BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik 2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik - Implementasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (Sim Rs) Dalam Pemenuhan Pelayan Kesehatan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

  Istilah kebijakan atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seseorang aktor (misalnya seorang pejabat, atau kelompok maupun suatu badan pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Definisi kebijakan publik sendiri menurut para ahli sangan beragam. Menurut Easton dalam Tangkilisan (2003: 2) memberikan pengertian kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai

  • – nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai –nilai kepada msayarakat.

  Thomas R. Dye dalam Tangkilisan (2003: 1) memberikan pengertian dasar mengenai kebijakan publik sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Konsep ini sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.

  Menurut Laswell dan Kaplan dalam Subarsono (2005: 3) mengemukakan bahwa kebijakan publik hendakanya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktek-praktek sosial yang ada dalam masyarakat. Ini berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktek sosial yang ada dalam masyarakat.

  • – nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan.

  Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik dibidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya. Maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah ketika menghadapi suatu masalah publik.

2.1.2 Proses Kebijakan Publik

  Proses kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis merupakan serangkaian kegiatan yang mencakup penyususnan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forcaseting, rekomendasi kebijakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual. Karena kebijakan memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji, kebijakan memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks, seperti yang dikemukakan oleh William Dunn dalam Dwiyanto (2009: 20), tahap-tahap tersebut adalah :

  PERUMUSAN Penyusunan Agenda KEBIJAKAN REKOMENDASI

  Formulasi Kebijakan

  PEMANTAUAN Adopsi Kebijakan Implementasi PERAMALAN Kebijakan PENILAIAN

  Penilaian Kebijakan

  Sumber : Subarsono 2005 1.

  Penyusunan Agenda (Agenda Setting) Masalah yang diangkat kemudian ditempatkan pada agenda publik. Namun sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

  2. Formulasi Kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah

  • – masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada.

  3. Adopsi Kebijakan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

  4. Implementasi Kebijakan Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan atau unit-unit pemerintah yang memobilisasikan sumber daya finanasial dan manusia.

  5. Evaluasi Kebijakan Kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah, dengan menentukan kriteria atau ukuran yang menajdi dasar penilaian apakah kebijakan publik tersebut telah meraih dampak yang diinginkan.

2.2 Implementasi Kebijakan

  Patton dan Savichi dalam Tangkilisan (2003: 29) menyebutkan bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

  Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebijakan publik. Proses yang perlu ditekankan disini adalah bahwa tahap implementasi diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut (Winarno, 2002: 102).

  Ketika telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidakberhasilan dari suatu kebijakan publik akan diketahui. Suatu kebijakan publik dikatakan berhasil bila dalam implementasinya mampu menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Menurut Tangkilisan (2003: 18), ada 3 (tiga) kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan yaitu :

  a. Penafsiran, yaitu : merupakan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan b. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.

  c. Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain- lainnya.

2.2.1 Teori Implementasi Kebijakan

  Berikut teori yang menjelaskan implementasi kebijakan (Subarsono, 2005: 89), yaitu : 1.

  Teori George C. Edwards III (1980) George C. Edwards menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:

  Komunikasi Pemerintah sebagai pihak yang berperan langsung dalam mengimplementasi kebijakan/program telah mentransmisikan (mengirimkan) perintah-perintah implementasi sesuai dengan keputusan yang telah dibuat kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Perintah yang diterima harus jelas, apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

  2) Sumberdaya

  Sumberdaya dapat berwujud, Sumber Daya Manusia yang sangat diperlukan dalam menjalankan kebijakan, pentingnya ketrampilan SDM itu untuk menjalankan sebuah kebijakan. Sumberdaya manusia tersebut membutuhkan informasi yang berkenaan dengan berupa petunjuk dalam melaksanakan kebijakan dan data untuk menyesuaikan antara implementasi dengan kebijakan pemerintah.

