FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ABORTUS DI VERLOS KAMER BERSALIN RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN DEWI RAKASIWI, S.SiT AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ABORTUS DI VER

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ABORTUS DI VERLOS KAMER BERSALIN RSUD DR. H. MOCH.

  Berdasarkan data di atas kasus abortus dari tahun 2008 sampai 2010 terjadi peningkatan sebesar 85 kasus ( 54 %) sehingga penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan Umur, Paritas, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang Verlos Kamer Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013

  Dalam rancangan ini peneliti mencoba menggali hubungan Umur, Paritas, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang Verlos Kamer bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu yang mengalami abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013 sebanyak 186 orang yang mengalami abortus. Sampel adalah

  adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor- faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan , observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,2010).

  sectional

  Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Cross

  Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah survey analitik. Metode penelitian survey analitik adalah survey penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010).

  METODE

  ”

  Banjarmasin, pada tahun 2008 ada 101 ibu yang mengalami abortus, pada tahun 2009 ada 125 ibu yang mengalami abortus, sedangkan pada tahun 2010 ibu yang mengalami abortus ada 186 orang.

  

ANSHARI SALEH BANJARMASIN

DEWI RAKASIWI, S.SiT

AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN

LATAR BELAKANG

  Menurut data di ruang Verlos Kamer Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh

  Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan. (Widyaastuti Y. & Dina Kaspa, 2007)

  Mengenai penyebab kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus.

  Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15

  Di Indonesia angka kematian Ibu (AKI) menurut survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2002/2003) masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup.

  memperkirakan diseluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95 %, yaitu 19 dari setiap 20 tindakan abortus diantaranya terjadi di Negara berkembang ( Widyaastuti Y.& Dina Kaspa, 2007 ).

  World Health Organization (WHO)

  • – 49 tahun, dan dari jumlah tersebut terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup ( Utomo,2001 ).
sebagian yang diambil dari keseluruhan objek Berdasarkan tabel 1 didapatkan yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh hasil bahwa sebagian besar ibu populasi (Notoatmodjo, 2010). Pada mengalami abortus inkomplet di penelitian ini menggunakan Sampling jenuh Ruang VK Bersalin yaitu sebanyak yaitu teknik penentuan sampel yang mana 112 orang ( 60 % ). semua anggota populasi digunakan sebagai b.

  Umur Ibu yang mengalami Abortus sampel Istilah lain dari sampling jenuh adalah Tabel 2 l Distribusi frekuensi sensus (Setiawan & Saryono, 2010). Sampel berdasarkan Umur Ibu yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mengalami Abortus seluruh ibu yang mengalami abortus di Ruang di Ruang VK Bersalin

  VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari RSUD Dr. H. Moch. Saleh Banjarmasin pada tahun 2013 sebanyak Ansari Saleh Banjarmasin 186 orang. Pengambilan sampel dalam Tahun 2013. penelitian ini secara Non Probability

  No Umur Frekuensi Persentase Sampling dengan porposive sampling dimana

  (%)

  pengambilan sampel secara purposive

  1 Beresiko 95 51,1

  didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu

  (<20 & > 35

  yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan

  Tahun)

  ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah

  2 Tidak Beresiko 91 48,9

  diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2010). (20-35 Tahun)

  TOTAL 186 100

  Sedangkan penetuan jumlah sampel Sumber : Analisis Data Sekunder menggunakan teknik Sampling Jenuh yaitu

  Berdasarkan tabel 3 didapatkan teknik penentuan sampel yang mana semua hasil bahwa sebagian besar ibu yang anggota populasi digunakan sebagai sampel. mengalami abortus adalah ibu yang

  Istilah lain dari sampling jenuh adalah sensus termasuk dalam kategori umur (Setiawan & Saryono, 2010). Metode yang

  Beresiko ( < 20 & > 35 tahun ) yaitu digunakan untuk mengumpulkan data ini sebanyak 95 orang ( 51,1 % ). adalah data sekunder yang diambil dari c. register di Ruang VK bersalin Dr. H. Moch.

