TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Semua varietas tomat baik yang ditanam di Eropa maupun di Asia berasal dari biji yang dibawa dari Amerika Latin oleh pedagang Spanyol dan Portugis pada abad ke 16 (Duriat, 1997). Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah sebagai berikut, kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, sub divisio: Angiospermae, class: Dicotyledoneae, ordo: Tubiflorae, famili: Solanaceae, genus: Lycopersicum, spesies: Lycopersicum esculentumMill.(Jaya, 1997).

  Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu dalam, menyebar kesemua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun dapat mencapai kedalaman 60-70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Oleh karena itu, tingkat kesuburan tanah dilapisan atas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah (Pitojo, 2005).

  Bentuk batang tanaman tomat bulat dan membengkak pada buku-buku. Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar mudah patah dan dapat naik bersandar pada turus atau merambat pada tali, namun harus dibantu dengan beberapa ikatan. Dibiarkan melata, cukup rimbun menutupi tanah. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu (Suwandi dkk, 1995).

  Daun tanaman tomat berbentuk lemas, bulat telur memanjang dan meruncing, bergerigi sedang hingga menyirip kasar dan berbulu. Daunnya majemuk ganjil dengan jumlah daun lima sampai tujuh. Ukuran daun 15 cm - 30 cm x 10 cm – 25 cm. Diantara pasangan daun besar terdapat 1-2 daun kecil. Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya (Suwandi dkk, 1995).

  Buah tomat muda terasa getir dan berbau tidak enak karena mengandung likopersikin. Senyawa ini berupa lendir yang dikeluarkan dari 2-9 kantong lendir.

  Pada buah matang likopersikin lambat laun hilang sehingga baunya dan rasanya enak, asam-asam manis. Proses pematangan, buah dari hijau menjadi kuning.

  Ketika buahnya matang, warnanya merah. Ukuran buahnya bervariasi, berdiameter 2 cm – 15 cm tergantung varietas (Tjahjadi, 1991).

  Bunga tomat tumbuh dari batang (cabang) yang masih muda, membentuk jurai yang terdiri atas dua baris bunga. Tiap-tiap jurai terdiri atas 5 hingga 12 bunga. Mahkota bunganya berwarna kuning muda, bentuk bakal buahnya ada yang bulat panjang, berbentuk bola atau jorong melintang (Tarigan dan Wiryanta, 2003).

  Biji tomat pipih, berbulu, ringan dan diselimuti daging buah, warna bijinya putih kekungingan dan kecoklatan. Biji tomat umumnya digunakan untuk perbanyakan tanaman. Setiap gram berisi antara 200-500 biji, tergantung varietasnya. Biji berkecambah setelah ditanam 5-10 hari, keping terangkat ke atas (tipe epigeal) langsung memanjang dan berwarna hijau (Jaya, 1997).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Tanaman tomat merupakan tanaman yang dapat tumbuh disemua tempat, dari dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan). Hanya didaerah yang bertanah basah dan banyak curah hujan pertumbuhannya agak kurang baik. Disamping buahnya sering rusak atau pecah-pecah, tanaman tomat dimusim penghujan sering diserang penyakit, seperti penyakit cendawan Phytophthota infestans dan sejenisnya. Sehingga untuk daerah yang bertanah basah dan berudara lembab dianjurkan menanam tomat pada musim kemarau (Duriat,1997).

  Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman tomat sekurang- kurangnya 10-12 jam setiap hari. Cahaya matahari tersebut digunakan untuk proses fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukan buah, dan pemasakan buah. Jika tanaman ternaungi alias kekurangan cahaya matahari akan berdampak negatif, misalnya umur panen menjadi lemas, tanaman tumbuh meninggi, dan tanaman lebih gampang kerkena cendawan (Tarigan dan Wiryanta, 2003).

  Tanah

  Tanaman tomat tidak memilih-milih jenis tanah. Ditanah yang ringan dan banyak mengandung pasir hingga tanah yang berat pun dapat tumbuh dan menghasilkan, yang penting kesuburan tanahnya cukup mengandung zat hara yang dibutuhkan (Tjahjadi, 1991).

  Derajat keasaman tanah dan ph tanah ideal untuk tanaman tomat berkisar 6-7. Pengapura dilakukan jika ph terlalu asam (kurang dari 6). Karena, tanah terlalu asam akan menghambat penyerapan unsur hara oleh tanaman (terutama unsur P, K, S, Mg, dan Mo yang diikat unsur AL, Mn, atau Fe) dan bisa merangsang pertumbuhan cendawan Rhizoctonia sp. Sebaiknya digunakan kapur dolomit (CaCO3MgCO3). Untuk menetralkan ph tanah. Sebaliknya ph tanah bersifat basa (alkalis) deberi belerang untuk menurunkannya (Pitojo, 2005).

