Karakteristik Penyakit Daun Pada Pembibitan Empat Klon Hasil Persilangan Eucalyptus grandis x Eucalyptus urrophylla Di Pt. Toba Pulp Lestari Tbk. Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Eukalyptus spp

  Tanaman Eucalyptus spp. mempunyai sistematika sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Sub Divisio : Angiospermae Class : Dycotyledone (berkeping dua) Ordo : Myrtiflorae Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan) Genus : Eucalyptus Species : Eucalyptus sp.

  Tanaman Eucalyptus terdiri dari kurang lebih 700 jenis dan yang dapat dimanfaatkan menjadi pulp sekitar 40% dari keseluruhan tanaman ini (Departemen Kehutanan, 1994).

  Eucalyptus merupakan salah satu jenis tanaman yang dikembangkan

  dalam pembangunan hutan tanaman Industri. Kayu Eucalyptus sp. digunakan antara lain untuk bangunan di bawah atap, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus korek api, pulp dan kayu bakar. Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi (Mardin, 2009).

  Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus

  Daerah penyebaran alaminya berada di sebelah Timur garis Wallace, mulai dari 7°’ LU sampai 43°39’ LS meliputi Australia, New Britania, Papua dan Tazmania. Beberapa spesies juga ditemukan di Kepulauan Indonesia yaitu Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor- Timur. Genus Eucalyptus terdiri atas 500 spesies yang kebanyakan endemik Australia. Hanya ada dua spesies yang tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Fillipina) yaitu Eucalyptus urrophylla dan Eucalyptus deglupta. Beberapa spesies menyebar di Australia bagian Utara menuju bagian Timur. Spesies ini banyak tersebar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian Barat Daya. Pada saat ini beberapa spesies ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian Selatan dan Amerika Tengah (Latifah, 2004).

  Hampir semua jenis Eucalyptus sp. beradaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis dapat hidup pada iklim yang sangat dingin, misalnya jenis-jenis yang telah dibudidayakan yakni: Eucalyptus alba, Eucalyptus camaldulensis dan

  

Eucalyptus citriodora. Eucalyptus deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada

  habitat hutan dataran rendah dan hutan pegunungan dataran rendah pada ketinggian 1800 mdpl dengan curah hujan tahunan 2.500 – 3.000 mm, suhu minimum rata-rata 230 C dan maksimum 310 C di dataran rendah dan suhu minimum rata-rata 130 C dan maksimum 290 C di pegunungan (Basuki, 2007).

  Eukaliptus (Eucalyptus sp.) merupakan jenis tanaman yang eksotis karena ditanam di luar habitat aslinya, tanaman ini umumnya berasal dari Australia dan Papua New Guinea dan dikembangkan di Indonesia. Eucalyptus sp. merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang diprioritaskan untuk dikembangkan dalam program HTI, mengingat bahwa jenis ini adalah fast growing dan kegunaannya sebagai bahan baku pulp dan kertas yang baik. Sutisna, et al., (1998), mengemukakan bahwa tanaman Eucalyptus spp banyak dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap iklim dan tempat tumbuh, sifat kayu yang cukup baik, dan memiliki daur hidup yang pendek/cepat (6-7 tahun).

  Penyakit pada Tanaman Eucalyptus sp.

  Ilmu penyakit tanaman merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik, penyebab, interaksi tanaman dan patogen (biotik) dan lingkungan (abiotik), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit dalam suatu populasi atau individu tanaman, dan berbagai cara pengendalian penyakit. Ilmu penyakit tanaman juga memiliki aspek seni, yaitu dalam aplikasi pengetahuan yang diperoleh dari mempelajari ilmu tersebut. Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat memberikan penjelasan dan penekanan terhadap peran faktor lingkungan terhadap patogen, inang, lingkungan fisik dan lingkungan biologi, sehingga disebut piramid penyakit (Sinaga, 2003).

  Pada pembibitan, semai Eucalyptus sp. sering diserang penyakit rebah kecambah (damping off) yang disebabkan oleh Phytium sp. dan Fusarium sp.

