersebut terutama berasal dari bahan kerukan pelabuhan yang mendangkal, sungai yang mendangkal, dan sebagainya. Diperkirakan 20% dari limbah yang dibuang ke laut ialah limbah industri berupa lumpur lunak (sludge), lumpur yang bercampur dengan bahan kimia toksik, agen infeksi, dan bahan padat yang berasal dari endapan pengolahan limbah.

  Limbah industri walaupun telah diproses dengan menggunakan IPAL, namun bila tidak diolah dengan prosedur yang benar akan menimbulkan kualitas limbah yang buruk. Sehingga permasalahan lingkungan masih sering muncul di daerah industri (Supriharyono, 2000).

2.2. Pencemaran Logam Berat

  Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terpisahkan dari benda- benda yang terbuat dari logam. Fungsi beberapa jenis logam antara lain, Cr untuk memberi warna cemerlang pada perkakas dari logam, Co sebagai bahan magnet yang kuat pada loudspeaker atau mikrofon, Cu sebagai kawat listrik, Ni sebagai bahan baja tahan karat/stainless steel, Pb sebagai bahan baterai pada mobil, Zn sebagai bahan pelapis kaleng, dan Hg sebagai bahan pelarut emas.

  Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan maupun lingkungan (Wahyu dkk, 2008).

  Menurut Endang (2007) dalam Djuangsih penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan an-organik secara adsorpsi dan kombinasi.

2.2.1. Pengertian Logam Berat

  Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm³. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya. Kemudian diikuti dengan logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn.

  Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifatnya atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23 1997). Zat kimia B3 dapat berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, B3 biologis, B3 logam dan B3 organik. Menurut data dari Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1997, terdapat ‘top 20’ B3 dimana dari 20 B3 tersebut diantaranya adalah logam berat, Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), Kadmium (Cd), dan Chromium (Cr) (Sudarmaji dkk, 2006).

  Perbedaan logam berat dengan logam-logam lain terletak dari pengaruh yang akan dihasilkan bila suatu logam berat berikatan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh apabila logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, hal itu tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Karena unsur Fe dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik logam berat beracun yang diperlukan oleh tubuh seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).

2.2.2. Kandungan Logam Berat di Perairan

  Daya racun logam berat di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, temperatur dan salinitas. Penurunan pH air akan menyebabkan daya racun logam berat semakin besar. Kesadahan yang tinggi dapat mempengaruhi daya racun logam berat, karena logam berat dalam air yang berkesadahan tinggi akan membentuk senyawa kompleks yang mengendap ke dalam dasar perairan.

  Menurut Hasan Sitorus (2011) yang dikutip dari Manahan akumulasi logam berat dalam tubuh hewan air dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain 1) kadar logam berat dalam air, 2) kadar logam berat dalam sedimen, 3) pH air dan pH sedimen dasar perairan, 4) tingkat pencemaran air dalam bentuk COD (Chemical Oxygen Demand), 5) kandungan sulfur dalam air dan sedimen, 6) jenis hewan air, 7) umur dan bobot tubuh dan 8) fase hidup (telur, larva). Biota air seperti ikan yang hidup di perairan yang tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Semakin tinggi kandungan logam dalam perairan, maka akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut.

  Logam berat yang masuk ke dalam jaringan tubuh ikan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pencernaan, saluran pernapasan dan penetrasi melalui kulit.

  Absorpsi logam melalui pernapasan biasanya cukup besar, sedangkan logam yang masuk melalui kulit jumlah dan absorpsinya relatif kecil (Darmono, 2001).

  Menurut Wahyu (2008) yang dikutip dari Rozanah berdasarkan hasil penelitian Tim Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, diketahui bahwa kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), kuprum (Cu), dan merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta, yaitu di perairan Ancol dan perairan Dadap, telah melampaui nilai ambang batas. Pencemaran ini diakibatkan oleh pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, limbah rumah tangga, industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda, dan industri dari 13 sungai yang ada di DKI Jakarta, serta pembuangan minyak secara rutin dari kapal dan perahu kecil di kawasan Teluk Jakarta.

  2.2.3. Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb)

  Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yang disusun antara lain dengan memperhatikan Keputusan Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 disebutkan bahwa batas maksimum cemaran logam kadmium (Cd) pada ikan dan hasil olahannya yaitu sebesar 0,1 mg/kg sedangkan logam timbal (Pb) pada ikan dan hasil olahannya sebesar 0,3 mg/kg.