  Paritas Ibu yang mengalami Abortus Tabel 3 l Distribusi frekuensi Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013. berdasarkan Paritas Ibu yang mengalami Abortus di Ruang VK Bersalin

  HASIL RSUD Dr. H. Moch.

  A.

  Uji Normalitas, Multikolinieritas dan Ansari Saleh

  Outler Banjarmasin Tahun 1. Uji Normalitas 2013.

  a.

  Abortus Tabel

  1 Distribusi frekuensi

  No. Paritas Frekuensi Persentase

  Berdasarkan Kasus

  (%)

  Abortus di Ruang VK

  1 Beresiko

  39

  21 Bersalin RSUD Dr. H. ( > 4 )

  Moch. Ansari Saleh

  2 Tidak 147

  79 beresiko

  Banjarmasin Tahun 2013.

  ( < 4 ) No. Abortus Frekuensi Persentase TOTAL 186 100 (%)

1 Abortus 112

  60 Sumber : Analisis Data Sekunder Inkomplet

  Berdasarkan tabel 4 didapatkan

  2 Abortus 74 39,8 Lainnya hasil bahwa sebagian besar ibu yang

  TOTAL 186 100

  mengalami abortus adalah ibu yang Sumber : Analisis Data Sekunder termasuk dalam kategori paritas tidak beresiko ( < 4 ) yaitu sebanyak 147 orang ( 79 % ).

  d.

  (20-35 tahun ) 47 51,6 44 48,4 91 100

  Tabel

  6 Distribusi frekuensi Berdasarkan Hubungan Umur ibu dengan Kejadian Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H.

  Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Umur Kasus Abortus TOTAL Abortus

  Inkomplet Abortus lainnya n % n % N %

  Beresiko ( <20 & >35 Tahun ) 65 68,4 30 31,6 95 100 Tidak beresiko

  TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100 Uji Chi square p 0,029 α 0,05

  2. Multikolinieritas a.

  Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat dari 95 ibu umur beresiko ( <

  20 & > 35 Tahun ) terdapat 65 ibu ( 68,4 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 91 ibu tidak beresiko ( 20-35 tahun ) terdapat 47 ibu ( 51,6 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,029 maka p <

  α, ini berarti H a diterima H o ditolak, artinya ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  b.

  Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus

  Hubungan Umur dengan Kejadian Abortus

  Sumber : Data Sekunder Berdasarkan tabel 5 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori ibu yang yang tidak bekerja yaitu sebanyak 127 orang ( 68,3 % ).

  Tingkat Pendidikan Ibu yang mengalami Abortus

  Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel

  Tabel

  4 Distribusi frekuensi berdasarkan Tingkat pendidikan Ibu yang mengalami Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  No . Tingkat Pendidika n Frekuens i Persentas e (%)

  1 Rendah 110 59,1

  2 Menengah 55 29,6

  3 Tinggi 21 11,3 TOTAL 186 100

  4.5 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori Tingkat Pendidikan Rendah yaitu sebanyak 110 orang ( 59,1 % ).

  TOTAL 186 100

  e.

  Pekerjaan Ibu yang mengalami Abortus

  Tabel 5 Distribusi frekuensi berdasarkan Pekerjaan Ibu yang mengalami Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

  1 Bekerja 59 31,7

  2 Tidak bekerja 127 68,3

  Tabel 7 l Distribusi frekuensi Berdasarkan Hubungan Paritas ibu dengan Kejadian Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  TOTAL Abortus Inkomplet Abortus lainnya N % n % N %

10 Kasus Abortus

  TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100 Uji Chi square p 0,708 α 0,05

  a

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,195 maka p > α, ini berarti H a ditolak H o diterima, artinya tidak ada hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat dari 59 ibu bekerja terdapat 31 ibu ( 52,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 127 ibu tidak bekerja terdapat 81 ibu ( 63,8 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