  Kemudian, selain sumberdaya manusia, diperlukan juga sumberdaya financial, yang dapat berupa kewenangan atau otoritas yaitu hak untuk mengeluarkan jaminan, mengeluarkan perintah untuk pejabat lain, menarik dana dari sebuah program, memberikan dana, bantuan teknik, membeli barang dan jasa, pengawasan serta mengeluarkan cek untuk para warga, atau bisa juga disebut dengan adanya fasilitas fisik, yang disediakan oleh implementator sebagai persediaan yang esensial, yang bisa menunjang implementasi kebijakan atau program. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang harus dimiliki oleh implementator, seperti, komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

  4) Struktur Birokrasi

  Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standard (SOP) yang menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak.

  Komunikasi Sumberdaya Implementasi Disposisi Struktur Birokrasi Sumber : Subarsono, 2005 2.

  Teori Donald S. van Meter dan Carl E. van Horn (1975) Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005: 99) menerapkan model implementasi dengan lebih memfokuskan ke sisi teknisnya. Menurut Meter dan

  Horn, ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu: 1)

  Standar dan sasaran kebijakan Standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, maka dari itu harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila terjadi kekaburan, maka yang akan terjadi adalah multiinterpretasi dan memudahkan timbulnya konflik diantara para agen implementasi. 2)

  Sumber daya manusia dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.

  3) Hubungan antar organisasi

  Dalam banyak program implementasi sebuah program perlu dukungan dan kordinasi dengan instansi lain.

  4) Karakterisktik agen pelaksana

  Birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

  5) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

  Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasillam implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok- kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi impelementasi kebijakan, kharakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

  6) Disposisi implementor

  Disposisi impelementor mencakup tiga hal yang penting, yakni : a. Respon impelementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b.

  Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan

  Intensitas disposisi impelementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Gambar 2.3 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

  Sumber : Subarsono, 2005 3.

  Teori Merilee S. Grindle (1980) Keberhasilan implementasi menurut Grindle (Subarsono, 2005: 93) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasi (context of implementation). Isi kebijakan mencakup tentang: a.

  Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran yang termuat dalam isi kebijakan.

  b.

  Jenis manfaat yang akan dihasilkan dan diterima oleh kelompok sasaran.

  c.

  Derajat perubahan yang diinginkan, suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan ilaku kelompok sasaran relatif sulit diimplementasikan daripada kelompok masyarakat miskin.

  d.

  Apakah letak sebuah program sudah tepat.

  e.

  Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci.

  f.

  Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

  Sedangkan variabel konteks lingkungan mencakup : a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dna strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.

  b.

  Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa.

  c.

  Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

  Sumber : Subarsono, 2005

  5. Pelaksana program

  b. Perubahan dan penerimaan oleh masayarakat

  a. Dampak pada masyarakat individu dan kelompok

  3. Kepatuhan dan daya tanggap Hasil kebijakan

  2. Karakteristik lembaga & penguasa

  1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibats

  6. Sumber daya yang dilibatkan (b) Konteks kebijakan

  4. Letak pengambilan keputusan

  Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori implementasi George C.Edward (Subarsono, 2005: 89) yang dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: a. Komunikasi

  3. Derajat perubahan yang diharapkan

  2. Tipe manfaat

  1. Kepentingan yang dipengaruhi

  Melaksanakan kegiatan Dipengaruhi oleh: (a) Isi kebijakan

  Tujuan Kebijakan Tujuan yang ingin dicapai Program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai Program yang dijalankan

seperti direncanakan?

Mengukur Keberhasilan

2.2.2 Model Implementasi Yang Digunakan

  Komunikasi adalah syarat utama dalam organisasi. Komunikasi mencakup hubungan antar organisasi pelaksana implementasi. Komunikasi yang baik meliputi proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh dan bentuk koordinasi yang dilakukan, apakah koordinasi horizontal atau vertikal.

  b. Sumberdaya Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan jalannya suatu kebijakan. Sumber daya manusia, sumber daya dana, dan fasilitas, Informasi dan Kewenangan yang akan digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut.

  c. Disposisi Disposisi atau sikap para pelaksana merupakan sikap penerima atau penolakan dari agen pelaksana merupakan sikap penerima atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kebijakan publik.

  d. Struktur Birokrasi Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Dalam struktur birokrasi harus ada prosedur tetap bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.