  2.3 . Kadmium (Cd)

  2.3.1. Karakteristik Kadmium (Cd)

  Berdasarkan sifat fisikanya kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap amonia (NH 3 ) dan sulfur hidroksida. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol ; titik leleh 321ºC dan titik didih 767ºC. Kadmium bersifat lentur, tahan terhadap tekanan serta dapat dimanfaatkan sebagai pencampur logam lain, seperti nikel (Ni), emas (Au), kuprum (Cu), dan besi (Fe) (Wahyu dkk, 2008).

  2.3.2. Penyebaran dan Sumber Cd

  Cd terutama terdapat dalam kerak bumi bersama dengan seng (Zn). Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS) yang biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan dan refening bijih-bijih Zn. Cd dari hasil sampingan peleburan dan refining bijih Zn rata-rata memiliki kadar Cd sebesar 0,2-0,3%.

  Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, keramik berglazur, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar Cd, fungisida, pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok yang mengandung Cd, perokok pasif, plastik berlapis Cd serta air minum (Wahyu dkk, 2008).

  2.3.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri

  Kadmium (Cd) merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk elektroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena Cd memiliki keistimewaan nonkorosif. Cd banyak digunakan dalam pembuatan alloy, dan digunakan pula sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi. Pada dasarnya penggunaan kadmium adalah sebagai bahan ‘stabilisasi’ yaitu sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada elektroplating. Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn) dan timbal (Pb).

  Pemanfaatan Cd dan persenyawaannya meliputi : a.

  Senyawa Cds dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna.

  b.

  Senyawa Cd sulfat (CdSO) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sek wseton karena memiliki potensial voltase stabil, yaitu 1,0186 volt.

  c.

  Senyawa Cd bromida (CdBr) dan Cd-ionida (CdI) yang digunakan untuk fotografi.

  d.

  Senyawa dietil-Cd yang digunakan untuk pembuangan tetraetil-Pb.

  e.

  Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian manufaktur polyvinilkhlorida (PVC) sebagai bahan untuk stabilizer (Wahyu dkk, 2008).

2.3.4. Mekanisme Toksisitas Kadmium (Cd)

  Sekitar 5-8% dari logam kadmium, diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian besar kadmium masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, tetapi akan keluar lagi melalui faeses sekitar 3-4 minggu setelah terpapar Cd, dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Absorpsi kadmium (Cd) dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap, yaitu : 1.

  Penyerapan Cd dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel mukosa.

  2. Transpor Cd ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan, terutama dideposit di hati dan ginjal. Kadmium memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi pada testis juga akan lebih tinggi dibandingkan pada jaringan lainnya.

  Daya akumulasi kadmium sangat efisien dalam tubuh manusia, yaitu kurang lebih 40 tahun. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama yang berikatan dengan proteintionin dan mengubah tionin menjadi metalotionin. Metalotionin mengandung unsur sistein, dimana Cd terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein dan purin (Wahyu dkk, 2008).

2.3.5. Dampak Toksik Kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan

  A. Secara akut Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap kadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Gejala-gejala keracunan akut yang akan timbul adalah rasa sakit dan panas pada bagian dada. Gejala ini akan muncul setelah 4-10 jam sejak penderita terpapar oleh uap logam Cd. Kematian disebabkan karena terjadinya oedema paru-paru. Apabila dapat bertahan hidup, korban akan mengalami emfisema atau gangguan paru-paru (Darmono, 2001).

  Penyakit paru-paru akut ini dapat terjadi bila penderita terpapar oleh uap Cd atau CdO dalam waktu 24 jam, dan akan menyebabkan kematian bila konsentrasi berkisar dari 2500-2900 mg/m. Sedangkan pada pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan solder dengan kandungan 24% Cd. Kematian akan segera terjadi bila konsentrasi uap solder secara keseluruhan sebesar 1 mg/m.

  B.

  Secara kronis Keracunan yang bersifat kronis disebabkan karena daya racun yang dibawa oleh logam Cd terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Keracunan kronis ini membawa akibat yang lebih buruk dibandingkan dengan keracunan akut. Akibat yang ditimbulkan pada umumnya terjadi kerusakan-kerusakan pada sistem fisiologis tubuh, seperti sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung. Di samping itu, keracunan kronis juga merusak kelenjar reproduksi, sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Palar, 2008).