  TOTAL 112 60,2 74 39,8 186 100 Uji Chi square p 0,145 α 0,05

  Bekerja 31 52,2 28 47,5 59 100 Tidak Bekerja 81 63,8 46 36,2 127 100

  Inkomplet Abortus lainnya N % n % N %

  Pekerjaan Kasus Abortus TOTAL Abortus

  Tabel 9 l Distribusi frekuensi Berdasarkan Hubungan Pekerjaan ibu dengan Kejadian Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Abortus

  d.

  diterima, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  o

  ditolak H

  α, ini berarti H

  Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat dari 39 ibu beresiko ( >4) terdapat 25 ibu ( 64,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 147 ibu tidak beresiko ( < 4 ) terdapat 87 ibu ( 59,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

  Beresiko ( >4 ) 25 64,1 14 35,9 39 100 Tidak beresiko (<4 ) 87 59,2 60 40,8 147 100

  Sumber : Analisis Data Sekunder Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat dari 110 ibu yang memiliki pendidikan rendah terdapat 72 ibu (65,5%) yang mengalami abortus inkomplet, dari 55 ibu yang memiliki pendidikan menengah, terdapat 32 ibu (58,2%) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 21 ibu yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 8 ibu ( 38,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

  112 60,2 74 39,8 186 100 Uji Chi square p 0,059 α 0,05

  8 38,1 13 61,9 21 100 TOTAL

  72 65,5 38 34,5 110 100 Menengah 32 58,2 23 41,8 55 100 Tinggi

  Abortus lainnya N % N % N % Rendah

  Tingkat Pendidikan Kasus Abortus TOTAL Abortus Inkomplet

  Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Tabel.8 Distribusi frekuensi Berdasarkan Hubungan Tingkat Pendidikan ibu dengan Kejadian Abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch.

  Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Abortus

  c.

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,708 maka p > α, ini berarti H a ditolak H o diterima, artinya tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,059 maka p >

  PEMBAHASAN 1.

  Hal ini di sebabkan karena kebanyakan ibu-ibu yang datang mengalami perdarahan sampai mengalami anemia yang di karenakan berbagai macam sebab seperti terkena benturan yang keras dan gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

  2

  Pada usia di atas 35 tahun telah terjadi sedikit penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi dan pengambilan O

  Menurut Ari S. (2009) kondisi ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahiran nya. Hal itu pun turut mempengaruhi kondisi janinnya, kontraksi uterus juga sangat di pengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu menglami penurunan kondisi, terlebih pada primitua maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.

  Umur ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua ( > 35 tahun ) dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan fungsi endometrium belum optimal pada umur ibu < 20 tahun Yudiayuts, ( 2008 ).

  2. Umur ibu yang mengalami abortus Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori umur Beresiko ( < 20 & > 35 tahun ) yaitu sebanyak 95 orang ( 51,1 % ).

  Menurut Derek L. (2005) pada kebanyakan kasus, abortus yang sering terjadi adalah abortus inkomplet, karena kebanyakan ibu mengalami perdarahan yang disertai kontraksi uterus yang kuat dan menyebabkan dilatasi serviks sehingga abortus tidak dapat dihindarkan.

  Pada penelitian ini abortus inkomplet merupakan yang paling banyak.

  Kejadian abortus Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu mengalami abortus inkomplet di Ruang VK Bersalin yaitu sebanyak 112 orang ( 60 % ).

  Menurut Saifuddin (2008), abortus inkomplet adalah sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium ekternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa.

  Menurut Anonim (2009), faktor predisposisi kejadian abortus yaitu usia ibu yang lanjut, riwayat obstetri dan ginekologi yang kurang baik, paritas ibu yang tinggi, riwayat infertilitas, penyakit yang menyertai kehamilam dan trauma abdomen.