  Penyakit busuk akar disebabkan oleh serangan Phytium sp., Phytophora sp., dan

  Batryodiplodia sp. menyebabkan kematian pohon. Adapun serangan Nectria sp dapat menyebabkan penyakit kanker batang (Nair, 2000).

  Menurut Old, dkk (2003) ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman Eucalyptus sp. antara lain:

  1. Jamur embun hitam (black mildew)

  Penyebab dari penyakit ini adalah fungi dari marga Meliolales, jenis

  

Meliola . Jenis Meliola biasanya tumbuh pada permukaan daun dan batang,

  berwarna hitam, menyebar, membentuk koloni seperti beludru dengan diameter 1 cm. Pada umumnya serangan berat disebabkan oleh jamur. Kadang-kadang menyerang batang dan ranting muda. Informasi mengenai akibat dari penyakit jamur embun hitam ini pada pertumbuhan Eucalyptus sp. masih sangat sedikit.

  2. Jamur hitam (Shoot blight) Penyakit jamur hitam disebabkan oleh Cryptosporiopsis eucalypti. Gejala penyakit ini berkembang di sekitar daun dan batang Eucalyptus sp., biasanya tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang menjalar dan dikenal sebagai gejala jamur hitam, bentuknya bundar dengan diameter 1-2 cm. Luka yang berat ditunjukkan dengan warna coklat tua atau abu- abu diseluruh permukaan daun, atau luka seperti gabus dan nekrosis pada jaringan epidermis. Pucuk atau tunas muda yang diserang menjadi layu dan berwarna hitam. Akibat dari penyakit menyebabkan luka semakin menyebar, khususnya pada tanaman muda dan membuat serangan lebih hebat.

  3. Foliar spot and foliar blight Penyakit ini disebabkan oleh fungi Cylindrocladium sp. yang merupakan patogen yang menyerang tanaman lain selain Eucalyptus sp. Cylindrocladium sp. merupakan salah satu jenis dari marga Calonectria yang menyebabkan penyakit pada pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Selama hujan lebat, spora-spora tersebut dipercik ke udara dan menempel pada daun dan pohon-pohon lain.

  

Cylindrocladium sp. dapat hidup bertahan lama dalam tanah karena adanya

  dinding tebal klamidiospora dan propagulnya. Penularan biasanya mulai dari daun cabang bawah dan menyebar sampai ke mahkota. Gejala ditunjukkan pada daun muda yang berwarna abu-abu dan mulai membusuk. Apabila dibiarkan dapat berubah menjadi gejala nekrotik. Penyakit ini menjadi masalah utama pada pertumbuhan Eucalyptus sp. di daerah yang tropis lembab.. Pencegahan penyakit

  

leaf blight dapat dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida. Pengendalian

  melalui penyemprotan fungisida bergantung pada waktu yang tepat saat penyemprotan dilakukan.

  4. Penyakit daun Mycosphaerella Penyakit yang ditimbulkan berupa bintik daun, bisul dan kerut daun yang disebabkan oleh fungi Mycosphaerella. Tetapi marga ini belum pasti di temukan pada marga Eucalyptus sp. Banyak variasi gejala yang di tunjukan oleh infeksi

  mycosphaerella dan dengan hasil yang berbeda pula dalam hal ukuran luka, warna dan morfologi, daun yang terinfeksi akan berkembang menjadi bintik dan bisul.

  Akibat penyakit ini adalah kesehatan pohon menjadi rusak, tetapi tergantung serangan dari jamurnya, fisiologinya ataupun iklimnya.

  5. Penyakit daun Phaeophleospora Penyakit ini disebabkan oleh fungi Phaeophleospora yang biasanya terdapat pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Apabila satu daun tanaman telah terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan penyakit pada daun yang berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit tanaman. Penularan sering kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman hingga mencapai daun bagian ujung tanaman. Patogen ini biasanya berada di bawah tajuk pohon dan dapat menyebabkan penghancuran secara signifikan pada semai di pembibitan.

