Perspektif Alkitabiah tentang Kesabaran dan
ALASAN-ALASAN UNTUK BERSABAR
(YAKOBUS 5:7-11)
PENDAHULUAN
Di dalam kehidupan bersama, di mana saja, baik itu di rumah, di persekutuan gereja
ataupun di kehidupan masyarakat, kita pasti bertemu dengan orang pembuat masalah yang
merugikan atau menyakitkan kita. Mungkin dia tidak sengaja membuat masalah, mungkin
juga dilakukan dengan sengaja, tetapi esensinya sama: dia merugikan dan menyakitkan kita.
Kita tidak bisa mengelakan diri dari orang-orang semacam ini, karena setiap orang yang
bersama dengan kita bisa menjadi orang yang merugikan dan menyakitkan kita.
Dalam menghadapi orang yang berlaku merugikan, Alkitab menasihatkan agar kita
bersabar
Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan!
Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar
sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.
Kamu juga harus
bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!
Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan,
supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.
Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah
berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu
mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu
telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha
penyayang dan penuh belas kasihan. (Yakobus 5:7-11 TB)
ARTI DARI BERSABAR
Menurut Kamus Merriem-Webster’s Collegiate Dictionary kesabaran berarti kapasitas
atau kemampuan untuk menanggung berbagai rasa sakit atau ujian dengan tenang, tanpa
komplain; memperlihatkan ketenangan meski dapat provokasi; tidak terburu-buru atau
mengikuti perasaan dalam bertindak; tetap bertahan meski ada perlawanan, kesukaran, dan
tantangan.
Dalam teks Yunaninya, kata yang diterjemahkan bersabar di sini adalah makrothumeo,
yang menurut Ron Blue merupakan gabungan dari kata makro, panjang dan tymos,
kondisi emosional, sehingga secara harafiah berarti panjang pikiran atau jiwa dengan
gagasan utama mengatur timer kondisi emosional seseorang agar berlangsung lama. 1 Di
dalam Septuaginta (yakni, PL dalam bahasa Yunani) kata ini merupakan terjemahan dari
1
Ron Blue, James in The New Testament Bible Knowledge Commentary.
1
ungkapan Ibrani ’erekh ’appayim, panjang hidung. Karena kemarahan ditandai oleh nafas
yang cepat dan pendek lewat hidung, maka artinya menjadi lambat marah. Awalnya
orang memahaminya sebagai tawakal, pasrah, penyerahan diri resignation) atau
penerimaan yang terpaksa forced acceptance), lalu berkembang dengan nuansa
penundaan suatu aksi procrastination , dan kapasitas untuk berdiri teguh meski ada
kesukaran dan perlawanan (endurance).
Jika memperhatikan bagaimana istilah makrothumeo itu digunakan dalam Alkitab, maka
terlihat bahwa kesabaran dilakukan karena adanya harapan pasti akan pertolongan Tuhan
bagi jalan keluar yang benar dan menyenangkan hati Tuhan.
Dari sini bisa didapat gagasan bahwa dalam kesabaran terdapat perasaan susah karena
adanya kesukaran yang dialami; reaksi yang mestinya segera dilakukan adalah marah atau
tindakan pembalasan terhadap orang yang membuat masalah, tetapi dengan kesadaran dan
bukan karen keterpaksaan, reaksi negatif itu ditahan dan konsekuensinya tetap
menanggung kesukaran dengan segala dampak yang menyertainya, namun dengan harapan
pasti akan campur tangan Tuhan bagi jalan keluar yang berkenan di hati-Nya.
Nasihat untuk bersabar inilah yang diberikan dalam Yakobus 5:7-11 kepada para buruh
upahan yang mendapat perlakuan tidak adil oleh majikan mereka yang jahat. Di dalam nats
sebelumnya (Yak 5:1-6) terlihat bahwa para buruh telah bekerja keras sampai ladang orang
kaya itu menghasilkan tuaian, namun upah mereka ditahan. Mereka tidak bisa berbut apaapa, dan malah mendapat tekanan, ancaman, hukuman, bahkan pembunuhan. Reaksi
terhadap perlakuan tidak adil ini adalah marah dan membalas, tetapi ini tidak bisa
dilakukan karena mereka tidak berdaya. Apa yang bisa dilakukan adalah saling
menyalahkan di antara mereka. Dalam kondisi ini Rasul Yakobus menasihati agar
berasabar, dan tidak melakukan tindakan reaktif di atas.
ALASAN-ALASAN UNTUK BERSABAR
Nasihat firman Tuhan untuk bersabar bukan berarti membiarkan atau mau
mempertahankan permasalahan ketidakadilan dengan segala penderitaan yang
diakibatkannya. Nasihat untuk bersabar dimaksudkan untuk menghindarkan
berkembangnya permasalahan, dan justru menjadi langkah bagi penyelesaian masalah
tanpa masalah.
Yakobus memberikan tiga alasan untuk bersabar, yakni: (1) Kita bersabar karena Tuhan
Pasti Datang Menolong (5:7-8); (2) Kita bersabar karena penghakiman pasti terjadi; dan (3)
Kita bersabar karena pemberian besar menanti.
KITA BERSABAR KARENA TUHAN PASTI DATANG MENOLONG (YAK. 5:7-8)
Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani
menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur
dan hujan musim semi.
Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena
kedatangan Tuhan sudah dekat!
2
Perhatikan perintahnya: Bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Jelas terlihat
bahwa sikap untuk bersabar bukan berarti membiarkan permasalahan terus berlangsung.
Kesabaran itu ada batasnya. Apa? Batasnya adalah sampai kepada kedatangan Tuhan!
Tuhan Pasti Datang Menolong
Penafsiran pada umumnya terhadap frase he parousia tou Kuriou, kedatangan Tuhan, ini
menekankan aspek eskatologisnya, yakni kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya.
Memang benar. Tuhan Yesus pasti datang ke bumi untuk kedua kalinya (Yoh. 14:3; Kis.
1:11; dan Why. 22:20) untuk menyelamatkan umat-Nya (Mat. 24:21-31), dan untuk
melakukan penghakiman (1Kor. 4:5). Ketika datang, bersama-sama dengan para kudus-Nya,
Ia akan menghakimi dunia berdosa: Setiap orang akan menghadap Tahta Putih-Nya untuk
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya. Penghukuman kekal dijatuhkan atas
orang yang menolak bertobat dari dosa dan tidak mau beriman kepada-Nya selagi hidup di
bumi (Why. 20:11-15).
Untuk orang yang berpaling kepada-Nya, yakni bertobat dari dosa dan beriman kepadaNya, serta bertekun menanti-nanti dan merindukan kedatangan-Nya, Ia menjanjikan
Mahkota Kebenaran (2Tim. 4:8), dan Mahkota Kehidupan bagi mereka yang bertahan dalam
pencobaan (Yak. 1:12), dan Mahkota Abadi bagi mereka yang berhasil berdisiplin untuk jadi
pemenang (1Kor. 9:25). Selain itu juga disediakan Mahkota Sukacita bagi para pemenang
jiwa (1Tes. 2:19), Mahkota Kemuliaan bagi mereka yang menggembalakan domba-dombaNya dengan baik (1Pet. 5:4). Ini diberikan pada hari Pengadilan Kristus ketika Ia
menghakimi orang-orang percaya (2Kor. 5:10).
