BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SADARI sebagai Alat Deteksi Dini Kanker Payudara 2.1.1 Deteksi Dini - Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI di SMA Negeri 1 dan SMA Citra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SADARI sebagai Alat Deteksi Dini Kanker Payudara

  2.1.1 Deteksi Dini

  Deteksi dini kanker adalah usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan tes, pemeriksaan, atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara tepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat, benar-benar sehat dengan tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan (Rasjidi, 2009).

  2.1.2 Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

  Hampir 85% kejadian kanker payudara ditemukan pertama kali oleh penderita itu sendiri dengan menemukan atau merasakan adanya gejala-gejala kanker payudara.

  Oleh karena itu dikembangkanlah metode pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) atau disebut juga breast self exam (BSE). SADARI merupakan salah satu cara untuk mendeteksi dini kanker payudara. SADARI adalah suatu teknik pemeriksaan dimana seorang wanita memeriksa payudaranya sendiri dengan melihat dan merasakan dengan jari untuk mendeteksi apakah ada benjolan atau tidak pada payudaranya (Singh dkk., 1999).

  SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan sebagai deteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya. SADARI dilakukan dengan posisi tegak menghadap kaca dan berbaring, dilakukan pengamatan dan perabaan payudara secara sistematis (Dalimartha, 2007), sedangkan Ihea (2003) untuk mendeteksi dini kanker payudara.

  SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia remaja, segera ketika mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas. Pada wanita muda, agak sedikit sulit karena payudara mereka masih berserabut (fibrous), sehingga dianjurkan sebaiknya mulai melakukan SADARI pada usia remaja karena pada umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah terbentuk sempurna. Pemeriksaan ini tidak hanya dilakukan oleh wanita yang berisiko tinggi, tetapi sebaiknya dilakukan oleh seluruh wanita karena sekitar 75% kasus kanker payudara ditemukan pada wanita yang tidak dianggap berisiko tinggi.

  Pemeriksaan SADARI dilakukan secara rutin setelah haid, sekitar 1 minggu dari hari pertama haid terakhir. Karena pada saat itu payudara akan terasa lebih lunak dan longgar sehingga memudahkan perabaan. SADARI dilakukan 3 hari setelah menstruasi atau 7-10 hari dari menstruasi karena pada saat itu pengaruh hormon ovarium sudah hilang sehingga konsistensi payudara tidak lagi keras seperti menjelang menstruasi (Swart et al., 2010).

  Pemeriksaan payudara secara rutin sangat diperlukan untuk mendeteksi adanya kanker atau tumor pada payudara sedini mungkin. Hal ini terutama bagi wanita yang memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara. Semakin dini kanker tersebut ditemukan dan segera ditangani, akan memberikan harapan kesembuhan dan harapan hidup yang semakin besar (Luwia, 2003). Tujuan dilakukannya skrining kanker payudara adalah untuk deteksi dini. Wanita yang melakukan SADARI prognosis yang baik. SADARI hanya untuk mendeteksi dini adanya ketidak normalan pada payudara, Dengan melakukan SADARI sejak dini akan membantu deteksi kanker payudara pada stadium dini sehingga kesempatan untuk sembuh lebih besar (Rasjidi,2009).

2.1.3 Cara Melakukan SADARI

  Ada 3 langkah tata laksana yang sederhana dalam melakukan SADARI, yaitu (Indonesian Breast Selft Examination, 2003):

1. Pemeriksaan di Kamar Mandi

  Memeriksa kedua payudara sambil berdiri ketika mandi. Menaruh satu tangan di belakang kepala, sementara tangan yang satu melakukan gerak pijatan memutar searah jarum jam di daerah jaringan payudara, putting, dan jaringan di bawah ketiak. Kemudian mengulangi cara ini pada payudara yang sebelah lagi. Gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara sebelah kiri dan tangan kiri untuk payudara sebelah kanan. Bagi kebanyakan wanita, paling mudah untuk merasakan payudaranya adalah ketika payudaranya sedang basah dan licin, sehingga paling cocok adalah ketika sedang mandi.