  Salah satu contoh penyakit akibat keracunan logam berat kadmium yaitu

  Itai-itai Disease. Itai-itai disease terjadi di Jepang, pertama kali ditemui di area

  yang sangat tercemar di lembah sungai Jinzu, terletak di Prefektur Toyama, Jepang. Penyakit ini sendiri menunjukkan gejala nephropathy dan osteomalacia.

  Kedua penyakit ini adalah penyakit yang timbul akibat adanya kandungan kadmium (Cd) dalam tubuh. Menurut hasil identifikasi Dinas Kesehatan setempat atau Public Welfare Office of Toyama terhadap area yang terpolusi Cd bahwa sejak tahun 1967, 97% orang dari 132 penduduk yang meninggal dunia adalah korban itai-itai disease. Kasus keracunan kadmium ini terjadi ketika Jepang sedang memproduksi senjata untuk kebutuhan militer. Penambangan yang dilakukan Mitsui Mining and Smelting Co. Ltd secara tidak langsung membuat dampak di sungai Jinzu. Banyak kasus meninggalnya pasien yang terkena penyakit ini setelah mengkonsumsi air sungai Jinzu serta memakan beras yang diirigasi oleh sungai tersebut. Pada 34 area persawahan di sekitar sungai Jinzu ditemukan 4,04 ppm kandungan logam berat dalam air, 2,42 ppm kandungan logam berat dalam di tengah area persawahan dan 2,24 ppm di area outlet irigasi. Sedangkan logam kadmium berkisar kurang dari 1,0 ppm di seluruh wilayah persawahan. Hasil hipotesis masuknya kadmium dalam tubuh manusia diduga adalah karena padi yang dihasilkan dari kawasan tersebut tercemar kadmium. Seluruh padi yang diteliti memiliki konsentrasi Cd yang beragam mulai dari 1,0 ppm hingga yang tertinggi mencapai 6,88 ppm (Istarani, F dan Elina S, 2014).

  Pada ginjal, kadmium dapat menyebabkan nefrotoksisitas (toksik ginjal), yaitu gejala proteinuria, glikosuria dan aminoasiduria disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal. Kasus keracunan kadmium juga menyebabkan gangguan kardio vaskuler dan hipertensi. Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium. Selain itu, kadmium juga mengakibatkan terjadinya gejala osteomalasea karena terjadi interferensi daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal (Darmono, 2001)

  Pada paru-paru dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi paru-paru. Pada peristiwa terhirupnya debu Cd selama 20 tahun oleh para pekerja industri yang melibatkan Cd, akan menyebabkan terjadinya pembengkakan paru- paru (pulmonary emphysema).

  Pada darah dan jantung logam Pb dapat menyebabkan penyakit anemia (kekurangan darah). Hal ini ditemukan pada pekerja yang telah bekerja selama 5- 30 tahun pada industri yang melibatkan CdO.

  Pada tulang dapat menyebabkan kerapuhan tulang. Penyakit ini telah ditemui sebelumnya di Jepang yang disebut dengan ‘itai-itai’ (Itai-itai Disease).

  Menurut para ahli, efek yang ditimbulkan oleh Cd terhadap tulang kemungkinan disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) dalam makanan yang tercemar oleh Cd sehingga fungsi kalsium dalam pembentukan tulang digantikan oleh logam Cd yang ada. Pada para penderita keracunan kronis, dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda keracunan berupa lingkaran kuning pada bagian pangkal gigi.

  Pada sistem reproduksi logam Cd dalam konsentrasi tertentu dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki yang berakibat impotensi. Impotensi yang ditimbulkan dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testosteron dalam darah (Palar, 2008).

2.3.6. Pencegahan dan Penanggulangan Kadmium (Cd)

  Orang yang rentan terpapar Cd adalah pekerja di lingkungan industri, pekerja galvanisasi, perokok aktif dan perokok pasif, pekerja di penambangan Zn, dan orang yang mengonsumsi makanan yang tercemar Cd. Untuk mencegah dan mengurangi paparan Cd, dapat dilakukan beberapa hal berikut :

  1. Menghindari paparan kadmium dengan mengurangi rokok, mengurangi konsumsi makanan yang rentan terkontaminasi Cd, antara lain kerang dan

  

shellfish , serta mengurangi minuman yang rentan tercemar Cd, antara lain kopi

atau teh.