Sungguh pada kedatangan Tuhan yang kedua kali keadilan dan kebenaran ditegakkan-Nya
secara penuh, karena )a akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan
Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati
Kor. : . Karena itu
kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya sangat dinanti-nantikan oleh setiap orang beriman
pada-Nya.
Namun demikian, dalam konteks Yakobus ini, pesan pragmatis kekinian dari klausa
bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan terasa cukup kuat. Artinya, peristiwa yang
diungkapkan dengan klausa bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan ini juga
merupakan janji penyelesaian terhadap masalah yang sedang terjadi. Kasus Ayub yang
dijadikan contoh dalam kasus ini menguatkan adanya aspek pragmatis ini, karena
kesabarannya berakhir dengan pemulihan yang dilakukan Tuhan yang terjadi selagi dia
masih hidup. Berakhirnya penderitaan Ayub tidak terjadi pada kedatangan Tuhan kedua
kalinya, tetapi ketika ia masih hidup di mana bahkan kedatangan pertama Tuhan belum
terjadi.
Kalau begitu, dari sisi pragmatis kekiniannya, maksud dari ungkapan bersabar sampai
kepada kedatangan Tuhan ini mengarah pada intervensi langsung Tuhan dalam menolong
orang yang setia menanti-nantikan kedatangan-Nya. Artinya, ungkapan tersebut bisa
3
dikaitkan dengan tindakan Tuhan dalam menjawab seru doa permohonan orang yang
berharap penuh hanya kepada-Nya.
Gagasan bersabar ini paralel dengan gagasan menanti-nantikan kedatangan TUHAN yang
kerap terlihat dalam Perjanjian Lama. Ketika umat TUHAN tengah mendapat ancaman yang
nyata dari musuh atau dari orang fasik yang datang sebagai akibat kejahatan atau dosa
mereka kepada TUHAN, mereka berseru-seru mencari wajah TUHAN, satu-satunya tempat
pertolongan dan perlindungan, mengaku segala dosa, bertobat, dan berharap pada rahmat
TUHAN agar DIA membela dan melepaskan mereka (Mzm. 130). Berdasarkan keyakinan
pada kasih, rahmat, dan kesetiaan-Nya, umat TUHAN berpasrah diri kepada-Nya, berdiam
diri dan berlaku setia di negeri dengan keyakinan bahwa TUHAN pasti bertindak
memberikan pertolongan (Mzm. 37:5). Mereka tidak berani bertindak sendiri-sendiri, tetapi
menanti-nantikan TUHAN untuk menolong mereka (Mzm 37:34).
Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia … Mzm 3 : a .
Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya nantikanlah TUHAN!
(Mzm. 27:14).
Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya, maka Ia akan mengangkat engkau
untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkan (Mzm
37:34).
Jadi, perintah Alkitab agar kita bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan bisa dipahami
secara eskatologis, yakni kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya. Namun demikian
pertolongan bisa di dapat tanpa harus menunggu kedatangan Tuhan kedua kali, karena
perintah untuk bersabar itu memiliki nilai pragmatis kekiniannya, yakni perintah untuk
tunduk di bawah tangan-Nya yang kuat seraya menanti-nantikan kedatangan-Nya untuk
intervensi dalam memberikan pertolongan di saat mengalami kesusahan, kepahitan, dan
ketidakadilan.
Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu
ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepa-Nya sebab Ia
yang memelihara kamu Pet. : , .
Tuhan Pasti Datang
Bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan bukanlah merupakan tindakan spekulasi
untung-untungan. Firman Tuhan memperlihatkan bahwa pertolongan Tuhan bagi orang
yang bersabar menanti-nantikan kedatangan-Nya adalah pasti. Kasus kesabaran petani
merupakan pembanding bagi kepastian pertolongan Tuhan.
Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar
sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.
Di Palestina, hujan musim gugur (Oktober-November), yang datang setelah masa menabur
benih, dan hujan musim semi (April-Mei), yang tiba untuk mematangkan tumbuhan itu bagi
4
suatu penuaian, merupakan dua peristiwa yang amat penting bagi hasil yang baik. Jadi para
petani menunggu hingga sekitar tujuh bulan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dari
segi waktu itu cukup lama, dan dari para petani dituntut kesabaran yang tinggi sampai
genap waktunya.
Penantian para petani akan kedua musim itu bukan merupakan tindakan yang sia-sia atau
untung-untungan. Kedua musim hujan itu secara alami pasti terjadi, karena telah menjadi
siklus alami, mengikuti perputaran planet bumi terhadap matahari atau terhadap bulan.
Kepastian bakal datangnya kedua jenis musim hujan itu memberikan jaminan pasti bakal
adanya hasil panen yang terbaik.
Pelajaran yang bisa diambil dari perumpamaan ini adalah bahwa jika kedatangan musim
hujan itu saja bisa diandalkan, bagaimana dengan Si Pembuat dan Pengatur Musim itu
sendiri? Tentu saja Allah yang mengatur musim jauh lebih dapat diandalkan. Jika
kedatangan musim hujan saja bisa diharapkan, bagaimana dengan Allah, Si Pembuat hujan?
Tentu saja Dia sangat bisa diharapkan.
Karena itu, berbahagialah orang yang menanti-nantikan TUHAN, yang bersabar sampai
kedatangan Tuhan, mereka pasti mendapatkan pertolongan yang terbaik dari TUHAN. Dia
tidak pernah mengecewakan orang yang setia berharap kepada-Nya (Luk. 18:7). TUHAN
adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia Rat. : .
KITA BERASABAR KARENA TUHAN PASTI MENGAWASI (YAK. 5:9)
Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu
jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.
Di masyarakat Indonesia beredar peribahasa yang berbunyi sudah jatuh, tertimpa tangga
lagi! Ini ditujukan kepada orang yang tidak bijaksana dalam menanggapi bencana yang
dialaminya, sedemikian rupa sehingga dia mendapat musibah baru yang diakibatkan oleh
ketidakbijaksanaannya itu. Celakanya, kita semua sering ketimpa tangga, sesudah jatuh.
Alasan kedua untuk bersabar adalah agar kita, sesudah jatuh, tidak tertimpa tangga lagi!
Mendapat perlakuan tidak adil dan bahkan penghinaan merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Namun demikian, lebih menyakitkan lagi kalau kita kena hukuman oleh
karena salah menanggapi perlakuan yang menyakitkan itu. Karena itu kita harus berhatihati dalam merespons kejatuhan kita, karena tanggapan yang salah mempunyai
konsekuensinya tersendiri.
Reaksi yang Harus Dihindarkan
Agar kita terhindar dari penghukuman sebagai akibat kesalahan dalam menanggapi
perlakuan tidak adil, Rasul Yakobus menasihati agar kita jangan bersungut-sungut dan
saling mempersalahkan, yang merupakan terjemahan dari mh stenazete. Di tempat lain
dalam Terjemahan Baru LAI istilah stenazete umumnya diterjemahkan sebagai keluh
kesah. Beberapa versi menterjemahkannya sebagai complain [ mengungkapkan rasa sakit
atau ketidakpuasan, NAB], grudge [ perasaan benci, jengkel, tidak bisa menerima,
5
dsb, KJV], dan grumble [ protes, N)V]. Pada dasarnya istilah stenazete itu berarti keluh
kesah, ratapan, rintihan, protes, ungkapan jengkel, marah, dan kebencian terhadap yang lain
sebagai akibat keadaan yang tidak diinginkan.