  6. Penyakit daun Pestalotia Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pestalotia sp. Semangun (2000) menyatakan bahwa serangan fungi Pestalotia pada daun lebar menimbulkan gejala bercak yang dimulai dari tepi daun ujung, yang kemudian meluas ke tengah daun. Serangan fase awal hamper selalu terjadi di ujung daun. Di duga bahwa stoma di daerah ujung memberikan kondisi yang kondusif bagi perkembangan kecambah konidiaspora. Kurangnya informasi awal tentang Pestalotia sp. adalah karena selama ini kelompok patogen tersebut dianggap tidak penting (patogen minor) atau jarang dapat menimbulkan kerusakan secara ekonomis baik di bidang pertanian, perkebunan, maupun kehutanan. Namun demikian saat ini eksistensi

  

Pestalotia sp. ini harus sudah mulai diperhitungkan sebagai patogen yang

  berpotensi berbahaya sejalan dengan telah terjadinya perubahan-perubahan ekologis hutan tanaman.

  Penyakit dapat dikendalikan dengan teknik pembibitan yang tepat (pengontrolan kualitas tanah, kadar air dan kondisi lingkungan sekitar persemaian) dan pemberian fungisida pada saat dibutuhkan. Pada tingkatan bibit dan pancang penyakit bercak daun dapat disebabkan oleh berbagai macam fungi. Penyakit kanker batang yang parah dan serangan yang cukup luas telah ditemukan di Sumatera. Penyakit ini disebabkan oleh serangan Corticium salminicolor.

  Kematian pohon-pohon disebabkan oleh busuk akar telah sering terjadi dan patogen yang menyebabkan penyakit ini adalah Phytium sp., Phytoptora sp., dan Batryodiplodia sp. (Anggraeni dan Suharti, 1997 dalam Nair, 2000).

  Identifikasi Penyakit Tanaman

  Tanda-tanda maupun gejala lapangan sangat perlu diketahui guna menetapkan jenis penyakit, penyebab serta jenis tanaman inangnya dan jenis hasil tanaman inang yang diharapkan, berkaitan dengan tindakan pengendaliannya. Dalam ilmu penyakit tanaman umum (General plant pathology) perlu dipelajari

  a) Symptomatic yaitu melukiskan, mempelajari, mengenal dan membandingkan gejala lapangan yang ada pada setiap jenis tanaman yang sakit.

  b) Diagnostic yaitu mempelajari, mengenal, dan menentukan penyebabnya sesuatu jenis penyakit. c) Pathogenesis yaitu menyelidiki dan mempelajari peristiwa-peristiwa serta proses yang terjadi di dalam sel dan jaringan tanaman yang sakit, serta kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit. d) Etiology yaitu mempelajari dan menyelidiki proses fisiologis yang menyebabkan tidak normalnya pertumbuhan, perkembangan dan yang menyebabkan sakitnya tanaman oleh senyawa penyakit. e) Ecology yaitu mempelajari dan menyelidiki hubungan faktor lingkungan/ ekosistem yang menyebabkan meluas menghambat perkembangan penyakit, dan timbulnya suatu epidemi penyakit (Djafaruddin, 2001).

  Diagnosis merupakan proses untuk mengidentifikasi suatu penyakit tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas, termasuk faktor- faktor lain yang berhubungan dengan proses pembentukkan penyakit tersebut. Diagnosis penyakit yang benar diperlukan untuk merekomendasikan cara pengendalian yang tepat dan harus dilakukan dalam suatu survei penyakit tanaman (Sinaga, 2003).

  Tanda penyakit adalah struktur dari suatu patogen yang berasosiasi dengan tanaman yang terinfeksi. Beberapa tipe struktur patogen tidak harus selalu ada pada tanaman yang sakit karena pembentukkannya berdasarkan kondisi lingkungan. Kebanyakan tanda penyakit dapat dilihat dan dibedakan dengan bantuan mikroskop. Misalnya penyebab penyakit berupa miselium, spora, tubuh buah fungi, sel atau lendir bakteri, tubuh karena penggumpalan hifa fungi (Sklerotial bodies), nematoda dengan berbagai fase telur, juvenil dan imago serta berbagai bagian tumbuhan parasit (Sinaga, 2003).

  Deskripsi Fungi

  Jamur (fungi) merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka berperan sebagai parasit atau saprofit yang tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri (Tambunan dan Nandika, 1989).