2.3 Penelitian Terdahulu

  Sebagai bahan pertimbangan atas isu yang ada dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai Implementasi Sistem Indonesia dan dilakukan oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca diantaranya ditemukan masih adanya masalah dalam pelaksanaan SIM RS tersebut yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Julia Megawarni (2013) dalam skirpsinya yang berjudul pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan, mengemukakan bahwa hambatan dalam pelaksanaan SIMRS adalah sebagai berikut : a. Kekurangan pada SDM adalah masih kurangnya keahlian operator SIMRS terutama di instalasi pendaftaran/penerimaan dan rekam medis. Hal ini mungkin disebabkan staf masih kurang mampu untuk menggunakan SIMRS secara langsung dikarenakan kurangnya pelatihan yang diikuti. Upaya yang dilakukan untuk menangani kekurangan ini adalah melakukan pelatihan kepada staf baru.

  b. Kekurangan pada hardware adalah lambatnya cara kerja dari komputer yang digunakan dikarenakan kemampuan memori yang kurang dan terlalu banyak data yang akan di entri.

  c. Kekurangan pada software adalah dalam melakukan pembaharuan program secara berkala perlu pemanggilan seorang staf dari penyedia software yang pada kenyataannya tidak melakukannya secara berkala.

  d. Keterbatasan teknis lainnya juga terjadi dalam pelaksanaannya seperti kurangnya kestabilan voltase listrik dan sering adanya pemadaman aliran listrik. Hal ini mengakibatkan sering terjadi arus hubungan pendek/korsleting, terganggunya kinerja komputer, dan dapat langsung merusak komponen komputer serta sistem akan langsung mati sehingga tidak dapat dipergunakan operasional (lifetime) software dan hardware dari komputer yang digunakan. Upaya yang dilakukan untuk menangani masalah teknis ini adalah dengan menggunakan alat stabilisator, memasang alat yang bernama Uninterruptible

  Power Supply (UPS) merupakan sistem penyedia daya listrik, alat ini dapat

  memberikan daya lebih kurang selama 3-6 jam setelah listrik mati, dan juga alat otomatisasi genset yang berfungsi untuk mengaktifkan secara otomatis jika ada pemadaman listrik.

  Mengenai hambatan pada sumberdaya manusia, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roslenni Sitepu (2004) di SIMRS di RSUP Haji Adam Malik Medan yakni unsur yang paling rendah hasilnya adalah unsur sumberdaya manusia, sesuai dengan masih banyak sumberdaya mnusia yang belum mengikuti pelatihan dalam hal ini berhubungan dengan pelatihan komputerisasi. Masalah lain yang sama juga ditemukan yaitu kurangnya stabil voltase listrik dan sering adanya pemadaman aliran listrik.

  Selain rumah sakit di kota Medan yang memiliki masalah diatas, ternyata tidak jauh beda dengan pelaksanaan SIM RS yang ada di luar kota Medan seperti di pulau Jawa yang juga memiliki masalah yang hampir sama, penelitian yang Indra Gunawan (2013) mengatakan adanya kendala pada sumberdaya manusia yang ada pada RSUD Brebes yakni belum semua sumberdaya manusia melakukan input data pada SIM RS dan belum memahami pelaporan SIRS Online Kemenkes RI. Kemudian adapun langkah yang harus ditemputh pihak rumah sakit adalah melakukan perbaikan dari sisi sumberdaya manusia, dengan melakukan pendidikan & pelatihan SIM RS, penambahan dan perbaikan sarana prasarana, dengan pelaksanaan SIM RS di RSUD Brebes.

  Penelitian yang dilakukan pada rumah sakit di Depok oleh Titania (2012) dalam skripsinya yang berjudul evaluasi sistem informasi manajemen di bagian rawat jalan rumah sakit Bhakti Yudha Depok, permasalahan yang diungkapkannya selain masalah umum seperti diatas adalah apabila terjadi kendala yang tidak umum pada berjalannya sistem aplikasi, pihak operator SIM RS tidak dapat melakukan perbaikan karena tidak menemukan sumber kode (source code) sistem pada aplikasi tersebut hal ini dikarenakan pihak vendor tidak memberikan source code tersebut. Akibatnya, pihak operator SIM RS di rumah sakit tersebut tidak dapat mengubah bahasa pemrograman.