Reaksi demikian memang wajar dan masuk akal bagi dunia. Jika mengalami peristiwa yang
tidak diinginkan, terlebih lagi bila hal itu disebabkan oleh orang lain, kita cenderung
mencari kambing hitam dan melampiaskan segala kesalahan kepada orang lain. Kita juga
cenderung merasa bahwa satu-satunya yang dihasilkan oleh sebuah petaka adalah
kesakitan dan kehancuran.
Namun demikian, di mata Tuhan tidak demikian. Bagi-Nya, peristiwa tidak diinginkan yang
menimpa kita menjadi alat-Nya untuk memurnikan dan mendewasakan kita (Yak. 1:2-4;
1Pet. 1:6-7). Dia tidak berdiam diri. Dia turut bekerja dalam segala perkara untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana-Nya Rm. 8: 8 .
Itulah sebabnya mengapa kita tidak boleh marah-marah atau bersungut-sungut dan tidak
bisa menerima kenyataan pahit yang tengah kita alami. Masalahnya itu juga berarti
merupakan kemarahan, sungut, dan penolakan terhadap Tuhan yang tengah mengerjakan
kebaikan lewat kenyataan pahit itu.
Sungut-sungut Israel di padang gurun merupakan contoh. Air pahit di Mara ternyata
merupakan ujian dari TUHAN (Kel. 15:22-26). Peristiwa sungut-sungut terhadap nasib
buruk mereka di Tabera ternyata mengakibatkan penghukuman (Bil. 11:1-3). Reaksi buruk
mereka terhadap laporan dari dua belas pengintai ternyata dipandang sebagai penistaan
terhadap TUHAN (Bil 14:11). Ada banyak lagi kasus. Intinya, sungut dan penolakan
terhadap kenyataan pahit ternyata merupakan sungut dan penolakan terhadap Tuhan yang
tengah mengerjakan kebaikan lewat kenyataan pahit itu.
Karena itu, hindarkanlah reaksi negatif berupa sungut-sungut, keluh kesah, marah-marah,
cari kambing hitam, dan sebagainya terhadap kenyataan pahit yang kita alami. Kenapa?
Karena Allah tengah mengerjakan kebaikan lewat peristiwa itu bagi kita; Ia sedang
merubah bencana menjadi pahala, merubah kutuk jadi berkat!!
Karena itu, bersabarlah dan bertekunlah dalam menghadapi setiap kenyataan pahit.
Tersenyumlah dan bergembiralah di dalam Tuhan. Percayalah bahwa Dia itu baik dan
sungguh amat baik!!
Hakim Berdiri di Ambang Pintu
Alasan mendasar untuk menghindarkan reaksi destruktif dan saling menyalahkan terhadap
kenyatan pahit yang kita alami adalah karena ada Hakim yang mengawasi kita. Dia bertugas
untuk menilai dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dari perbuatan kita.
Perbuatan yang dinilai-Nya benar akan diberikan pujian bagi yang melakukannya,
sedangkan yang dinilai salah akan diberikan hukuman.
6
Jelas bahwa hakim yang dimaksudkan di sini adalah Yesus Kristus, Tuhan (1:1) yang segera
datang (5:7) untuk kedua kalinya guna menghakimi orang yang hidup dan yang mati (1Kor.
4:5; Mat. 25:31-46). Dikatakan bahwa Dia tengah berdiri di ambang pintu dan siap untuk
memberikan penghukuman. Artinya, kedatangan-Nya untuk menghakimi sudah amat dekat,
pasti, dan segera.
Namun perlu dicatat bahwa aspek eskatologis ini harus diimbangi oleh aspek pragmatis
kekinian. Artinya, penghukuman atas orang yang berbuat dosa bukan berarti hanya terjadi
pada akhir zaman ketika Tuhan datang untuk kedua kalinya. Tuhan tidak berdiam diri di
atas sana melihat manusia seenaknya berbuat dosa. Tegas sekali dinyatakan bahwa Tuhan
pasti menghukum orang yang berbuat dosa.
Ada banyak contoh kasus yang memperlihatkan bahwa penghukuman ilahi atas orang
berdosa juga terjadi sebelum akhir zaman ini, terjadi ketika si pendosa itu masih hidup.
Kain merupakan contoh nyata: dia dikutuk karena membunuh Habel, adiknya (Kej. 4:1114). Nadab dan Abihu terbunuh karena tidak menghormati kekudusan TUHAN (Im. 10:1-8).
Karena tidak menghormati hamba TUHAN, Nabi Musa, Miriam terkena kusta (Bil. 12). Kasus
lainnya, Korah, Dathan dan Abiram (Bil 16), Uza (2Sam. 6:6-7; 1Taw. 13:6-10), Akhan,
Samson, Saul, dan Daud dan Bathseba. Juga raja-raja kapir dihukum karena dosa mereka
seperti Nebukadnezer dan Beltsazar.
Catatan dalam Perjanjian Baru memang berfokus pada Kristus Yesus dan jemaat-Nya dalam
konteks untuk menyelamatkan manusia dari murka Allah atas segala kefasikan dan
kelaliman manusia (Rm 1:16-18). Namun ganjaran tetap diberikan atas pelaku dosa.
Ananias, Saphira (Kis 5:1-11), dan Herodes Agrippa (Kis 12:21-23) yang mati
menggenaskan karena berdosa terhadap Tuhan merupakan contoh. Berbagai kelemahan,
sakit penyakit, dan bahkan kematian yang menimpa jemaat di Korintus oleh karena tidak
menghormati Perjamuan Kudus merupakan contoh lainnya (1Kor. 11:28-31).
Contoh dari masa kini banyak. Di sebuah kota tertentu ada seorang ibu muda, kaya raya,
dan cantik, namun kini ia sudah meninggalkan dunia karena breast cancer: dia tidak mau
berhenti mengingkari perjanjian pernikahannya. Di kota lain juga ada seorang bapak yang
mati menggenaskan oleh karena menghina isterinya dengan cara hidup kumpul kebo. Ada
juga pasangan yang secara tragis kehilangan puteri kesayangan mereka.
Jadi, Sang Hakim sekarang ini berdiri di ambang pintu. Ia pasti dan segera datang.
Penghukuman tanpa pandang bulu pasti dijatuhkan atas setiap pelanggaran (1Pet. 1:17).
Bentuk hukuman beragam, mulai dari kelemahan tubuh hingga kematian. Dan itu tidak
harus menunggu sampai kepada kedatangan-Nya yang kedua kali.
Karena itu, selagi kesempatan masih ada, bertobat dan tekun berharap pada anugrah
kemurahan Tuhan yang tersedia dalam karya salib Kristus merupakan jalan keselamatan.
Jangan sia-siakan kesabaran TUHAN, karena maksudnya agar kita bertobat dan
diselamatkan!!
7
Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya
sebagai kelalaian, tetapi ia sabar terhadap kamu, karena ia menghendaki supaya
jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (1Pet.
3:9).
Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan
mengampuni segala dosa kita dan menyucikn kita dari segala kejahatan. … hal-hal ini
kutuliskan kepada
Sekali lagi, jika Anda telah banyak berbuat dosa, ingatlah konsekuensi tengah menunggu
waktunya!! Selagi kesempatan masih ada, bertobatlah dan harapkanlah dengan penuh iman
akan kemurahan Tuhan.