  Cekaman Kekeringan pada Tanaman

  Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat (Yakushiji et al. 1998; Savin dan Nicolas, 1996), selanjutnya mempengaruhi produktivitas tanaman. Istilah kekeringan ini menunjukkan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungan tumbuhnya yaitu media tanam. Menurut Levit (1980) dan Bray(1997) cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia cukup. Pada lahan kering, cekaman kekeringan pada tanaman terjadi karena suplai air yang tidak mencukupi.

  Cekaman kekeringan yang dialami tanaman pada setiap periode pertumbuhan dan perkembangan dapat menurunkan hasil meskipun besar penurunannya tergantung fase pertumbuhan pada saat terjadi dan lamanya cekaman. Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air berpengaruh pada beberapa asfek fisiologi serta morfologi, antara lain: menurunkan laju kecepatan fotosintesis dan luas daun. Jika tanaman terkena cekaman kekeringan, potensial air daun akan menurun, pembentukan klorofil daun akan terganggu dan struktur kloroplas akan mengalami disintegnasi. Krizek(1985) menjelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif terutama pada perluasan area daun dan pertumbuhan tunas baru dan nisbah akar-tajuk.

  Sedangkan pada pertumbuhan reproduktif mengakibatkan ketidaknormalan pembungaan, aborsi embrio, ketidaknormalan perkembangan biji dan buah.

  Ditambahkan oleh Sloane et al. (1990) bahwa tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya bunga, polong, dan biji yang telah terbentuk. Hal ini berhubungan dengan penurunan kecepatan fotosintesis akibat keterbatasan ketersediaan air

  Bray (1997) menyatakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung pada jumlah air yang hilang, tingkat kerusakan dan lama cekaman kekeringan, dan juga sangat tergantung pada genotipe tanaman, lama dan jenis penyebab kehilangan air, umur dan fase perkembangan, tipe organ dan tipe sel dan bagian-bagian sub seluler. Kehilangan air pada tingkat seluler dapat menyebabkan perubahan konsentrasi senyawa osmotik terlarut, perubahan volume sel dan bentuk membran, perubahan gradien potensial air, kehilangan turgor, kerusakan atau kehancuran integrasi membran dan denaturasi protein. Menurut Savin dan Nicolas (1996), cekaman kekeringan tidak hanya mengurangi laju fotosintesis tetapi juga dapat mengakibatkan terjadinya senesen pada organ-organ fotosintesis. Akibat cekaman kekeringan dapat menyebabkan perbedaan penurunan hasil antara pada tanaman yang peka, dan juga pada tanaman yang toleran tetapi berbeda tingkat penurunannya.

  Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat terjadi jika tanaman dapat bertahan terhadap cekaman yang terjadi dan adanya toleransi atau mekanisme yang memungkinkan menghindari dampak buruk dari situasi cekaman tersebut. Karakter morfologi atau fenotipik (secara konvensional) umumnya digunakan untuk menduga tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan yaitu dengan mengamati gejala secara visual di tingkat in vitro (Hooker dan Thorpe 1997), maupun di lapang (Vallejo dan Kelly 1998), misalnya perkembangan perakaran, gejala layu sebagian atau keseluruhan pada organ vegetatif atau organ reproduktif, merosotnya hasil panen dan kualitas hasil, serta ketidaktahanan hasil dalam penyimpanan.

  Pengaruh cekaman kekeringan tidak hanya pada fase vegetative tetapi juga pada fase generatif. Secara morfologis pengaruh cekaman kekeringan terjadi pada pertumbuhan vegetative, terutama pada luas daun, dan pertumbuhan tunas baru. Pada fase generatif pembungaan tidak normal, absorbsi embrio, dan perkembangan biji dan buah tidak normal yang akhirnya dapat menurunkan hasil (Nurita dan Toruan, 2004).

  Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berpengaruh dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Soemartono, 1995).

  Perlakuan varietas memberikan respon pada kondisi lingkungan yang berpengaruh sehingga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Disamping faktor lingkungan, pertumbuhan dan produksi tanaman juga dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman itu sendiri (Sutjahjo, 2006).

  Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman akan memberikan reaksi terhadap perubahan lingkungan tersebut. Pada keadaan lingkungan yang tidak optimum, manipulasi sering dilakukan untuk menciptakan keadaan lingkungan mendekati keadaan optimum agar kapasitas genetik yang setinggi mungkin dapat diekspresikan. Manipulasi tersebut dapat disajikan pada pertumbuhan (Soemartono, 1995).

  Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesis dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil (Riduan, 2004).

  Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang dialami dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme dalam tanaman (Hutami dkk, 2006).

  Tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran, mengatur stomata, mengurangi absorbs radiasi surya dengan pembentukan lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun (Soemartono, 1995).

  Polyethylen glikol

  Senyawa Polietilen glikol (PEG) dilaporkan dapat menurunkan potensial air media untuk mendapatkan tanaman varian yang toleran cekaman kekeringan dan telah dilakukan pula pada tanaman padi,sorgum, dan anggur (Adkins dkk,1995). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara toleransi sel atau jaringan yang dikulturkan in vitro terhadap PEG dengan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan di lapangan.