  Jamur merupakan organisme eukariota yang digolongkan kedalam kelompok cendawan sejati. Dinding sel jamur terdiri atas kitin, sel jamur tidakmengandung klorofil. Jamur mendapatkan makanan secara heterotrof dengan mengambil makanan dari bahan organik. Bahan organik disekitar tempat tumbuhnya diubah menjadi molekul-molekul sederhana dan diserap langsung oleh hifa, jadi jamur tidak seperti organisme heterotrof lainnya yang menelan makanannya kemudian mencernanya sebelum diserap (Gunawan, 2000).

  Fungi merupakan salah satu faktor biotik terbanyak yang menyebabkan tanaman hutan menjadi sakit. Umumnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh satu jenis patogen akan tetapi dapat disebabkan oleh beberapa patogen yang datang atau muncul secara bersama ataupun berurutan. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya produksi hutan tanaman yang diusahakan (Semangun, 2001).

  Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat memberikan penjelasan dan penekanan pada peran faktor lingkungan terhadap patogen, inang dan interaksi keduanya. Apabila dilakukan, maka penyakit sebenarnya merupakan hubungan segi empat antar faktor patogen, faktor inang, faktor lingkungan fisik/kimia dan lingkungan biologi, serta manusia sehingga disebut segi empat penyakit.

  Patogen Manusia lingkungan Pohon inang

  Gambar 1. Piramida Penyakit yang menghubungkan faktor-faktor patogen.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

  Sejarah Singkat Pendirian PT. Toba Pulp Lestari, Tbk PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. yang dulunya bernama PT. Inti Indorayon Utama (IIU) Tbk didirikan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan kertas dalam negeri dan ekspor ke beberapa negara lain. Berdasarkan laporan hasil penelitian Food and Agriculture Organization (FAO) pada bulan Juli 1954, menemukan dan merekomendasikan daerah Sosor Ladang, Porsea sebagai salah satu lokasi strategis dan layak untuk tempat pendirian pabrik pulp di Indonesia, dan sekarang menjadi lokasi berdirinya Pabrik Pulp dan Rayon PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

  (TPL).

  PT. IIU berhenti beroperasi pada tahun 1998. Hal ini disebabkan limbah yang dihasilkan dari pembuatan pulp didapatkan merusak lingkungan hidup sekitar dan juga karena PT. IIU kurang melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatannya. PT. IIU berubah nama menjadi PT. TPL disebabkan produk yang dihasilkan sekarang hanya pulp saja sedangkan pada saat bernama PT. IIU, perusahaan ini juga memproduksi rayon. Produksi rayon dihentikan karena limbah hasil produksi rayon sangat merusak lingkungan hidup.

  Perusahaan ini memiliki lokasi konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang terletak di beberapa kabupaten yaitu Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Dairi, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan dengan total luas ijin HPHTI berdasarkan SK. Menhut No. 493/KPTS-II/1992 seluas 269.060 ha dengan jangka pengelolaan 43 tahun dan pemanfaatan pinus berdasarkan SK. Menhut No. 236/KPTS-IV/1984 seluas 15.763 ha yang berada di luar areal HPHTI sehingga total areal berjumlah berjumlah 284.816 ha.

  PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. adalah sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang memiliki izin dan legalitas operasional bergerak di bidang produksi pulp. Status PMA PT. TPL yang dioperasikan berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPPT dan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup SK/M/BPPT/XI/1986 dan No.KEP-43/MNKLH/11/1986 tertanggal 13 November 1986.

  Berdasarkan surat Keputusan Menteri Investasi/Ketua Badan koordinasi penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi PMA. Saham perusahaan ini telah dijual di bursa saham Jakarta dan Surabaya sejak 1992 dan di New York Stock Exchange (NYSE). Kegiatan produksi pulp secara komersial dimulai tahun 1989.

  Letak Geografis PT. Toba Pulp Lestari, Tbk

  PT. TPL, Tbk. terletak di desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir sekitar 220 km dari Kota Medan, Sumatera Utara. Areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari Tbk terdiri dari 6 sektor yang masing-masing sektor berada pada wilayah geografis yang terpisah, yaitu: 1.

