Pro dan Kontra Peniup Peluit (1)

Pro dan Kontra Peniup Peluit
Oleh Suradi
Widyaiswara Madya Balai Diklat Keuangan Palembang

Pengantar
Terjadinya korupsi atau penyimpangan penggunaan keuangan negara akhir-akhir ini
telah dilakukan secara sistemik dan berjamaah. Patut kita yakini bahwa tidak semua dari
mereka yang terlibat memang benar-benar bermaksud untuk melakukan korupsi. Dalam
birokrasi yang korup, setiap pegawai yang ada di dalamnya baik secara terpaksa atau
sukarela mereka terlibat dalam korupsi. Oleh karena itu untuk mengungkap adanya korupsi
perlu melibatkan orang dalam.
Istilah peniup peluit pertama kali digunakan kepada pegawai pemerintah yang
menyampaikan ke publik tentang pengaduan adanya korupsi atau penyimpangan yang
terjadi pada lembaga pemerintah. Saat ini pengertian peniup peluit telah digunakan secara
meluas, peniup peluit juga digunakan dalam hubungan dengan aktivitas yang serupa yang
terjadi pada sektor swasta.
Peniup peluit sering harus membayar mahal atas tindakan ketidaksetujuannya
terhadap tindakan yang menyimpang. Watkin, Cooper, dan Rowley menyampaikan
pengalamannya yang relatif aman ketika melaporkan terjadinya penyimpangan, namun
sebagian besar dari peniup peluit tidak beruntung dan bahkan dipecat dari pekerjaannya.
Sejumlah pemberi kerja/majikan memasukan ke dalam daftar hitam bagi mereka

yang membocorkan rahasia/peniup peluit sehingga mereka tidak dapat mendapatkan
pekerjaan pada industri yang sama. Sejumlah peniup peluit terganggu karirnya dan kesulitan
keuangan yang disebabkan karena dicopotnya dari pekerjaan dan timbulnya biaya terkait
masalah hukum, dan adanya ketegangan emosi yang keras terhadapnya dan keluarganya
karena rekan kerja, kawan, dan tetangganya berusaha untuk membalasnya.
Seorang peniup peluit kadangkala harus membayar mahal, apakah orang-orang
akan benar-benar mendorong untuk meniup peluit? Apakah membeberkan korupsi dan
adanya penyimpangan yang terjadi pada organisasi pemerintah dan swasta merupakan cara
terbaik untuk memperbaiki kebrobrokan? Atau apakah ada cara-cara yang lebih efektif
untuk berhubungan dengan masalah tersebut tanpa harus menjadikan seseorang untuk
menjadi korban? Apakah peniup peluit harus dilindungi, dan jika ya, bagaimana cara terbaik
untuk dilakukan?

Pengertian Peniup Peluit
Meniup peluit dapat didefinisikan membocorkan informasi yang dilakukan oleh
anggota organisasi karena adanya bukti pelanggaran dan/atau tindakan yang tidak
bermoral yang terjadi dalam organisasi atau adanya penyimpangan dalam organisasi yang
merugikan kepentingan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat kita kemukakan
beberapa hal yang menyangkut definisi meniup peluit.
Pertama, meniup peluit adalah suatu tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh

anggota dari suatu organisasi. Bukan merupakan meniup peluit ketika suatu kesaksian
terhadap suatu kejahatan diberikan oleh polisi atau memberikan kesaksian di pengadilan.
Juga bukan merupakan meniup peluit ketika seorang reporter yang membongkar adanya
praktek-praktek ilegal dalam suatu organisasi dan membeberkannya dalam bentuk tulisan.

Meniup peluit merupakan suatu tindakan dimana tempatnya berada di dalam suatu
organisasi.
Kedua, harus ada informasi. Meniup peluit merupakan tindakan membocorkan
informasi yang sebenarnya tidak diketahui publik (nonpublic information). Sisella Bok
menyatakan bahwa : ”peniup peluit berasumsi bahwa pesan yang mereka sampaikan akan
mengingatkan kepada para pendengarnya tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui, atau
sangat penting dimana tidak setiap orang dapat mengetahuinya karena informasi tersebut
sangat dirahasiakan.
Ketiga, informasi yang disampaikan biasanya merupakan bukti adanya
penyimpangan yang sangat vital yang terjadi dalam suatu organisasi atau yang dilakukan
oleh sekelompok orang yang berada dalam organisasi tersebut. Sejumlah informasi yang
disampaikan oleh peniup peluit berupa pelanggaran hukum, misalnya kecurangan yang
terjadi pada perusahaan WorldCom dimana Cynthia Cooper tidak dapat menemukannya,
tetapi seorang karyawan telah melaporkan peristiwa tersebut meskipun aktivitas tersebut
legal namun berbenturan dengan kepentingan publik. Contoh yang lain, terjadinya