Tetapi sekarang juga, demikianlah firman TU(AN, berbaliklah kepada-Ku dengan segenap
hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu
dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan
penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan ia menyesal karena hukuman-Nya
(Yoel 2:12-13).
… sesaat saja )a murka, tetapi seumur hidup )a murah hati; sepanjang malam ada
tangisan, menjelang pagi terdengar sorak sorai Mzm. 3 :
KITAB BERSABAR KARENA TUHAN PASTI MEMBERKATI (YAK. 5:9)
Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi
nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun;
kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya
disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.
Menarik sekali …!! Kita bersabar bukan sekedar untuk menanti-nantikan pertolongan dari
atas; kita bersabar juga bukan sekedar untuk menghindarkan diri agar tidak dihukum
Tuhan. Kita juga bersabar karena Tuhan menjanjikan berkat berlimpah bagi mereka yang
membutuhkan.
Orang yang Bersabar Berbahagia
Banyak orang bilang bahwa menunggu merupakan pengalaman yang paling
menjengkelkan. Namun jika yang kita nanti-nantikan adalah Tuhan, maka menunggu
kedatangan-Nya merupakan keputusan yang paling bijaksana. Dengan tegas Rasul Yakobus
menyatakan bahwa mereka yang telah bertekun disebut berbahagia. Sesungguhnya kami
menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun.
Tentu saja yang dimaksudkan oleh Yakobus dengan makarizo, berbahagia, di sini bukan
sekedar perasaan senang, tenang dan damai, namun lebih dari itu. Kebahagian ini lebih
mengacu pada suatu keadaan atau kondisi atau kualitas hidup yang pasti dan layak untuk
menerima curahan berkat berlimpah dari Tuhan. Karena itu kata makarizo sering
8
diterjemahkan sebagai diberkatilah! Perasaan senang dan bahagia pasti ada sebagai hasil
dari berlimpahnya curahan berkat tersebut.
Ini bisa diilustrasikan dengan seseorang siswa yang, selagi masih masa sekolah, tekun
belajar. Karena ketekunannya ia memiliki kualitas hidup yang baik. Teman-teman, guru,
orang tua, dan lainnya pasti menilai sang siswa ini sebagi menjanjikan! Artinya dia pasti
bakal menjadi orang sukses dan berhasil dalam hidupnya; sukses oleh karena kualitas
hidup yang dimilikinya.
Kesaksian Ayub: Berkat Berlimpah
Apakah berkat-berkat yang dicurahkan itu? Jika memperhatikan Yakobus 1:12, di situ
Tuhan menjanjikan mahkota kehidupan.. Tentu saja maksudnya bukan kehidupan kekal,
karena kehidupan kekal dianugerahkan Tuhan kepada kita karena iman kepada Tuhan
Yesus Kristus, dan itu bukan hasil usaha atau hasil perbuatan (Yoh. 3:16; Ef. 2:8,9). Yang
dimaksud di sini adalah mahkota kehidupan, yang bakal diberikan kepada kita sebagai hasil
usaha dan perbuatan kita. Dan memang stephanos, yang diterjemahkan sebagai mahkota
di sini, pada zaman dulu merupakan sesuatu yang dijalin melingkar untuk dikenakan pada
kepala sebagai mahkota untuk menghormat, meninggikan, memuliakan para pemenang
suatu perlombaan.
Ketika menghakimi orang percaya, Tuhan Yesus akan memberikan mahkota kehidupan ini
kepada orang yang mengasihi Dia, yakni yang tetap bertahan dan dan berdiri teguh dalam
imannya meski telah mendapat berbagai-bagai pencobaan (2Kor. 5:10). Mahkota itu
merupakan harta terindah yang akan dipersembahkan kepada Dia yang duduk tahta (Why.
4:10) yang layak menerima segala hormat, pujian, dan kemuliaan (Why. 4:11).
Namun demikian, upah dari kesabaran itu ternyata juga diberikan selagi kita masih hidup,
meskipun bukan berupa mahkota. Ayub merupakan contoh nyata. Secara rohani, dia
dikenal sebagai orang yang saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menajuhi kejahatan (Ay.
1:1). Setelah anak-anaknya mengadakan pesta, Ayub memanggil dan menyucikan mereka,
lalu paginya ia mempersembahkan korban bakaran, karena ia takut anak-anaknya telah
berbuat dosa dan mengutuk Allah dalam hati mereka (Ay. 1:4-5).
Selain itu, ia juga menjadi orang yang terkaya di daerahnya. Ia mempunyai tujuh anak lelaki
dan tiga anak perempuan. Ternaknya juga banyak. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing
domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budakbudak dalam jumlah yang sangat besar (Ay. 1:3).
Namun demikian, suatu hari ia ditimpa malapetaka yang mengerikan. Hanya dalam satu
hari segala kekayaannya habis lenyap, bahkan termasuk anak-anaknya juga tewas (Ay.
1:13-19). Masih belum cukup, seluruh badannya ditimpa oleh barah yang busuk dari
telapak kaki sampai batu kepalanya; penyakit ini amat gatal sedemikian rupa sehingga
untuk menggaruknya ia harus menggunakan beling (Ay. 2:7,8).
9
Dalam kondisi demikian, sepantasnya Ayub menjadi marah dan bersungut-sungut terhadap
TUHAN, karena tanpa alasan dia mengalami kesusahan itu (Ay. 2:3). Namun demikian,
Alkitab mencatat bahwa Ayub tidak tergoda melakukan dosa dan ia tidak menuduh Allah
berbuat yang kurang patut atasnya (1:22). Meskipun isterinya marah dan mencela
kesetiaan Ayub pada TU(AN, tapi dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan
bibirnya terhadap TUHAN (Ay. 2:8).
Ayub tetap bertekun! Dan apa yang akhirnya disediakan Tuhan baginya? TUHAN
memberikan kepadanya dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu (Ay. 42:10). Ia
mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan
seribu ekor keledai betina (Ay. 42:12). TUHAN juga mengaruniakan kepadanya tujuh anak
lelaki dan tiga anak perempuan yang kecantikan mereka tidak tertandingi di seluruh negeri
(Ay. 42:13-15). Selain itu, ia juga dikaruniakan umur panjang sehingga bisa melihat
keturunannya yang ke empat (Ay. 42:16).
KESIMPULAN
Jadi, ketika dalam kesehari-harian kita menemui orang yang merugikan atau menyakitkan
kita, sikap yang harus kita ambil terhadap orang itu adalah bersabar. Kita harus bersabar
secara eskatologis karena kedatangan Tuhan kali kedua bersifat pasti dan segera, karena
penolakan terhadap panggilan untuk bersabar pasti mendatangkan kerugian atau hukuman,
dan karena ada mahkota surgawi yang akan diberikan.
Secara pragmatis kekinian, kita bersabar oleh karena Tuhan akan menolong orang yang
tekun menanti-nantikan Dia, oleh karena kita akan dihakimi lalu dihukum dan kita akan
dilimpahkan berkat yang amat berlimpah.
Tidak ada pilihan lain: Bersabar dan dapat berkat Ilahi berlimpah, atau marah dan dapat
penghukuman!