  Dari beberapa penelitian tersebut terungkap bahwa pelaksanaan SIM RS yang ada di Indonesia memang belum semuanya berjalan dengan baik, masih terdapat hambatan yang umum terjadi disetiap rumah sakit yang ada di Indonesia. Dikemukakan dalam jurnal Etty Ernawati (2012) yaitu permasalahan yang menghambat dan menjadi kendala bagi pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) di Indonesia bukan menjadi penghalang bahwa teknologi ini tidak digunakan dan dikembangkan. Setiap Rumah Sakit yang memiliki hambatan dan kendala dalam pengembangan SIM RS harus dengan cepat mengatasi dan menyelesaikannya dengan memberikan pemahaman, pelatihan dan insentif kepada setiap pegawai yang memanfaatkan SIM RS dengan lebih optimal. Pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) yang optimal, maka akan memberikan banyak manfaat bagi rumah sakit tersebut. berjudul hambatan dalam pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di RSU Dr. Pirngadi Medan, mengemukakan adapun manfaat yang dapat dirasakan sejauh ini setelah diterapkannya SIMRS di rumah sakit tersebut yaitu memberikan data-data yg akurat dan segera, memberikan kepastian harga pada pasien, mempercepat pelayanan pada pasien dan mengatur sistem keuangan yang jelas dan transparan.

   Menurut Kuhn dalam skripsi Titania (2012), kesuksesan sebuah proyek

  80% bergantung pada pengembangan keterampilan sosial dan politik dari pengembang dan 20% bergantung dari implementasi teknologi hardware dan software. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan dari rumah sakit sebagai salah satu pemeran dalam pengembangan rumah sakit memiliki andil yang besar dalam menentuka kesuksesan SIMRS.

  Kemudian didalam Titania (2012) dikutip lagi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi SIM RS menurut Amin, Hussein dan Isa, yaitu sebagai berikut :

  1. Pada tujuan jangka panjang Tujuan jangka panjang merupakan area strategik, dimana implementasi membutuhkan perencanaan yang baik dari pihak manajemen. Selanjutnya, kontribusi manajemen yang efektif terhadap proses implementasi bergantung pada asupan infromasi yang berkelanjutan mengenai kinerja sistem. Jika manajemen pada proses implementasi tidak dapat mensuplai dibutuhkan, dapat dikatakan proses tersebut gagal.

  Diperlukan pengembangan yang berkelanjutan tidak hanya pada saat awal implementasi SIM RS, namun setelah sistem telah berjalan. Hal ini disebabkan oleh kondisi rumah sakit yang senantiasa berubah, sehingga seringkali membutuhkan penyesuaian secara teknis untuk dapat mempertahankan kinerja sistem yang optimal. Jika manajemen kurang memperhatikan kompleksitas dari rutinitas klinis dan pentingnya pengguna untuk diikutsertakan pada proses implementasi SIMRS, hasil yang akan diperoleh adalah inefisiensi dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja rumah sakit.

  2. Pada tujuan jangka menengah Jangka menengah merupakan area taktis, dimana sistem perlu untuk fit dengan alur kerja klinis yang sering kali berbeda antara pengembang sistem dan manajer, dan tim yang ada pada pelayanan. Kelebihan dan kekurangan implementasi sistem bergantung pada nilai yang dapat mereka berikan pada pengguna akhir dan penyesuaian hubungan antara tugas pekerjaan dari pengguna yang berbeda harus menjadi perhatian.

  3. Pada tujuan jangka pendek Tujuan jangka pendek merupakan area operasional harian. Hal ini diobservasi pada kasus dimana implementasi SIM RS tidak bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien karena praktisi cenderung untuk apakah klinisi dilibatkan dalam desain dan implementasi atau tidak. Harmonisasi antara tujuan organisasi dan tujuan klinis individu pada tingkat penggunaan harian merupakan hal yang penting, terutama karena interpretasi kemudahan penggunaan sebuah sistem dapat berbeda antara stakholder dan praktisi pelayanan. Pada berbagai penelitian, partisipasi dan koalborasi lintas grup pengguna berkaitan kritis dengan implementasi sistem klinis yang sukses. Profesional dari kedokteran, keperawatan dan disiplin laboratorium perlu untuk belaajr berkolaborasi dalam pengembangan SIMRS yang membutuhkan pengalaman personal mereka mengenai fungsi sistem.

