255195722 Uas Sap Ari Bowo Leksono 136020300111026 Star Bpkp

IMPLEMENTASI SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN
NEGARA (SPAN) DARI PERSPEKTIF USER

PRO PO SAL
SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN TERAPAN

oleh :
Ari Bowo Leksono (136020300111026)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Perkembangan dunia Teknologi Informasi (TI) saat ini telah mencapai suatu tahapan


yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kehidupan manusia telah mengalami perubahan
yang signifikan dalam segala aspek terkait dengan ketergantungan mereka terhadap
teknologi. Penggunaan teknologi informasi untuk mempermudah pekerjaan manusia, telah
menuntut semua orang untuk bisa memanfaatkan perangkat teknologi informasi, terutama
komputer dan internet, atau manusia yang kemudian akan terpinggirkan oleh teknologi itu
sendiri. Menurut Rockart (1988), teknologi informasi mempunyai peran penting, karena
dapat menjadi senjata strategis bagi suatu perusahaan dalam memperoleh keunggulan
bersaing. Harry Waluyo (2000:81) mengemukakan bahwa syarat informasi yang baik adalah
yang memenuhi kriteria relevan, timeliness, accuracy serta variability. Sedangkan Parker
(dalam Wahyudi Kumorotomo, 2001:11) menyatakan syarat informasi yang baik adalah
ketersediaan, mudah dipakai, relevan, bermanfaat, tepat waktu, keandalan, akurat, dan
konsisten.
Teknologi Informasi saat ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dan terintegrasi
dengan tujuan bisnis organisasi (Sarno, 2009). Dalam dunia akuntansi, tentu kita sudah
sangat familiar dengan bermacam-macam software yang saat ini beredar, baik yang bersifat
free (gratis) maupun yang membutuhkan lisensi berbayar, antara lain MYOB, Microsoft
Office Accounting Express (MOAE), Accurate Accounting, DacEasy Accounting, Zahir
Accounting, dan sebagainya.
Sementara itu, di sektor pemerintah, penggunaan teknologi informasi dalam rangka

pengelolaan keuangan negara, menuntut seluruh aparat pemerintah baik tingkat pusat
maupun daerah untuk tidak hanya bisa mengerti akuntansi, tetapi juga harus mampu
mengoperasikan aplikasi yang digunakan. Penggunaan sistem berbasis IT (information
1

technology) bertujuan selain untuk kecepatan proses pengolahan data, juga untuk lebih
meningkatkan keakuratan data dan informasi yang dihasilkan.
Organisasi sektor publik yang berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat
juga harus dapat menyediakan sistem informasi yang bersifat interaktif dan berorientasi pada
kebutuhan masyarakat. Tujuan dari pelaporan keuangan sektor publik adalah (Bastian,
2010:297) menyediakan informasi mengenai sumber daya, alokasi, dan penggunaan sumber
daya keuangan, menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas mendanai aktivitasnya
dan memenuhi kebutuhan kasnya, menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi
kemampuan entitas dalam membiayai aktivitasnya dan memenuhi kewajiban serta
komitmennya, menyediakan informasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas dan
perubahan yang terjadi, dan menyediakan informasi secara keseluruhan yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja entitas menyangkut biaya jasa, efisiensi, dan pencapaian tujuan.
Di tingkat pemerintah daerah, saat ini kita mengenal aplikasi SIMDA (Sistem
Informasi Manajemen Keuangan Daerah) yang dikembangkan oleh BPKP (Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan) serta SIPKD (Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan

Daerah) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia. Sementara di tingkat pemerintah pusat, saat ini Kementerian
Keuangan bekerja sama dengan LG CNS Co. Ltd mengembangkan sebuah aplikasi yang
mengintegrasikan semua aplikasi existing kedalam sebuah database yang terpusat di Pusintek
(Pusat Informasi dan Teknologi) Kementerian Keuangan.
General Ledger merupakan inti dari sistem kerangka pengelolaan keuangan Negara
yang terintegrasi. Seluruh transaksi keuangan yang diinput ke dalam sistem akan di-posting
ke dalam General Ledger sesuai dengan siklus pengelolaan keuangan Negara sehingga GL
merupakan sumber data bagi penyusunan laporan keuangan pemerintah. Penyempurnaan
proses bisnis GL di dalam SPAN adalah GL terintegrasi terpusat, sehingga transaksi
subledger di tiap-tiap KPPN selaku operating units akan ter-posting ke dalam GL yang
terintegrasi.
Dengan adanya integrated system yaitu SPAN dimana sistem ini akan berbasis akrual
sehingga laporan yang dihasilkan merupakan laporan keuangan berbasis akrual seperti
laporan kegiatan operasional pemerintah, neraca, dan laporan perubahan ekuitas. Namun,
karena anggaran yang digunakan berbasis kas, maka laporan realisasi anggaran berbasis kas
tetap harus dihasilkan. Dampak dari integrasi sistem akuntansi pusat ini adalah adanya
2

pemisahan informasi berbasis akrual dan berbasis kas. Informasi berbasis akrual akan

mengakomodir basis akrual, sesuai dengan full accrual accounting yang diterapkan.
Sedangkan basis kas akan digunakan untuk menghasilkan informasi berbasis kas yang
berguna untuk penyusunan laporan realisasi anggaran. Dengan adanya dual recording atau
dua pencatatan, secara akrual dan kas, kebutuhan informasi dalam bentuk laporan keuangan
dapat terpenuhi.
1.2

RUMUSAN MASALAH
SPAN merupakan suatu sistem pengelolaan keuangan negara yang mengintegrasikan

pengelolaan keuangan ke dalam satu sistem terintegrasi, yang meliputi fungsi penganggaran,
pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan negara. SPAN merupakan program
transformasi berskala besar di bidang keuangan negara yang bertujuan meningkatkan
efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan
perbendaharaan negara melalui penyempurnaan proses bisnis dan pemanfaatan teknologi
informasi yang terintegrasi.
Aplikasi existing yang digunakan saat ini oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dalam rangka pencairan dana APBN adalah aplikasi dengan menggunakan database terpisah,
dalam arti semua KPPN di Daerah sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara, memegang
database pencairan APBN untuk masing-masing wilayah bayarnya. Pada sore hari setiap

akhir hari kerja atau pagi hari berikutnya, setiap KPPN diwajibkan mengirimkan GL dari
setiap transaksi yang terjadi, baik pengeluaran anggaran berupa penerbitan SP2D maupun
dari penerimaan pajak dan buka pajak.
Dengan sistem yang demikian, serta proses bisnis yang kurang maksimal terkait
perencanaan kas, manajemen kontrak, rekonsiliasi, dan lain-lain, kehadiran SPAN diharapkan
menjadi solusi untuk pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif dan
efisien. Selain itu, untuk mengakomodasi amanat dari Peraturan Pemerintah No. 71 tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, SPAN juga akan mampu menghasilkan Laporan
Keuangan berbasis kas dan akrual.
Berbagai kelebihan SPAN selalu menjadi topik utama pembicaraan sejak tahun 2010
di lingkungan Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan

3

sebagai motor penggerak suksesnya implementasi SPAN. Berbagai kegiatan dilakukan demi
keberhasilan implementasi SPAN, mulai dari workshop, sosialisasi, pembentukan Duta
SPAN disetiap KPPN, serta bimtek bagi trainer SPAN yang akan melaksanakan tugas
sebagai penghubung antara Kantor Pusat dan Daerah. JB Kristiadi (Gema Telematika, 2001)
menyebutkan bahwa pelaksanaan sistem pelatihan akan sangat menunjang pencapaian tujuan
organisasi.

Namun di sisi lain, implementasi SPAN juga memiliki berbagai permasalahan yang
timbul baik itu dari sisi SDM maupun infrastruktur yang dibutuhkan. Penundaan piloting
SPAN yang direncanakan pada awal htahun 2012 hingga mundur pada awal tahun 2014
adalah bukti nyata bahwa untuk melaksanakan sebuah perubahan besar, komitmen dari
semua pihak sangat dibutuhkan.
Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), permasalahan yang muncul antara lain
adalah terkait dengan mapping pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
yang kurang merata, sedangkan untuk menjalankan SPAN, diperlukan pegawai yang benarbenar paham atau setidaknya familiar dengan permasalahan teknologi. Untuk KPPN-KPPN
besar (tipe A), hal ini tidak terlalu menjadi masalah mengingat tenaga yang ada sudah sangat
kompeten, namu bagi KPPN-KPPN kecil (tipe B dan A2), permasalahan SDM memerlukan
penanganan yang lebih serius. Banyak KPPN di daerah (remote area) yang hanya diisi oleh
kurang dari 20 pegawai, dengan komposisi yang sangat kontras dengan kebutuhan, dimana
kebanyakan pegawai adalah pegawai lama yang sudah berumur 50 tahun lebih, yang
biasanya KPPN tersebut mengandalkan satu atau dua orang pegawai muda lulusan Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Hadari
Nawawi (1989:73) dimana setidaknya ada tiga permasalahan terkait SDM yaitu:
-

Pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan kurang efektif dan efisien
Masih adanya aparatur pemerintah yang belum bersih, sehingga cenderung merusak


-

kewibawaanya sebagai pelaksana negara, dan
Adanya aparatur pemerintah yang kemampuannya dalam melaksanakan tugas umum
pemerintah masih rendah.
Sementara itu, untuk KPPN skala kecil, SPAN menuntut ada 8 (delapan) user yang

akan memegang license untuk menjalankan proses bisnis dalam pencairan APBN maupun
penatausahaan penerimaan negara melalui Modul Penerimaan Negara (MPN), mulai dari

4

loket penerimaan Surat Perntah Membayar (SPM) sampai dengan lisensi untuk Kepala
Kantor.
Permasalahan di atas, kemudian berdampak pada timbulnya masalah lain terkait
Sumber Daya Manusia, yaitu dengan timbulnya rasa terpinggirkan bagi pegawai-pegawai
lama yang seakan-akan merasa tidak dibutuhkan lagi oleh instansi. Dengan sistem berbasis
komputerisasi di era modern ini, permasalahan ini selalu muncul, terutama di sektor
pemerintahan.

Kemudian, masalah yang lebih besar adalah terkait ketersediaan infrastruktur di
daerah, yang mana sudah kita ketahui bersama bahwa wilayah Indonesia yang begitu luas
dengan topografi yang sedemikian kompleks, membutuhkan infrastruktur jaringan internet
maupun intranet (internet/intranet) dengan biaya yang tidak sedikit, selain itu, untuk bisa
menjalankan sistem dengan single database yang terpusat, infrastruktur jaringan juga harus
benar-benar handal, karena jika tidak, maka gangguan sistem akan melumpuhkan proses
pelayanan pada masyarakat yang mungkin diperlukan secara mendesak.
Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut, ditambah dengan beberapa kali
ditundanya jadwal piloting SPAN, sedikit banyak menimbulkan pesimisme dikalangan
pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Piloting yang saat ini telah dilakukan di
beberapa wilayah juga menunjukkan beberapa kendala yang masih muncul, misal terkait
dengan lambatnya jaringan, maupun dari sisi proses bisnis untuk pencairan kontrak yang
bersifat multi years.
Dari sinilah, penelitian ini dimaksudkan untuk bisa menguak persepsi user di daerah
(KPPN dan Kanwil DJPBN) terkait dengan diimplementasikannya SPAN menggantikan
aplikasi existing yang telah dijalankan sejak tahun 2005. Sementara pada tahun 2014 ini,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga masih me-launching aplikasi Sistem Akuntansi
Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) untuk menghasilkan Laporan Keuangan Akrual (LO,
Neraca dan Laporan Perubahan Ekuitas). Kemudian, dengan menggali persepsi user yang
dalam hal ini adalah pemegang lisensi untuk masing-masing KPPN atau Kanwil Ditjen

Perbendaharaan, diharapkan dapat menjawab pertanyaan yang lebih spesifik dalam rangka
implementasi SPAN yaitu:

5

1. Bagaimana

persepsi

umum

dari

pegawai

di

lingkungan

Direktorat


Jenderal

Perbendaharaan terkait dengan implementasi SPAN sebagai pengganti aplikasi yang
selama ini sudah stabil dijalankan?;
2. Bagaimana persepsi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap
berbagai kendala yang dihadapi, perubahan proses bisnis, serta penerapan Akuntansi
berbasis akrual dalam SPAN sebagai perwujudan amanat Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan?, serta;
3. Mengapa harus diterapkannya akuntansi berbasis akrual bagi sektor pemerintah, menurut
persepsi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan?
1.3

TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini berusaha untuk menggali fenomena yang ada terkait implementasi

Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) khususnya dari perspektif user SPAN
di KPPN, guna mendapatkan sebuah pemahaman yang lebih mendalam dalam hal bagaimana
fenomena yang sebenarnya terjadi di kalangan pengguna dalam melihat implementasi SPAN
dengan perubahan besar dalam proses bisnis pengelolaan Keuangan Negara.

Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengekplorasi bagaimana pandangan pegawai dilingkungan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan terhadap implementasi SPAN pada umumnya, dimana berdasarkan
pengalaman penulis, tidak sedikit diantara pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan
yang bersikap skeptis terhadap keberhasilan SPAN.
2. Memahami kemudian menganalisis permasalahan yang terjadi terkait Sumber daya
Manusia maupun permasalahan lain yang mungkin ditemukan selama penelitian terkait
implementasi awal SPAN.
3. Memahami bagaimana SPAN mengakomodasi amanat dari PP No. 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi secara lebih mendalam bukan hanya dari sudut pandang
pembuat kebijakan, akan tetapi dari perspektif user SPAN itu sendiri sebagai pihak yang
menjalankan langsung amanat tersebut, sehingga kebijakan terkait pelaksanaan, termasuk
reward dan punishment yang diregulasikan lebih terarah dan tepat sasaran, tidak hanya
menganggap Indonesia sebatas Jawa dan sekitarnya saja, akan tetapi juga melihat kondisi
geografis wilayah Indonesia secara lebih bijak.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

6

1. Secara umum bisa memberi kontribusi khususnya dalam koridor sistem informasi
akuntansi sektor publik, guna pelaksanaan APBN yang lebih baik untuk pengelolaan
keuangan negara yang handal, profesional, dan akuntabel.
2. Memberikan gambaran sebuah fenomena yang selama ini menjadi permasalahan terkait
pengelolaan keuangan negara khususnya dengan akan diimplementasikannya Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) di semua unit kerja Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran dan Pusintek Kementerian Keuangan,
sehingga bisa menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan dalam pengelolaan Keuangan
Negara ke depan.
3. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dari perspektif jajaran pegawai di
daerah terkait implementasi SPAN sehingga pada akhirnya penerapan Akuntansi Berbasis
Akrual yang wajib dilaksanakan pada tahun 2015 bersamaan dengan implementasi SPAN
diseluruh unit kerja Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran
dan Pusintek Kementerian Keuangan bisa berjalan dengan lancar.

BAB II
SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN NEGARA
7

3.1

OVERVIEW SPAN
Program reformasi keuangan negara berupa program GFMRAP diwujudkan dalam

bentuk modernisasi anggaran dan perbendaharaan negara. Modernisasi anggaran dan
perbendaharaan tersebut diimplementasikan dalam bentuk Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN). SPAN merupakan suatu sistem pengelolaan keuangan negara
yang mengintegrasikan pengelolaan keuangan ke dalam satu sistem terintegrasi, yang
meliputi fungsi penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan
negara. SPAN merupakan program transformasi berskala besar di bidang keuangan negara
yang bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan anggaran dan perbendaharaan negara melalui penyempurnaan proses bisnis dan
pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi.
Dengan adanya SPAN, maka fungsi-fungsi pengelolaan keuangan yang ada pada
beberapa unit yang berbeda seperti perencanaan dan penganggaran di Direktorat Jenderal
Anggaran (DJA), manajemen DIPA dan pembayaran serta penyusunan laporan keuangan di
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan fasilitasi dukungan teknologi informasi di
Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) dapat terintegrasi ke dalam suatu
sistem yang sama.
Implementasi SPAN yang merupakan bagian dari Program Reformasi Pengganggaran
dan Perbendaharaan dalam lingkup Kementerian Keuangan dilaksanakan melalui 3 (tiga)
komponen utama yaitu : reformasi Proses Bisnis, reformasi Sistem Teknologi Informasi, dan
Tata Kelola Perubahan. Dengan mendasarkan pada program tersebut, SPAN dibangun dengan
menggunakan tiga pilar, yaitu penyempurnaan proses bisnis, dukungan teknologi informasi
dan manajemen komunikasi dan perubahan.
Penyempurnaan proses bisnis dikembangkan melalui beberapa modul yang ada pada
SPAN yaitu perencanaan anggaran (Budget Preparation), manajemen DIPA (Management of
Spending Authority), Manajemen Komitmen (Commitment Management), Manajemen
Pembayaran (Payment Management), Manajemen Kas (Cash Management), Manajemen
Penerimaan (Governement Receipt), Buku Besar dan Bagan Akun Standar (General Ledger
and Chart of Account), dan Pelaporan (Reporting), serta modul SAKTI. SPAN digunakan

8

dalam lingkup Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, sedangkan SAKTI
digunakan oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Anggaran.
3.2

PILAR, ORGANISASI DAN RUANG LINGKUP SPAN
Terdapat 3 (tiga) pilar dalam pengembangan SPAN, yaitu :

a. Penyempurnaan dan Perbaikan Proses Bisnis
Penelahaan dan perbaikan Model Referensi Perbendaharaan yang mengacu pada
praktek-praktek yang digunakan di negara lain dengan modifikasi kesesuaian pada
Kementerian Keuangan. Hal ini bertujuan menyelaraskan antara proses bisnis
penganggaran hingga pertanggungjawaban agar menjadi landasan untuk pelaksanaan
Commercial Off The Shelf (COTS) solution SPAN
b. Teknologi Informasi
Solusi COTS (Commercial Off The Shelf) menfasilitasi dan mengotomasi
implementasi Model Referensi Perbendaharaan. Program aplikasi berbasis COTS adalah
program aplikasi yang dibuat secara khusus oleh perusahaan penyedia software
berdasarkan ‘best practices of business process’ pada bidang bersangkutan, sehingga
program aplikasi tersebut dapat digunakan secara umum oleh semua institusi untuk
menangani bidang bersangkutan. Dalam pengelolaan keuangan, salah satu contoh COTS
adalah Oracle E Business Suite, yaitu software berbasis Oracle yang dapat diaplikasikan
secara umum oleh banyak institusi untuk menangani pengelolaan keuangan.
c. Manajemen Perubahan dan Komunikasi (CMC)
Merupakan upaya untuk mempersiapkan organisasi dan sumber daya manusia untuk
menerima cara berpikir (mindset) dan prosedur kerja baru. Kegiatan manajemen
perubahan dan komunikasi SPAN meliputi:
i. Menganalisa dampak terhadap organisasi dan SDM yang diakibatkan perubahan
dalam bisnis proses dan IT karena diterapkannya SPAN.
ii. Mengidentifikasi tingkat kesiapan dari organisasi (DJPBN, DJA dan Pusintek) serta
K/L yang terpilih sebagai pilot project untuk menghadapi perubahan dalam tiap
tahapan SPAN dan memastikan persiapan yang diperlukan dilaksanakan.
iii. Meningkatkan kemampuan para change agent melalui pelatihan.
9