pemborosan dan salah kelola terhadap proses tender yang berada di lingkungan pemerintah
atau terjadinya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas suatu perusahaan.
Informasi seperti ini dapat mengingatkan kepada publik dan untuk segera diambil tindakan,
antara lain dengan menerbitkan peraturan baru, jika belum ada dasar hukumnya.
Keempat, informasi harus disampaikan melalui saluran komunikasi yang tidak
normal (nonnormal). Pada sebagian besar organisasi, karyawan diperintahkan untuk
melaporkan jika terjadi tindakan ilegal atau adanya kegiatan yang menyimpang kepada para
supervisornya. Selain itu perusahaan juga memiliki kebijakan yang mendorong para
karyawan untuk menyampaikan secara tertulis kepada pihak manajemen jika disinyalir
terjadi kecurangan. Laporan tersebut dijamin kerahasiannya, dan bahkan ada perusahaan
yang membentuk unit organisasi untuk menangani berbagai pengaduan yang disebut
”ombudsman”. Karyawan yang mengikuti prosedur yang telah ditetapkan untuk
melaporkan adanya suatu penyimpangan tidak dapat dikategorikan sebagai peniup peluit.
Kelima, penyampaian informasi harus dilakukan secara suka rela dan dibenarkan
secara hukum.
Keenam, meniup peluit harus merupakan kegiatan sebagai protes moral; dan
motivasinya harus merupakan suatu koreksi dari suatu tindakan yang salah dan tidak untuk
balas dendam (revenge) atau untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kesimpulan, meniup peluit (whistle-blowing) adalah seseorang secara sukarela
menyiarkan/menyampaikan informasi yang sebenarnya tidak diketahui oleh umum, sebagai

protes moral, yang dilakukan oleh anggota atau dewan pengawas dari suatu organisasi
melalui saluran komunikasi yang tidak normal kepada pihak-pihak yang berkepentingan
tentang adanya perbuatan ilegal dan/atau pelaksanaan kegiatan yang tidak bermoral dalam
suatu organisasi atau praktek-praktek yang dilakukan organisasi yang bertentangan dengan
kepentingan publik (Whistle-blowing is the voluntary release of nonpublic information, as a
moral protest, by a member or former member of an organization outside the normal
channels of communication to an appropriate audience about illegal and/or immoral conduct
in the organization or conduct in the organization that is opposed in some significant way to
the public interest).

Pro dan kontra terhadaap Peniup Peluit
Perlawanan terhadap whistle-blowing diberikan oleh James M. Roche (1977),
chairman of the General Motors Corporation pada saat itu yang menyatakan :
”Sejumlah kritik pada saat sekarang berupaya untuk merongrong dukungan terhadap
kebebasan perusahaan yaitu loyalitas dari tim manajemen yang memiliki kesatuan nilai
terhadap kerjasama. Terdapat sejumlah aktivitas yang berupaya mendorong karyawan
untuk tidak loyal terhadap perusahaan. Mereka ingin menciptakan kecurigaan dan
ketidakharmonisan, dan memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi. Mereka
menggunakan label—spionase industrial (industrial espionage), meniup peluit (whistle-


blowing), atau tanggung jawab profesional (professional responsibility)---yang merupakan
taktik untuk memecah belah dan menciptakan konflik di dalam perusahaan”.

Selanjutnya Sissela Bok dalam bukunya ”Whistleblowing and Professional Responsibility, in
Ethical Theory and Business, 1997” memberikan pernyataan yang lebih lunak tentang
whistle-blower sebagai berikut :
”Whistleblower berusaha untuk menghentikan permainan (game), tetapi ia bukan wasit
atau pelatih dan ia meniup peluit untuk timnya sendiri, tindakan tersebut diibaratkan
sebagai pelanggaran loyalitas. Dalam mempertahankan kedudukannya, mereka telah
mengasumsikan adanya kewajiban khusus kepada koleganya dan pelanggannya. Mereka
telah memegang teguh
sumpah untuk setia atau suatu janji untuk menjaga suatu
kerahasian. Loyalitas terhadap kolega dan pelanggan bertentangan dengan loyalitas
kepada kepentingan publik, dimana ada kemungkinan bahwa mereka menjadi korban jika
mereka membocorkaan rahasia ”

Seperti yang telah dinyatakan oleh sejumlah tokoh di atas, penghalang utama dalam
melakukan penilaian terhadap whistle-blowing adalah tugas untuk loyal/setia dari para
karyawan terhadap organisasi dimana mereka merupakan bagian dari organisasi. Kewajiban
kita kepada publik merupakan sesuatu yang relatif penting, yaitu untuk mencegah adanya

kerugian yang serius terhadap pihak lain ketika kejadian tersebut berada dalam kekuasaan
itu.
Suatu kewajiban untuk setia kepada organisasi adalah lebih kompleks, hal ini
menyangkut pertanyaan tentang dasar dari suatu kewajiban dan konsep dari loyalitas itu
sendiri. Antara lain, apakah yang diberikan karyawan kepada majikan, apakah dalam
hubungan pekerjaan telah menghilangkan hak dari karyawan untuk membocorkan informasi
tentang adanya penyimpangan yang terjadi dalam suatu organisasi? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, berikut ini argumen yang sering digunakan untuk menentang hak
karyawan untuk meniup peluit (to blow the whistle).