2.4 Pelayanan Kesehatan

  Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan publik yang termasuk dalam pelayanan dasar yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam setiap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik harus memenuhi 6 (enam) kriteria penyusunan dan penetapan standar pelayanan pada pelayanan publik yang ditetapkan dalam PERMENPAN No. 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan yaitu :

  1. Sederhana, yakni standar pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti, mudah dilaksanakan, mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara. masyarakat dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas dasar komitmen atau hasil kesepakatan.

  3. Akuntabel, yakni hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan.

  4. Berkelanjutan yakni standar pelayanan harus terus-menerus dilakukan perbaikan sebagai upaya peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan.

  5. Transparansi yakni standar pelayanan harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.

  6. Keadilan yakni standar pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi, jarak lokasi geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental.

  Menurut Undang-Undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar,1996: 44). Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus didukung dengan fasilitas pelayanan kesehatan yakni suatu alat atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan atau masyarakat.

2.3.1 Bentuk Pelayanan Kesehatan

  Dalam Undang

  • –Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa upaya pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan diselenggarakan dalam bentuk :

  a. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatanmdan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

  b. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

  c. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

  d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

   Asas Pelayanan Kesehatan

  Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan ini dicantumkan pada Undang- Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, asas pelayanan kesehatan tersebut terdiri dari :

  a. asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.

  b. asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan sipiritual.

  c. asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara.

  d. asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.

  e. asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum.

  f. asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki.

  h. asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.

2.3.3 Rumah Sakit

  Dalam Undang

  • – Undang No. 44 Tahun 2009 dijelaskan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008, jenis-jenis pelayanan minimal yang harus disediakan rumah sakit terdiri dari: Pelayanan gawat darurat, Pelayanan rawat jalan, Pelayanan rawat inap, Pelayanan bedah, Pelayanan persalinan dan perinatologi, Pelayanan intensif, Pelayanan radiologi, Pelayanan laboratorium patologi klinik, Pelayanan rehabilitasi medik, Pelayanan farmasi, Pelayanan gizi, Pelayanan transfusi darah, Pelayanan keluarga miskin, Pelayanan rekam medis, Pengelolaan limbah, Pelayanan administrasi manajemen, Pelayanan ambulans/kereta jenazah, Pelayanan pemulasaraan jenazah, Pelayanan laundry, Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit, Pencegah Pengendalian Infeksi.

   Klasifikasi Rumah Sakit

  Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit: a.

  Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

  b.

  Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas.

  c.

  Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

  d.

  Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

2) Pemilik Rumah Sakit

  Ditinjau dari pemiliknya maka rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan atas: a.

  Rumah Sakit Pemerintah, dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:  Pemerintah pusat, Dapat dibedakan atas dua macam :

  a) Dikelola Kementerian Kesehatan

  b) Dikelola oleh Kementerian lainnya, seperti Kementerian Pertambangan, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Perhubungan.

   Pemerintah daerah, sesuai dengan UU Pemerintah Daerah No.32 tahun 2004, maka rumah sakit yang berada di daerah di kelola oleh pemerintah daerah. Pengelola yang dimaksud disini seperti keuangan, dan kebijakan, seperti pembangunan sarana, pengadaan peralatan, dan operasionalisasi Rumah Sakit, serta penetapan tarif pelayanan.

  b.

  Rumah Sakit Swasta, sesuai dengan Undang-Undang kesehatan No.36 tahun 2009, beberapa rumah sakit yang ada di Indonesia juga dikelola oleh pihak swasta. Sebagai akibat telah dibenarkannya pemilik modal bergerak dalam perumahsakitan, menyebabkan mulai banyak ditemukannya rumah sakit swasta yang telah dikelola secara komersial serta yang berorientasi mencari keuntungan, walaupun untuk yang terakhir ini harus tetap mempertahankan fungsi sosial rumah sakit swasta tersebut dan menyediakan sekurang- kurangnya 20% dari tempat tidurnya untuk masyarakat golongan tidak mampu.

3) Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

  a) Kewajiban : a.

  Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat; b.

  Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; c. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;

  Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien; e. Menyelenggarakan rekam medis; f. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak; g.

  Melaksanakan sistem rujukan; h. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; i.

  Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; j.

  Menghormati dan melindungi hak-hak pasien; k.

  Melaksanakan etika Rumah Sakit; l. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; m.

  Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional; n.

  Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya; o.

  Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by

  laws ); p.

  Melindungi dan memberikan bantuan hokum bagi semua petugas rumah sakit dalam melaksanakan tugas; dan q.

  Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Hak :

  a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi rumah sakit; b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan; d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

  f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Universitas Sumatera Utara h. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.

2.3.4 Instalasi Rawat Inap

  Menurut Muninjaya (2004: 232) Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta Puskesmas perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap. Sedangkan menurut Wiyono (2000), pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, dengan menempati tempat tidur. Batasan tempat tidur adalah tempat tidur yang tercatat dan tersedia di ruang rawat inap

2.5 Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)

2.5.1 Sistem Informasi Manajemen

  Menurut Sabarguna (2003: 5), Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terdiri dari berbagai faktor yang berhubungan atau diperkirakan berhubungan serta satu sama lain mempengaruhi yang kesemuanya dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Taurany (1986: 41) adapun ciri- ciri sistem adalah sebagai berikut :

  a. adanya tujuan yang jelas

  b. mempunyai struktur tertentu

  c. terdiri dari kesatuan usaha dari bagian-bagian yang saling tergantung dan berinteraksi satu sama lain.

  Bentuk dasar dari sebuah sistem sangat sederhana, terdiri dari Input, Proses dan Output.

Gambar 2.5 Bentuk dasar sistem

  OUTPUT

PROSE

  INPUT Sumber : Mukhtar, 2008

  Informasi adalah data yang telah diolah dan dianalisa secara formal, dengan cara yang benar dansecara efektif, sehingga hasilnya bisa bermanfaat dalam ciri-ciri sebagai berikut :

  a. data yang telah diolah

  b. menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima

  c. menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata d. digunakan untuk mengambil keputusan.

  Menurut Hasibuan (2002: 1) mengemukakan bahwa Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur prosespemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

  Menurut Sutabri (2005: 41), Sistem Informasi Manajemen merupakan penerapan sistem informasi di dalam organisasi untuk mendukung informasi- informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen. Menurut Drs. Soetedjo Moeljodihardjo (Sutabri, 2005: 91) mendefinisikan Sistem Informasi Manajemen sebagai suatu metode untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu bagi manajemen tentang lingkungan luar organisasi dan kegiatan operasi di dalam organisasi, dengan tujuan untuk menunjang proses pengambilan keputusan serta memperbaiki proses perencanaan dan pengawasan.

  Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Manajemen adalah sistem buatan manusia yang berisi himpunan terintegrasi dari komponen-komponen manual dan komponen-komponen terkomputerisasi yang bertujuan untuk menyediakan fungsi-fungsi operasional dan mendukung pembuatan keputusan manajemen dengan menyediakan informasi yang dapat perusahaan.

2.5.2 Sistem Informasi Rumah Sakit

  Sistem Informasi adalah suatu cara tertentu untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh organisasi untuk beroperasi dengan cara yang sukses dan untuk organisasi bisnis dengnan cara menguntungkan. Sistem informasi Rumah Sakit menurut Sabarguna (2005: 11) adalah suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan data, pengolahan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpanana informasi serta penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan rumah sakit. Penerapan sistem informasi rumah sakit meliputi medik, perawatan, administrasi dan penunjang.

  Sistem Informasi Rumah Sakit terdiri atas :

  1. Sistem Informasi Administrasi Merupakan sistem informasi yang membantu pelaksanaan administrasi rumah sakit. Misalnya: billing system, pelaporan data obat-obatan, penggajian, dll.

  2. Sistem Informasi Klinik Merupakan sistem informasi yang secara langsung untuk membantu pasien dalam pelayanan medis selama pasien di rumah sakit. Misalnya: sistem yang membantu pelayanan laboratorium, radiologi, obat-obatan, dll.