iv. Mempersiapkan strategi pengelolaan perubahan dan komunikasi serta rencana kerja
yang komprehensif.
v. Mengidentifikasi risiko perubahan dan mempersiapkan rencana mitigasi terhadap
kemungkinan risiko tersebut.
vi. Mempersiapkan pelatihan dan workshop yang dibutuhkan untuk mendukung
pelaksanaan SPAN.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan SPAN dalam Kementerian Keuangan
adalah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran dan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Cakupan pengguna SPAN ada pada Direktorat Jenderal
Perbendaharaan (DJPBN), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Pusat Informasi dan
Teknologi Keuangan (Pusintek) Sekretariat Kementrian Keuangan, Satuan Kerja yang
berjumlah lebih dari 25 ribu, Unit Eselon I yang terkait dengan BA 999, Bank Indonesia/
Perbankan, dan pihak-pihak sebagai pengguna database SPAN.

3.3

SEKILAS PROSES BISNIS SPAN

3.3.1

PENGANGGARAN
Proses bisnis Modul Penganggaran terdiri dari 3 aktivitas utama yaitu penyusunan

RKAKL, pengesahan DIPA, dan revisi DIPA. Ketiga proses tersebut di bagi lagi kedalam
beberapa alur kerja sesuai dengan cakupan masing-masing.
Dengan mendasarkan pada proses bisnis tersebut, maka pencatatan jurnal anggaran
didasarkan pada dokumen sumber berupa DIPA dan dokumen lain yang dipersamakan
dengan DIPA. Pada SAKTI, jurnal anggaran dicatat pada modul anggaran dengan
mendasarkan pada data DIPA yang ada pada masing-masing Satker. Pencatatan jurnal
anggaran tersebut dilakukan atas akun pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan sesuai
dengan yang tercantum dalam DIPA dengan penyesuaian pada pola encumbrance accounting
yang digunakan pada SPAN dan SAKTI.
3.3.2

PELAKSANAAN ANGGARAN
Proses bisnis untuk modul pelaksanaan anggaran, dibagi menjadi empat

modul/manajemen, yaitu:
a. Manajemen Komitmen
Pelaksanaan manajemen komitmen memiliki dua tujuan utama yang masing-masing
memiliki orientasi yang berbeda tetapi saling melengkapi. Pelaksanaan manajemen

10

komitmen

terutama

ditujukan

untuk

mengelola

tindakan-tindakan

awal

yang

menimbulkan kewajiban negara dalam rangka disiplin anggaran (ketaatan terhadap batas
pengeluaran). Di samping itu, manajemen komitmen juga ditujukan untuk mendukung
terwujudnya perencanaan kas yang berorientasi ke depan (forward cash planning) yang
berbeda dengan perencanaan kas berdasarkan data trend dari periode sebelumnya
(historical data trend). Dengan mencatatkan komitmen ke dalam sistem perbendaharaan,
maka institusi perbendaharaan dapat membuat perencanaan kas yang berorientasi ke
depan berdasarkan perkiraan arus kas yang akan menyertai pelunasan sebuah komitmen
(Radev & Khemani, 2007; Potter & Diamond, 1999).
b. Manajemen Pembayaran
Manajemen Pembayaran atau Payment Management (PM) merupakan salah satu
modul yang berperan sebagai gerbang utama pengeluaran pemerintah dalam rangka
menunjang program pembangunan nasional. Manajemen Pembayaran akan memproses
tagihan (dalam bentuk Resume Tagihan dan Surat Perintah Membayar) yang diajukan
oleh Satuan Kerja (Satuan Kerja) dan melakukan proses pencairan dana dari Rekening
Pengeluaran Pemerintah kepada pihak yang berhak melalui proses penerbitan SP2D/SPT.
Secara umum, penyempurnaan proses bisnis dalam manajemen pembayaran
diarahkan untuk menciptakan proses penyelesaian dan pembayaran tagihan atas beban
APBN yang cepat, aman, dan tetap berpegang kepada kaidah-kaidah pengelolaan
keuangan negara yang transparan dan akuntabel sehingga dapat mendukung penciptaan
pelaksanaan anggaran yang efektif, efisien, dan optimal. Sebagai prasyarat agar hal
tersebut dapat dicapai diperlukan hal-hal sebagai berikut:
1. Integrasi data pembayaran dengan data yang dihasilkan oleh modul SPAN lainnya;
2. Penerapan accrual accounting dalam manajemen pembayaran;
3. Otomatisasi sistem dengan pemanfaatan teknologi informasi untuk meminimalkan
pemrosesan secara manual;
4. Perluasan penggunaan dokumen elektronik (e-document) sekaligus minimalisasi
hardcopy dalam manajemen pembayaran.
Sebagai dampak dari penerapan dari hal-hal tersebut di atas diperlukan
penyempurnaan atas proses bisnis dan koneksitas antara institusi-insitusi yang terkait
dengan manajemen pembayaran yakni: Satker, KPPN, dan perbankan.

11

c. Manajemen Penerimaan
Pengelolaan penerimaan negara saat ini telah dikembangkan melalui pengupayaan
integrasi antara beberapa sistem yang menatausahakan penerimaan negara antara lain
melalui penyempurnaan MPN-G2 dan SPAN (Modul GR).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Penatausahaan penerimaan negara dalam
SPAN dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu penerimaan negara melalui Bank
Indonesia, Bank Persepsi dan KPPN. Adapun terkait dengan penatausahaan penerimaan
negara melalui bank persepsi, SPAN akan melakukan interface (data base to data base)
dengan sistem MPN-G2. Sistem MPN-G2 tersebut merupakan feeder data penerimaan
bagi SPAN yang terhubung melalui Government Receipt Module.
Secara umum, beberapa pokok perubahan atau penyempurnaan proses bisnis
penatausahaan penerimaan negara dalam rangka implementasi Sistem Perbendaharaan
dan Anggaran Negara (SPAN) seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:
No
.
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.
9.
10.