  Sektor Tele berada pada Kabupaten Samosir yang meliputi Kecamatan Boho, Sumbul, Parbuluan, Kerajaan, Sidikalang dan Salak pada 2° 15’ 00” - 2° 50’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 98° 50’ 00” BT.

  2. Sektor Padang Sidempuan berada pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi Kecamatan Padang Bolak, Sosopan, Padang Sidempuan, dan Sipirok pada 1° 15’ 00” LU - 1° 50’ 00” LU dan 99° 13’ 00” BT - 99° 33’00” BT.

  3. Sektor Aek Nauli berada pada Kabupaten Simalungun yang meliputi Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik dan Jorlang pada 2° 40’ 00” LU - 2° 50’ 00” LU dan 98° 50’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.

  4. Sektor Habinsaran berada di Kabupaten Toba Samosir yang meliputi kecamatan Siborong-borong, Sipahutar, Habinsaran, Silaen dan Laguboti pada 2° 7’ 00” LU - 2° 2’ 00” dan 99° 05’ 00” BT - 99° 18’ 00” BT.

  5. Sektor Tarutung berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Dolok Sanggul, Sipaholon, Onan Gajang, Parmonangan, Adian Koting, Gaya Baru, Tarutung, Lintong Nihuta dan Sorkam pada 1° 54’ 00” LU - 2° 15’ 00” LU dan 98° 42’ 00” - 98° 58’ 00” BT. 6. Sektor Sarulia berada di Kabupaten Tapanuli Utara yang meliputi Kecamatan Pahae Julu, Pahae Jae, Lumut, Batang Toru pada 1° 30’ 00” LU - 1° 55’ 00” LU dan 98° 20’ 00” BT - 99° 10’ 00” BT.

  Topografi dan Ketinggian Tempat

  Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1.300-1.900 meter dari permukaan laut dengan topografi datar sampai curam (Cabang Dinas Kehutanan - XII Toba samosir, 1998).

  Iklim

  Berdasarkan nilai Q yaitu ratio atau jumlah bulan kering (< 60 mm)/ jumlah bulan basah (> 100 mm) x 100 %. PT. TPL berada di daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba yang mempunyai tipe iklim A dengan curah hujan tahunan berkisar antara 1.554 mm sampai 2.155 mm. Curah hujan bulanan tertinggi sebesar 293 mm terjadi pada bulan November dan yang terendah sebesar 68 mm terjadi pada bulan Juni. Daerah penelitian berdasarkan klasifikasi iklim Schdemidt dan Fergusson (1951) memiliki tipe iklim A (Sangat basah) dengan curah hujan (rata-rata) 150 mm, bulan tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Februari.

  Keadaan Fisik Hutan

  Areal HPHTI dan IPK Pinus PT. TPL, Tbk berada pada ketinggian 450-1900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan kondisi topografi datar hingga areal hutan bertopografi curam. Areal tersebut dikategorikan ke dalam beberapa kelas kemiringan seperti terlihat pada Tabel 1.

  Sektor 0-8% 9-15% 16-25% >25% Total (Ha) (Ha (Ha) (Ha) (Ha)

  Aek Nauli 5963.6 5458.1 7136.3 3975.0 22533.0 Tele 75568.0 12641.9 11792.0 3035.1 103037.0

  Tarutung 6541.0 8720.0 17048.0 13870.0 46179.0 Habinsaran 8115.8 2177.9 11898.8 1887.5 24080.0

  Sarulla 1044.0 5345.4 20659.0 17614.6 44663.0 P.sidempuan 6591.0 3832.0 13885.4 4259.4 28568.0

  Total 103823.4 38175.3 82419.5 44641.6 269060.0 Sumber : RKT PT. TPL, Tbk 2014

  Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa 38.59% areal konsesi termasuk dalam areal bertopografi datar, 14.19% bertopografi landai, 30.63% bertopografi yang curam, dan hanya 16.59% yang bertopografi curam. Jenis tanah yang dapat ditemukan adalah podsolik coklat, podsolik coklat kuning, dan podsolik coklat kelabu yang dihasilkan oleh bahan induk dan umumnya asam.