  3. Sistem Informasi Manajemen Merupakan sistem informasi yang membantu manajemen rumah sakit dalam pengambilan keputusan. Misalnya: sistem informasi manajemen pelayanan, keuangan, dan pemasaran.

  Siklus manajemen di rumah sakit penting diperhaitkan dalam hal: a) Permintaan tujuan dan target

  b) Memperhatikan kebutuhan pelayanan

  c) Alokasi sumber daya

  d) Pengendalian mutu pelayanan

  e) Evaluasi program Untuk memenuhi kegiatan manajemen itu diperlukan adanya informasi, jadi informasi berperan dalam hal pengambilan keputusan.

2.5.3 Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS)

  Dalam PERMENKES No. 82 Tahun 2013, Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Rumah Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.

  SIM RS sudah harus diadakan oleh setiap rumah sakit oleh karena teknologi kedokteran kini semakin berkembang, semakin kompleks dan semakin mahal biayanya, sehingga memerlukan pengawasan yang ketat. Situasi lingkungan yang mengharuskan pelayanan kesehatan di rumah sakit dilakukan seefektif dan seefisien mungkin. Teknologi sistem informasi yang semakin canggih sehingga memungkinkan pengawasan yang ketat dengan biaya yang wajar.

  Sistem informasi manajemen rumah sakit (SIM RS) sering dianggap sebagai senjata strategik manajemen dalam mengarungi kompetisi yang semakin mengenai kegiatan operasional organisasi kepada para pelaku manajemen, sehingga dapat dilakukan perencanaan, pengendalian dan pengembangan strategik organisasi tersebut. Sistem informasi manajemen rumah sakit yang berlangsung menangkap, menyalurkan dan merekam data untuk di tampilkan sebagai informasi penting bagi manajemen. (Mahmudin, 2003)

1) Manfaat Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS)

  SIM RS sangat bermanfaat dalam membantu meningkatkan kinerja rumah sakit, dari kegiatan pelayanan sampai kegiatan administratif. Adapun manfaat Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) tersebut terdiri dari :

  a) Meningkatkan profesionalisme manajemen rumah sakit dimana terjadi peningkatan pemahaman terhadap sistem b)

  Merubah budaya kerja menjadi lebih disiplin, dimana setiap unit akan bekerja sesuai fungsi, tanggung jawab dan wewenangnya.

  c) Meningkatkan koordinasi antar unit (Team working), yakni mendukung kerja sama, keterkaitan dan koordinasi antar bagian/unit dalam rumah sakit.

  d) Lebih akurat dan transparan, karena mencegah terjadinya duplikasi data untuk transaksi-transaksi tertentu yang pasti akan berakibat pada peningkatan pelayanan.

  e) Lebih terintegrasi, bila dengan sistem manual, data pasien harus dimasukkan di setiap unit, maka dengan SIMRS data tersebut cukup sekali dimasukkan di pendaftaran saja. melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi akan berkurang serta mengurangi biaya administrasi g)

  Kemudahan pelaporan, yakni hanya memakan waktu dalam hitungan menit sehingga kita dapat lebih konsentrasi untuk menganalisa laporan tersebut dan juga kecepatan penyelesaian pekerjaan-pekerjaan administrasi yang membuat efektivitas kerja meningkat.

2) Komponen Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS)

  Dalam pelaksanaan SIMRS terdapat 5 komponen utama yang mendasarinya (Herlambang,2005: 49), yaitu:

  1. SDM (Human Resources) Sumber Daya Manusia merupakan petugas yang akan menjalankan SIMRS sesuai dengan fungsi dan jabatan. Secanggih apapun SIMRS yang dibuat, kalau sumber daya manusia yang ada tidak siap dan belum memiliki kemampuan yang mencukupi untuk mengoperasikan, kecanggihan sistem tersebut menjadi tidak berarti.

  2. Sumber Daya Perangkat Keras (Hardware Resources) Sumber daya berupa perangkat keras yang digunakan dalam sistem informasi, tidak hanya berupa mesin (komputer, printer, scanner), namun juga berupa media seperti database (tempat penyimpanan data), disket,

magnetic tape, optical disc, compact disc, flashdisc, atau paper form .