Pokok-pokok Perubahan (improvement)
Sentralisasi penatausahaan penerimaan negara melalui single database dalam SPAN
Sentralisasi pengelolaan Modul Penerimaan Negara melalui MPN G2 untuk
setoran penerimaan negara yang disetor pada bank/pos persepsi.
Restrukturisasi rekening penerimaan (rekening kas negara) pada bank/pos persepsi
terkait penerapan MPN G2, terutama terkait dengan pemusatan rekening kas negara
untuk masing-masing bank/pos persepsi (BP Pusat).
Pembayaran setoran penerimaan negara pada bank/pos persepsi dapat dilakukan pada
lintas (luar) wilayah kerja KPPN yang bersangkutan. Untuk itu dilakukan jurnal intraentity (antar satker) pada setiap setoran yang dilakukan.
Penerimaan terkait pajak dan bea cukai dicatat (diakui) sebagai penerimaan masingmasing Satker (KPP/KPBC) bersangkutan. Sehingga proses rekonsiliasi data
penerimaan dapat dilakukan di tingkat Satker dan KPPN. Untuk itu setiap transaksi
pada data MPN harus dapat di mapping sebagai penerimaan KPP/KPBC selaku Satker.
Penerimaan dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan dapat mengembalikan
sisa pagu yang didahului dengan surat pengajuan pengembalian sisa pagu oleh satker.
Penyampaian LHP dan rekening koran dari bank persepsi/BI secara elektronik
dan terstandarisasi.
Tidak ada proses konsolidasi laporan (LKP) ditingkat pusat karena menggunakan
single database dan laporan dapat di-generate pada setiap level kewenangan yang
diberikan.
Dapat dilaksanakan proses audit trail terhadap data transaksi, karena setiap adanya
perubahan/ perbaikan hanya dapat dilakukan dengan mekanisme jurnal reversal/
pembalik, sehingga setiap perubahan/perbaikan akan tercatat.
Penatausahaan penerimaan negara dengan meminimalisasi penggunaan kertas (less
paper).

12

d. Manajemen Kas
Manajemen kas pada SPAN yang merupakan sistem terintegrasi dengan konsep
database tunggal sehingga data-data dari modul-modul lain dapat dijadikan dasar bagi
manajemen kas untuk melakukan transaksi dan pelaporan. Data dari manajemen DIPA
(Management of Spending Authority), manajemen komitmen (Budget Commitment),
manajemen pembayaran (Payment Management), dan manajemen penerimaan negara
(Government Receipt) merupakan sumber data bagi manajemen kas untuk transaksi
maupun pelaporan.
Salah satu penyempurnaan proses bisnis yang terdapat pada manajemen kas SPAN
adalah sentralisasi rekening pengeluaran untuk menggantikan Bank Operasional I.
Dengan konsep tersebut, proses settlement untuk pihak ketiga langsung dilakukan oleh
bank yang sama dengan rekening penerima. Dana akan ditransfer dari RKUN ke RPK
BUN P, yang kemudian ditransfer overbooking kepada pihak ketiga pada bank yang
sama, sehingga mengurangi lalu lintas SKN atau RTGS antar bank. Hal tersebut juga
dapat mengurangi retur, mengingat proses settlement hanya menggunakan proses
overbooking.
3.3.3

PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Berkaitan dengan proses bisnis akuntansi dan pelaporan, dalam kerangka SPAN,

proses penyusunannya dilakukan oleh aplikasi tunggal sehingga diperlukan suatu teknologi
informasi dan database terpusat yang dapat diandalkan untuk mencapai tujuan pengelolaan
keuangan negara, agar dapat menyediakan data transaksi keuangan yang lengkap, dapat
diakses setiap saat, dan terpadunya sistem operasional akuntansi dan pelaporan. Di samping
itu, dilakukan juga restrukturisasi Bagan Akun Standar (BAS) yang menjadi backbone bagi
proses pengelolaan keuangan, sehingga pengembangan proses bisnis akuntansi dan pelaporan
sebagai bagian dari program SPAN dimaksudkan untuk mencapai tujuan reformasi
pengelolaan keuangan negara secara menyeluruh.
Secara umum, penyempurnaan proses bisnis di bidang akuntansi dan pelaporan pada
SPAN meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Penggunaan dua pencatatan dalam satu sistem akuntansi, berupa catatan akrual dan kas.
2. Struktur Bagan Akun Standar memasukan informasi output.
3. Menerapkan manajemen komitmen

13

4. Laporan keuangan berbasis akrual
5. Laporan Manajerial disusun dari satu database
6. Inisiasi laporan keuangan berbasis GFS
7. Rekonsiliasi berbasis internet
8. Integrasi Laporan keuangan dengan laporan kinerja
9. Penggunaan single database dalam pelaporan BUN.
3.4

TEKNOLOGI INFORMASI SPAN
Ruang Lingkup Pengembangan Teknologi Informasi SPAN terdiri dari:

1. Penyediaan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Data
2. Pemasangan Instalasi Kabel Komunikasi Data
3. Instalasi Wide Area Network dalam rangka Komunikasi Data
4. Penggunaan Aplikasi berbasis COTS
5. Penggunaan Collabortion Environment dengan aplikasi perkantoran
Terkait dengan aplikasi SPAN sendiri, yang digunakan adalah aplikasi dengan
menggunakan platform Enterprise resource planning (ERP) dan berbasis commercial offthe-shelf (COTS). COTS adalah program aplikasi yang dibuat secara khusus oleh perusahaan
penyedia software berdasarkan ‘best practices of business process’ pada bidang
bersangkutan, sehingga program aplikasi tersebut dapat digunakan secara umum oleh semua
institusi untuk menangani bidang bersangkutan. Dalam implementasi SPAN, Aplikasi COTS
yang digunakan adalah Oracle Financials yang merupakan bagian dari Oracle Financial
Management. Oracle Financial Management sendiri adalah salah satu produk dari Oracle EBusiness Suite Release 12.1.3. Database yang digunakan pada implementasi SPAN ini adalah
Oracle Database 11g.
Seperti penggunaan aplikasi pada umumnya, aplikasi SPAN juga memiliki user
management yang berfungsi untuk mengelola pengguna yang melakukan akses pada aplikasi
SPAN. Username Aplikasi SPAN adalah NIP pegawai yang memiliki hak dan kewenangan
masuk kedalam sistem dan Nama yang bersangkutan akan dijadikan sebagai deskripsi
pengguna.
Masih terkait dengan user management, salah satu prinsip keamanan sistem Informasi
adalah dengan menerapkan mekanisme Maker dan Checker, dimana dalam melakukan
14

sebuah transaksi setidaknya dibutuhkan dua orang untuk menyelesaikan transaksi tersebut.
Individu pertama bertugas untuk membuat transaksi sedangkan Individu yang lain terlibat
dalam melakukan otorisasi/ persetujuan. Disini pemisahan wewenang memainkan peranan
yang penting. Mekanisme ini dilakukan juga dalam Aplikasi SPAN, dimana dalam
menyelesaikan sebuah transaksi dibutuhkan tiga Individu yang terlibat, yaitu:
a. Individu yang membuat transaksi (Maker)
b. Individu yang melakukan otorisasi (Checker)
c. Individu yang menyetujui transaksi dilakukan (Approval)
5.1

GAMBARAN SINGKAT KONDISI KPPN
KPPN adalah singkatan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, sebuah

instansi vertikal Pemerintah Pusat yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Ditjen PerbendaharaanKementerian Keuangan. Saat ini di seluruh wilayah Indonesia terdapat 182 KPPN, yang
memiliki tugas pokok melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum
negara, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan
pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara berdasarkan peraturan perundangundangan. Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp 1.842,5 Triliun
pencairannya akan dilakukan melalui KPPN yang tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Ini
menjadi indikasi betapa strategisnya peran KPPN melalui para pegawainya dalam mengawal
proses pembangunan negeri ini, khususnya dalam rangka memperlancar proses pembayaran
atas beban APBN.
Dalam kaitannya dengan implementasi SPAN yang saat ini tengah mulai dijalankan,
tentu kita akan berpikir, bagaimana penataan infrastruktur jaringan yang baik bisa mencakup
seluruh KPPN yang letaknya tidak hanya berada di kota besar, namun juga berada di
kepulauan seperti di wilayah Maluku, atau yang berada di kawasan yang lebih sulit dijangkau
seperti di Kalimantan atau Papua. Lebih jauh lagi, apabila setiap satuan kerja harus
menggunakan aplikasi SAKTI yang juga membutuhkan kestabilan jaringan internet,
sementara lokasi Satker bahkan ada yang belum terjangkau jaringan telepon sekalipun.
Selain itu, seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya terkait permasalahan
Sumber Daya Manusia, banyak KPPN di wilayah-wilayah tertentu masih kekurangan tenaga
15

handal untuk memegang user license dalam proses bisnis SPAN. Sebagai gambaran, ketika
penulis melaksanakan tugas di KPPN Masohi (wilayah Prov. Maluku), sebagian besar
pegawai adalah lulusan SMA pengangkatan tahun 1985, sehingga dalam pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari, penulis harus merangkap beberapa tugas, mulai dari penerbitan SP2D,
menatausahakan penerimaan, atau tugas-tugas terkait maintenance jaringan dan komputer.
Bahkan ada seorang rekan di KPPN Muara Bungo yang harus melakukan sebagian besar
pekerjaan KPPN setiap hari, dikarenakan formasi pegawai yang tidak memadai.
Terkait kondisi geografis beberapa KPPN yang perlu mendapat perhatian lebih adalah
KPPN-KPPN di wilayah timur Indonesia. Untuk Wilayah Maluku dan Maluku Utara, dengn
kondisi yang sebagian besar laut, dengan infrastruktur jaringan dan listrik yang bisa
dikatakan masih sangat kurang, jelas membutuhkan penanganan khusus. Kemudia wilayah
papua, terutama di Wamena, juga perlu perhatian lebih mengingat lokasinya hanya bisa
dijangkau dengan jalur pesawat terbang. Dengan biaya hidup yang bisa beberapa kali lipat
dibanding biaya hidup di Jawa, pertimbangan penempatan pegawai untuk wilayah tersebut
harus benar-benar dilakukan dengan penuh pertimbangan untuk terus menjaga motivasi dan
integritas pegawai tersebut.
Melihat kondisi seperti inilah, penulis ingin lebih mendalami bagaimana persepsi
user SPAN di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap implementasi SPAN
yang menggunakan single database terpusat. Hal ini juga dilatar belakangi oleh beberapa
informasi dari rekan kerja yang mengeluhkan kelambatan proses dalam aplikasi SPAN pada
masa piloting di beberapa KPPN belum lama ini.

16

BAB III
METODE PENELITIAN
1.

PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Untuk menghasikan kevaliditasan suatu data

penelitian,

aspek

ontologis,

epistemologis, dan metodologi menjadi aspek yang sangat penting dari suatu penelitian
kualitatif. Maka dari itu, dalam penelitian kualitatif harus menjelaskan desain penelitian yang
digunakan untuk mempertahankan hubungan antara ketiga aspek tersebut.
3.1.1

Pemilihan Desain Penelitian
Menurut Denzin dan Lincoln (1994) dalam Chariri (2009), pemilihan desain

penelitian meliputi lima langkah yang berurutan yang dimulai dari menempatkan bidang
penelitian (field of inquiry) dengan menggunakan pendekatan kualitatif/interpretatif atau
kuantitatif/verifikasional. Langkah ini diikuti dengan pemilihan paradigma teoritis penelitian
yang dapat memberitahukan dan memandu proses penelitian. Langkah ketiga adalah
menghubungkan paradigma penelitian yang dipilih dengan dunia empiris melalui
metodologi. Langkah keempat dan kelima melibatkan proses pemilihan metode pengumpulan
data dan pemilihan metode analisis data.
Dalam penelitian ini, langkah awal dalam pemilihan desain penelitian adalah dimulai
dengan menempatkan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Setelah itu menentukan
paradigma yang tepat digunakan dalam penelitian yaitu penelitian interpretif yang
memberikan alasan pada pemilihan metode yang tepat yaitu studi kasus. Terakhir adalah
memilih metode pengumpulan data dan analisis data yang sesuai yaitu melalui wawancara
dan analisis dokumen.
3.1.2