2. Bagi para pekerja, sebaiknya menggunakan masker serta tidak makan, minum ataupun merokok di daerah industri.

  3. Untuk mencegah toksisitas Cd, jaga kecukupan Zn dalam tubuh dengan mengonsumsi makanan yang mengandung Zn tinggi, antara lain biji-bijian yang tidak ditumbuk halus, makanan dari golongan leguminosae dan kacang- kacangan. Konsumsi suplemen Zn 15-30 mg/hari bisa mengurangi toksisitas Cd (Wahyu dkk, 2008).

  Penanggulangan Kadmium (Cd) pada Makanan

  Upaya menurunkan kandungan logam berat pada makanan banyak dilakukan dengan penambahan bahan sekuestran (Chelating agents). Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat logam dalam makanan sehingga mutu makanan tetap terjaga dari cemaran logam berat. Beberapa kandungan alami makanan dapat berperan sebagai bahan sekuestran antara lain asam-asam karboksilat (oksalat,

  

succinic ), asam-asam hidroksi (laktat, malat, tartarat, sitrat) asam-asam amino,

  peptida, protein dan porfirin. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kandungan kadmium (Cd) dalam makanan, yaitu : a)

  Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang windu. Dimana jeruk nipis mengandung asam sitrat yang dapat menurunkan kadar kadmium. Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan kadar kadmium sebesar 56,09%, sedangkan perendaman selama 60 menit dapat menurunkan kadar kadmium sebesar 69,17% (Armanda, 2009). b) Menurut Hudaya (2010) yang mengutip dari Nihe dengan menambahkan asam jawa pada ikan tongkol dapat menurunkan kadar logam kadmium.

  Penambahan asam jawa yang mengandung asam hidroksi (malat, tartarat, sitrat) dengan konsentrasi 5%, 15%, 25%, 35% dan 45% selama 30 menit dapat menurunkan kadmium berturut-turut sebesar 0,175 ppm, 0,219 ppm, 0,298 ppm, 0,259 ppm dan 0,198 ppm.

  c) Merendam kerang darah dengan belimbing wuluh. Kadar kadmium dalam kerang darah dapat berkurang 94,7% setelah direndam dengan larutan belimbing wuluh selama 1 jam. Hal ini karena belimbing wuluh mengandung asam sitrat (Hudaya, 2010).

  d) Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam kadmium sebesar

  59,56% (Pransiska, 2010).

  e)

Merendam kerang bulu (Andara antiquata) menggunakan larutan chitosan

  dengan konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5% serta dengan waktu yang berbeda- beda. Perendaman dengan larutan chitosan 0,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 37,2%, 0,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,5%, 0,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 45,4%, 1% lama perendaman 15 menit menurunkan 38,79%, 1% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,6%, 1% lama perendaman 60 menit menurunkan 55,5% dan perendaman dengan larutan chitosan konsentrasi 1,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 39%, 1,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 41,3%, 1,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 63,08% (Afsyah, 2011).

2.4. Timbal (Pb)

  2.4.1. Karakteristik Timbal (Pb)

  Timbal atau yang dikenal dengan timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328ºC (662ºF); titik didih 1740ºC (3164ºF); dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Palar, 2008).

  2.4.2. Penyebaran dan Sumber Pb

  Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah logam lainnya yang ada di bumi. Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun darat.

  Keberadaan timbal di badan air berasal dari 2 sumber, yakni yang pertama terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam melalui proses alami seperti letusan gunung berapi, bebatuan dan proses geokimia, kemudian yang kedua berasal dari aktifitas manusia seperti air buangan industri, electroplating/pelapisan logam, pertambangan, peleburan, panggunaan pestisida, dsb. Timbal dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan di udara yang merupakan hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dengan bantuan hujan. Selain itu juga sebagai akibat proses korosifikasi bahan mineral akibat hempasan dan angin. Timbal yang berasal dari air aktivitas manusia jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai dan kemudian terbawa menuju laut.

