BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan (Knowledge)

  2.1.1 Definisi Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil dari tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Sebagian besar penginderaan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

  2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

  Notoatmodjo (2012) membagi pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif ke dalam enam tingkatan, yaitu: a.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

  6 b.

  Memahami (comprehention) Memahami diartikan sebaagi suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpresentasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  c.

  Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situas yang lain.

  d.

  Analisis (analyisis) Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  e.

  Sintesis (synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru.

  Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  f.

  Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a.

  Tingkat pendidikan Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan pada seseorang.

  Secara umum disimpulkan, seseorang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah.

  b.

  Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa adanya pembuktian lebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

  c.

  Media massa Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (televisi, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan orang yang tidak terpapar media massa. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

  d.

  Ekonomi Dalam pemenuhan kebutuhan primer (pokok) dan kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder yang termasuk di dalamnya pengetahuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.

  e.

  Hubungan sosial Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara berkesinambungan akan lebih besar kemungkinannya untuk terpapar informasi. Sementara itu, faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu dalam berkomunikasi untuk menerima pesan menurut model komunikasi media.

  Dengan demikian hubungan sosial juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.

  f.

  Pengalaman Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan. Kegiatan yang mendidik seperti seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalaman seseorang karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi dapat diperoleh.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

  Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan.

  Arikunto (2006 dalam Budiman dan Riyanto, 2013) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut : 1. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika jawabannya benar ≥ 75%.

  2. Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika jawabannya benar 56–74%.

  3. Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika jawabannya benar < 55%.

2.2 Keluarga Berencana

2.2.1 Definisi Keluarga Berencana

  Menurut UU No. 10 Tahun 1992 (tentang perkembangan penduduk dan pembangunan keluarga sejahtera), Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

  Menurut Mochtar (1998 dalam Andini, 2012), Keluarga Berencana (KB) adalah suatu usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial-ekonomi keluarga agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

  2.2.2 Tujuan Keluarga Berencana

  Adapun tujuan utama program Keluarga Berencana (KB) Nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas (Noviawati dan Sujiyatini, 2008).

  Sejak pelita V program KB Nasional berubah menjadi Gerakan KB Nasional. Tujuan Gerakan KB Nasional adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Wiknjosastro, 2006).

  2.2.3 Manfaat Program Keluarga Berencana

  Manfaat program Keluarga Berencana (KB) menurut BKKBN (2010) adalah :

1. Manfaat untuk ibu

  Adapun manfaat program KB untuk ibu adalah mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, mencegah setidaknya 1 dari 4 kematian ibu, menjaga kesehatan ibu, dan merencanakan kehamilan terprogram.

2. Manfaat untuk anak

  Manfaat program KB untuk anak adalah mengurangi resiko kematian bayi, meningkatkan kesehatan bayi, mencegah kekurangan gizi pada bayi, tumbuh kembang bayi lebih terjamin, kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif dapat terpenuhi, dan mendapatkan kualitas kasih-sayang yang maksimal.

3. Manfaat untuk keluarga

  Manfaat program KB untuk keluarga adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga dan keharmonisan keluarga lebih terjaga.

2.2.4 Sasaran Gerakan Keluarga Berencana (KB)

  Wiknjosastro (2006) menyatakan bahwa sasaran gerakan KB nasional adalah: 1) Pasangan Usia Subur (PUS) dengan prioritas PUS muda dengan paritas rendah. 2) Generasi muda dan Purna PUS. 3) Pelaksana dan pengelola KB. 4) Wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan wilayah khusus, seperti sentra industri, pemukiman padat, daerah kumuh, daerah pantai, dan daerah terpencil.

2.2.5 Metode Kontrasepsi

  Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2006).

  Adapun beberapa metode kontrasepsi yang sering dipakai dalam program Keluarga Berencana (KB) adalah : 1.