Gambar 2.1. Pijatlah Payudara Saat Mandi

2. Pemeriksaan di Depan Cermin

  Berdiri di depan cermin sambil kedua kedua tangan diletakkan di sisi tubuh, angkat kedua lengan dan amati dengan saksama kulit di payudara apakah ada kerutan, lekukan, perubahan ukuran atau bentuk. Melihat apakah ada perubahan bentuk simetri pada kedua payudara. Kemudian mengamati juga apakah puting susu masuk ke dalam atau ada cairan aneh yang keluar dari puting (baik itu cairan bening, seperti susu, berwarna kuning, atau bercampur darah). Kemudian ulangi pengamatan dengan kedua tangan di pinggang dada dibusungkan dan kedua siku ditarik kebelakang Setelah itu meletakkan kedua tangan di belakang kepala dan melakukan hal serupa..

  Seluruh pengamatan in bertujuan mengetahui adanya benjolan yang terletak dengan dengan kulit. Selanjutnya meletakkan kedua tangan di samping pinggul lalu amati payudara.

Gambar 2.2. Bercermin dengan Kedua Tangan di PinggangGambar 2.3. Angkat Kedua Tangan Cermati Setiap Perubahan pada Payudara

3. Pemeriksaan dalam Posisi Baring

  Untuk memeriksa payudara anda sebelah kanan, letakkan bantal atau handuk yang dilipat dibawah bahu kanan anda. Tempatkan tangan kanan dibelakang kepala.

  Posisi ini membuat penyebaran jaringan payudara merata diatas dada. Gunakan 3 jari tengah dari tangan kiri dan susun jari-jari tersebut dalam keadaan rata. Tekan secara mantap dengan gerakan lingkaran kecil. Geserkan jari-jari tersebut dari satu posisi ke jaringan payudara telah diperiksa. Dalam pemeriksaan tersebut temukan tanda-tanda seperti benjolan, penebalan atau keadaan yang tidak normal bagi anda. Pemeriksaan keseluruhan payudara meliputi tulang selangka, tulang dada dan daerah dibawah lengan. Pada akhir pemeriksaan, pijat puting susu dari masing-masing payudara secara lembut diantara ibu jari dan jari telunjuk. Bila ditemukan adanya pelepasan cairan jernih atau darah, sebaiknya laporkan pada dokter anda secepat mungkin.

  Setelah selesai melakukan pemeriksaan lengkap pada buah dada sebelah kanan, lakukan juga pemeriksaan pada buah dada sebelah kiri dengan cara yang sama.

  Bandingkan apa yang ditemukan pada kedua buah dada.

Gambar 2.4. Pijatlah Payudara Sambil Berbaring

2.2 Kanker Payudara

  Kanker atau neoplasma merupakan suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan jaringan-jaringan normal. Definisi yang paling sederhana yang dapat diberikan adalah pertumbuhan sel-sel yang kehilangan pengendaliannya. Kanker dapat menyebar pada bagian tubuh tertentu seperti payudara (Smeltzer, 2002).

  Kanker Payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara terjadi karena adanya kerusakan gen yag mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel pada payudara, sehingga sel-sel ini tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat dikendalikan. Sel kanker ini dapat menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh (Mardiana, 2004).

  Kanker payudara adalah masa ganas yang berasal dari pembelahan diluar kendali sel-sel yang ada di jaringan payudara. Kanker payudara dapat berasal dari jaringan payudara itu sendiri atau dari jaringan lain yang merupakan hasil metastase dari kanker lain (Hopkins,2008). Kanker payudara muncul sebagai akibat sel-sel yang abnormal terbentuk pada payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak beraturan. Sel-sel tersebut merupakan hasil mutasi gen dengan perubahan-perubahan bentuk, ukuran maupun fungsinya. Kanker payudara dapat menyebar ke organ lain seperti paru-paru, hati, dan otak melalui pembuluh darah. Kelenjar getah bening aksila ataupun supraklavikula membesar akibat dari penyebaran kanker payudara melalui pembuluh getah bening dan tumbuh di kelenjar getah bening.

  Untuk menentukan lokasi tumor, payudara dibagi menjadi empat kwadran. Kwadran lateral (pinggir) atas, lateral bawah, medial (tengah) atas, dan medial payudara terletak pada kwadran lateral atas dengan penjalarannya ke arah ketiak (Dalimartha, 2004).