Pendekatan Penelitian
17

Terdapat tiga pendekatan dalam penelitian, yaitu kuantitatif, kualitatif, dan gabungan
(Creswell, 2003). Untuk menafsirkan (to interpret) dan memahami (to understand)
bagaimana persepsi pegawai KPPN dalam memandang implementasi SPAN, perlu suatu
pendekatan penelitian yang sesuai agar didapatkan hasil yang lebih riil, meminimalisir bias,
serta secara khusus bisa menjawab pertanyaan dalam rumusan permasalahan.
Penelitian ini didasarkan pada aspek ontologis dari fenomena yang ada, yaitu bahwa
implementasi SPAN khususnya di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
memerlukan perhatian yang serius dalam menangani permasalahan-permasalahan yang
timbul. Sebuah kebijakan sudah seharusnya dilahirkan dari pemikiran yang bijak pula, tidak
hanya memaksakan sesuatu hanya untuk sebuah prestasi organisasi maupun ego pembuat
kebijakan. Dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk menguak persepsi pegawai di
lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengenai implementasi SPAN. Oleh karena
itu pendekatan kuantitatif dirasa kurang sesuai untuk menjelaskan suatu konstruksi sosial,
sehingga penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang lebih sesuai untuk
menjelaskan fenomena sosial yang ada terkait implementasi SPAN dengan penggunaan
single database menggantikan sistem yang saat ini dijalankan. Aspek ontologis ini
menentukan bahwa penelitian dilakukan dalam konteks konstruksi sosial yaitu proses sosial
yang dibentuk oleh para pelakunya.
Moleong (2010) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misal perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan metode yang alamiah.
3.1.3

Paradigma Penelitian
Saat ini dikenal 5 (lima) paradigma yaitu paradigma positivis, interpretivis, kritis,

posmodernis dan spiritualis. Menurut Triyuwono (2013) idealnya seorang peneliti akuntansi
dapat menerima semua paradigma tersebut, yang biasanya disebut dengan istilah
multiparadigma (multiparadigm). Dengan wawasan multiparadigma, seorang peneliti akan
memiliki kemampuan untuk melihat realitas akuntansi lebih utuh karena akuntansi akan
dapat dilihat, dipahami dan dikembangkan dari berbagai sudut pandang. Hasil pandangan

18

dari satu sisi tidak dapat menegasikan hasil pandang dari sisi yang lain sehingga, semua hasil
dari sudut pandang yang berbeda akan saling melengkapi.
Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif, yang menitikberatkan pada
peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini
memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari
kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya (Chariri, 2009). Burrel dan Morgan
(1979) menyatakan bahwa paradigma ini melihat dunia sosial sebagai sebuah kemunculan
proses sosial dimana proses ini dibuat oleh individu-individu yang ada. Tujuan dari penelitian
interpretif sendiri adalah menemukan makna tersembunyi yang ada di balik tindakan sosial
sebagaimana dipahami oleh pelaku (aktor yang diteliti) melalui suatu upaya pemahamn yang
baik (Djamhuri : 2011).
2.

KEHADIRAN PENELITI
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai

instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Sedangkan instrument
pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan
berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil
penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran
peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus
yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan
atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.
3.

LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan

kotanya. Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di 4 (empat) lokasi untuk mewakili
sebagian besar kondisi geografis di Indonesia, mengingat lokasi 182 KPPN di Indonesia
benar-benar tersebar dari Aceh sampai Papua, ke-empat lokasi tersebut adalah:
a. KPPN Malang, yang berlokasi di pusat kota Malang, akan mewakili lokasi Kantor yang
berada di Jawa. Dengan segala kemudahan fasilitasnya, serta dengan pertimbangan
bahwa KPPN Malang pada tahun ini berhasil mendapatkan predikat sebagai Kantor
Pelayanan Terbaik 2013 di lingkungan Kementerian Keuangan, maka diharapkan dapat
mewakili kondisi KPPN yang berada di Pulau Jawa.
19

b. Kanwil DJPBN Makassar dan KPPN Makassar I dan KPPN Makassar II, yang berlokasi
di GKN Makassar Jl. Urip Sumoharjo Km. 4 Makassar. Pemilihan lokasi ini ditujukan
untuk mewakili wilayah di luar pulau Jawa, namun dengan ketersediaan fasilitas yang
setara dengan pulau Jawa.
c. KPPN Batam, yang terletak di Jl. Raja Haji, Sekupang Batam, diharapkan dapat mewakili
KPPN yang berada di Kepulauan, namun dengan fasilitas yang juga sangat memadai.
d. KPPN Masohi, yang terletak di Jl. Pattimura Masohi, Seram Bagian Barat, akan mewakili
kondisi wilayah yang minim fasilitas, serta akses yang relatif sulit dijangkau, juga dengan
karakteristik satuan kerja yang dilayani sangat beragam.
4.
3.4.1

JENIS DATA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data

hasil dari jawaban atas pertanyaan yang dilakukan pada saat wawancara dengan pihak yang
terkait. Sedangkan untuk data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber lainnya
seperti dokumen-dokumen yang tidak dipublikasikan, media sosial, dan lain-lain.
Mengingat aspek kerahasiaan sangat penting dalam wawancara, maka dalam
penelitian ini peneliti menjamin kerahasiaan identitas informan dan tidak akan menggunakan
hasil wawancara selain untuk kegunaan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar informan
mengetahui maksud yang sebenarnya, dan diharapkan dapat memberikan jawaban yang jujur
dan apa adanya. Sehingga nama dari informan disamarkan dalam bentuk huruf.
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Menurut Moleong (2010) Wawancara adalah sebuah percakapan dengan maksud
tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee). Teknik wawancara yang dikenal secara umum
adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur yang juga dikenal dengan
wawancara mendalam (in – depth interviewing).Wawancara tidak terstruktur biasanya lebih
banyak digunakan dalam penelitian kualitatif karena wawancara dengan teknik ini
diharapkan dapat memberikan data yang paling mendalam berupa kejelasan dan kemantapan
atas masalah yang sedang diteliti.
b. Observasi

20

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data
yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan
kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran,
untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil
observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan
perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu
peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Bungin (2007: 115-117) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu:
1. Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.
2. Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan
pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan.
3. Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti

terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.
c. Focus Group Discussion
Metode terakhir untuk mengumpulkan data ialah lewat Diskusi terpusat (Focus
Group Discussion), yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang lewat
diskusi untuk menghindari dari pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti. Untuk
menghindari pemaknaan secara subjektif oleh seorang peneliti, maka dibentuk kelompok
diskusi terdiri atas beberapa orang peneliti. Dengan beberapa orang mengkaji sebuah isu
diharapkan akan diperoleh hasil pemaknaan yang lebih objektif.