  Kadar Pb secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah memiliki kadar sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah tanah berkisar antara 1-60 µg/liter. Pb juga ditemukan di air permukaan, pada air telaga dan air sungai sebesar 1-10 µg/liter, air laut lebih rendah dari air tawar. Laut Bermuda yang bebas dari pencemaran Pb sekitar 0,07 µg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya antara 0,0001-0,001 µg/m³. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (golena), PbCO

  3

  (cerusite), dan PbSO

  4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama Pb

  yang berasal dari tambang (Sudarmaji dkk, 2006). Di alam terdapat 4 macam isotop timbal, yakni :

  1. Timbal 204 dengan jumlah sebesar 1,48% dari seluruh isotop timbal.

  2. Timbal 206 sebanyak 23,60%.

  3. Timbal 207 sebanyak 22,60%.

  4. Timbal 208 sebanyak 52,32% dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam. Isotop-isotop ini merupakan hasil akhir dari peluruhan unsur-unsur radioaktif alam (Palar, 2008).

2.4.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri

  Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Wahyu dkk, 2008).

  Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan logam bismut (Pb-Bi) dengan perbandingan 93:7.

  Timbal oksida (PbO) dan logam timbal dalam industri baterai digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainnya beserta dengan fungsinya, yaitu :

  Tabel. 2.1. Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya Bentuk Persenyawaan Kegunaan

  Pb + Sb Kabel telepon Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik Pb + arsenat Insektisida Pb + Ni Senyawa azida untuk bahan peledak Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat Pb – asetat Pengkilapan keramik & bahan anti api Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas Tetrametil Aditive untuk bahan bakar kendaraan

  • – Pb & Tetraetil – Pb bermotor

  (Palar, 2008)

2.4.4. Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb)

  Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5%. Pb dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb).

  Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan minuman, udara, dan penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak (Palar, 2008). Timbal melalui udara masuk ke saluran pernafasan kemudian akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh.

  Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman sekitar 14% akan masuk ke saluran pencernaan yang kemudian akan ikut dalam proses metabolisme tubuh. Jumlah timbal yang masuk melalui makanan masih mungkin ditolerir oleh lambung, karena adanya asam lambung yang dapat menyerap timbal. Timbal yang diabsorpsi melalui saluran pencernaan akan melewati hati sebelum dibawa ke bagian tubuh lain. Melalui proses biotransformasi hati akan mendetoksifikasi zat kimia yang masuk. Dari proses tersebut akan dihasilkan metabolit yang seringkali larut dalam air sehingga dapat diekskresi oleh tubuh (Oktaria, 2009).

  Jaringan Lunak : Hati

  • Pernafasan Ginjal -
  • Darah Timbal (Pb) Oral Syaraf -
  • Kulit - Jaringan Mineral: Sekreta : Tulang - Gigi

  Urine

  • Faeces - Keringat -

Gambar 2.1 Akumulasi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia (Depkes RI,

  2001 dalam Naria, 2005) Timbal yang diabsorpsi ke dalam tubuh akan didistribusikan ke darah, cairan ekstraseluler dan beberapa tempat deposit, yang berada di jaringan lunak

  (hati, ginjal, dan syaraf) dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timbal yang terakumulasi dalam skeleton (tulang) sekitar 90% dari keseluruhan. Ekskresi timbal melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usus, regenerasi sel epitel dan ekskresi empedu.

  Pb yang telah diserap akan diendapkan dalam tulang bergabung dengan matrik tulang yang mirip dengan kalsium (Ca). Karena logam ini dalam bentuk

  ion (Pb² ) mampu menggantikan keberadaan ion Ca² (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Penyimpanan Pb dalam tulang menyebabkan kenaikan katabolisme tulang yang memungkinkan dapat meningkatkan konsentrasi Pb dalam sirkulasi darah. Beberapa penyakit yang dapat timbul karena proses pergantian tulang berkaitan dengan tingginya kadar Pb dalam darah seperti hipertiroidisme dan osteoporosis.

  Secara intraseluler, Pb terikat pada kelompok sulfhidril dan ikut berperan dalam sejumlah enzim seluler, seperti dalam sintesis heme. Pengikatan seperti itu juga terdapat pada keberadaan Pb dalam rambut dan kuku.

  Waktu paruh timbal secara biologi dalam tulang manusia diperkirakan 2-3 tahun. Timbal dalam darah akan dapat dideteksi dalam waktu paruh sekitar 20 hari, sedangkan ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui urine, faeces, dan keringat.