2.2.1 Etiologi dan Faktor Resiko

  Menurut Ramli (1997), dapat dicatat bahwa faktor etiologi kanker payudara sampai saat ini belum diketahui pasti, namun dapat dicatat pula bahwa penyebab itu sangat mungkin multifaktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain: 1.

  Konstitusi genetika a.

  Adanya kecenderungan pada keluarga tertentu lebih banyak kanker payudara daripada keluarga lain.

  b.

  Adanya distribusi predileksi antar bangsa atau suku bangsa.

  c.

  Pada kembar monozigot, terdapat kanker yang sama.

  d.

  Terdapat persamaan lateralitas kanker buah dada pada keluarga dekat dari penderita kanker buah dada.

  e.

  Seorang dengan Klinifelter akan mendapat kemungkinan 66 kali dari pria normal.

2. Pengaruh hormon a.

  Kanker payudara umumnya pada wanita, pada laki-laki kemungkinan ini sangat rendah.

  b.

  Pada usia diatas 35 tahun insidennya jauh lebih tinggi. c.

  Ternyata pengobatan hormonal banyak memberikan hasil pada kanker payudara lanjut.

  Indonesia, 2008): 1. Usia, Penyakit kanker payudara meningkat pada usia remaja keatas.

  2. Pemakaian obat-obatan, misalnya seorang wanita yang menggunakan therapy obat hormon pengganti {hormone replacement therapy (HRT)} seperti hormon esterogen akan bisa menyebabkan peningkatan resiko mendapat penyakit kanker payudara.

  3. Diet yang tidak sehat/tidak seimbang. Pola makan yang tidak seimbang yang menyebabkan risiko munculnya penyakit kanker antara lain kebiasaan makanan cepat saji (fast food).

  4. Faktor lain yang diduga sebagai penyebab kanker payudara adalah; tidak menikah, menikah tapi tidak punya anak, melahirkan anak pertama sesudah usia 35 tahun, tidak pernah menyusui anak.

  5. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa penyakit kanker payudara meningkat pada orang yang sering menghadapi kondisi stress (goncangan jiwa) dan juga bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi dibawah usia 11 tahun.

  7. Paparan di tempat kerja (paparan dari gelombang elektromagnetik).

  8. Wanita yang obesitas (kegemukan) pasca menopause, mengkonsumsi lemak, dan konsumsi alkohol berlebihan (Setiati, 2009).

  2.2.2 Gejala Kanker Payudara

  Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah dideteksi karena awal umumnya baru diketahui setelah stadium kanker berkembang agak lanjut, karena pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak merasa nyeri, dan tidak mengganggu aktivitas.

  Beberapa gejala klinis dari kanker payudara : 1. Benjolan, adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan.

  Semakin lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak beraturan.

  2. Perubahan kulit pada payudara, kulit tertarik (skin dimpling), benjolan yang dapat dilihat (visible lump), gambaran kulit jeruk (peu d’orange), eritema, ulkus

  3. Kelainan pada putting, Puting tertarik (nipple retraction), eksema, cairan pada puting (nipple discharge) (Suryaningsih dan Sukaca, 2009).

  2.2.3 Stadium Kanker Payudara

  Pembagian stadium menurut Portmann dalam Suryaningsih (2009) yang disesuaikan dengan aplikasi klinik yaitu:

  1. Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi/ infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot). Besar tumor 1 - 2 cm dan tidak dapat terdeteksi dari luar. Kelenjar getah bening regional belum teraba. Perawatan yang sangat sistematis diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada stadium ini, kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70%.

  2. Stadium II : Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5 - 5 cm, sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih bebas dengan diameter dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah 30 - 40 %.

  3. Stadium III A : Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5 - 10 cm, tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain. Menurut data dari Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini.

  4. Stadium III B : Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara), ulserasi, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau ke jaringan sekitarnya dengan diameter 2 - 5 cm. Kanker sudah menyebar ke seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada.

5. Stadium IV: Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan Metastasis jauh.

  Sel-sel kanker sudah merembet menyerang bagian tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher.

  Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada stadium ini adalah palliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan).

2.2.4. Pencegahan Kanker Payudara

  Kanker payudara dapat dicegah dengan beberapa tindakan sebagai berikut : 1. Hindari makanan berkadar lemak tinggi, dari hasil penelitian, konsumsi makanan berkadar lemak tinggi berkorelasi dengan peningkatan kanker payudara.

