334790401 MAKALAH TEORI ORGANISASI NEOKLASIK KELOMPOK 4 new docx

ALIRAN NEOKLASIK
(HAWTHORNE HOME, PSIKOLOGI INDUSTRI, HIERARKI
KEBUTUHAN, MOTIVASI DUA FAKTOR, SERTA TEORI X DAN Y)

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Teori Organisasi
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. H. Bambang Banu Siswoyo, M.M.

oleh
Juan Eko Prasetyo

160421801659

Kurnia Riesty Utami

160421800892

Mirza Rahmadany

160421800736


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
Oktober 2016

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................i
DAFTAR GAMBAR................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................1
B. Identifikasi Permasalahan.......................................................2
C. Tujuan.....................................................................................3
BAB II ANALISIS DAN BAHASAN MASALAH
A. Aliran Neoklasik......................................................................4
B. Hawthorne Home....................................................................6
C. Psikologi Industri.....................................................................7
D. Hierarki Kebutuhan.................................................................9
1. Teori Kebutuhan Maslow....................................................9

2. Teori ERG-Alderfer...........................................................11
3. Teori Kebutuhan McClelland............................................12
E. Motivasi Dua Faktor..............................................................14
F. Teori X dan Y........................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................19

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Hierarki Teori Kebutuhan Maslow..................................................11

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap organisasi tentunya tidak terlepas dari perkembangan teori
yang ada. Pembaharuan yang terus dilakukan oleh para ilmuwan tentunya
menyesuaikan dengan perkembangan jaman dan permasalahan yang
dihadapi perusahaan-perusahaan pada saat teori dikembangkan. Teori
klasik merupakan dasar teori organisasi yang menggambarkan organisasi

sebagai sebuah lembaga yang terpusat dan tugas-tugas di dalamnya
terspesialisasi serta memberikan petunjuk struktural yang kaku dan tidak
mengandung kreatifitas. Selain itu, teori klasik hanya menitikberatkan
pada kepentingan perusahaan diantaranya, tata tertib, organisasi formal,
faktor-faktor ekonomi, dan rasionalitas tujuan perusahaan.
Seiring dengan perkembangan perusahaan yang semakin pesat
tidak cukup berfokus pada kepatuhan karyawan terhadap peraturan yang
dibuat oleh perusahan. Berdasarkan fenomena tersebut para ilmuwan
merasa tidak puas dengan teori klasik. Akhirnya, muncul pembaharuan
yang dikenal dengan teori neoklasik yang melengkapi teori organisasi
klasik dengan pandangan psikologis dan sosiologis. Perkembangan teori
neoklasik dipelopori oleh Hugo Munsterberg dan percobaan-percobaan
yang dilakukan oleh Elton Mayo dan kawan-kawan di Hawthorne Home.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan memahami psikologi industri
untuk mengetahui perilaku-perilaku dan proses mental individu dalam
suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan yang sama di bawah
otoritas tertentu.
Setiap organisasi atau perusahaan menginginkan semua
karyawannya dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan
oleh perusahaan agar mendapatkan prestasi dan produktivitas yang

tinggi. Pada suatu organisasi atau perusahaan terdapat kelompokkelompok bagian yang saling mendukung guna tercapainya suatu tujuan.
Masing-masing kelompok bagian terdiri dari individu-individu pendukung

yang direkrut perusahaan untuk bekerja sama menyelesaikan pekerjaan
secara efektif dan efisien. Individu atau kelompok individu yang
melakukan pekerjaan tentunya didukung oleh suatu dorongan yang
berasal dari dalam atau luar dirinya, yang mana dorongan tersebut
dinamakan motivasi. Motivasi setiap individu dalam mengerjakan suatu
pekerjaan dapat berbeda-beda di waktu yang berbeda pula. Misalnya,
motivasi individu atau kelompok dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan.
Teori neoklasik atau teori hubungan manusiawi ini mengilhami
para ilmuwan perilaku manusia seperti Maslow, C. Aldefer, McClelland, F.
Hezberg, dan McGregor, untuk membahas lebih lanjut motivasi manusia.
Menurut Handoko (2003:255), teori motivasi diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu 1) teori-teori petunjuk, 2) teori-teori isi, dan 3) teori-teori
proses. Aliran neoklasik banyak dipengaruhi oleh teori-teori isi. Teori isi
mengenai motivasi berfokus pada faktor-faktor dalam diri seseorang yang
mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku.
Para ilmuwan tersebut berusaha menentukan kebutuhan spesifik yang
memotivasi orang. Empat pendekatan isi yang penting terhadap motivasi