2.4.5. Dampak Toksik Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan

  A. Secara akut Toksisitas akut akibat logam Pb terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Pb secara akut dapat menimbulkan beberapa gejala, antara lain : 1.

  Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah dan sakit perut yang hebat.

  2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma.

  3. Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang dengan cepat.

  B. Secara kronis Pada kasus terpapar Pb akibat kerja, intoksikasi Pb secara kronis berjalan lambat. Gejala awal ditandai dengan kelelahan, kelesuan, irritabilitas dan gangguan gastrointestinal. Apabila terpapar secara terus-menerus, pada sistem saraf pusat menyebabkan gejala seperti insomnia, bingung atau pikiran kacau, konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan (memori).

  Berbagai penelitian secara epidemiologi telah menunjukkan bahwa tingkat paparan dengan dosis rendah akan menimbulkan dampak yang merugikan pada sistem saraf pusat. Dampak tersebut diantaranya dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk mengikuti perintah yang sederhana dan pada tes IQ (Intellegence Quotient) menghasilkan angka/skor yang rendah. Hasil meta analisis dari Needlemen dan Gatsonis menyatakan bahwa kadar Pb darah sebesar 10-15 µg/dl akan menimbulkan gangguan terhadap IQ anak. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa setiap kenaikan kadar timbal dalam darah sebanyak 10 µg/dL akan menurunkan IQ sebanyak 4,6 poin.

  Gejala lainnya yang timbul akibat terpapar Pb secara kronis adalah kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, sedangkan pada laki-laki telah terbukti adanya perubahan dalam spermatogenesis. Pada ibu hamil yang terpapar Pb selama kehamilan, Pb akan melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu (Riyadina, 1997).

2.4.6. Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb)

  Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain : 1.

  Melakukan tes medis (Pb dalam darah) terutama bagi pekerja yang berisiko terpapar Pb. Tes medis tersebut meliputi : a)

  Sejarah Medis Pekerja (masa kerja) Dilihat dalam hal riwayat terpapar Pb secara individu, kondisi higiene tempat kerja, kondisi gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi dan masalah neurologi.

  b) Tes Fisik

  Diperiksa pada keadaan gusi dan gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi, dan sistem saraf serta kondisi paru-paru.

  c) Pengukuran Tekanan Darah d) Tes Darah

  Kandungan Pb dalam darah, Zinc protoporfyrin atau eritrosit forfirin bebas, hemoglobin, hematokrit, kreatinin serum dan urinalisis dengan tes mikroskopik.

  e) Tes Lain Indikasi klinis lain yang timbul (Riyadina, 1997).

  2. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan/minuman yang mengandung Pb (keramik berglasur, wadah/kaleng yang dipatri atau mengandung cat).

  3. Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan/minuman secara berkesinambungan.

  4. Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan mengandung cat.

  5. Menghindari atau tidak berada lama di tempat-tempat yang udaranya terpolusi oleh gas buang kendaraan, terkhusus bagi anak-anak dan ibu hamil.

  6. Menjaga higiene dan sanitasi makanan/minuman dan lingkungan.

  7. Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya menggunakan peralatan standar keamanan dan keselamatan kerja.

  8. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan bermotor maupun industri (Wahyu dkk, 2008).

  Penanggulangan Timbal (Pb) pada Makanan

  Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar timbal (Pb) dalam makanan adalah dengan menambahkan sekuestran seperti : a.

  Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang windu. Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan kadar timbal sebesar 48,40%, sedangkan perendaman selama 60 menit dapat menurunkan kadar timbal sebesar 64,46% (Armanda, 2009).

  b.

  Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam timbal sebesar 68,08% (Pransiska, 2010).

2.5. Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan

  Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan). Kasus keracunan makanan sudah kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik yang disebabkan oleh toksin dalam makanan maupun oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen yang terkontaminasi pada makanan.

  Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan terdapat 10 jenis bahan tambahan yang dilarang yaitu : 1.

  Asam Borat dan senyawanya 2. Asam Salisilat dan garamnya 3. Dietilpirokarbonat 4. Dulsin

5. Formalin 6.

  Kalium bromat 7. Kalium klorat 8. Kloramfenikol 9. Minyak nabati yang dibrominasi 10.