  2. Jaga kesehatan dengan mengkonsumsi buah dan sayur segar.

  3. Berikan air susu ibu (ASI) pada anak selama mungkin, hal ini dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara.

  4. Lakukan pemeriksaan SADARI setiap bulan (Rasjidi,2009).

2.3 Remaja

  Menurut Asrori (2009) yang mengutip pendapat Hurlock, remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Sementara itu Yusuf (2000) mengatakan bahwa, fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi.

  Batasan yang tegas pada remaja sulit ditetapkan, tetapi periode ini biasanya digambarkan pertama kali dengan penampakan karakteristik seks sekunder pada sekitar usia 11 sampai 12 tahun dan berakhir dengan berhentinya pertumbuhan tubuh pada usia 18 sampai 20 tahun (Wong dkk, 2009).

2.3.1. Perkembangan Fisik

  Tahap Perkembangan Remaja yaitu : Seorang remaja pada tahap mi masih terheran-heran akan perubahan- perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang mdnyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.

  2. Remaja Madya Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic” yaitu mencintai din sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau matrealis dan sebagainya.

  3. Remaja Akhir Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini : a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

  b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatun dengan orang-orang lain dan pengalaman-pengalaman baru.

  c. Terbentuk idetitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d. Egosentrisme diganti dengan kescimbangan antara kepentingan din sendiri dengan orang lain. umum (the public).

  Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai ciri-ciri sekunder primer dan sekunder pada remaja puteri : a. Ciri-ciri seks primer remaja perempuan

  Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

  b. Ciri-ciri seks sekunder remaja perempuan Menurut Sarwono (2011), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah

  Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif lagi. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. Pada saat perempuan dilahirkan, banyak sel telur berisi cairan yang dinamai folikel. Satu dianatar dua hormon itu bertugas mempengaruhi folikel dengan merangsang pertumbuhan, sehingga diberinama hormon perangsang folikel. Pada mulanya folikel yang tumbuh sedikit. Sementara itu sel-sel yang mengelilinginya seorang anak perempuan menjadi wanita setelah remaja, menurut usia rata-rata terjadilah tahap-tahap perubahan pada remaja, yaitu: a)

  9-10 tahun : Tulang pinggul mulai tumbuh ke bentuk yang khas untuk pinggul wanita, lemak mulai tertimbun, membentuk garis-garis tubuh yang khas pada wanita, puting susu mulai tumbuh.

  b) 10-11 tahun : puting susu semakin membesar

  c) 12-13 tahun : lingkaran disekitar putting susu mulai terbentuk

  d) 12-14 tahun : payudara berkembang lebih lanjut, dan putingnya semakin menghitam e)

  15-17 tahun : lemak disekitar pinggul dan payudara semakin tebal (Lewellyn & Jones, 2005)

2.4 Efektifitas

2.4.1 Definisi Efektifitas

  Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektifitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektifitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektifitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif.

  2.4.2 Cara Pengukuran Efektifitas

  Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah sebagai berikut :

  1. Keberhasilan program

  2. Keberhasilan sasaran

  3. Kepuasan terhadap program

  4. Tingkat input dan output

  5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel dalam Starawaji, 2009)

  2.4.3 Pendekatan Efektifitas

  Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektifitas yaitu:

  1. Pendekatan sasaran Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil efektifitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektifitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif..

  2. Pendekatan sumber Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber- sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan out put yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.

  3. Pendekatan proses Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

  Efektifitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektifitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil dari pada pengukuran efektifitas berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut :

  1. Adanya macam-macam output Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektifitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektifitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektifitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektifitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektifitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektifitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektifitas seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal- hal tersebut dalam pengukuran efektifitas adalah : a. Adaptabilitas dan fleksibilitas

  b. Produktivitas

  c. Keberhasilan memperoleh sumber d. Keterbukaan dalam komunikasi

  e. Keberhasilan pencapaian program

  2. Subjektivitas dalam adanya penilaian Pengukuran efektifitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke masyarakat sering dipengaruhi oleh subjektivitas. (Steers dalam Starawaji, 2009).