  3. Sumber Daya Perangkat Lunak (Software Resources) dengan aturan tertentu untuk memerintahkan komputer melaksanakan tugas tertentu, yang berupa system software, application software, dan prosedur.

  4. Sumber daya jaringan komputer (Network Resources) Sumber daya jaringan ini mencakup teknologi telekomunikasi seperti internet, intranet dan ekstranet. Sumber daya jaringan juga disebut juga Local Area Network (LAN). Sumber daya ini menggunakan server untuk mendukungnya dan letaknya juga jangan terlalu jauh atau terhalang-halang untuk mendapatkan jaringan yang mendukung.

  5. Pemantauan (monitoring) Pemantauan merupakan suatu komponen penting dilakukan, untuk memantau secara berkala data-data yang dimasukkan, yang bertujuan untuk menjamin keakuratan informasi yang tersedia.

3) Modul – Modul SIM RS

  Untuk memudahkan mengelola data di rumah sakit, diperlukan modul pada setiap sistem Rumah Sakit, yang terdiri dari Modul pendaftaran dan penerimaan, Modul Pencatatan Medik, Modul Pelayanan Gawat Darurat, Modul Pelayanan Rawat Jalan, Modul Pelayanan Rawat Inap, Modul Akuntansi Pasien, Modul Akuntansi Umum, Modul Sistem Piutang, Modul Sistem Utang, Modul Penggajian, Modul Apotek, Modul Laboratorium, Modul Radiologi.

  Pada proses rawat inap, penerapan modul rawat inap ini terintegrasi dengan modul rawat jalan dan IGD. Pasien yang bisa didaftarkan ke Pendaftaran Rawat Inap terdiri dari 2 sub modul, yaitu Pendaftaran Rawat dan Kasir Rawat Inap.

4) Syarat Keberhasilan SIM RS

  Dalam pelaksanaan SIM RS terdapat hal-hal yang menjadi persyaratan yang menentukan keberhasilannya (Affandie, 1994: 91), yakni:

  1. Adanya komitmen dari pimpinan Rumah Sakit untuk menerapkan teknologi ini di dalam organisasi dengan segala konsekuensinya;

  2. Dukungan moral dan seluruh anggota tim manajemen dan seluruh karyawan;

  3. Pembentukan infrastruktur dengan baik dan benar;

  4. Nilai investasi optimum yang sesuai dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan ruang gerak pertumbuhannya;

  5. Proses pengembangan yang berjalan secara terus-menerus.

  Suatu sistem informasi seharusnya terorganisir dengan baik sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pendukung bagi kegiatan operasional suatu organisasi.

2.6 Definisi Konsep

  Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Definisi konsep diperlukan dalam penelitian yakni untuk menggambarkan sebuah fenomena yang hendak dalam penelitian ini, adapun konsep yang digunakan adalah : 1.

  Kebijakan Publik adalah peraturan pemerintah yang merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan penyelenggaran pemerintahan negara yang biasanya didasarkan pada sebuah regulasi atau undang-undang dan bersifat mengikat dan otoritatif. (Benny, 2013)

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank BUMN yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank BUMN yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia

0 1 7

BAB II 2.1. Investasi - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) di Sumatera Utara

0 1 46

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) di Sumatera Utara

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Signaling Theory - Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) danLikuiditas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Industri Pertambangan yang Terdaftar di BEI

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) danLikuiditas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Industri Pertambangan yang Terdaftar di BEI

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Sinyal (Signaling Theory) - Analisis Pengaruh ROA (Return On Asset), Pertumbuhan Laba, Komponen Arus Kas dan Harga Saham Terhadap Volume Perdagangan Saham Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaft

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh ROA (Return On Asset), Pertumbuhan Laba, Komponen Arus Kas dan Harga Saham Terhadap Volume Perdagangan Saham Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi 2.1.1 Definisi Investasi - Pengaruh Investment Opportunity Set Berbasis Pada Harga Saham Terhadap Real Growth Perusahaan Properti Dan Real Estate Di Bursa Efek Indonesia

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren - Efek Gel Ekstrak Curcuma Longa (Kunyit) Terhadap Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Tipe Minor Pada Pasien Rsgm Usu

0 0 11