  Metode Hormonal Hormon estrogen mempunyai khasiat dalam hal konrasepsi dengan jalan mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi. Ovulasi dihambat oleh pengaruh estrogen terhadap hipotalamus dan selanjutnya menghambat FSH dan LH. Implantasi telur yang sudah dibuahi dihambat oleh estrogen dosis tinggi (dietil stilbestrol, etinil estradiol) yang diberikan para pertengahan siklus haid.

  Biopsi endometrium setelah pemberian estrogen dosis tinggi pasca konsepsi menunjukkan efek anti-progesteron yang dapat menghambat implantasi.

  Perjalanan ovum dipercepat dengn pemberian estrogen pasca konsepsi. Selain hormon estrogen, progesteron juga memiliki efek kontrasepsi, yaitu: 1) Lendir serviks mengalami perubahan menjadi lebih pekat sehingga penetrasi dan transportasi sperma menjadi lebih sulit. 2) Kapasitas sperma dihambat oleh progesteron. 3) Perjalanan ovum dalam tuba akan terhambat jika progesteron diberikan sebelum konsepsi. 4) Implantasi terhambat jila progesteron diberikan sebelum ovulasi. 5) Penghambatan ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hifofisis- ovarium. Sediaan kontrasepsi hormonal ini bisa dilakukan dengan suntikan atau pil (Wiknjosastro, 2006).

  Noviawati dan Sujiyatini (2008) menjelaskan bahwa indikasi wanita yang boleh menggunakan kontrasepsi jenis ini adalah usia produktif, telah memiliki anak atau belum memiliki anak, menginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi, telah melahirkan dan tidak menyusui, pascakeguguran, anemia karena haid berlebihan, nyeri haid hebat, siklus haid tidak teratur, riwayat kehamilan ektopik, kencing manis tanpa komplikasi, penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis, tumor ovarium jinak, dan varises vena.

  Sedangkan yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi ini menurut Cunningham dkk (2013) adalah wanita yang masuk dalam kategori didiagnosis menderita penyakit tromboembolik, menderita penyakit serebro-vaskuler atau arteri koroner, diabetes dengan keterlibatan vaskular, hipertensi berat, perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya, penyakit hati akut, kanker payudara atau dicurigai kanker payudara, dan kehamilan yang sudah diketahui atau yang dicurigai.

2. Metode Implant

  Metode ini sering disebut susuk KB. Satu-satunya kontrasepsi implant yang beredar di pasaran adalah Norplant. Kontrasepsi ini merupakan kontrasepsi yang paling tinggi daya gunanya. Adapun efek kontrasepsi penggunaan implant adalah dengan menekan ovulasi, membuat getah serviks menjadi kental, dan membuat endometrium tidak siap menerima kehamilan. (Wiknjosastro, 2006)

  Noviawati dan Sujiyatini (2008) menjelaskan bahwa indikasi wanita yang diperkenankan untuk menggunakan kontrasepsi dengan metode implant ini adalah usia reproduksi, menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang, ibu menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, pascapersalinan-tidak menyusui, pascakeguguran, tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak sterilisasi, riwayat kehamilan ektopik, hipertensi, tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen, dan sering lupa mengkonsumsi pil.

  Adapun yang tidak boleh menggunakan (kontraindikasi) kontrasepsi implant ini adalah wanita yang masuk dalam kategori hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, kanker payudara atau riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi, mioma uterus, dan ganggunan toleransi glukosa.

3. Metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

  Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan sperma. Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasiat anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi pasasi sperma (Wiknjosastro, 2006).

  Noviawati dan Sujiyatini (2008) menjelaskan bahwa wanita yang dapat menggunakan kontresepri jenis ini adalah wanita yang masuk dalam kategori usia produktif, keadaan nulipara, menginginkan menggunakan kontresepsi jangka panjang, menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi, setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya, setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi, resiko rendah dari penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual), tidak menghendaki metode hormonal, tidak menyukai untuk minum pil setiap hari, dan tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.

