APBN dan Keuangan Negara docx

APBN dan Keuangan Negara
A. Pengertian APBN
Pemerintahan suatu negara memerlukan pedoman dalam mengelola
keuangannya. Dalam rangka mencapai sasaran seperti yang diharapkan diperlukan
peraturan mengenai penerimaan dan pengeluaran uang negara. Oleh karena itu setiap
awal periode disusun APBN yang digunakan sebagai pedoman dalam mengatur
keuangan negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1
Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara
penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal
23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun
dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab
untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan
oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan

Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan apabila DPR tidak
menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun
lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN
dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di
tengah-tengah

berjalannya

tahun

anggaran,

APBN

dapat

mengalami

revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan

RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan

darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran
yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran
berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerim
aan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan
kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan
kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya
ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan ekonomi makro Indonesia pada dasarnya merupakan kesinambungan
dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa konsistensi kebijakan sangat
diperlukan dalam mencapai sasaran pembangunan, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Oleh karena itu kebijakan ekonomi makro tersebut
ditujukan untuk memperkuat fundamental ekonomi yang sudah membaik dan
mengantisipasi berbagai tantangan baru yang mungkin timbul. Tantangan dan
sasaran kebijakan ekonomi makro tersebut adalah menjaga stabilitas ekonomi dan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didasarkan atas peningkatan kualitas dan
kinerja perekonomian.
Stabilitas perekonomian merupakan prasyarat yang sangat mendasari bagi para
pelaku ekonomi. Oleh karena itu diperlukan pertumbuhan dengan kualitas yang lebih
baik. Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja
sehingga dapat mengurangi penduduk miskin. Sementara itu pertumbuhan ekonomi
yang dicapai dalam tahun sebelumnya dipandang masih moderat dibandingan
dengan masa-masa sebelum krisis. Pertumbuhan tersebut masih didukung oleh relatif
tingginya kontribusi konsumsi, sedangkan dukungan sumber-sumber ekonomi
produktif seperti investasi dan ekspor masih harus dioptimalkan.

B. Struktur APBN
Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan
menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Ini
merupakan reformasi besar-besaran di bidang anggaran negara dengan tujuan agar
ada penghematan belanja negara dan memberantas KKN. Selama lebih dari 32
tahun, Pemerintah melaksanakan sistem anggaran yang dikenal dengan “dual
budgeting,” dimana anggaran belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja
rutin dan anggaran pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran
pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya

pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak kelemahan
(Anggito Abimanyu - 4 Juli 2005) yaitu :
1.

Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang
tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya
proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena alokasi dana

yang ada tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
2. Penggunaan “dual budgeting” mendorong dualisme dalam penyusunan daftar
perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK
yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja
pembangunan.
3. Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin
tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran
4.

pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk investasi.
Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan
kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara.

Jika proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam
pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut.
Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan
pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome
yang dicapai dengan penganggaran organisasi.
Sebelum tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran berimbang dinamis,
dimana jumlah penerimaan negara selalu sama dengan pengeluaran negara, dan
jumlahnya diupayakan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2001 hingga

sekarang, prinsip anggaran yang digunakan adalah anggaran surplus/defisit. Sejalan
dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account.
Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri atas (i) pendapatan negara
dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii) pembiayaan.
Pendapatan negara dan hibah menampung seluruh pendapatan negara yang
bersumber dari (1) penerimaan perpajakan, (2) penerimaan negara bukan pajak
(PNBP), dan (3) hibah. Sedangkan belanja negara menampung seluruh pengeluaran
negara, yang terdiri dari (1) belanja pemerintah pusat, yang meliputi pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan, dan (2) belanja untuk daerah, yang meliputi
dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyeimbang/penyesuaian. Selisih
antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara akan berupa

surplus/defisit anggaran. Guna menutup defisit anggaran maka diperlukan
pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara dan hibah, yang antara lain
bersumber dari (1) pembiayaan dalam negeri, dan (2) pembiayaan luar negeri.
Dalam sistem dual budgeting, pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan
rutin pemerintahan, yang terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii)
pembayaran bunga utang, (iv) subsidi, dan (v) pengeluaran rutin lainnya. Sementara
itu, pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran negara yang dialokasikan
untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang dibebankan pada anggaran
belanja pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan sasaran pembangunan nasional,
baik berupa sasaran fisik maupun nonfisik. Dalam hal ini, pengeluaran pembangunan
terdiri dari (i) pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan rupiah, yang
pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri dalam bentuk
pinjaman program, dan (ii) pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan
proyek, yang pendanaannya bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman
proyek.
Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang
berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics)


Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan
sistem unified budget (anggaran terpadu), dimana tidak ada pemisahan antara
pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan
berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Dalam hal ini, belanja negara menurut
klasifikasi ekonomi dikelompokkan ke dalam (1) kompensasi untuk pegawai; (2)
penggunaan barang dan jasa; (3) kompensasi dari modal tetap berkaitan dengan
biaya produksi yang dilaksanakan sendiri oleh unit organisasi pemerintah; (4) bunga
hutang; (5) subsidi; (6) hibah; (7) tunjangan sosial (social benefits); dan (8)
pengeluaran-pengeluaran lain dalam rangka transfer dalam bentuk uang atau barang,
dan pembelian barang dan jasa dari pihak ketiga untuk dikirim kepada unit lainnya.
Dalam melaksanakan perubahan format dan struktur belanja negara telah
dilakukan dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, namun tetap mengacu GFS
Manual 2001 dan UU No. 17 Tahun 2003.
Beberapa catatan penting berkaitan dengan perubahan dan penyesuaian format
dan struktur belanja negara yang baru antara lain :
1.

Dalam format dan struktur I-account yang baru, belanja negara tetap dipisahkan
antara belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah, karena pos belanja untuk
daerah yang berlaku selama ini tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu pos


belanja negara sebagaimana diatur dalam UU No.17 Tahun 2003.
2. Semua pengeluaran negara yang sifatnya bantuan/subsidi dalam format dan struktur
baru diklasifikasikan sebagai subsidi.
3. Semua pengeluaran negara yang selama ini ‘mengandung’ nama lain-lain yang
tersebar di hampir semua pos belanja negara, dalam format dan struktur baru
diklasifikasikan sebagai belanja lain-lain.
Tumpang Tindih Belanja Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian tersebut,
belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (i) belanja
pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv) pembayaran bunga utang, (v)
subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan (viii) belanja lain-lain. Sedangkan
belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku selama ini terdiri dari (i) dana
perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dengan adanya
perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara

otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan
(unified budget).
Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting dalam belanja
tersebut, antara lain :
Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk

membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan
membayar honorarium, lembur, vakasi, tunjangan khusus dan belanja pegawai
transito, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam
klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini
diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan
terlihat pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan
sebagai rutin dan pembangunan. Disinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih.
Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya
pemeliharaan aset negara. Demikian juga sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai
pengeluaran pembangunan.
Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk
pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset
lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i) belanja modal aset tetap/fisik, dan (ii)
belanja modal aset lainnya/non-fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya
non-fisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang
tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.
Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk
membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai
hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat

terjangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan
melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta. Sementara itu, selama ini ada
jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan
dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung seluruh
pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan

kepada penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial,
misalnya transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial.
Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran
pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan
sepenuhnya kepada daerah.
Secara sederhana, maka struktur APBN dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas:
1. Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:
a. Penerimaan Perpajakan, terdiri atas:


Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya.




Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor.



Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas:



Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas)



Bagian Laba BUMN



PNBP lainnya

b. Hibah yaitu bantuan yang berasal dari swasta, baik dalam negeri maupun luar
negeri, dan pemerintah luar negeri
2. Belanja terdiri atas dua jenis:
a. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai
kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat
maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah
Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja
Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja
Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja
Lainnya.

b. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk

kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja
Daerah meliputi:


Dana Bagi Hasil



Dana Alokasi Umum



Dana Alokasi Khusus



Dana Otonomi Khusus.