  Faktor yang menyebabkan abortus adalah karena kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan traktus genitalis, kelainan pada plasenta, dan penyakit ibu.

  ovum) dan menurut Wiknjosastro (2006),

  septik ), Kelainan Anembrionik (Blighted

  Missed abortion, Abortus infeksiosus (

  Menurut manuaba (1998), kejadian abortus sulit di ketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak di lakukan atas permintaan, keguguran spontan di perkirakan sebesar 10 – 15 %. Data yang diperoleh dari RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013 terdapat 186 kasus abortus dari tahun 2008 sampai 2010 terjadi peningkatan sebesar 85 kasus ( 54 %) kasus abortus, hal ini berarti bahwa kejadian abortus di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin masih tinggi. Menurut Saifuddin ( 2008 ) dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda dan proses patologi yang terjadi, yaitu Abortus Inkompletus, Abortus Imminens, Abortus kompletus, Abortus Insipiens, Abortus Habitualis,

  oleh darah di paru- paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan peningkatan tekanan darah dan penyakit lainnya yang melemahkan kondisi ibu, sehingga mengganggu sirkulasi darah ibu janin. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, dimana hasil konsepsi tidak dapat berimplantasi secara maksimal yang mengakibatkan kematian atau lepasnya sebagian atau seluruh dari hasil konsepsi dari tempat implantasinya. Bagian yang terlepas ini dianggap benda asing oleh uterus sehingga uterus berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara berkontraksi (Multazamiah, 2003) dalam Yono (2011).

  Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang memiliki umur beresiko (< 20

  • – > 35 tahun) hal ini sesuai dengan teori yang dikemukankan oleh Hebert Hutabarat (2007), umur ibu dilihat dari kejadian abortus adalah Umur beresiko tinggi yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun, umur tidak beresiko yaitu umur 20 - 35 tahun.

  Berdasarkan tabel 3 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori paritas tidak beresiko ( < 4 ) yaitu sebanyak 147 orang ( 79 % ).

  Menurut Hartanto (2004), paritas ibu dilihat dari kejadian abortus adalah: Paritas beresiko untuk terjadi abortus yaitu > 4, Paritas yang tidak beresiko untuk terjadi abortus < 4.

  Menurut Benson, ralph C & Martin L pernol ( 2009 ) jumlah kelahiran sebelumnya merupakan keterangan penting. Sampai kelahiran anak ke-4, terdapat peningkatan kemungkinan keberhasilan kehamilan dengan adanya resiko abortus.

  Menurut rochjati (2003), ibu yang pernah melahirkan > 4 maka akan banyak ditemui masalah dalam kehamilannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, dan kekendoran dinding rahim yang bisa menyebabkan terjadinya abortus.

  Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu dengan paritas tidak beresiko ( < 4 ). Walaupun pada penelitian ini paritas tidak beresiko banyak terjadi pada kasus abortus tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu karena terkena benturan yang keras dan gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

  4. Tingkat pendidikan ibu yang mengalami abortus Berdasarkan tabel 4 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori Tingkat Pendidikan Rendah yaitu sebanyak 110 orang ( 59,1 % ).

  Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih tinggi. Menurut Prawirohardjo (1999), bahwa kejadian abortus pada wanita yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak.

3. Paritas ibu yang mengalami abortus

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saiffudin, dkk (2002) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah kejadian abortus, yaitu tertinggi pada golongan berpendidikan 10-12 tahun (SMA), secara teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.

  Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu dengan pendidikan rendah. Pendidikan diperlukan mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Ibu-ibu yang mempunyai pendidikan rendah akhirnya akan sering terjadi abortus di karenakan kurang nya informasi yang dapat menunjang kesehatan / kehamilannya.

  5. Pekerjaan Ibu yang mengalami Abortus Berdasarkan tabel 5 didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang termasuk dalam kategori ibu yang yang tidak bekerja yaitu sebanyak 127 orang ( 68,3 % ).