  Cunningham dkk (2013) menjelaskan bahwa wanita yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi AKDR ini adalah wanita yang masuk ke dalam kategori hamil atau dicurigai hamil, kelainan uterus yang menyebabkan distorsi pada rongga uterus, endometritis pascapartum atau abortus terinfeksi pada 3 bulan terakhir, neoplasia uterus yang sudah diketahui atau yang dicurigai, perdarahan genital yang etiologinya tidak diketahui, servisitis atau vaginitis akut yang tidak diobati, wanita atau pasangannya yang memiliki banyak partner seksual, riwayat kehamilan ektopik, dan pemasangan AKDR sebelumnya yang belum dilepas.

4. Metode Kondom

  Menurut riwayatnya, kondom sudah dipakai di Mesir sejak tahun 1350 sebelum Masehi. Baru pada abad ke-18 sarung ini mendapat nama “kondom” yang pada waktu itu dipakai dengan tujuan mencegah penularan berbagai penyakit kelamin. Untuk mencegah konsepsi, kondom berfungsi untuk menghalangi sperma masuk ke dalam vagina. Kegagalan kondom dapat terjadi jika kondom tersebut robek oleh karena kurang hati-hati, pelumas kurang, atau tekanan pada waktu ejakulasi. Kondom ini bisa dipakai oleh pria atau wanita (Wiknjosastro, 2006).

  Noviawati dan Sujiyatini (2008) menyebutkan indikasi penggunaan kondom adalah untuk pria dan wanita yang masuk dalam kategori ingin berpartisipasi dalam program KB, ingin segera mendapatkan alat kontrasepsi, ingin alat kontrasepsi tambahan, ingin menggunakan alat kontrasepsi sewaktu akan melakukan hubungan seksual saja, dan beresiko tinggi tertular atau menularkan penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual).

  Adapun pria atau wanita yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi dengan kondom ini adalah wanita yang beresiko tinggi apabila terjadi kehamilan, alergi terhadap bahan dasar kondom (lateks), menginginkan kontrasepsi jangka panjang, tidak mau terganggu dengan berbagai persiapan untuk melakukan hubungan seksual, dan pria atau wanita yang tidak peduli dengan berbagai persyaratan kontrasepsi.

  5. Metode Sterilisasi Metode sterilisasi ini dibagi menjadi dua, yaitu tubektomi (Metode Operatif

  Wanita/MOW) dan vasektomi (Metode Operatif Pria/MOP). Tubektomi atau vasektomi ialah setiap tindakan pengikatan atau pemotongan pada kedua saluran telur wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini hanya dipakai untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali seperti semula (Wiknjosastro, 2006).

  Noviawati dan Sujiyatini (2008) menyatakan bahwa indikasi pelaksanaan sterilisasi berupa tubektomi dan vasektomi ini adalah usia > 6 tahun, wanita dengan paritas tinggi, yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendaknya, wanita yang apabila hamil akan menderita resiko kesehatan yang serius, wanita pascapersalinan, menghendaki kontrasepsi permanen, paham, dan secara sukarela setuju dengan prosedur operasi.

  Adapun pria atau wanita yang tidak diperbolehkan untuk melakukan sterilisasi ini adalah wanita hamil yang sudah terdeteksi atau dicurigai, wanita yang mengalami perdarahan vaginal yang tidak jelas apa sebabnya, wanita yang mengalami infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu bisa disembuhkan, pria atau wanita yang tidak boleh menjalani pembedahan, pria atau wanita yang tidak yakin mengenai keputusannya, dan pria atau wanita yang belum memberikan persetujuan tertulis.

  6. Metode Alami Metode kontrasepsi alami ini adalah metode kontrasepsi yang tidak menggunakan alat atau obat sebagaimana metode kontrasepsi lainnya. Program

  Keluarga Berencana sudah tidak menyarankan untuk menggunakan metode ini karena tingkat keberhasilannya rendah. Metode yang termasuk dalam kontrasepsi alami ini adalah metode senggama terputus, metode pantang berkala, dan metode irama suhu tubuh.