  Nitrofurazon 11. Dulkamara 12. Kokain 13. Nitrobenzen 14. Sinamil antranilat 15. Dihidrosafrol 16. Biji tonka 17. Minyak kalamus 18. Minyak tansi 19. Minyak sasafras

  Menurut Badan POM (2006) bahan kimia yang paling sering disalahgunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B dan kuning metanil.

  Beberapa tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut adalah : a.

  Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep dan campuran pembersih.

  b.

  Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak digunakan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi serangga; bahan untuk pembuatan sutra buatan; zat pewarna; pembuatan gelas dan bahan peledak; dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas; untuk mengawetkan mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat dalam bentuk urea formaldehid; untuk membuat parfum; bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat untuk produk kayu lapis; dalam konsentrasi yang kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen.

  c.

  Rhodamin B digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil, sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, dll serta untuk pewarna biologik.

  d.

  Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

2.5.1. Bahan Pengawet

  Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan paradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula dengan menggunakan garam, asam dan gula. Kemudian dikenallah penggunaan bahan pengawet untuk mempertahankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula (Cahyadi, 2009).

  Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan (Anonimous, 2015). Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam upaya pengawetan makanan, antara lain :

  1. Segi ekonomi Makanan yang telah diawetkan dapat dijual dimana saja dan kapan saja tanpa mengurangi kualitas suatu makanan, serta dapat memperluas pemasarannya tanpa terikat oleh waktu.

  2. Mempermudah transportasi Indonesia memiliki iklim tropis, dimana makanan mudah membusuk. Dengan pengawetan, makanan dapat dipertahankan atau diolah dengan cara lain sehingga mudah dibeli dan tidak berbahaya serta dapat menghemat biaya transpor.

  3. Mudah dihidangkan Makanan yang telah diawetkan sebagian siap dihidangkan karena bagian yang tidak diperlukan telah dibuang. Dengan begitu, untuk masyarakat yang telah maju masalah waktu dapat diatasi.

4. Bermanfaat dalam keadaan tertentu

  Misalnya dalam kejadian bencana alam, kelaparan, pengungsian dan kondisi darurat lainnya, bantuan makanan yang telah diawetkan dapat didatangkan dengan mudah (Chandra, 2005).

2.5.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

  Penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum menurut (Cahyadi, 2009) yaitu : 1)

  Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen

  2) Memperpanjang umur simpan pangan

  3) Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan

  4) Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah

  5) Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan

  6) Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

2.5.3. Persyaratan Bahan Pengawet Kimia

  Beberapa persyaratan bahan pengawet kimia untuk bahan pangan antara lain : 1.

  Memberikan arti ekonomis dari pengawetan 2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia

  3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan 4.

  Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa dan bau) bahan pangan yang diawetkan

  5. Mudah dilarutkan 6.

  Menunjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan

  7. Aman dalam jumlah yang diperlukan 8.

  Mudah ditentukan dengan analisa kimia 9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan 10.

  Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik

11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan 12.

  Mempunyai spektra antimikrobia yang luas, meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan (Cahyadi, 2009).

2.6. Formaldehid

2.6.1. Pengertian Formaldehid

  Formaldehid adalah gas yang biasanya tersedia dalam bentuk larutan 40% (formalin). Larutan formaldehid atau formalin memiliki rumus molekul CH

  2 O

Dokumen yang terkait

BAB II PENEGAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENANGGULANGI PERJUDIAN TOGEL DI KALANGAN MASYARAKAT A. Sanksi Hukum Terhadap Perjudian - Upaya Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian Toto Gelap (Togel) Di Kalangan Masyarakat

1 1 43

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian Toto Gelap (Togel) Di Kalangan Masyarakat

0 0 25

II. Pengisian Kuisioner - Pengaruh Pengetahuan Pimpinan Tentang Anggaran, Pengalaman Kerja Dan Latar Belakang Pendidikan Terhadap Pengawasan Keuangan Dengan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengawasan Keuangan - Pengaruh Pengetahuan Pimpinan Tentang Anggaran, Pengalaman Kerja Dan Latar Belakang Pendidikan Terhadap Pengawasan Keuangan Dengan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Pengetahuan Pimpinan Tentang Anggaran, Pengalaman Kerja Dan Latar Belakang Pendidikan Terhadap Pengawasan Keuangan Dengan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare - Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

0 0 7

Seleksi In Vitro Dengan Menggunakan Peg Pada Beberapa Varietas Tomat Terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan

0 0 8

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

0 0 10

Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 41