3. Pembiayaan meliputi:
1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat

Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
2. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas
Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan
Moratorium.

C. Asumsi dan Prinsip Penyusunan APBN
Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian
makro, yaitu:
1. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
2. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
3. Inflasi (%)
4. Nilai tukar rupiah per USD
5. Suku bunga SBI 3 bulan (%)

6. Harga minyak indonesia (USD/barel)
7. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:


Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.



Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.



Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan
denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:


Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.



Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.



Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

D. Penyusunan dan Penetapan APBN
1. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara

yang

ditetapkan

tiap

tahun dengan Undang-Undang
2. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan
3. Pendapatan Negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan
hibah
4. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan
pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
5. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja

6. Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai
nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan
7.

Agustus tahun sebelumnya.
Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan

undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR.
8. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan
dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
9. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai Rancangan Undang-undang tentang
APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.
10. APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja.
11. Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-undang tentang APBN,
Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka
APBN tahun anggaran sebelumnya.
D. Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan
negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan

pemerintahan dan

pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan
secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran
yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan
dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk

melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan
demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila

suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat
membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya,
telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan
jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan
untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk

menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat
untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk
keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan
efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk

memelihara

dan

mengupayakan

keseimbangan

fundamental

perekonomian.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrument utama
kebijakan fiskal yang sangat mempengaruhi jalannya perekonomian dan keputusankeputusan investasi yang dilakukan para pelaku pasar. Hal ini disebabkan APBN
secara umum menjabarkan rencana kerja dan kebijakan yang akan diambil
pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan, alokasi sumber-sumber ekonomi
yang dimiliki, distribusi pendapatan dan kekayaan melalui intervensi kebijakan
dalam rangka mempengaruhi permintaan dan penawaran faktor produksi serta
stabilisasi ekonomi makro. Dengan demikian strategi dan pengelolaan APBN
menjadi isu yang sangat sentral dan penting dalam perekonomian suatu negara.
Pada saat APBN disusun, setidaknya terdapat tujuh sumber ketidakpastian yang
berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN baik sisi pendapatan maupun

belanja. Sumber ketidakpastian itu menjadi asumsi dasar yang digunakan sebagai
pedoman dalam menyusun APBN. Asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut :
NO

ASUMSI APBN

1

Pertumbuhan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ekonomi Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya

tahunan (%)

 Perkembangan ekonomi global dan tahun
berjalan
 Kondisi sosial, politik dan keamanan dalam
negeri tahun berjalan
 Kebijakan restrukturisasi di berbagai bidang
yang akan dilaksanakan dalam tahun berjalan
 Kebijakan ekonomi makro yang dilaksanakan
pada tahun berjalan
 Pertumbuhan ekonomi : konsumsi swasta,
investasi, ekspor

2

Produk Domestik Bruto
(PDB) dalam rupiah

3

 Kenaikan TDL

Inflasi (%)

 Menguatnya rupiah
 Lancarnya distribusi barang
 Kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati
4

Nilai tukar rupiah per Koreksi undervalued, membaiknya konsisi
keamanan, social, politik

USD
5

Suku bunga SBI 3 bulan Menguat atau melemahnya nilai tukar rupiah
(%)

6

Harga minyak indonesia Permintaan dan penawaran minyak dunia
(USD/barel)

7

Produksi

minyak Kuota OPEC, kapasitas sumur yang semakin

Indonesia (barel/hari)

menurun sementara penemuan sumur baru

relatif kecil, gangguan keamanan
E. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu
negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP
riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses
kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan
adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari
pertumbuhan ekonomi (economic growth), pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses
pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan ekonomi. Akan terjadi pertumbuhan ekonomi bila ada pembangunan
ekonomi karena pembangunan ekonomi mengakibatkan perubahan pada sektor
ekonomi. Pendirian pabrik-pabrik baru dan meningkatnya kegiatan ekspor dan impor
akan membawa perubahan dalam sector industri dan perdagangan. Sektor pertanian
juga akan berubah melalui pembangunan di bidang sarana dan prasarana seperti
penambahan ruas jalan. Perubahan-perubahan pada berbagai sector ekonomi tersebut
akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan naiknya
produksi nasional, pendapatan nasional dan pendapatan perkapita.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih
bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat
output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat
kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahanperubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor
perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi:

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi
dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
1.

Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal,
dan keahlian atau kewirausahaan.
Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah,
keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi
pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku
produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah
bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut
juga sebagai proses produksi).
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui
jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar
potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk
menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan
mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan
mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat
penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-

barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
2. Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan
politik, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
F. Hubungan antara APBN dengan Pertumbuhan Ekonomi :
APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Alokasi dana yang terdapat di dalam APBN digunakan untuk
pembangunan. Dengan adanya pembangunan ekonomi akan tercipta pertumbuhan
ekonomi. APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua indikator yang penting
dalam menentukan tingkat kemakmuran rakyat. Indikator-indikator yang menjadi
asumsi di dalam penyusunan APBN adalah indikator makro ekonomi yang menjadi
indikator dalam proses pertumbuhan ekonomi.

Beberapa kebijakan dalam pengelolaan APBN senantiasa diarahkan kepada
terciptanya pertumbuhan ekonomi, walaupun pertumbuhan ekonomi itu sendiri tidak
bisa dipaksakan. Ada berapa contoh pandangan ekonom yang menganalisa hubungan
antara APBN dengan pertumbuhan ekonomi. Seperti yang ditulis oleh M. Sadli
dalam Kliping Berita Ekonomi dan Opini Ekonomi pada tahun 2007 yang berjudul :
“Pertumbuhan Ekonomi Tidak Bisa Dipaksakan”
Ada beberapa alasan yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bergerak
lambat walaupaun stabilitas ekonomi makro sudah tercapai :
1. Masih tingginya pengangguran dan kerentanan pasar tenaga kerja. Pengangguran
yang tinggi terkait kepada pertambahan penduduk dan kualitas pendidikan dan skill
sebagian terbesar SDM kita. Di lain fihak pasar tenaga kerja juga kurang fleksibel,
artinya, amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya kalau
pasarnya menciut. Biaya pesangon untuk pemutusan hubungan kerja amat tingginya.
Karena hubungan industrial di Indonesia kurang menguntungkan perusahaan maka
banyak bakal investor internasional memilih lokasi Cina dan Vietnam ketimbang
Indonesia.
2. Lemahnya kegiatan investasi dan permasalahan fundamental terkait.Lemahnya
kegiatan investasi baru juga oleh karena bagi pengusaha kepastian hukum sejak
reformasi telah berkurang. Pelaksanaan otonomi daerah menambah ketidak pastian.
Indonesia sekarang terkenal sebagai high-cost economy. Salah suatu sumber
ekonomi biaya tinggi adalah kurang memadainya infra-struktur, karena sejak 1998
praktis tidak ada investasi pemerintah di bidang infra-struktur ini. Sebetulnya masih
ada suatu rintangan fundamental, yakni intermediasi sistim perbankan belum bisa
bekerja secara normal, karena ketatnya prudential rules yang baru dan masih ada
trauma kredit macet.
Pemerintah sendiri harus memaksimalkan investasi lewat anggaran belanjanya,
misalnya untuk membangun infra-struktur yang tidak menguntungkan bagi investor
swasta. Tetapi, pengelolaan APBN ini masih mengandung permasalahan sendiri,
yang juga terkait dengan prinsip kehati-hatian (prudence).
3. Tingginya potensi tekanan inflasi secara struktural.
Di level teknis sudah ada kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia untuk
membawa tingkat inflasi jangka panjang ke kisaran 3% setahun. Untuk tahun 2005

sasaran BI adalah 6% plus-minus 1%, untuk tahun 2006 5,5% plus-minus 1% dan
untuk tahun 2007 5% plus-minus 1%. Begitu juga untuk tahun 2008 dan 2009.