  Penggunaan PEG dalam induksi stress/cekaman air pada tanaman sudah digunakan sejak lama. PEG merupakan senyawa yang stabil, non ionik, polymer panjang yang larut dalam air dan dapat digunakan dalam sebaran bobot molekul yang luas. PEG dengan bobot molekul lebih dari 4000 dapat menginduksi stress air pada tanaman dengan mengurangi potensial air pada larutan nutrisi tanpa menyebabkan keracunan (Widoretno dkk,2003) Dengan demikian kerusakan atau kematian tanaman pada simulasi menggunakan PEG diyakini sebagai efek kekeringan, bukan efek langsung dari senyawa PEG karena senyawa tersebut tidak diserap oleh tanaman ( Dami dan Hughes, 1997 ).

  Kemampuan PEG untuk menurunkan potensial air diharapkan dapat berfungsi sebagai kondisi selektif untuk menduga reaksi jaringan yang dikulturkan terhadap cekaman kekeringan dan mengisolasi sel atau jaringan varian yang mempunyai fenotipe cekaman toleran (Widoretno dkk,2003).

  Sel-sel kalus atau eksplan yang mati dalam kultur in vitro yang mengandung PEG bukan disebabkan oleh PEG yang diabsorsi ke dalam sel atau jaringan tanaman melainkan disebabkan oleh pengaruh penurunan potensial air dalam media kultur sehingga menyebabkan tanaman mengalami stress/cekaman karena kekurangan air. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG dalam kultur in vitro, semakin menekan pertumbuhan embrio somatik. Dengan demikian eksplan atau kalus yang mampu bertahan hidup pada konsentrasi PEG tertentu, dimana kalus yang lain tidak lagi mampu bertahan (mati), mengindikasikan bahwa kalus tersebut mempunyai sifat toleransi terhadap media selektif PEG ( Kong,1998).

  Polietilen glikol dapat menurunkan potensial air dan dapat ditambahkan dalam media untuk seleksi in vitro. Penggunaan larutan PEG diharapkan untuk mendapatkan tekanan seleksi yang homogen sehingga kesalahan identifikasi individu yang peka sebagai toleran cekaman kekeringan dapat dihindari (Krizek,1985).

  Efektivitas seleksi in vitro ditentukan dengan keberhasilan menghambat pertumbuhan sel/jaringan normal yang tidak diinginkan dan memproliferasikan sel/jaringan yang diinginkan menggunakan agens penyeleksi tertentu. Seleksi in

  

vitro dengan menggunakan media selektif polietilen glikol (PEG) telah dilakukan

  untuk mengembangkan galur yang toleran cekaman kekeringan ( Rahayu dkk, 2007 ).

  Kalus yang diseleksi dengan PEG (0-20%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka semakin sedikit pula jumlah struktur embrio somatik yang diperoleh. Hal ini terjadi karena pada media seleksi kekurangan atau bahkan tidak memperoleh air karena air terikat oleh PEG (>30%) dan tidak dapat dimanfaatkan oleh eksplan. Sulitnya air masuk ke dalam sel makin besar dengan meningkatnya konsentrasi PEG (Widoretno, 2003).

  PEG sebagai komponen seleksi pada berbagi jenis tanaman dapat menurunkan pertumbuhan tanaman sekaligus dapat menghsilkan genotipe- genotipe baru yang tahan terhadap cekaman kekeringan (Hutami, 2006). Beberapa peneliti yang menggunakan PEG sebagai simulasi cekaman kekeringan adalah Husni (2003) pada tanaman kedelai, Fernandes (1998) pada tanaman kapas, Abdullah (2003) pada tanaman padi, dan Sutjahjo (2007) pada tanaman nilam.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Produk - Pengaruh Atribut Produk dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Produk Luwak White Koffie pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan - Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Melalui Kepuasan Pelanggan Pada BT/BS BIMA Medan

0 1 40

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Legenda Nilam Baya Bagi Masyarakat Melayu Batubara : Kajian Fungsi

0 1 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1- 4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit - Kekerasan permukaan resin komposit nanohybrid setelah perendaman di dalam obat kumur yang mengandung alkohol 21%

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris - Profil Kadar Vitamin E Plasma pada Berbagai Derajat Keparahan Akne Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Tindakan irigasi pada perawatan saluran akar yang dilakukan oleh dokter gigi umum di kota Medan tahun 2015.

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengawasan Keuangan - Pengaruh Pengetahuan Pimpinan Tentang Anggaran, Pengalaman Kerja Dan Latar Belakang Pendidikan Terhadap Pengawasan Keuangan Dengan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare 2.1.1 Pengertian Diare - Hubungan Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara dan Kecepatan Angin) Dengan Kejadian Diare di Kota Jakarta Pusat pada Periode Tahun 2004-2013

0 0 22

Lampiran 4.Deskripsi Varietas Tanaman Tomat

0 0 26