10
(YAKOBUS 5:7-11)
PENDAHULUAN
Di dalam kehidupan bersama, di mana saja, baik itu di rumah, di persekutuan gereja
ataupun di kehidupan masyarakat, kita pasti bertemu dengan orang pembuat masalah yang
merugikan atau menyakitkan kita. Mungkin dia tidak sengaja membuat masalah, mungkin
juga dilakukan dengan sengaja, tetapi esensinya sama: dia merugikan dan menyakitkan kita.
Kita tidak bisa mengelakan diri dari orang-orang semacam ini, karena setiap orang yang
bersama dengan kita bisa menjadi orang yang merugikan dan menyakitkan kita.
Dalam menghadapi orang yang berlaku merugikan, Alkitab menasihatkan agar kita
bersabar
Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan!
Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar
sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.
Kamu juga harus
bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!
Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan,
supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.
Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah
berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu
mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu
telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha
penyayang dan penuh belas kasihan. (Yakobus 5:7-11 TB)
ARTI DARI BERSABAR
Menurut Kamus Merriem-Webster’s Collegiate Dictionary kesabaran berarti kapasitas
atau kemampuan untuk menanggung berbagai rasa sakit atau ujian dengan tenang, tanpa
komplain; memperlihatkan ketenangan meski dapat provokasi; tidak terburu-buru atau
mengikuti perasaan dalam bertindak; tetap bertahan meski ada perlawanan, kesukaran, dan
tantangan.
Dalam teks Yunaninya, kata yang diterjemahkan bersabar di sini adalah makrothumeo,
yang menurut Ron Blue merupakan gabungan dari kata makro, panjang dan tymos,
kondisi emosional, sehingga secara harafiah berarti panjang pikiran atau jiwa dengan
gagasan utama mengatur timer kondisi emosional seseorang agar berlangsung lama. 1 Di
dalam Septuaginta (yakni, PL dalam bahasa Yunani) kata ini merupakan terjemahan dari
1
Ron Blue, James in The New Testament Bible Knowledge Commentary.
1
ungkapan Ibrani ’erekh ’appayim, panjang hidung. Karena kemarahan ditandai oleh nafas
yang cepat dan pendek lewat hidung, maka artinya menjadi lambat marah. Awalnya
orang memahaminya sebagai tawakal, pasrah, penyerahan diri resignation) atau
penerimaan yang terpaksa forced acceptance), lalu berkembang dengan nuansa
penundaan suatu aksi procrastination , dan kapasitas untuk berdiri teguh meski ada
kesukaran dan perlawanan (endurance).
Jika memperhatikan bagaimana istilah makrothumeo itu digunakan dalam Alkitab, maka
terlihat bahwa kesabaran dilakukan karena adanya harapan pasti akan pertolongan Tuhan
bagi jalan keluar yang benar dan menyenangkan hati Tuhan.
Dari sini bisa didapat gagasan bahwa dalam kesabaran terdapat perasaan susah karena
adanya kesukaran yang dialami; reaksi yang mestinya segera dilakukan adalah marah atau
tindakan pembalasan terhadap orang yang membuat masalah, tetapi dengan kesadaran dan
bukan karen keterpaksaan, reaksi negatif itu ditahan dan konsekuensinya tetap
menanggung kesukaran dengan segala dampak yang menyertainya, namun dengan harapan
pasti akan campur tangan Tuhan bagi jalan keluar yang berkenan di hati-Nya.
Nasihat untuk bersabar inilah yang diberikan dalam Yakobus 5:7-11 kepada para buruh
upahan yang mendapat perlakuan tidak adil oleh majikan mereka yang jahat. Di dalam nats
sebelumnya (Yak 5:1-6) terlihat bahwa para buruh telah bekerja keras sampai ladang orang
kaya itu menghasilkan tuaian, namun upah mereka ditahan. Mereka tidak bisa berbut apaapa, dan malah mendapat tekanan, ancaman, hukuman, bahkan pembunuhan. Reaksi
terhadap perlakuan tidak adil ini adalah marah dan membalas, tetapi ini tidak bisa
dilakukan karena mereka tidak berdaya. Apa yang bisa dilakukan adalah saling
menyalahkan di antara mereka. Dalam kondisi ini Rasul Yakobus menasihati agar
berasabar, dan tidak melakukan tindakan reaktif di atas.
ALASAN-ALASAN UNTUK BERSABAR
Nasihat firman Tuhan untuk bersabar bukan berarti membiarkan atau mau
mempertahankan permasalahan ketidakadilan dengan segala penderitaan yang
diakibatkannya. Nasihat untuk bersabar dimaksudkan untuk menghindarkan
berkembangnya permasalahan, dan justru menjadi langkah bagi penyelesaian masalah
tanpa masalah.
Yakobus memberikan tiga alasan untuk bersabar, yakni: (1) Kita bersabar karena Tuhan
Pasti Datang Menolong (5:7-8); (2) Kita bersabar karena penghakiman pasti terjadi; dan (3)
Kita bersabar karena pemberian besar menanti.
KITA BERSABAR KARENA TUHAN PASTI DATANG MENOLONG (YAK. 5:7-8)
Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani
menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur
dan hujan musim semi.
Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena
kedatangan Tuhan sudah dekat!
2
Perhatikan perintahnya: Bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Jelas terlihat
bahwa sikap untuk bersabar bukan berarti membiarkan permasalahan terus berlangsung.
Kesabaran itu ada batasnya. Apa? Batasnya adalah sampai kepada kedatangan Tuhan!
Tuhan Pasti Datang Menolong
Penafsiran pada umumnya terhadap frase he parousia tou Kuriou, kedatangan Tuhan, ini
menekankan aspek eskatologisnya, yakni kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya.
Memang benar. Tuhan Yesus pasti datang ke bumi untuk kedua kalinya (Yoh. 14:3; Kis.
1:11; dan Why. 22:20) untuk menyelamatkan umat-Nya (Mat. 24:21-31), dan untuk
melakukan penghakiman (1Kor. 4:5). Ketika datang, bersama-sama dengan para kudus-Nya,
Ia akan menghakimi dunia berdosa: Setiap orang akan menghadap Tahta Putih-Nya untuk
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya. Penghukuman kekal dijatuhkan atas
orang yang menolak bertobat dari dosa dan tidak mau beriman kepada-Nya selagi hidup di
bumi (Why. 20:11-15).
Untuk orang yang berpaling kepada-Nya, yakni bertobat dari dosa dan beriman kepadaNya, serta bertekun menanti-nanti dan merindukan kedatangan-Nya, Ia menjanjikan
Mahkota Kebenaran (2Tim. 4:8), dan Mahkota Kehidupan bagi mereka yang bertahan dalam
pencobaan (Yak. 1:12), dan Mahkota Abadi bagi mereka yang berhasil berdisiplin untuk jadi
pemenang (1Kor. 9:25). Selain itu juga disediakan Mahkota Sukacita bagi para pemenang
jiwa (1Tes. 2:19), Mahkota Kemuliaan bagi mereka yang menggembalakan domba-dombaNya dengan baik (1Pet. 5:4). Ini diberikan pada hari Pengadilan Kristus ketika Ia
menghakimi orang-orang percaya (2Kor. 5:10).