  Menurut Wiknjosastro (2007), jika ia hamil, perlu mendapatkan perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat hal ini tidak berarti bahwa ia harus tinggal di tempat tidur, tetapi perlu dicegah usaha- usaha yang melelahkan.

  Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang tidak bekerja. Walaupun ibu tidak bekerja banyak terjadi pada kasus abortus tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu kurangnya pendidikan ibu, gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

  2

  ditolak, artinya tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus di

  a

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nil ai p 0,708 maka p > α, ini berarti H

  Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 7 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 39 ibu beresiko (>4) terdapat 25 ibu ( 64,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 147 ibu tidak beresiko (<4) terdapat 87 ibu ( 59,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang memiliki paritas (<4) lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu yang paritas (>4).

  7. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus

  Pada penelitian ini, kejadian abortus sebagian besar terjadi pada ibu yang memiliki umur beresiko (< 20 dan > 35 tahun) hal ini sesuai dengan teori yang dikemukankan oleh Hebert Hutabarat (2007), umur ibu dilihat dari kejadian abortus adalah Umur beresiko tinggi yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun, umur tidak beresiko yaitu umur 20 - 35 tahun.

  oleh darah di paru- paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan peningkatan tekanan darah dan penyakit lainnya yang melemahkan kondisi ibu, sehingga mengganggu sirkulasi darah ibu janin. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi, dimana hasil konsepsi tidak dapat berimplantasi secara maksimal yang mengakibatkan kematian atau lepasnya sebagian atau seluruh dari hasil konsepsi dari tempat implantasinya. Bagian yang terlepas ini dianggap benda asing oleh uterus sehingga uterus berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara berkontraksi (Multazamiah, 2003) dalam Yono (2011).

  Pada usia di atas 35 tahun telah terjadi sedikit penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi dan pengambilan O

6. Hubungan Umur dengan Kejadian

  Abortus Hubungan umur ibu dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 6 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 95 ibu umur beresiko (<20 & >35 Tahun) terdapat 65 ibu ( 68,4 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 91 ibu tidak beresiko ( 20-35 tahun ) terdapat 47 ibu ( 51,6 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang memiliki umur <20 dan > 35 lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu antara 20 – 35 tahun.

  Menurut Cunningham (1995) dalam Yono (2011) dikatakan frekuensi abortus bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun. Menurut Yudiayuts (2008) dimana uterus belum siap menerima zigot dikarenakan fungsi endometrium belum optimal pada umur ibu < 20 tahun. Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Menurut Ari S. (2009) kondisi ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan sangat menentukan proses kelahiran nya. Hal itu pun turut mempengaruhi kondisi janinnya, kontraksi uterus juga sangat di pengaruhi oleh kondisi fisik ibu, jika ibu menglami penurunan kondisi, terlebih pada primitua maka keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.

  di tolak, artinya ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  o

  diterima H

  a

  α, ini berarti H

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,029 maka p <

  Menurut rochjati (2003), ibu yang pernah melahirkan > 4 maka akan banyak ditemui masalah dalam kehamilannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, dan kekendoran dinding rahim yang bisa menyebabkan terjadinya abortus.

  Pada penelitian ini paritas tidak beresiko (<4) merupakan paritas terbanyak dalam kejadian abortus. Penelitian serupa pernah di lakukan oleh Rina Novitasari (2009) dimana penelitian tersebut tidak ada hubungan paritas dengan kejadian abortus, dimana hasil uji

  chi square diketahui nilai p = 0,091 lebih besar dari α = 0,05.

  Walaupun paritas tidak beresiko pada penelitian banyak terjadi pada kasus abortus inkomplet maupun abortus lainnya namun masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu seperti status gizi, gaya hidup, faktor psikologis serta faktor lingkungan, sosial dan budaya.