2.5 Metode Simulasi

  Simulasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tanggung jawabnya. Dapat dikatakan pula bahwa simulasi diartikan sebagai satu kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tugas-tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika kelak pembelajar sudah bekerja.

  Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut : 1) meningkatkan akselarasi pemikiran dan perasaan dengan sikap dan psikomotorik pembelajar, kemampuan terhadap aksi orang lain agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya; 2) menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi olehg peran yang dimainkan; 3) menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi; 4) memperoleh persepsi, pandangan ataupun mengalami perasaan kejiwaan dan batin tertentu; 5) menanamkan disiplin dan sikap berhati-hati; 6) memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi buatan, sehingga pembelajar terbebas dari risiko pekerjaan berbahaya. Sedangkan kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut : A.

  Kelebihan: 1)

  Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan tanpa menanggung kerugian; 2)

  Melibatkan pembelajar secara aktif; dan memberikan kesempatan kepada pembelajar secara langsung terlibat dalam kegiatan belajar dan melakukan eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam lingkungan yang sesungguhnya;

  3) Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara ktif dalam proses pembelajaran;

  4) Belajar mengalami suatu kegiatan tertentu;

  5) Dapat meningkatkan motivasi pembelajar;

  6) Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek tidak memadai; Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak dapat dilakukan dalam situasi nyata;

  8) Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan berdasarkan kemungkinan yang muncul;

9) Dapat meningkatkan disiplin dan meningkatkan sikap kehati-hatian.

  B. Kekurangan: 1)

  Kurang efektif menyampaikan informasi umum; 2) Kurang efektif untuk kelas yang telalur besar. 3)

  Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat latihan, karena diperlukan banyak alat bantu; 4)

  Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajar harus melakukannya; 5)

  Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan situasi sebelumnya, baik dalam hal kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya;

  6) Memerlukan waktu dan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002).

  Penerapan proses belajar aktif dengan metode simulasi bagi remaja putri dilakukan dengan cara sebagai berikut: fasilitator memberikan lengkap seluruh materi secara tertulis terlebih dahulu kepada remaja puteri untuk dibaca secara mandiri, materi yang diberikan tentang upaya deteksi dini kanker payudara dengan SADARI yang terdiri dari pokok bahasan: kanker payudara, etiologi, gejala, faktor resiko, diagnosa dan upaya deteksi dini dengan SADARI. Selanjutnya fasilitator melakukan intervensi simulasi pada kelompok remaja puteri yang mendapat perlakuan,dan metode simulasi pada remaja putri kelompok perlakuan yaitu dengan: 1.

  Penyuluhan Fasilitator menyampaikan materi kepada remaja putri yang berada di dalam ruangan mulai dari materi kanker payudara, etiologi dan faktor risiko, gejala, serta diagnosisnya. Kemudian fasilitator menjelaskan tentang upaya deteksi dini kanker payudara dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan cara melakukannya.

  Kemudian fasilitator menggali pengetahuan remaja puteri dengan curah pendapat atau bertukar pikiran tentang deteksi dini kanker payudara dengan SADARI. Kemudian fasilitator melakukan klarifikasi hal-hal yang perlu.

  2. Video Fasilitator memutar video tentang prosedur pemeriksaan payudara sendiri

  (SADARI) mulai dari melihat perubahan bentuk payudara di hadapan cermin, memeriksa perubahan bentuk payudara dengan posisi berbaring, periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan pemutaran, memeriksa payudara dengan secara pemutaran, pemeriksaan cairan di puting payudara, serta memeriksa ketiak.

  3. Phantom (Demonstrasi) Setelah fasilitator memberikan materi dan memutar video kepada remaja putri di SMAN 1, kemudian fasilitatotor melakukan demonstrasi langsung dengan menggunakan phantom tentang cara melaksanakan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dengan posisi berdiri dan berbaring.

2.6 Pengetahuan dan Sikap Individu

2.6.1 Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui proses belajar.