Sungguh pada kedatangan Tuhan yang kedua kali keadilan dan kebenaran ditegakkan-Nya
secara penuh, karena )a akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan
Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati
Kor. : . Karena itu
kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya sangat dinanti-nantikan oleh setiap orang beriman
pada-Nya.
Namun demikian, dalam konteks Yakobus ini, pesan pragmatis kekinian dari klausa
bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan terasa cukup kuat. Artinya, peristiwa yang
diungkapkan dengan klausa bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan ini juga
merupakan janji penyelesaian terhadap masalah yang sedang terjadi. Kasus Ayub yang
dijadikan contoh dalam kasus ini menguatkan adanya aspek pragmatis ini, karena
kesabarannya berakhir dengan pemulihan yang dilakukan Tuhan yang terjadi selagi dia
masih hidup. Berakhirnya penderitaan Ayub tidak terjadi pada kedatangan Tuhan kedua
kalinya, tetapi ketika ia masih hidup di mana bahkan kedatangan pertama Tuhan belum
terjadi.
Kalau begitu, dari sisi pragmatis kekiniannya, maksud dari ungkapan bersabar sampai
kepada kedatangan Tuhan ini mengarah pada intervensi langsung Tuhan dalam menolong
orang yang setia menanti-nantikan kedatangan-Nya. Artinya, ungkapan tersebut bisa
3
dikaitkan dengan tindakan Tuhan dalam menjawab seru doa permohonan orang yang
berharap penuh hanya kepada-Nya.
Gagasan bersabar ini paralel dengan gagasan menanti-nantikan kedatangan TUHAN yang
kerap terlihat dalam Perjanjian Lama. Ketika umat TUHAN tengah mendapat ancaman yang
nyata dari musuh atau dari orang fasik yang datang sebagai akibat kejahatan atau dosa
mereka kepada TUHAN, mereka berseru-seru mencari wajah TUHAN, satu-satunya tempat
pertolongan dan perlindungan, mengaku segala dosa, bertobat, dan berharap pada rahmat
TUHAN agar DIA membela dan melepaskan mereka (Mzm. 130). Berdasarkan keyakinan
pada kasih, rahmat, dan kesetiaan-Nya, umat TUHAN berpasrah diri kepada-Nya, berdiam
diri dan berlaku setia di negeri dengan keyakinan bahwa TUHAN pasti bertindak
memberikan pertolongan (Mzm. 37:5). Mereka tidak berani bertindak sendiri-sendiri, tetapi
menanti-nantikan TUHAN untuk menolong mereka (Mzm 37:34).
Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia … Mzm 3 : a .
Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya nantikanlah TUHAN!
(Mzm. 27:14).
Nantikanlah TUHAN dan tetap ikutilah jalan-Nya, maka Ia akan mengangkat engkau
untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkan (Mzm
37:34).
Jadi, perintah Alkitab agar kita bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan bisa dipahami
secara eskatologis, yakni kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya. Namun demikian
pertolongan bisa di dapat tanpa harus menunggu kedatangan Tuhan kedua kali, karena
perintah untuk bersabar itu memiliki nilai pragmatis kekiniannya, yakni perintah untuk
tunduk di bawah tangan-Nya yang kuat seraya menanti-nantikan kedatangan-Nya untuk
intervensi dalam memberikan pertolongan di saat mengalami kesusahan, kepahitan, dan
ketidakadilan.
Karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu
ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepa-Nya sebab Ia
yang memelihara kamu Pet. : , .
Tuhan Pasti Datang
Bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan bukanlah merupakan tindakan spekulasi
untung-untungan. Firman Tuhan memperlihatkan bahwa pertolongan Tuhan bagi orang
yang bersabar menanti-nantikan kedatangan-Nya adalah pasti. Kasus kesabaran petani
merupakan pembanding bagi kepastian pertolongan Tuhan.
Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar
sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.
Di Palestina, hujan musim gugur (Oktober-November), yang datang setelah masa menabur
benih, dan hujan musim semi (April-Mei), yang tiba untuk mematangkan tumbuhan itu bagi
4
suatu penuaian, merupakan dua peristiwa yang amat penting bagi hasil yang baik. Jadi para
petani menunggu hingga sekitar tujuh bulan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dari
segi waktu itu cukup lama, dan dari para petani dituntut kesabaran yang tinggi sampai
genap waktunya.
Penantian para petani akan kedua musim itu bukan merupakan tindakan yang sia-sia atau
untung-untungan. Kedua musim hujan itu secara alami pasti terjadi, karena telah menjadi
siklus alami, mengikuti perputaran planet bumi terhadap matahari atau terhadap bulan.
Kepastian bakal datangnya kedua jenis musim hujan itu memberikan jaminan pasti bakal
adanya hasil panen yang terbaik.
Pelajaran yang bisa diambil dari perumpamaan ini adalah bahwa jika kedatangan musim
hujan itu saja bisa diandalkan, bagaimana dengan Si Pembuat dan Pengatur Musim itu
sendiri? Tentu saja Allah yang mengatur musim jauh lebih dapat diandalkan. Jika
kedatangan musim hujan saja bisa diharapkan, bagaimana dengan Allah, Si Pembuat hujan?
Tentu saja Dia sangat bisa diharapkan.
Karena itu, berbahagialah orang yang menanti-nantikan TUHAN, yang bersabar sampai
kedatangan Tuhan, mereka pasti mendapatkan pertolongan yang terbaik dari TUHAN. Dia
tidak pernah mengecewakan orang yang setia berharap kepada-Nya (Luk. 18:7). TUHAN
adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia Rat. : .
KITA BERASABAR KARENA TUHAN PASTI MENGAWASI (YAK. 5:9)
Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu
jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.
Di masyarakat Indonesia beredar peribahasa yang berbunyi sudah jatuh, tertimpa tangga
lagi! Ini ditujukan kepada orang yang tidak bijaksana dalam menanggapi bencana yang
dialaminya, sedemikian rupa sehingga dia mendapat musibah baru yang diakibatkan oleh
ketidakbijaksanaannya itu. Celakanya, kita semua sering ketimpa tangga, sesudah jatuh.
Alasan kedua untuk bersabar adalah agar kita, sesudah jatuh, tidak tertimpa tangga lagi!
Mendapat perlakuan tidak adil dan bahkan penghinaan merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Namun demikian, lebih menyakitkan lagi kalau kita kena hukuman oleh
karena salah menanggapi perlakuan yang menyakitkan itu. Karena itu kita harus berhatihati dalam merespons kejatuhan kita, karena tanggapan yang salah mempunyai
konsekuensinya tersendiri.
Reaksi yang Harus Dihindarkan
Agar kita terhindar dari penghukuman sebagai akibat kesalahan dalam menanggapi
perlakuan tidak adil, Rasul Yakobus menasihati agar kita jangan bersungut-sungut dan
saling mempersalahkan, yang merupakan terjemahan dari mh stenazete. Di tempat lain
dalam Terjemahan Baru LAI istilah stenazete umumnya diterjemahkan sebagai keluh
kesah. Beberapa versi menterjemahkannya sebagai complain [ mengungkapkan rasa sakit
atau ketidakpuasan, NAB], grudge [ perasaan benci, jengkel, tidak bisa menerima,
5
dsb, KJV], dan grumble [ protes, N)V]. Pada dasarnya istilah stenazete itu berarti keluh
kesah, ratapan, rintihan, protes, ungkapan jengkel, marah, dan kebencian terhadap yang lain
sebagai akibat keadaan yang tidak diinginkan.