  Pada penelitian ini dari 186 ibu yang mengalami abortus inkomplet maupun abortus lainnya terdapat 76 (40,9 %) ibu memiliki paritas pertama (G

  1

  ) dimana ibu baru merasakan kehamilan, menurut Sulistyawati (2009) ibu yang baru mengalami kehamilan, kurang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan pada masa kehamilan dan belum bisa merubah gaya hidup seperti begadang, berpergian jauh dengan berkendaraan motor dll, gaya hidup ini akan menggangu kesejahteraan bayi yang di kandungnya.

  Kejadian Abortus Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 8 pada tabel 3 kategori tersebut didapatkan bahwa diantara 110 ibu pendidikan rendah terdapat 72 ibu ( 65,5 % ) yang mengalami abortus inkomplet, dari 55 ibu yang memiliki pendidikan menengah terdapat 32 ibu ( 58,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 21 ibu yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 8 ibu ( 38,1 % ) yang mengalami abortus inkomplet.

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,059 maka p >

  α, ini berarti H a ditolak H o diterima, artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih tinggi. Menurut Prawirohardjo (1999), bahwa kejadian abortus pada wanita yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak, Yudiayuts (2008).

  Pendidikan diperlukan mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Ibu- ibu yang mempunyai pendidikan rendah akhirnya akan sering terjadi abortus di karenakan kurang nya informasi yang dapat menunjang kesehatan / kehamilannya, Yudiayuts (2008).

  Akan tetapi pada penelitian ini pendidikan rendah tidak berhubungan dalam kejadian abortus. Ini tidak sesuai dengan teori di atas dan Teori Ari S. (2009) penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, seseorang penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu.

  Penelitian pernah dilakukan oleh Soiha E. dkk (2006) dimana tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pengetahuan tentang abortus hal ini dimungkinkan karena tidak keseluruhan pengetahuan yang dimiliki ibu diperoleh melalui jenjang pendidikan formal, khususnya pengetahuan tentang abortus.

8. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan

  9. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Abortus

  Hubungan paritas dengan kejadian abortus dapat dilihat pada tabel 9 pada tabel tersebut didapatkan bahwa diantara 59 ibu bekerja terdapat 31 ibu ( 52,2 % ) yang mengalami abortus inkomplet dan dari 127 ibu tidak bekerja terdapat 81 ibu ( 63,8 % ) yang mengalami abortus inkomplet. Dari hasil tersebut secara persentase, ibu yang yang tidak bekerja lebih banyak mengalami abortus inkomplet di bandingkan umur ibu yang paritas (>4).

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

  a

  H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasinsebanyak 186 orang sebagian besar ibu mengalami abortus inkomplet sebanyak 112 orang ( 60 % ).

  8. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin

  7. Tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  6. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Ruang

  5. Pekerjaan ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada ibu yang tidak bekerja sebanyak 127 orang ( 68.3 % ).

  4. Tingkat Pendidikan ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada tingkat pendidikan rendah sebanyak 110 orang ( 59.1 % ).

  3. Paritas ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada paritas tidak beresiko ( < 4 ) sebanyak 147 orang ( 79 % ).

  2. Umur ibu yang mengalami abortus terbanyak adalah pada umur tidak beresiko (20-40 tahun )sebanyak 141 orang ( 75.8 % ).

  1. Jumlahibu yang mengalamiabortus di ruang VK bersalin RSUD Dr.

  ditolak, artinya tidak ada hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch.

  Hasil Statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,145 maka p > α, ini berarti H

  Penelitian di atas berbeda Menurut Ari S. (2009) pekerjaan seseorang akan menggambarkan aktivitas dan tingkat kesejahteraan ekonomi yang didapatnya. Hasil penelitian juga mnunjukan bahwa ibu yang bekerja mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik dari pada ibu yang tidak bekerja, karena pada ibu yang bekerja akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain, sehingga lebih mempunyai banyak peluang juga untuk mendapatkan informasi seputar keadaannya.

  hasil penelitian mengatakan Ada hubungan yang bermakna antara keenam jenis stresor kerja dengan terjadinya abortus spontan (OR 2.45 - 4.68)