adalah (1) hierarki kebutuhan Maslow, (2) teori ERG Alderfer, (3) teori dua
faktor Hezberg, dan (4) teori kebutuhan yang dipelajari McClelland
dilengkapi dengan teori X dan Y McGregor.
B. Identifikasi Permasalahan
1. Mengapa aliran neoklasik muncul?
2. Apakah Hubungan Hawthorne Home dengan kemunculan aliran
neoklasik?
3. Apakah yang dimaksud dengan Psikologi Industri?
4. Bagaimanakah hierarki kebutuhan menurut A. Maslow, C. Alderfer,
dan McClelland?
5. Apakah yang dimaksud dengan motivasi dua faktor?
6. Apakah yang dimaksud dengan teori X dan Y ?

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan penyebab munculnya aliran neoklasik.
2. Untuk menjelaskan hubungan Hawthorne Home dengan kemunculan
aliran neoklasik.
3. Untuk menjelaskan pengertian psikologi industri.
4. Untuk menjelaskan klasifikasi hierarki kebutuhan menurut A. Maslow,
C. Alderfer, dan McClelland.

5. Untuk menjelaskan motivasi dua faktor.
6. Untuk menjelaskan teori X dan Y.

BAB II
ANALISIS DAN BAHASAN MASALAH

A. Aliran Neoklasik
Aliran Neoklasik disebut juga dengan aliran hubungan manusiawi
(perilaku manusia). Aliran ini muncul karena ketidakpuasan terhadap
pendekatan klasik yang tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi
dan keharmonisan kerja. Para manajer masih menghadapi kesulitankesulitan dan frustasi karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola
perilaku yang rasional sehingga pembahasan “sisi perilaku manusia”
dalam organisasi menjadi penting. Beberapa ahli diantaranya Hugo
Munsterberg (1863-1916) dan Elton Mayo (1880-1949) mencoba
melengkapi teori organisasi klasik dengan pandangan sosiologi dan
psikologi (Handoko, 2003:49).
Hugo Munsterberg dikenal sebagai pencetus psikologi industri.
Hugo Munsterberg menulis buku “Psychology and Industrial Efficiency”
yang menguraikan penerapan peralatan-peralatan psikologi untuk
membantu pencapaian tujuan produktivitas. Hugo Munsterberg

mengemukakan tiga hal yang dapat dilakukan untuk mencapai
peningkatan produktivitas, diantaranya (1) penemuan best possible
person, (2) penciptaan best possible work, dan (3) penggunaan best
possible effect untuk memotivasi karyawan.
Munsterberg menyarankan penggunaan teknik-teknik yang diambil
dari psikologi eksperimen. Contohnya, berbagai metode tentang psikologi
dapat digunakan untuk memilih karakteristik tertentu yang cocok dengan
kebutuhan suatu jabatan, riset belajar dapat mengarahkan
pengembangan metode latihan, dan studi perilaku manusia dapat
membantu perumusan teknik-teknik psikologi untuk memotivasi karyawan.
Selain itu, Hugo Munsterberg mengemukakan adanya pengaruh faktorfaktor sosial dan budaya terhadap organisasi.

Elton Mayo bersama asisten risetnya Fritz J. dan William J. Dickson
mengadakan studi tentang perilaku manusia dalam berbagai situasi kerja
yang sangat terkenal di pabrik Hawthorne milik perusahaan Western
electric dari tahun 1927 sampai 1932 (oleh karena itu, kemudian sering
disebut “Hawthorne Study”). Elton Mayo dan kawan-kawan menemukan
bahwa kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah penting
dan bahwa kebosanan serta tugas-tugas yang bersifat pengulangan
adalah faktor-faktor pengurang motivasi. Mayo dan kawan-kawan percaya

bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa
berguna dan penting (Handoko, 2003:253).
Hubungan manusiawi sering digunakan sebagai istilah umum untuk
menggambarkan cara dimana manajer berinteraksi dengan bawahannya.
Sebagai contoh, bila “manajemen personalia” mendorong lebih banyak
dan lebih baik dalam kerja, hubungan manusiawi dalam organisasi adalah
“baik”. Bila moral dan efisiensi memburuk, hubungan manusiawi dalam
organisasi adalah “buruk”. Untuk menciptakan hubungan manusiawi yang
baik, manajer harus mengerti mengapa karyawan bertindak seperti itu dan
faktor-faktor sosial dan psikologi apa yang mempengaruhi karyawan
tersebut.
Penekanan kebutuhan-kebutuhan sosial dalam aliran hubungan
manusiawi melengkapi pendekatan klasik, sebagai usaha untuk
meningkatkan produktivitas. Aliran hubungan manusiawi menjelaskan
bahwa perhatian terhadap para karyawan akan memberikan keuntungan.
Sebagai tambahan, Mayo menekankan pentingnya gaya manajer dan oleh
karenanya organisasi perlu mengubah latihan manajemennya. Selain itu,
manajer diingatkan pentingnya perhatian terhadap proses kelompok untuk
melengkapi perhatian terhadap masing-masing karyawan secara

individual (Handoko, 2003:52).

B. Hawthorne Home
Perkembangan aliran neoklasik dimulai dengan tulisan Hugo
Munsterberg dan inspirasi percobaan-percobaan yang dilakukan di
Hawthorne. Percobaan Hawthorne dimulai tahun 1927 sampai 1932 di
pabrik Hawthorne milik perusahaan Western Electric Company Chicago.
Hawthorne Study mula-mula ditujukan untuk meneliti hubungan kondisi
kerja dengan kelalahan dan kebosanan (Gudono, 2014:48). Percobaan
pertama dilakukan untuk meneliti pengaruh kondisi penerangan terhadap
produktivitas. Ketika kondisi penerangan dinaikkan, produktivitas juga naik
seperti yang diperkirakan. Tetapi ketika kondisi penerangan dikurangi
sampai seperti bila hanya menggunakan sinar matahari, ternyata
produktivitas tetap naik.
Pada percobaan kedua, Mayo dan kawan-kawan
mengesampingkan bahwa insentif keuangan bukan penyebab kenaikan
produktivitas, karena skedul pembayaran kelompok yang diteliti
dipertahankan sama. Mereka menyimpulkan bahwa rantai reaksi
emosional yang kompleks telah mempengaruhi peningkatan produktivitas.
Hubungan manusiawi diantara anggota kelompok terpilih, maupun dengan

peneliti (pengawas) lebih penting dalam menentukan produktivitas
daripada perubahan-perubahan kondisi kerja seperti pada percobaan
pertama dan kedua. Perhatian simpatik dari pengawas yang mereka
terima telah mendorong peningkatan motivasi mereka (Handoko,
2003:51).
Percobaan ini mengarahkan Mayo untuk penemuan penting
lainnya. Mayo menyatakan bahwa perhatian khusus sangat
mempengaruhi usaha-usaha karyawan. Fenomena ini dikenal sebagai
Hawthorne Effect. Penemuan lainnya adalah bahwa kelompok kerja
informal yaitu lingkungan sosial karyawan juga mempunyai pengaruh
besar pada produktivitas. Kemudian, konsep “makhluk sosial” dimotivasi
oleh kebutuhan sosial, keinginan akan hubungan timbal balik dalam
pekerjaan, dan lebih responsif terhadap dorongan kelompok kerja
pengawasan manajemen telah menggantikan konsep “makhluk rasional”

yang dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan fisik manusia (Handoko,
2003:52). Setelah penelitian tersebut selesai semakin jelas bahwa aspek
psikologis manusia memainkan peranan yang sangat penting dengan
desain formal organisasi (Gudono, 2014:48).
C. Psikologi industri