Reaksi demikian memang wajar dan masuk akal bagi dunia. Jika mengalami peristiwa yang
tidak diinginkan, terlebih lagi bila hal itu disebabkan oleh orang lain, kita cenderung
mencari kambing hitam dan melampiaskan segala kesalahan kepada orang lain. Kita juga
cenderung merasa bahwa satu-satunya yang dihasilkan oleh sebuah petaka adalah
kesakitan dan kehancuran.
Namun demikian, di mata Tuhan tidak demikian. Bagi-Nya, peristiwa tidak diinginkan yang
menimpa kita menjadi alat-Nya untuk memurnikan dan mendewasakan kita (Yak. 1:2-4;
1Pet. 1:6-7). Dia tidak berdiam diri. Dia turut bekerja dalam segala perkara untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana-Nya Rm. 8: 8 .
Itulah sebabnya mengapa kita tidak boleh marah-marah atau bersungut-sungut dan tidak
bisa menerima kenyataan pahit yang tengah kita alami. Masalahnya itu juga berarti
merupakan kemarahan, sungut, dan penolakan terhadap Tuhan yang tengah mengerjakan
kebaikan lewat kenyataan pahit itu.
Sungut-sungut Israel di padang gurun merupakan contoh. Air pahit di Mara ternyata
merupakan ujian dari TUHAN (Kel. 15:22-26). Peristiwa sungut-sungut terhadap nasib
buruk mereka di Tabera ternyata mengakibatkan penghukuman (Bil. 11:1-3). Reaksi buruk
mereka terhadap laporan dari dua belas pengintai ternyata dipandang sebagai penistaan
terhadap TUHAN (Bil 14:11). Ada banyak lagi kasus. Intinya, sungut dan penolakan
terhadap kenyataan pahit ternyata merupakan sungut dan penolakan terhadap Tuhan yang
tengah mengerjakan kebaikan lewat kenyataan pahit itu.
Karena itu, hindarkanlah reaksi negatif berupa sungut-sungut, keluh kesah, marah-marah,
cari kambing hitam, dan sebagainya terhadap kenyataan pahit yang kita alami. Kenapa?
Karena Allah tengah mengerjakan kebaikan lewat peristiwa itu bagi kita; Ia sedang
merubah bencana menjadi pahala, merubah kutuk jadi berkat!!
Karena itu, bersabarlah dan bertekunlah dalam menghadapi setiap kenyataan pahit.
Tersenyumlah dan bergembiralah di dalam Tuhan. Percayalah bahwa Dia itu baik dan
sungguh amat baik!!
Hakim Berdiri di Ambang Pintu
Alasan mendasar untuk menghindarkan reaksi destruktif dan saling menyalahkan terhadap
kenyatan pahit yang kita alami adalah karena ada Hakim yang mengawasi kita. Dia bertugas
untuk menilai dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dari perbuatan kita.
Perbuatan yang dinilai-Nya benar akan diberikan pujian bagi yang melakukannya,
sedangkan yang dinilai salah akan diberikan hukuman.
6
Jelas bahwa hakim yang dimaksudkan di sini adalah Yesus Kristus, Tuhan (1:1) yang segera
datang (5:7) untuk kedua kalinya guna menghakimi orang yang hidup dan yang mati (1Kor.
4:5; Mat. 25:31-46). Dikatakan bahwa Dia tengah berdiri di ambang pintu dan siap untuk
memberikan penghukuman. Artinya, kedatangan-Nya untuk menghakimi sudah amat dekat,
pasti, dan segera.
Namun perlu dicatat bahwa aspek eskatologis ini harus diimbangi oleh aspek pragmatis
kekinian. Artinya, penghukuman atas orang yang berbuat dosa bukan berarti hanya terjadi
pada akhir zaman ketika Tuhan datang untuk kedua kalinya. Tuhan tidak berdiam diri di
atas sana melihat manusia seenaknya berbuat dosa. Tegas sekali dinyatakan bahwa Tuhan
pasti menghukum orang yang berbuat dosa.
Ada banyak contoh kasus yang memperlihatkan bahwa penghukuman ilahi atas orang
berdosa juga terjadi sebelum akhir zaman ini, terjadi ketika si pendosa itu masih hidup.
Kain merupakan contoh nyata: dia dikutuk karena membunuh Habel, adiknya (Kej. 4:1114). Nadab dan Abihu terbunuh karena tidak menghormati kekudusan TUHAN (Im. 10:1-8).
Karena tidak menghormati hamba TUHAN, Nabi Musa, Miriam terkena kusta (Bil. 12). Kasus
lainnya, Korah, Dathan dan Abiram (Bil 16), Uza (2Sam. 6:6-7; 1Taw. 13:6-10), Akhan,
Samson, Saul, dan Daud dan Bathseba. Juga raja-raja kapir dihukum karena dosa mereka
seperti Nebukadnezer dan Beltsazar.
Catatan dalam Perjanjian Baru memang berfokus pada Kristus Yesus dan jemaat-Nya dalam
konteks untuk menyelamatkan manusia dari murka Allah atas segala kefasikan dan
kelaliman manusia (Rm 1:16-18). Namun ganjaran tetap diberikan atas pelaku dosa.
Ananias, Saphira (Kis 5:1-11), dan Herodes Agrippa (Kis 12:21-23) yang mati
menggenaskan karena berdosa terhadap Tuhan merupakan contoh. Berbagai kelemahan,
sakit penyakit, dan bahkan kematian yang menimpa jemaat di Korintus oleh karena tidak
menghormati Perjamuan Kudus merupakan contoh lainnya (1Kor. 11:28-31).
Contoh dari masa kini banyak. Di sebuah kota tertentu ada seorang ibu muda, kaya raya,
dan cantik, namun kini ia sudah meninggalkan dunia karena breast cancer: dia tidak mau
berhenti mengingkari perjanjian pernikahannya. Di kota lain juga ada seorang bapak yang
mati menggenaskan oleh karena menghina isterinya dengan cara hidup kumpul kebo. Ada
juga pasangan yang secara tragis kehilangan puteri kesayangan mereka.
Jadi, Sang Hakim sekarang ini berdiri di ambang pintu. Ia pasti dan segera datang.
Penghukuman tanpa pandang bulu pasti dijatuhkan atas setiap pelanggaran (1Pet. 1:17).
Bentuk hukuman beragam, mulai dari kelemahan tubuh hingga kematian. Dan itu tidak
harus menunggu sampai kepada kedatangan-Nya yang kedua kali.
Karena itu, selagi kesempatan masih ada, bertobat dan tekun berharap pada anugrah
kemurahan Tuhan yang tersedia dalam karya salib Kristus merupakan jalan keselamatan.
Jangan sia-siakan kesabaran TUHAN, karena maksudnya agar kita bertobat dan
diselamatkan!!
7
Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya
sebagai kelalaian, tetapi ia sabar terhadap kamu, karena ia menghendaki supaya
jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (1Pet.
3:9).
Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan
mengampuni segala dosa kita dan menyucikn kita dari segala kejahatan. … hal-hal ini
kutuliskan kepada
Sekali lagi, jika Anda telah banyak berbuat dosa, ingatlah konsekuensi tengah menunggu
waktunya!! Selagi kesempatan masih ada, bertobatlah dan harapkanlah dengan penuh iman
akan kemurahan Tuhan.