  Analisis pengaruh stres kerja terhadap kejadian abortus spontan pada pekerja Pabrik Sepatu X, Tangerang

  Penelitian pernah dilakukan oleh Chrisna, Jurika (2005) dengan judul

  Pada penelitian ini ibu yang tidak bekerja merupakan yang terbanyak dalam kejadian abortus. Walaupun ibu tidak bekerja banyak terjadi pada kasus abortus inkomplet maupun abortus lainnya tetapi banyak faktor lain yang dapat menyebabkan abortus yaitu kurangnya pendidikan ibu tentang kehamilan, status gizi yang buruk dan beberapa faktor lain yang tidak diketahui sebabnya.

  Menurut Wiknjosastro (2007), jika ia hamil, perlu mendapatkan perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat hal ini tidak berarti bahwa ia harus tinggal di tempat tidur, tetapi perlu dicegah usaha- usaha yang melelahkan.

  Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  Dari penelitian yang telah di ruang VK bersalin RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, dapat di ambil rkesimpulan sebagai berikut : RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  9. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian abortus di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin Tahun 2013.

  SARAN

  Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya para bidan di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin untuk memberikan penuluhan kepada ibu hamil tentang faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya abortus dan informasi mengenai pencegahan terjadinya abortus pada ibu hamil serta menyarankan kepada setiap ibu yang akan merencanakan kehamilan untuk lebih memperhitungkan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Di harapkan bagi peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian lain dan variabel lain dengan memperluas penelitian

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE TIPE INDEX CARD MATCH DI KELAS VI SDN 2 BARUNG-BARUNG BELANTI Erlisman SDN 2 Barung-barung Belanti Email: erlismanbbb67gmail.com

0 0 10

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MEMBUAT MEDIA PEMBELAJARAN MELALUI TEKNIK SUPERVISI BERKELOMPOK BERBASIS DISKUSI DI SDN 28 SIMPANG

0 0 10

UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN GURU DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF, DAN MENYENANGKAN (PAKEM) MELALUI KEGIATAN PELATIHAN DAN BIMBINGAN (LATBIM) DI SDN 14 BATANG GASAN

0 0 12

PENINGKATAN KUALITAS PENYUSUNAN RPP MELALUI MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM SEKOLAH OLEH GURU DI SMPN 3 LUHAK NAN DUO

0 0 8

PELAKSANAAN TEKNIK SUPERVISI INDIVIDUAL SEBAGAI IMPLEMENTASI KERJA GURU DI SDN 12 LUNANG Halijah SDN 12 Lunang Email: 311263gmail.com

0 0 10

UPAYA PENINGKATAN PRSETASI BELAJAR DENGAN MENINGKATAKAN KEMAMPUAN KINERJA GURU MELALUI BIMBINGAN DAN SUPERVISI DI SDN 39 KAMPUNG PANSUR

0 1 8

UPAYA PENINGKATAN PROSES PEMBELAJARAN GURU MATA PELAJARAN MELALUI SUPERVISI KEPENDIDIKAN MODEL BERFIKIR, MENULIS DAN BERDISKUSI DI SDN 14 SIGUNTUR MUDA DELISA ROZA SDN 14 Siguntur Muda Email: delisasigunturgmail.com

0 0 10

1 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI SMPN 13 BANJARMASIN SIXTIA KUSUMAWATI, S.SiT AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KEPUTIHAN PADA SISWI SMPN 13 BANJARMASIN

0 0 15

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN K4 DI PUSKESMAS MANDASTANA DETI AGUSTIN NUGRAHENI, S.ST AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN LATAR BELAKANG - Tampilan HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL

0 5 11

HUBUNGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN DIAN PURNAMA SARI, S.ST AKADEMI KEBIDANAN BUNGA KALIMANTAN ABSTRACT - Tampilan HUBUNGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DI

0 0 16