Psikologi industri mulai dikenal pada tahun 1903 ketika Walter Dill
Scott menulis tentang “The Theory of Advertising”, yang mana psikologi
pada awalnya diaplikasikan dalam bisnis tepatnya pada tahun 1913,
ketika Hugo Munsterberg yang disebut sebagai bapak psikologi industri
menulis “Psychology and Indutrial Efficiency”.
Atkinson, dkk (1983) dalam Wijono (2011:1) menyatakan bahwa
psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses perilaku dan proses
mental. Sedangkan Scott (1967) dalam (Wijono, 2011:1) menjelaskan
pengertian industri atau organisasi yaitu “A formal organization is a
system of coordinated activities of a group of people working cooperatively
toward a common goal authority and leadership”. Berdasarkan dua
pengertian tersebut Wijono (2011:2) mengemukakan pengertian psikologi
industri adalah sebagai “suatu studi ilmiah tentang perilaku dan proses
mental manusia dalam industri atau organisasi dengan beorientasi pada
sistem kegiatan yang terkoordinasi dari suatu kelompok orang yang
bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan yang sama di bawah
otoritas dan kepemimpinan tertentu”. Sedangkan, menurut Waluyo
(2009:153) psikologi industri dan organisasi (PIO) merupakan bidang
khusus yang memfokuskan perhatian pada penerapan-penerapan ilmu
psikologi bagi masalah individu dalam perusahaan yang khusus
menyangkut penggunaan sumber daya manusia dan perilaku organisasi.
Ruang lingkup psikologi industri atau organisasi lebih mengkaji
faktor-faktor yang memengaruhi pengembangan sumber daya manusia
dalam industri atau organisasi, utamanya aspek-aspek yang lebih
potensial yang terus berkembang seperti melatih potensi sumber daya
manusia agar lebih berprestasi dan produktif. Contohnya adalah

mengelola frustasi, konflik, dan stres kerja, meningkatkan kepuasan kerja
karyawan agar lebih produktif, dan/atau membina hubungan komunikasi
antar atasan-bawahan.
Psikologi industri melakukan langkah antisipasi guna
pengembangan terhadap potensi diri dan perilaku karyawan ke arah yang
lebih positif guna meningkatkan hasil produksi dan produktivitas kerja.
Langkah antisipasi dilakukan dengan menentukan analisis tugas (job
analysis), mengatur gaji (salary), upah (wage), pemenuhan kebutuhan
sosial-psikologis seperti rasa aman, afiliasi, harga diri, ataupun aktualisasi
diri guna memperoleh kepuasan kerja dan kebahagiaan emosional secara
optimal. Bila kebutuhan sosial-psikologis masih belum bahkan tidak
terpenuhi oleh pegawai, akibatnya produktivitas kerja turun dan dapat
menimbulkan perasaan-perasaan tidak puas yang akan berpengaruh
terhadap kesehatan fisik dan emosi (Wijono, 2011:6).
Psikologi industri atau organisasi mempunyai bidang-bidang gerak
dengan kekhususannya masing-masing seperti psikologi sumber daya
manusia, perilaku organisasi, psikologi rekayasa, vokasional dan
konseling karier, pengembangan organisasi, dan hubungan organisasi.
Bidang-bidang gerak dalam psikologi industri atau organisasi ini hampir
menyerupai atau hampir tumpang tindih satu sama lain, namun demikian
masing-masing bidang gerak ini mempunyai fokus dan kekhususan yang
berbeda (Wijono, 2011:7).
Psikologi industri berperan dalam perusahaan, menurut John Miner
dalam bukunya Industrial-Organization Psychology (1992) dalam Waluyo
(2009:153), psikologi industri dibagi menjadi empat bagian:
1) Terlibat dalam proses input: melakukan rekruitmen, seleksi, dan
penempatan karyawan.
a) Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada
produktivitas: melakukan pelatihan dan pengembangan,
menciptakan manajamen keamanan kerja dan teknik-teknik
pengawasan kinerja, meningkatkan motivasi dan moral kerja
karyawan, menentukan sikap-sikap kerja yang baik dan mendorong
munculnya kreativitas karyawan.

b) Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada
pemeliharaan: melakukan hubungan industrial (pengusaha-buruhpemerintah), memastikan komunikasi internal perusahaan
berlangsung dengan baik, ikut terlibat secara aktif dalam penentuan
gaji pegawai dan bertanggung jawab atas dampak yang
ditimbulkannya, pelayanan berupa bimbingan, konseling dan terapi
bagi karyawan-karyawan yang mengalami masalah-masalah
psikologis.
2) Terlibat dalam proses ouput: melakukan penilaian kinerja, mengukur
produktivitas perusahaan, mengevaluasi jabatan dan kinerja
karyawan.
D. Hierarki kebutuhan
1.