Peniup Peluit sebagai Agen yang Loyal
Berdasarkan satu argumen, seorang karyawan adalah agen dari pemberi kerja.
Suatu agen adalah seseorang yang terikat untuk bertindak atas nama orang lain (yang
disebut principal) dan mereka diberikan kewenangan untuk bertindak atas nama orang yang
memberi kuasa. Hubungan tersebut merupakan hubungan profesional, misalnya pengacara
dan akuntan, dimana mereka menggunakan keahliannya untuk melayani pelanggannya.
Karyawan juga merupakan agen dari pemberi kerja dimana mereka diperkerjakan untuk
kepentingan majikan. Secara khusus, seorang karyawan merupakan agen, artinya mereka
memiliki kewajiban untuk bekerja seperti yang diperintahkan, menyimpan informasi yang
bersifat rahasia dan lain sebagainya, untuk tetap loyal. Berdasarkan argumen ini maka

seorang karyawan yang menyampaikan informasi ke publik tentang kejadian yang terjadi
perusahaan (meniup peluit) adalah suatu pelanggaran.
Kewajiban utama dari suatu agen adalah melakukan suatu pekerjaan untuk
kepentingan pemberi kerja. Suatu agen adalah subjek untuk melaksanakan suatu tugas
kepada pemberi kerja untuk melakukan suatu pekerjaan semata-mata (solely) untuk
kepentingan principal dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan agen tersebut.
Pedoman etika untuk tugas suatu agen adalah suatu perjanjian baik yang berupa
contractual obligation atau suatu understood agreement untuk melakukan pekerjaan untuk
kepentingan pihak lain. Seorang pengacara setuju untuk melaksanakan suatu tugas dengan
mendapatkan sejumlah bayaran tertentu untuk mewakili klien, dan karyawan juga
diperkerjakan dengan perjanjian bahwa ia akan bekerja untuk kepentingan pemberi kerja.

Peniup Peluit sebagai Agen yang tidak Loyal
Whistle-Blower merupakan suatu agen yang tidak loyal yang memungkiri (back out)
dari suatu perjanjian yang merupakan bagian terpenting dari hubungan antara pemberi

kerja dan pekerja. Karyawan yang membocorkan kepada pihak lain, sesuai dengan
argumen agen yang loyal, diibaratkan seorang pengacara yang berkhianat (sell out) kepada
kliennya. Sangat jelas hal ini merupakan pelanggaran hukum dari kode etik suatu profesi.
Meskipun pegawai memiliki suatu kewajiban untuk bersikap loyal, hal ini tidak boleh

dibocorkan kepada orang lain diluar organisasi.

Kesimpulan
Jika loyalitas diartikan hanya mengikuti perintah dan tidak mengkandaskan suatu
kapal (rocking the boat) maka peniup peluit dikategorikan sebagai pegawai yang tidak loyal.
Tetapi loyalitas dapat juga diartikan sebagai komitmen terhadap suatu kebenaran atau
tujuan yang benar dari suatu organisasi, dalam hal ini peniup peluit dikelompokkan sebagai
pegawai yang sangat loyal. Dengan demikian meniup peluit tidak harus cocok dengan
loyalitas, loyalitas mengharuskan para pegawai untuk menyampaikan informasi tentang
adanya penyimpangan yang terjadi dalam organisasi dimana mereka bekerja.
Kesalahan dari peniup peluit tidak berkaitan dengan tidak loyal kepada organisasi
melainkan terjadinya keretakan hubungan dengan sejumlah pejabat penting dalam
organisasi. Lebih jauh, seorang karyawan memiliki kewajiban untuk loyal dalam batas-batas
yang dibenarkan. Loyalitas diartikan melayani kepentingan dan tujuan organisasi untuk
mencapai hasil yang terbaik bagi organisasi.

Daftar Pustaka
Bok, Sissela, 1997, Whistleblowing and Professional Responsibility, in Ethical Theory and
Business, New York : John Wiley & Sons, Inc.
Northcott, Paul H., 1998, Ethics and The Accountant : Case Studies, Australia : Printice Hall.