  Metode senggama terputus maksudnya adalah menghentikan hubungan seksual sebelum terjadi ejakulasi. Dalam metode kontrasepsi ini, kontrol terbesar dipegang oleh pria. Metode ini tidak begitu berhasil sehingga tidak disarankan dalam Program Keluarga Berencana. Pasangan suami-istri yang menginginkan keberhasilan kontrasepsi tidak bisa mengandalkan metode senggama terputus.

  Metode pantang berkala sering juga disebut metode irama kalender. Metode ini memerlukan perhitungan jumlah hari-hari siklus menstruasi terpendek dan terpanjang selama jangka waktu 6 sampai 12 bulan. Dari siklus terpendek, dikurangi 18 hari untuk menghitung hari subur pertama. Dari siklus terpanjang, dikurangi 11 hari untuk mengidentifikasi hari subur terakhir. Pasangan suami-istri yang menginginkan kontrasepsi jenis ini tidak boleh melakukan hubungan seksual selama masa subur istri. Metode ini juga tidak dapat diandalkan karena menuntut irama menstruasi yang teratur pada istri dan perhitungannya harus cermat.

  Metode irama suhu tubuh adalah metode kontrasepsi yang bergantung pada perubahan kecil suhu tubuh basal yang biasanya terjadi tepat sebelum ovulasi.

  Metode ini akan berhasil jika hubungan seksual dihindari sampai peningkatan suhu tubuh ovulasi selesai. Supaya metode ini efektif, seorang wanita harus menghindari hubungan seksual dari hari pertama menstruasi sampai hari ketiga setelah peningkatan suhu tubuh. Metode ini keberhasilannya rendah sebab sangat sulit untuk mendapatkan hasil pengukuran suhu tubuh yang benar-benar tepat (Cunningham dkk, 2013).

2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan KB

  Faktor-faktor yang memengaruhi PUS menjadi akseptor KB adalah faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor paritas dan faktor budaya (kepercayaan).

  Selain faktor-faktor di atas, ternyata pemilihan jenis kontrasepsi yang akan digunakan juga tergantung dari kebutuhan masing-masing akseptor. Kebutuhan akseptor tersebut disesuaikan dengan Masa Reproduksi Sehat yang dibagi menjadi 3 periode, yaitu: kurun reproduksi muda (15-19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat (20-35 tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan dan masa reproduksi tua (36-45 tahun) merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan (BKKBN, 2010).

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SADARI sebagai Alat Deteksi Dini Kanker Payudara 2.1.1 Deteksi Dini - Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI di SMA Negeri 1 dan SMA Citra

0 1 34

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI di SMA Negeri 1 dan SMA Citra Harapan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 10

KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI

0 0 10

Perangkat Lunak Capture Plat Nomor Polisi Mobil dengan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization dan Back Propagation Berbasis IP Camera

0 0 18

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Informasi - Dashboard Information System untuk Pengukuran Indeks Keamanan Informasi pada Institusi Perguruan Tinggi

0 0 16

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) - Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Warga Miskin Dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW) dan Profile Matching

0 0 10

1. Halaman Login - Sistem Pendukung Keputusan Dalam Pemilihan Rumah Sakit Berdasarkan Kebutuhan Pasien Menggunakan Metode AHP dan Promethee

0 0 51

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tipe Rumah Sakit - Sistem Pendukung Keputusan Dalam Pemilihan Rumah Sakit Berdasarkan Kebutuhan Pasien Menggunakan Metode AHP dan Promethee

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA 1. Kanker payudara 1.1 Defenisi kanker payudara - Pola Hidup Pasien Kanker Payudara Selama Kemoterapi di RSUP H Adam Malik Medan

0 0 13

Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

0 0 22