Teori Kebutuhan Maslow
Abraham Maslow dalam tulisannya yang berjudul A Theory of

Human Motivation yang dimuat di Psychological Review Vol. 50 tahun
1943 menjelaskan tentang kebutuhan psikologis manusia (Gudono,
2014:48). Teori Maslow menganggap bahwa orang mencoba memuaskan
kebutuhan yang lebih mendasar sebelum mengarahkan perilaku dalam
memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi atau aktualisasi diri (Gibson,
2012:190). Atau dengan kata lain, seseorang akan meningkat kepada
hierarki kebutuhan yang lebih tinggi hanya bila kebutuhan tingkat
rendahnya telah terpuaskan. Maslow mengemukakan bahwa motivasi
merupakan fungsi dari lima kebutuhan. Kebutuhan ini antara lain:
1) Kebutuhan fisiologi (Physiological-need): Makanan, minuman,
tempat tinggal, dan sembuh dari rasa sakit.
2) Keamanan dan keselamatan(Safety-need): Kebutuhan untuk
kemerdekaan dari ancaman, yaitu keamanan dari kejadian atau
lingkungan yang mengancam.
3) Kebutuhan sosial (Social-need): Rasa memiliki, sosial dan kasih
sayang, kebutuhan atas persahabatan, berkelompok, interaksi.

4) Kebutuhan penghargaan (Esteem-need): Kebutuhan atas harga diri,
(self-esteem) dan penghargaan dari pihak lain. Penghargaan internal,
seperti rasa harga giri, otonomi, keberhasilan; dan faktor penghargaan
eksternal, seperti status, pengakuan dan perhatian.
5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization need): Kebutuhan
untuk memenuhi diri seseorang melalui memaksimumkan
penggunaan kemampuan, keahlian, dan potensi.
Maslow membagi kelima tingkatan kebutuhan tersebut ke dalam
kebutuhan yang lebih tinggi dan kebutuhan yang lebih rendah. Kebutuhan
fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman disebut sebagai lower order
needs, dan kebutuhan sosial, penghargaan serta aktualisasi diri sebagai
higher order-needs. Pembedaan atas kedua kelompok kebutuhan tersebut
didasarkan atas suatu premis bahwa kelompok kebutuhan yang lebih
tinggi akan terpenuhi sendiri atau di dalam diri orang tersebut (internally),
sedangkan kelompok kebutuhan yang lebih rendah terutama terpenuhi
secara eksternal (dengan gaji dalam bentuk uang, kontrak-kontrak, dan
jabatan) (Sofyandi, 2007:102).
Implikasi manajerial teori Maslow dalam suatu organisasi menurut
(Kreitner, 2003:253) yaitu suatu kebutuhan yang terpuaskan mungkin
akan menghilangkan potensi motivasionalnya. Oleh karena itu, para
manajer disarankan untuk memotivasi para karyawan dengan
memberikan nasihat berupa program atau praktik-praktik untuk
memuaskan kebutuhan yang muncul atau yang tidak terpenuhi. Contoh
lain, akibat pemecatan yang menciptakan stres dan perasaan tidak aman
terhadap pekerjaan, organisasi dapat menerapkan program yang
mendukung dan membayar pesangon untuk membantu para karyawan
mengatasi perasaan, emosi, dan kekhawatiran keuangan karyawan.
Berikut adalah Gambar 1.1 yang menunjukkan hierarki dari teori Maslow.

Aktual
Aktual
isasi
isasi
Diri
Diri

Harga Diri

Kebersamaan, Sosial, dan Cinta

Keselamatan dan Keamanan

Fisiologis

Gambar 1.1 Hierarki Teori Kebutuhan Maslow

2.