5.

PENGECEKAN KEABSAHAN TEMUAN

Menurut Moleong ’’kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu : (1) kepercayaan
(credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) kebergantungan (dependability), (4)
kepastian (confirmability). Dalam penelitian kualitatif ini dipakai tiga macam kriteria yaitu :
1. Kepercayaan (credibility)

21

Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil
dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya.Ada beberapa teknik untuk mencapai
kreadibilitas yaitu: teknik triangulasi, sumber, pengecekan anggota, perpanjangan
kehadiran peneliti dilapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan
refrensi.
2. Kebergantungan (dependability)
Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan
kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu
sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara
untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit
dipendability oleh ouditor independent oleh dosen pembimbing.
3. Kepastian (confirmability)
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara
mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi
yang ada pada pelacakan audit.
6.

ANALISIS DATA
Dalam penelitian kualitatif tidak ada pendekatan tunggal dalam analisis data (Chariri,

2009).Untuk melakukan analisis, peneliti perlu menangkap, mencatat, menginterpretasikan
dan menyajikan informasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam penelitian kualitatif
analisis data tidak dapat dipisahkan dari data collection. Oleh karena itu, ketika data mulai
terkumpul dari interviews, observation dan archival sources, analisis data harus segera
dilakukan untuk menentukan pengumpulan data berikutnya. Adapun cara analisis data
dimulai dengan data reduksi. Data reduksi intinya mengurangi data yang tidak penting
sehingga data yang terpilih dapat diproses ke langkah selanjutnya. Data reduksi mencakup
pengorganisasian data dan coding data pemahaman dan pengujian (Chariri, 2009).
Selanjutnya menurut Chariri (2009) setelah melakukan reduksi data langkah
selanjutnya adalah pemahaman dan pengujian data. Atas dasar coding, peneliti dapat
memulai memahami data secara detail dan rinci. Proses ini dapat berupa “pemotongan” data
hasil interview dan dimasukkan ke dalam folder khusus sesuai dengan tema yang ada. Hasil
22

analisis dokumen dapat dimasukkan ke dalam folder yang sama untuk mendukung
pemahaman atas data hasil interview.
Data dianalisis dengan penalaran induktif (Lincon dan Guba, 1985) untuk menilai
apakah data memiliki kontribusi jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam penelitian
(Chariri, 2006). Data kemudian dicoba dicari maknanya/diinterpretasi. Hasil interpretasi
kemudian dikaitkan dengan teori yang ada sehingga interpretasi tidak bersifat bias tetapi
dapat dijelaskan oleh teori tersebut. Perlunya mengkaitkan temuan penelitian dengan
berbagai teori dalam penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif berpegang pada konsep
triangulasi (Chariri, 2009)

Daftar Pustaka
Bastian, I. 2010. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

23

Burrell, Gibson and Gareth Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organisational
Analysis : Elements of the Sosiology of Corporate Life. London : Heinemann.
Chariri, A., 2009. Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif: Paper disajikan pada
Workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Laboratorium
Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Semarang, 31 Juli – 1 Agustus 2009
Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Approaches. Second edition.SAGE Publications; Tousand Oaks, London, New Delhi.
Djamhuri, Ali. 2011. Ilmu Pengetahuan Sosial Dan Berbagai Paradigma Dalam Kajian
Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Jurusan Akuntansi FE Universitas
Brawiijaya, Malang.
Islam, Saiful, Purnomo Bungkus dkk, 2010, Modul Manajemen DIPA, Direktorat
Transformasi Perbendaharaan.
Islam, Saiful, Setiawan Iwan dkk, 2010, Modul Manajemen Pembayaran, Direktorat
Transformasi Perbendaharaan.
Islam, Saiful, Puspita Ingelia dkk, 2010, Modul Buku Besar dan Bagan Akun Standar,
Direktorat Transformasi Perbendaharaan.
Islam, Saiful, Mulyono Slamet dkk, 2010, Modul Manajemen Pelaporan, Direktorat
Transformasi Perbendaharaan.
Kumoratomo, W., Subando Agus Margono, 1994. Sistem Informasi Manajemen dalam
Organisasi-organisasi Publik. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Modul Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah, DirektoratJenderal
Perbendaharaan, Departemen Keuangan (2014).
Moleong, J. Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari, 1989. Otonomi Daerah. Rajawali, Jakarta.
Nordiawan, Deddi (2006) Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Salemba Empat.
Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln, 2000, edisi kedua, Handbook of Qualitative
Research, diterjemahkan oleh : Dariyatno, dkk, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Rockart, J.F., 1988, “The Line Takes the Leadership IS Management in a Wired Society,”
Sloan Management Review, Summer, pp.57-64.

24

Sarno, Riyanarto, 2009, Strategi Sukses Bisnis dengan Teknologi Informasi Berbasis
Balanced Scorecard & COBIT, Surabaya : ITS Press
Setiawan, Acdiar. R. 2011. Tinjauan Paradigma Penelitian : Merayakan Keragaman
Pengembangan Ilmu Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. Vol. 2, No.3
Desember, hal. 369 – 540, Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya.
Triyuwono, Iwan. 2011. “SUSUSAYA” Melampaui Paradigma – Paradigma Metodologi
Penelitian. Accounting Research Training Series 2 – Universitas Brawijaya, 7 – 8
Desember 2011
Triyuwono, Iwan. 2013. [Makrifat] Metode Penelitian Kualitatif [Dan Kuantitatif] Untuk
Pengembangan Disiplin Akuntansi. Simposium