Tetapi sekarang juga, demikianlah firman TU(AN, berbaliklah kepada-Ku dengan segenap
hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan mengaduh. Koyakkanlah hatimu
dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan
penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan ia menyesal karena hukuman-Nya
(Yoel 2:12-13).
… sesaat saja )a murka, tetapi seumur hidup )a murah hati; sepanjang malam ada
tangisan, menjelang pagi terdengar sorak sorai Mzm. 3 :
KITAB BERSABAR KARENA TUHAN PASTI MEMBERKATI (YAK. 5:9)
Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi
nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun;
kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya
disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.
Menarik sekali …!! Kita bersabar bukan sekedar untuk menanti-nantikan pertolongan dari
atas; kita bersabar juga bukan sekedar untuk menghindarkan diri agar tidak dihukum
Tuhan. Kita juga bersabar karena Tuhan menjanjikan berkat berlimpah bagi mereka yang
membutuhkan.
Orang yang Bersabar Berbahagia
Banyak orang bilang bahwa menunggu merupakan pengalaman yang paling
menjengkelkan. Namun jika yang kita nanti-nantikan adalah Tuhan, maka menunggu
kedatangan-Nya merupakan keputusan yang paling bijaksana. Dengan tegas Rasul Yakobus
menyatakan bahwa mereka yang telah bertekun disebut berbahagia. Sesungguhnya kami
menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun.
Tentu saja yang dimaksudkan oleh Yakobus dengan makarizo, berbahagia, di sini bukan
sekedar perasaan senang, tenang dan damai, namun lebih dari itu. Kebahagian ini lebih
mengacu pada suatu keadaan atau kondisi atau kualitas hidup yang pasti dan layak untuk
menerima curahan berkat berlimpah dari Tuhan. Karena itu kata makarizo sering
8
diterjemahkan sebagai diberkatilah! Perasaan senang dan bahagia pasti ada sebagai hasil
dari berlimpahnya curahan berkat tersebut.
Ini bisa diilustrasikan dengan seseorang siswa yang, selagi masih masa sekolah, tekun
belajar. Karena ketekunannya ia memiliki kualitas hidup yang baik. Teman-teman, guru,
orang tua, dan lainnya pasti menilai sang siswa ini sebagi menjanjikan! Artinya dia pasti
bakal menjadi orang sukses dan berhasil dalam hidupnya; sukses oleh karena kualitas
hidup yang dimilikinya.
Kesaksian Ayub: Berkat Berlimpah
Apakah berkat-berkat yang dicurahkan itu? Jika memperhatikan Yakobus 1:12, di situ
Tuhan menjanjikan mahkota kehidupan.. Tentu saja maksudnya bukan kehidupan kekal,
karena kehidupan kekal dianugerahkan Tuhan kepada kita karena iman kepada Tuhan
Yesus Kristus, dan itu bukan hasil usaha atau hasil perbuatan (Yoh. 3:16; Ef. 2:8,9). Yang
dimaksud di sini adalah mahkota kehidupan, yang bakal diberikan kepada kita sebagai hasil
usaha dan perbuatan kita. Dan memang stephanos, yang diterjemahkan sebagai mahkota
di sini, pada zaman dulu merupakan sesuatu yang dijalin melingkar untuk dikenakan pada
kepala sebagai mahkota untuk menghormat, meninggikan, memuliakan para pemenang
suatu perlombaan.
Ketika menghakimi orang percaya, Tuhan Yesus akan memberikan mahkota kehidupan ini
kepada orang yang mengasihi Dia, yakni yang tetap bertahan dan dan berdiri teguh dalam
imannya meski telah mendapat berbagai-bagai pencobaan (2Kor. 5:10). Mahkota itu
merupakan harta terindah yang akan dipersembahkan kepada Dia yang duduk tahta (Why.
4:10) yang layak menerima segala hormat, pujian, dan kemuliaan (Why. 4:11).
Namun demikian, upah dari kesabaran itu ternyata juga diberikan selagi kita masih hidup,
meskipun bukan berupa mahkota. Ayub merupakan contoh nyata. Secara rohani, dia
dikenal sebagai orang yang saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menajuhi kejahatan (Ay.
1:1). Setelah anak-anaknya mengadakan pesta, Ayub memanggil dan menyucikan mereka,
lalu paginya ia mempersembahkan korban bakaran, karena ia takut anak-anaknya telah
berbuat dosa dan mengutuk Allah dalam hati mereka (Ay. 1:4-5).
Selain itu, ia juga menjadi orang yang terkaya di daerahnya. Ia mempunyai tujuh anak lelaki
dan tiga anak perempuan. Ternaknya juga banyak. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing
domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budakbudak dalam jumlah yang sangat besar (Ay. 1:3).
Namun demikian, suatu hari ia ditimpa malapetaka yang mengerikan. Hanya dalam satu
hari segala kekayaannya habis lenyap, bahkan termasuk anak-anaknya juga tewas (Ay.
1:13-19). Masih belum cukup, seluruh badannya ditimpa oleh barah yang busuk dari
telapak kaki sampai batu kepalanya; penyakit ini amat gatal sedemikian rupa sehingga
untuk menggaruknya ia harus menggunakan beling (Ay. 2:7,8).
9
Dalam kondisi demikian, sepantasnya Ayub menjadi marah dan bersungut-sungut terhadap
TUHAN, karena tanpa alasan dia mengalami kesusahan itu (Ay. 2:3). Namun demikian,
Alkitab mencatat bahwa Ayub tidak tergoda melakukan dosa dan ia tidak menuduh Allah
berbuat yang kurang patut atasnya (1:22). Meskipun isterinya marah dan mencela
kesetiaan Ayub pada TU(AN, tapi dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan
bibirnya terhadap TUHAN (Ay. 2:8).
Ayub tetap bertekun! Dan apa yang akhirnya disediakan Tuhan baginya? TUHAN
memberikan kepadanya dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu (Ay. 42:10). Ia
mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan
seribu ekor keledai betina (Ay. 42:12). TUHAN juga mengaruniakan kepadanya tujuh anak
lelaki dan tiga anak perempuan yang kecantikan mereka tidak tertandingi di seluruh negeri
(Ay. 42:13-15). Selain itu, ia juga dikaruniakan umur panjang sehingga bisa melihat
keturunannya yang ke empat (Ay. 42:16).
KESIMPULAN
Jadi, ketika dalam kesehari-harian kita menemui orang yang merugikan atau menyakitkan
kita, sikap yang harus kita ambil terhadap orang itu adalah bersabar. Kita harus bersabar
secara eskatologis karena kedatangan Tuhan kali kedua bersifat pasti dan segera, karena
penolakan terhadap panggilan untuk bersabar pasti mendatangkan kerugian atau hukuman,
dan karena ada mahkota surgawi yang akan diberikan.
Secara pragmatis kekinian, kita bersabar oleh karena Tuhan akan menolong orang yang
tekun menanti-nantikan Dia, oleh karena kita akan dihakimi lalu dihukum dan kita akan
dilimpahkan berkat yang amat berlimpah.
Tidak ada pilihan lain: Bersabar dan dapat berkat Ilahi berlimpah, atau marah dan dapat
penghukuman!
10