Teori ERG Alderfer
Clayton Alderfer mengembangkan sebuah teori alternatif mengenai

kebutuhan manusia pada akhir 1960-an. Teori ini dikaji berdasarkan teori
kebutuhan Maslow melalui riset empiris. Namun, Teori Alderfer berbeda
dengan teori Maslow dalam tiga bagian utama:
1) Satu set kebutuhan inti digunakan untuk menjelaskan perilaku
sehingga diberi label ERG (Existence needs, Relatedness
needs, Growth needs)(Gibson, 2012:94):
a) Eksistensi (existence). Kebutuhan yang dipuaskan oleh faktorfaktor seperti makanan, udara, imbalan, dan kondisi kerja.
b) Hubungan (relatedness). Kebutuhan yang dipuaskan oleh
hubungan sosial dan interpersonal yang berarti.
c) Pertumbuhan (growth). Kebutuhan yang terpuaskan jika
individu membuat kontribusi yang produktif atau kreatif.
Suatu set kebutuhan ini berhubungan dengan teori Maslow, seperti
kelompok eksistensi serupa dengan kelompok psikologis dan
keselamatan. Keterkaitan serupa dengan kelompok rasa memiliki, sosial

dan kasih sayang. Kebutuhan pertumbuhan serupa dengan kelompok
penghargaan dan aktualisasi diri.
2) Teori ERG tidak berasumsi bahwa kebutuhan saling berkaitan
satu sama lain dalam hierarki anak tangga seperti teori Maslow.
Aldefrer berpendapat bahwa lebih dari satu kebutuhan dapat
diaktifkan dalam waktu yang bersamaan.
3) Teori ERG mengandung komponen frustasi-regresi, yaitu rasa
frustasi terhadap kebutuhan yang lebih tinggi bisa memengaruhi
hasrat terhadap kebutuhan yang paling rendah. Maksudnya, ada
kekuatan yang memotivasi, menyebabkan individu mengarahkan
ulang usahanya untuk memuaskan kategori kebutuhan mereka
pada tingkat yang rendah (Ivancevich, 2006:150). Contoh, para
pegawai bisa saja meminta gaji yang lebih tinggi atau bonus
yang lebih baik (kebutuhan eksistensi) ketika mereka merasa
frustasi atau tidak puas dengan kualitas hubungan antarpribadi di
tempat kerja (kebutuhan hubungan) (Kreitner, 2014:215).
Penjelasan tentang teori ERG Alderfer memberikan saran yang
menarik kepada para manajer tentang perilaku, jika kebutuhan tingkat
yang lebih tinggi seperti kebutuhan pertumbuhan dari seorang bawahan
dihalangi, mungkin karena kebijakan perusahaan atau kekurangan
sumber daya, maka menjadi perhatian para manajer untuk mencoba
mengarahkan kembali upaya-upaya bawahan dalam memenuhi
kebutuhan keterkaitan dan eksistensi. Teori ERG menyatakan bahwa
individu termotivasi berperilaku untuk memuaskan satu dari tiga kelompok
kebutuhan ini (Gibson, 2012:195).
3. Teori Kebutuhan Mcclelland
David Mclelland adalah seorang psikolog yang terkenal, ia telah
mempelajari hubungan antara kebutuhan dan perilaku dari akhir 1940-an.
Meskipun dia dikenal karena penelitiannya tentang kebutuhan akan
pencapaian, ia juga menyelidiki kebutuhan akan afiliasi dan kekuasaan.

Berikut masing-masing kebutuan yang dikemukakan oleh Mclelland
(Kreitner, 2014:215) :
1) Kebutuhan akan Pencapaian (need for achievement)
Orang-orang yang termotivasi akan pencapaian memiliki tiga
karakteristik yang serupa: (1) mereka memilih tugas yang tingkat
kesulitannya rata-rata; (2) mereka memilih situasi yang menilai
kinerja berdasarkan kerja keras mereka daripada faktor lain,
seperti keberuntungan; dan (3) mereka menginginkan lebih
banyak umpan balik terhadap kesuksesan dan kegagalan
mereka daripada orang yang kurang memiliki keinginan
berprestasi.
2) Kebutuhan akan Afiliasi (need for affiliation)
Orang yang memiliki kebutuhan akan afiliasi yang tinggi lebih
memilih untuk menghasilkan waktu untuk menjaga hubungan
sosial, bergabung dengan kelompok, dan ingin dicintai. Para
individu yang memiliki kebutuhan tinggi akan afiliasi ini bukan
manajer atau pemimpin yang paling efektif karena mereka
cenderung menghindari konflik, bimbang dalam mengambil
keputusan yang sulit tanpa merasa akan tidak disukai, dan
menghindari untuk memberikan umpan balik negatif terhadap
orang lain.
3) Kebutuhan akan Kekuasaan (need for power)
Merefleksikan keinginan seseorang untuk memengaruhi, melatih,
mengajar atau menyemangati orang lain agar berprestasi.
Orang-orang dengan kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi
senang bekerja dan memikirkan masalah disiplin serta hormat
terhadap diri sendiri. Ada sisi positif dan negatif tentang
kebutuhan ini. Sisi negatif dari kekuasaan ini memiliki
kerakteristik mental ingin menang sendiri. Di lain pihak, orangorang dengan orientasi kekuasaan positif fokus pada
pemenuhan tujuan kelompok dan membantu para pegawai untuk
merasakan kompetensi.