  Pengetahuan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba serta pengetahuan di dapat di mana individu berada dan tinggal yaitu faktor budaya mempengaruhi individu berprilaku. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

  Tingkat pengetahuan berorientasi kepada kemampuan berfikir, mencakup kemampuan intelektual yang paling sederhana, yaitu mengingat, sampai dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah yang menuntut individu untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui proses belajar. Pengetahuan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba serta pengetahuan di dapat di mana individu berada dan tinggal yaitu faktor budaya mempengaruhi individu berprilaku. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). untuk mempelajari hal-hal yang dianggap baru oleh mereka. Media pembelajaran yang didapat oleh remaja melalui aktivitas penglihatan, pendengaran dan tindakan, dimana sumber pembelajaran didapat dari media massa, proses belajar mengajar dan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan di tempat mereka berada. (Nurhidayah, 2009). Pengetahuan remaja tentang pemeriksaan payudara sendiri dapat diperoleh dari petugas kesehatan, media massa dan lingkungan. Tingkat pengetahuan remaja dapat diukur dengan memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang kanker payudara dan pemeriksaan payudara sendiri.

  Pengetahuan yang mencakup di dalamnya 6 (enam) tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2003):

  a. Tahu (Know) Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  Termasuk dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari.

  b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan secara benar. Orang yang sudah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan meramalkan dan sebagainya.

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

  d. Analisis (Analysis) Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek terhadap komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun.

  f. Evaluasi (Evaluation) Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, dimana manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb yang dikutip dalam Notoatmodjo (2003), salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan pre-disposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka/tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Notoatmodjo, 2003).

  Menurut Allport, sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual masing- masing, mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai objek dan situasi (Sarwono dan Meinarno, 2009).

  Menurut Allport (1954) yang dikutip dalam Notoadmodjo (2007) sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu: a.

  Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

  b.

  Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

  Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

  

attitude ). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting.

  Sikap adalah konsep yang dibentuk oleh tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Komponen kognitif berisi semua pemikiran serta ide-ide seseorang yang berkenan dengan objek sikap. Isi pemikiran seseorang meliputi hal-hal yang diketahuinya sekitar objek sikap, dapat berupa tanggapan atau keyakinan, kesan, atribusi, dan penilaian terhadap objek.

  Komponen afektif dari sikap meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap objek. Adanya komponen afeksi dari sikap, dapat diketahui melalui perasaan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Isi perasaan atau emosi pada penilaian seseorang terhadap objek sikap inilah yang mewarnai sikap menjadi suatu dorongan atau kekuatan/daya. Apabila orang suka dengan objek, maka dia akan memilih objek tersebut. Hal ini terjadi karena didorong perasaan dan keyakinan terhadap objek tersebut.

  Komponen perilaku dapat diketahui melalui respons subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respons yang dimaksud dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dnegan objek sikap. Intensi merupakan predisposisi atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek sikap. Jika orang mengenali dan memiliki pengetahuan yang luas tentang objek sikap, disertai perasaan yang positif mengenai Sebaliknya, bila orang memiliki anggapan, pengetahuan, dan keyakinan negatif yang disertai dengan perasaan tidak senang terhadap objek sikap, maka ia cenderung menjauhinya. Artinya, ia menentang,menolak dan menghindar dari objek tersebut.

  Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2003): a) receiving (menerima), bila seseorang atau subyek mau memperhatikan stimulus yang diberikan obyek; b) responding (merespon), yaitu apabila ditanya memberikan jawaban, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Ini adalah suatu indikasi dari sikap; c) valuing (menghargai), bila seseorang atau mendiskusikan suatu masalah. Ini adalah indikasi dari sikap tingkat tiga; d) bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Ini adalah tingkatan sikap yang paling tinggi.

2.7 Perubahan Perilaku Individu

  Menurut teori Lawrence Green (1980) perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes), kemudian dijabarkan menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai; b) faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan; c) faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

  Implisit dari proses peruibahan perilaku adalah sesuatu ide atau gagasan baru yang diperlukan kepada individu dan diharapkan untuk diterima/ dipakai oleh individu tersebut (Liliweri, 2007). Menurut Rogers (1971) dalam teori Innovation

  

Decision Process , yang diartikan sebagai proses yang dialami oleh seorang individu

  sejak menerima informasi/ pengetahuan tentang suatu hal yang baru, sampai pada saat dia menerima atau menolak ide baru itu. Menurut Shoemaker (1971), proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1) mengetahui/ menyadari tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian terhadap ide itu (interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba memakainya (trial) dan kalau menyukainya; %) menerima ide baru (adoption).

  Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), proses adopsi ini tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima/ditolak. Situasi ini kelak adapat berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Proses pembuatan keputusan tentang inovasi ini menjadi empat tahap: 1) individu menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan suatu ide baru (tahap knowledge). Pengetahuan ini menimbulkan minatnya untuk mengenal lebih jauh tentang objek tersebut, dan kemudian petugas objek/ topik yang dianjurkan; 2) persuasion (pendekatan), yaitu tahap di mana individu membentuk suatu sikap kurang baik atau yang baik terhadap inovasi; 3) tahap decision, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan untuk menerima konsep baru yang ditawarkan petugas kesehatan; 4) tahap implementation, yaitu tahap penggunaan, yaitu individu menepatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau diadopsi; 5) tahap confirmation, yaitu tahap penguatan, dimana individu meminta dukungan dari lingkungannya atas keputusan yang diambilnya.

  Menurut WHO yang dikutip dalam Soekidjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

  a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

  Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

  b. Perubahan Terencana (Planned Change)

  Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.

2.8 Landasan Teori

  Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut di atas, maka peneliti dapat merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian.

  Pendidikan dengan metode partisipatif adalah salah satu metode yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan objek/sasaran, di mana ada interaksi antara fasilitator (penyampai informasi) dengan objek (penerima informasi), diantaranya melalui metode diskusi dan simulasi.

  Menurut Rogers dan Shoemaker (1978) dapat disimpulkan bahwa, proses perubahan pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan dan sikap individu dilalui oleh proses yang panjang, proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1). Mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian terhadap ide itu (interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba memakainya (trial), dan kalau menyukainya maka; 5) menerima ide baru (adoption).

  

Communication Channel

Knowledge Persuasion Decision Implementation Confirmation Continue

   Adoption Characteristics of the Perceived

  Later Decision Making Characteristics of

  Adoption

  • Sociodeconomic Innovation Characteristics - Relative Advantage - Personality Variables - Compatibility - Communication - Trialability Discontinuance Behaviour - Observability

   Rejection Continuejectio n

Gambar 2.5 Bagan Proses Inovasi-Adopsi

  Berdasarkan teori ini proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima / ditolak.Situasi ini kelak dapat berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya.Proses pembuatan keputusan tentang inovasi menjadi beberapa tahap yaitu individu menerima informasi dan pengetahuan (knowledge), pendekatan (persuasion) yaitu dimana individu membentuk sikap terhadap inovasi, decision yaitu individu mengambil keputusan untuk menerima konsep baru yang ditawarkan petugas kesehatan, implementation yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau di adopsi, confirmation yaitu tahap penguatan dimana individu meminta dukungan dari lingkungan atas keputusan yang diambilnya

2.9 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel devenden

Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian

  Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan SADARI

  Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan SADARI

  Intervensi Dengan Metode Simulasi

Tanpa Intervensi

2.10 Alur Penelitian

  Penjabaran dari kerangka konsep penelitian, maka peneliti dapat

PRE TEST

Gambar 2.7 Alur Penelitian

  Penilaian Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI

   SMA CITRA HARAPAN (Kelompok Kontrol) SMA NEGERI 1 (Kelompok Kasus) Simulasi Setelah 2-3 hari POST TEST Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi

  Dini Kanker Payudara dengan SADARI

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Algoritma Learning Vector Quantization dan Weighted Product Dalam Memilih Perusahaan Tempat Berinvestasi

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pemberian Imunisasi Hepatitis B (Uniject) pada Bayi Usia 0-7 Hari di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan kabupaten Padanga Lawas Utara Tahun 2015

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Pemberian Imunisasi Hepatitis B (Uniject) pada Bayi Usia 0-7 Hari di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan kabupaten Padanga Lawas Utara Tahun 2015

0 0 10

II. Daftar pertanyaan - Analisis Rujukan Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias Dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2015

0 0 24

BAB II - Analisis Rujukan Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias Dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2015

1 1 25

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Rujukan Puskesmas Botombawo Kabupaten Nias Dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2015

0 0 8

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015

0 0 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Pengertian ASI - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015

0 0 15

Pengalaman Nyeri Kronis pada Pasien Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan

1 3 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. NYERI 1.1 Definisi Nyeri - Pengalaman Nyeri Kronis pada Pasien Kanker di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 35