g. PERANAN APBN DALAM PERTUMBUHAN PEMBANGUNAN
1. PERANAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
Dalam hal ini perananan APBN sangat penting, di antaranya tentu saja untuk
menciptakan lapangan kerja , untuk mengatasi adanya masalah makro ekonomi yaitu
pengangguran. Sampai detik ini Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau APBN terhadap pertumbuhan ekonomi 2007 dinilai minim.Hal itu ditandai
dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah yang berada di bawah target semula,
yakni dari rencana 8,9 persen dibanding 2006 ternyata diperkirakan hanya 6,14
persen.
Dalam siaran pers tentang evaluasi Kinerja Departemen Keuangan yang disampaikan
29 Desember 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan,
pertumbuhan

ekonomi

di

2007

diperkirakan

akan

mencapai

target

6,3

persen.Pertumbuhan itu didorong konsumsi rumah tangga dan peningkatan ekspor.
Ekspor melonjak akibat kenaikan harga komoditas di pasar dunia.”Meski demikian,
pembentukan modal tetap bruto atau indikator investasi rendah. Dari target 12,3
persen (dibanding 2006), hanya mencapai 7,9 persen,” katanya.Pertumbuhan
ekonomi dari sisi permintaan digambarkan dengan konsumsi rumah tangga dan
pemerintah yang lebih rendah dari target semula.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan mencapai 5 persen atau 0,1
persen di bawah target semula. Sementara konsumsi pemerintah diperkirakan akan
tumbuh 6,14 persen atau jauh di bawah target yang ditetapkan tumbuh 9,9 persen.
Pemerataan ekonomi
Dradjad menegaskan, kegagalan APBN sebagai stimulus pertumbuhan akan
menimbulkan konsekuensi lain, yakni gagal sebagai alat fiskal yang mendorong

pemerataan ekonomi.Hal itu terjadi karena sumber utama penerimaan yang tercatat
di APBN adalah pajak. Pajak memiliki satu fungsi utama yakni fungsi
realokasi.Realisasi anggaran belanja yang menonjol adalah belanja modal 2007 yang
mencapai 89,4 persen dari target APBN-Perubahan menjadi Rp 61,87 triliun. Ini
mengejutkan karena realisasi di 2005 hanya 60 persen anggaran belanja modal yang
terserap lalu di 2006 menjadi 82,4 persen.
2. PERANAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
Pengertian infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur yang terdiri dari infrastruktur
fisik dan jasa layanan yang diperoleh darinya untuk memperbaiki produktivitas
ekonomi dan kualitas hidup seperti transportasi, telekomunikasi, kelistrikan, dan
irigasi. Sedangkan Pengertian infrastruktur pemukiman adalah infrastruktur yang
terdiri dari infrastruktur fisik dan layanan yang diperoleh darinya untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia dan meningkatkan kualitas hidup seperti air bersih dan
perumahan.Peningkatan

rencana

alokasi

anggaran

infrastruktur

Departemen

Pekerjaan Umum pada 2009 menjadi Rp 35,7 triliun antara lain ditujukan
menyelesaikan seluruh proyek jalan nasional. Pemerintah juga menargetkan
pembangunan dan perbaikan infrastruktur untuk irigasi.Alokasi anggaran Direktorat
Jenderal Bina Marga pada 2009 direncanakan sebesar Rp 17 triliun. Dana itu di
antaranya untuk menyelesaikan seluruh proyek jalan nasional, di antaranya jalan
lintas timur Sumatera, lintas pantai utara dan selatan Jawa, serta lintas barat
Sulawesi.
Peningkatan jalan dan jembatan nasional ditargetkan sepanjang 1.8 44 kilometer.
Adapun rehabilitasi jalan nasional direncanakan sepanjang 1.303 kilometer, dan
pemeliharaan rutin jalan nasional sepanjang 24.827 kilometer dan jembatan 29.441
meter. Pembangunan jalan dan jembatan juga mencakup Trans Kalimantan, Trans
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua.Sementara itu, dana pengairan
direncanakan sebesar Rp 8 triliun. Dari anggaran itu, sejumlah Rp 3,2 triliun atau 40
persen dialokasikan untuk pembangunan dan pemeliharaan irigasi dan selebihnya
untuk pengendalian banjir