Teori kebutuhan McClelland ini dapat digunakan oleh organisasi
atau perusahaan sebagai pertimbangan dalam proses seleksi
penempatan pegawai yang baik. Berdasarkan kebutuhan tersebut, Gibson
(2012:204) menjelaskan saran McClelland yang dapat digunakan manajer
untuk membentuk suatu kebutuhan pencapaian yang positif tinggi,
diantaranya:
a) Mengatur tugas sedemikian rupa sehingga karyawan
menerima umpan balik mengenai prestasi mereka secara
periodik, memberikan informasi yang memungkinkan mereka
membuat modifikasi sebagai koreksi.
b) Menunjukkan kepada karyawan model-model pencapaian
prestasi. Identifikasi prestasi-prestasi tersebut dan gunakan
sebagai contoh.
c) Bekerja dengan karyawan yang memperbaiki gambaran diri
sendiri. Orang yang memiliki kebutuhan pencapaian yang
tinggi mencari tantangan dan tanggung jawab yang moderat.
d) Memperkenalkan realisme ke dalam topik yang berhubungan
dengan kerja: promosi, imbalan, transfer, kesempatan
pengembangan, dan kesempatan keanggotaan regu. Para
karyawan harus berpikir dalam kerangka yang realistis dan
berpikir secara positif mengenai bagaimana cara mencapai
tujuan.
E. Motivasi Dua Faktor
Seorang ahli psikologi dan konsultan manajemen, F. Hezberg
mengembangkan teori motivasi dua faktor kepuasan. Kedua faktor
tersebut disebut dissatisfier-satisfier, motivator higiene, atau faktor
ekstrinsik-instrinsik, bergantung pada pembahasan dari teori. Teori ini
memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari motivator intrinsik dan
bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor
ekstrinsik (Setyowati, 2013:63).

Gibson (2012:197) menjelaskan studi yang dilakukan oleh Hezberg.
Studi awal Hezberg menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, terdapat
satu kelompok kondisi ekstrinsik atau dissatifier, (konteks pekerjaan),
yang meliputi:
1) Upah
2) Keamanan kerja
3) Kondisi kerja
4) Status
5) Prosedur perusahaan
6) Mutu penyeliaan
7) Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan
dan bawahan.
Keberadaan kondisi-kondisi tersebut terhadap kepuasan karyawan
tidak selalu memotivasinya dalam bekerja. Tetapi ketidakberadaannya
menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan karena mereka perlu
mempertahankan setidaknya suatu tingkat “tidak ada kepuasan”, kondisi
ekstrinsik disebut ketidakpuasan, atau faktor higieni.
Kedua, juga terdapat satu kelompok kondisi intrinsik atau satisfier,
isi kerja yang meliputi:
1) Pencapaian prestasi
2) Pengakuan
3) Tanggung Jawab
4) Kemajuan
5) Pekerjaan itu sendiri
6) Kemungkinan berkembang
Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi
sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat
yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu mereka
disebut pemuas atau motivator.
Hezberg menyarankan ketika seseorang ingin memberikan motivasi
kepada seseorang untuk pekerjaan mereka, sebaiknya menekankan pada
pencapaian, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan

perkembangan. Sebab, karakteristik-karakteristik yang dirasakan orang
itulah menguntungkan secara intrinsik (Sofyandi, 2007:106).
F. Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan dua macam pandangan yang
berbeda tentang manusia; yang pertama manusia pada dasarnya negatif,
disebut teori X, dan yang satu lagi manusia pada dasarnya positif, disebut
teori Y. Setelah melihat cara yang ditempuh para manajer yang
menangani bawahannya, kemudian McGregor menyimpulkan bahwa
pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan atas
beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa manajer cenderung untuk
membentuk sendiri perilakunya terhadap para bawahan sesuai dengan
asumsi-asumsi tersebut (Robbins, 2009:226).
Menurut teori X, keempat asumsi yang dipegang oleh para
manajer tersebut adalah:
1) Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa
mungkin berusaha untuk menghindarinya.
2) Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman mencapai tujuantujuan.
3) Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah
formal bila mungkin.
4) Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor
lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Berdasarkan teori X tersebut dapat diketahui bahwa sebagian
besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa
tanggungjawab, serta menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti
falsafah ini maka kepercayaannya ialah orang-orang tersebut hendaknya
dimotivasi dengan uang, gaji, honorium, dan diperlakukan dengan sangsi
hukuman (Thoha, 2009:241).

Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai
sifat-sifat manusia dalam teori X, McGregor pun mengemukakan empat
asumsi positif yang disebutnya sebagi teori Y:
1) Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan,
seperti halnya istirahat atau bermain.
2) Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk
mencapai berbagai tujuan.
3) Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari,
tanggung jawab.
4) Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang
diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang
menduduki posisi manajemen.
Dengan memahami asumsi dasar Y ini, McGregor menyatakan
bahwa merupakan tugas yang penting bagi manajemen untuk melepaskan
tali pengendalian dengan memberikan kesempatan mengembangkan
potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai
diperlukan bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik
mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk
mencapai tujuan organisasi (Thoha, 2009:243).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori organisasi neoklasik muncul karena ketidakpuasan terhadap
teori klasik dengan menitikberatkan pada pentingnya aspek sosial
dalam pekerjaan dan aspek psikologis.
2. Hasil percobaan di Hawthorne Home oleh Elton Mayo, dkk
diperoleh kesimpulan yang menguatkan teori aliran neoklasik.
Berdasarkan studi tersebut diperoleh kesimpulan utama yaitu, 1)
rantai emosional yang kompleks telah mempengaruhi
produktivitas, 2) perhatian khusus sangat mempengaruhi usahausaha karyawan, 3) lingkungan sosial berpengaruh besar
terhadap produktivitas. Dengan demikian, kesimpulan tersebut
mendukung teori aliran neoklasik dari aspek sosiologis dan
psikologis.
3. Manajer harus mampu bagaimana memahami psikologi karyawan
dan bagaimana cara memotivasi karyawan untuk menghasilkan
prestasi dan produktivitas yang tinggi. Caranya adalah dengan
memahami psikologi industri.
4. Terdapat tiga teori kebutuhan yaitu Teori Maslow (Hierarki
kebutuhan Maslow), Teori ERG-C.Aldefrer, dan Teori kebutuhan
McClelland.
5. Selain itu terdapat teori motivasi dua faktor yang dikembangkan
oleh F. Hezbreg yang memandang bahwa kepuasan kerja berasal
dari motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal
dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.
6. Terdapat dua macam pandangan yang berbeda tentang manusia
yang dikenal dengan teori X dan Y yang dikemukakan oleh
Douglas McGregor. Teori X memandang manusia pada dasarnya
negatif sedangkan teori Y memandang manusia pada dasarnya
positif.

DAFTAR PUSTAKA

Gibson, James L. 2012. Organisasi Jilid 1 (Lyndon Saputra,Ed). Jakarta:
Bina Rupa Aksara.
Gudono. 2014. Teori Organisasi. Yogyakarta: BPFE.
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Ivancevich, John M. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi(Wibi
Hardani, Ed). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kreitner, Robert., Kinichki, Angelo. 2003. Perilaku Organisasi(Erly Suandy,
Ed). Jakarta: Salemba Empat.
Kreitner, Robert., Kinichki, Angelo. 2014. Perilaku Organisasi (Dedy A.
Halim, Ed).Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, Stephen., Judge, Timothy A. 2009. Perilaku Organisasi Buku 1.
Jakarta: Salemba Empat.
Setyowati. 2013. Organisasi dan Kepemimpinan Modern. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sofyandi, Herman., Garniwa, Iwa. 2007. Perilaku Organisasional.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Thoha, Miftah. 2009. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta: Rajawali Pers.
Waluyo, Minto. 2009. Psikologi Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijono, Sutarto. 2011. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu
Bidang Gerak Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.